Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bethanivitra Arisoni
"Penambahan medan magnet eksternal secara permanen selama proses pengelasan adalah salah satu perkembangan pengelasan TIG. Penambahan medan magnet eskternal pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap geometri busur las, lebar manik lasan, dan kedalaman penetrasi. Magnet yang digunakan memiliki dua ukuran dan empat belas konfigurasi yang berbeda berdasarkan peletakannya. Dari hasil pengujian, didapatkan bahwa variasi konfigurasi dan kekuatan magnet yang diberikan memiliki pengaruh yang berbeda terhadap geometri busur, lebar manik, dan kedalaman las. Garis-garis gaya magnet dengan kekuatan medan magnet yang lebih besar relatif lebih memengaruhi geometri busur las, yang berdampak pada lebar manik dan kedalaman las sesuai dengan arah gaya magnet dari konfigurasi yang diberikan. Busur las yang telah dimampatkan oleh garis gaya magnet dapat memiliki area kontak panas yang kecil sehingga panas terpusat, menghasilkan lebar manik las yang sempit dan penetrasi las yang dalam. Konfigurasi dengan nilai lebar manik las relatif kecil dengan kedalaman las relatif besar untuk pengelasan dengan tebal magnet 3mm adalah H (lebar manik 5,152mm, kedalaman 2,539mm) dan dengan tebal magnet 5mm adalah B (lebar manik 4,768mm, dan kedalaman 3,039mm).

The addition of external magnetic field (EMF) with permanent magnets during welding is one of the development in TIG welding. The addition of EMF in this research is to find the effect on arc geometry, weld bead width, and depth of penetration. Magnets used have two different strengths and fourteen variations of configuration. Result shows that each configuration and magnets’ strength affect arc geometry, weld bead width, and depth of penetration variously. Bigger strength of magnet relatively results in stronger magnetic lines of force, enhancing the magnetic force’s effect from each configuration on arc geometry, weld bead width, and depth of penetration. Compressed arc from magnetic lines of force concentrates heat, resulting in narrow weld bead and deep penetration. Configuration H with 3mm-thick magnets (5,152mm weld bead width, 2,539mm depth of penetration) and B with 5mm-thick magnets (4,768mm weld bead width, 3,039mm depth of penetration) have the narrowest weld bead width and deepest penetration for both strengths tested."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzi Mahdy
"Tungsten Inert Gas (TIG) adalah sebuah metode pengelasan yang menggabungkan material dengan cara memanaskannya dengan busur las. Elektroda yang digunakan berbahan tungsten dan bersifat non-consumable. Penambahan medan magnet eksternal secara permanen selama proses pengelasan adalah salah satu perkembangan pengelasan TIG. Penambahan medan magnet eskternal pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap geometri lasan berupa bentuk busur las, lebar manik las, dan kedalaman penetrasi. Magnet yang digunakan memiliki dua ukuran dan empat belas konfigurasi yang berbeda berdasarkan peletakannya. Masing-masing konfigurasi dilakukan sebanyak tiga kali repetisi pengelasan. Dari hasil uji ANOVA, semua konfigurasi memiliki perbedaan rata-rata yang signifikan secara statistik. Hal ini disebabkan pada tiap konfigurasi memiliki keberagaman garis-garis gaya magnet dan besarnya medan magnet, sehingga akan memengaruhi geometri busur las yang berdampak pada lebar manik dan kedalaman las. Busur las yang telah dimampatkan oleh garis gaya magnet cenderung memiliki area kontak panas yang kecil sehingga panas terpusat, menghasilkan lebar manik las yang sempit dan penetrasi las yang dalam. Konfigurasi yang memiliki peningkatan rasio D/W (depth/width) paling tinggi dari pengelasan non magnet (netral) adalah konfigurasi F Forward untuk tebal magnet 3 mm dan 5 mm.

Tungsten Inert Gas (TIG) is a welding method that combines materials by heating them with a welding arc. The electrodes used are made of tungsten and non-consumable. The addition of a permanent external magnetic field (EMF) during the welding process is one of the developments in TIG welding. The addition of the external magnetic field in this study was carried out to determine its effect on the weld geometry in the form of weld arc shape, weld bead width, and penetration depth variously. The magnets used have two sizes and fourteen different configurations based on their placement. Each configuration is performed three times of welding reps. From the results of the ANOVA test, all configurations have mean differences that are statistically significant. This is because each configuration has a variety of magnetic lines of force and magnetic field magnitude, so it will affect the geometry of the blow arc which has an impact on the weld bead width and the depth penetration of the weld. A weld arc that has been compressed by magnetic lines of force tends to have a small hot contact area so that the heat is concentrated, resulting in a narrow weld bead width and deep weld penetration. The configuration that has the highest increase in D/W (depth / width) ratio from non-magnetic (neutral) welding is the F Forward configuration for 3 mm and 5 mm thick magnets"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Putri Cahya Maulida
"Penelitian ini mengevaluasi kemampuan pembentukan lembaran jaring kawat baja tahan karat SS304 dan SS201 (mesh 8) untuk aplikasi inti komposit sandwich otomotif. Tujuan penelitian adalah menilai kesesuaian jaring kawat sebagai alternatif ringan untuk komponen otomotif berdasarkan kemampubentukannya. Pengujian non-simulatif dan simulatif dilakukan untuk mengevaluasi karakteristik pembentukan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa jaring kawat SS304 memiliki koefisien pengerasan regang sebesar 0,605 dan regangan total 5,2%. Pengujian simulatif menunjukkan Limiting Dome Height (LDH) 16,3 mm untuk SS304 dan 13,7 mm untuk SS201. Limiting Draw Ratio (LDR) 2,75 dan 2,7 masing-masing untuk SS304 dan SS201, menunjukkan kemampuan penarikan dalam yang lebih baik dibandingkan dengan SS304 monolitik. Meskipun jaring kawat SS304 dan SS201 memiliki kemampuan pembentukan yang memadai, SS304 menonjol dalam uji penarikan dalam karena pengerasan regang dan anisotropi yang lebih baik.

