Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Joelman Subaidi
"Pengelolaan Benda Sitaan pada lembaga Rupbasan adalah dalam rangka penegakan hukum dengan semangat perlindungan Hak Asasi Manusia. Untuk persidangan dan pelaksanaan putusan pengadilan, maupun pengayoman terhadap subyek pencari keadilan, diperlukan jaminan terhadap keutuhan barang bukti perkara pidana illegal logging. Pengelolaan Barang sitaan yang dirampas oleh dan untuk Negara merupakan tugas Rupbasan. Permasalahannya ialah Apakah pentingnya penyitaan dalam hukum pidana? Bagaimanakah pengelolaan barang sitaaan negara oleh Rupbasan? Bagaimanakah Tanggung Jawab Terhadap Barang Sitaan Illegal Loggin? Metode pendekatan digunakan penelitian hukum normatif, sifat penelitiannya deskriptif yang menggunakan analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukan pelaksanaan pengelolaan benda sitaan negara dan barang rampasan negara diatur dalam Peraturan Menteri Kehakiman Nomor M.05.UM.01.06 Tahun 1983 yang pelaksanaannya diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor E2.UM.01.06 Tahun 1986 yang telah disempurnakan dengan Keputusan Nomor E1.35.PK.03.10 Tahun 2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Pengelolaan Benda Sitaan Negara dan Barang Rampasan Negara di Rupbasan. Namun pengelolaan barang sitaan illegal logging, baik kayu temuan maupun kayu sitaan diatur dalam Peraturan Kementerian Kehutanan Nomor: P.48/Menhut-II/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pelelangan Hasil Hutan Temuan, Sitaan Dan Rampasan. Pelaksanaan pengelolaan barang sitaan illegal logging dan barang rampasan negara di Rupbasan meliputi penerimaan, penelitian, pendaftaran, penyimpanan, pemeliharaan, pemutasian, penyelamatan, pengamanan, pengeluaran dan penghapusan serta pelaporan. Dalam pengelolaan barang sitaan di mengalami kendala intern dan ekstern. Barang sitaan milik pihak ketiga dapat dilakukan penyitaan namun jika barang sitaan bukan milik terpidana maka barang tersebut tidak dirampas tetapi sebagai barang bukti dan dikembalikan kepada yang berhak. Disarankan kepada Pemerintah membuat peraturan yang relevan tentang lembaga Rupbasan antara peraturan pokok dengan peraturan tambahan agar tidak saling bertentangan atau multi tafsir; kepada pihak KPKNL agar setelah melaksanakan lelang barang bukti tindak pidana untuk tetap bekoordinasi dengan pihak Kejaksaan dalam hal bukti penyetoran hasil lelang KPKNL yang sudah berikan dan dicatat sebagai penerima Negara Bukan Pajak (PNBP) dapat dilaporkan kepada publik; Pemerintah melakukan peningkatan kantor Rupbasan dan sarana prasarana yang memadai sehingga keamanan barang sitaan terjamin keutuhannya; Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia melaksanakan pembinaan sumber daya manusia melalui pendidikan dan pelatihan untuk peningkatan kemampuan dan pengetahuan yang lebih baik dalam pengelolaan barang sitaan agar tidak terjadi penyalahgunaannya.

Management of Confiscated Goods at Rupbasan institution is within the framework of law enforcement in the spirit of human rights protections. For the trial and execution of court decisions, and aegis of the subject is seeking justice, needed assurance to the integrity of evidence in criminal cases of illegal logging. Management of confiscated goods seized by and for the State is duty Rupbasan. The problem is What is the importance of seizure in criminal law? How does the management of goods confiscated by Rupbasan? How Responsibility Goods Confiscated Illegal Logging? The method used in this thesis research using normative law, the nature of descriptive studies using qualitative analysis. The research shows that the implementation of state management of confiscated objects and booty governed state in the Minister of Justice No. M.05.UM.01.06 of 1983 whose implementation is set in the decision of the Director General of Corrections Number E2.UM.01.06 of 1986 which has been enhanced by Decree No. E1 .35. PK.03.10 Year 2002 on Guidelines and Technical Guidelines for the Management of Confiscated Objects of State and the State in Rupbasan booty. However, the management of goods confiscated illegal logging, both wood and wood confiscated findings set out in the Ministry of Forestry Regulation Number: P.48/Menhut-II/2006 on Guidelines Auction Results Findings Forest, Confiscated And booty. Implementation of the management of goods confiscated illegal logging and loot the country in Rupbasan include reception, research, registration, storage, maintenance, pemutasian, rescue, security, expenses and losses and reporting. In managing the confiscated goods in experiencing internal and external constraints. Confiscated goods owned by third parties to the confiscation of goods confiscated, but if not belong to convict the articles are not deprived but as evidence and returned to the beneficiary. It is recommended to the Government to make relevant regulations of the institution Rupbasan between basic rule with additional rules to avoid conflicting or multiple interpretations; to parties KPKNL after conducting the auction for the crime evidence to remain bekoordinasi with the Prosecutor in the case of evidence of the remittance of existing auction KPKNL given and recorded as a recipient of State Revenues (non-tax) may be reported to the public, the Government increased its office Rupbasan and adequate infrastructure facilities so that their integrity is assured of security of goods confiscated; Ministry of Justice and Human Rights in implementing human resource development through education and training to increase skills and better knowledge in the management of goods confiscated to prevent abuse."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T28023
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Niki Cita Puteri Saliha
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang tanggung jawab atas benda sitaan oleh instansi Kepolisian dan Kejaksaan ketika telah tersedia Rumah penyimpanan benda sitaan negara (Rupbasan) di suatu wilayah. Menurut undang-undang, benda sitaan dapat disimpan dan berada di bawah tanggung jawab instansi Kepolisian maupun Kejaksaan, hanya apabila belum tersedia Rupbasan di wilayah bersangkutan. Dewasa ini, instansi Kepolisian dan Kejaksaan tetap menempatkan penanganan fisik benda sitaan di bawah tanggung jawabnya, walaupun telah tersedia Rupbasan di wilayahnya. Penyimpanan demikian dipandang sah karena dilakukan berdasarkan peraturan internal masing-masing instansi. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif-empiris, dimana data yang digunakan merupakan data sekunder dari bebarapa literatur dan data primer dari hasil wawancara, yang kemudian dianalisis dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa apabila dalam suatu wilayah telah tersedia Rupbasan, maka peraturan internal di instansi Kepolisian dan Kejaksaan tidak dapat secara otomatis berlaku terhadap penyimpanan benda sitaan. Dalam hal telah tersedia Rupbasan di wilayah bersangkutan, benda sitaan yang disimpan di instansi Kepolisian dan Kejaksaan tetap berada dalam tanggung jawab Rupbasan, jika penyimpanan pada masing-masing instansi tersebut secara konsisten dilaksanakan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

ABSTRACT
This thesis studies about the execution of physical responsibility for confiscated goods by Police Department and Office of a Public Prosecutor institutions when the house for keeping the state confiscated goods (Rupbasan) have been made available in a region. According to the Law, confiscated goods can be kept and under the responsibility of Police Department or Office of a Public Prosecutor institution, only if Rupbasan has not yet been made available in related area. But it is different from what happened these days, where Police and Office of a Public Prosecutor institutions remain to place handling of physical of