This study evaluates the formability of stainless steel wire mesh sheets SS304 and SS201 (mesh 8) for automotive sandwich composite core applications. The research aims to assess the suitability of wire mesh as a lightweight alternative for automotive components based on its formability. Non-simulative and simulative tests were conducted to evaluate forming characteristics. Test results show that SS304 wire mesh has a strain hardening exponent (n-value) of 0.605 and a total elongation of 5.2%. Simulative testing reveals a Limiting Dome Height (LDH) of 16.3 mm for SS304 and 13.7 mm for SS201. The Limiting Draw Ratio (LDR) is 2.75 and 2.7 respectively for SS304 and SS201, indicating better deep drawing capability compared to monolithic SS304. Despite both SS304 and SS201 exhibiting adequate formability, SS304 stands out in deep drawing tests due to its superior strain hardening and better anisotropic properties."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Arif
"Salah satu jenis baja tahan karat yang banyak digunakan dalam dunia industri adalah baja tahan karat austenitik SS304. Salah satu teknik penyambungan logam dengan cara pengelasan adalah TIG (Tungsten Inert gas) atau GTAW (Gas Tungsten Arc Welding) dan untuk material berbentuk pelat tipis dapat digunakan proses pengelasan tanpa menggunakan logam pengisi atau biasa disebut autogeneous welding. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh masukan panas dengan variasi arus dan kecepatan pengelasan sambungan autogeneous TIG terhadap nilai uji tarik sambungan las, kekerasan sambungan las, pengukuran geometri lasan dan uji metalografi hasil sambungan pengelasan pelat SS304 tebal 2mm. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa, semakin tinggi masukan panas yang diberikan maka jumlah delta ferit dalam logam las semakin menurun. Hal tersebut diakibatkan oleh turunnya laju pendinginan. Laju pendinginan yang lebih cepat mengakibatkan jumlah ferit yang terbentuk semakin banyak. Selain itu, dengan semakin tinggi masukan panas akan mempengaruhi bentuk geometri hasil lasan, yaitu meningkatkan penetrasi semakin dalam dan lebar sehingga rasio lebar banding kedalaman meningkat. Selanjutnya, daerah heat affected zone (HAZ) mengalami pertumbuhan butir seiring dengan meningkatnya masukan panas. Sampel dengan masukan panas tinggi terjadi penurunan nilai kekerasan dan nilai kekuatan tarik akibat dari perubahan struktur mikro. Dari hasil penelitian pengelasan baja tahan karat austenitik SS304 dengan tebal 2mm dengan menggunakan las autogenous dengan dipulsakan dan masukan panas terkontrol, tidak terlalu rendah dan juga tidak terlalu tinggi. Rekomendasinya adalah masukan panas sebesar 0,27 kJ/mm yang menghasilkan kekuatan tarik terbesar yaitu 452 MPa dan rasio L/D ~1-2.

One type of stainless steel that is widely used in the industrial world is SS304 austenitic stainless steel. One technique for joining metals by welding is TIG (Tungsten Inert gas) or GTAW (Gas Tungsten Arc Welding) and for thin plate-shaped materials a welding process without using filler metal or commonly called autogeneous welding can be used. This research was conducted to determine the effect of heat input with variations in current and welding speed of autogeneous TIG joints on tensile test values of welded joints, hardness of welded joints, measurement of weld geometry and metallographic tests of 2mm thick SS304 plate welding joints. The results showed that, the higher the heat input given, the amount of delta ferrite in the weld metal decreased. This is caused by a decrease in the cooling rate. The faster the cooling rate, the more ferrite is formed. In addition, the higher the heat input will affect the geometric shape of the weld, which increases the penetration deeper and wider so that the ratio of width to depth increases. Furthermore, the heat affected zone (HAZ) area experiences grain growth as heat input increases. Samples with high heat input decreased the value of hardness and tensile strength due to changes in the microstructure. The conclusion from the results of this study is that the welding of SS304 austenitic stainless steel with a thickness of 2mm was carried out using autogenous welding with pulse and controlled heat input, not too low and not too high. The recommendation is a heat input of 0.27 kJ/mm which produces the greatest tensile strength of 452 MPa and an L/D ratio of ~1-2."
Depok: 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library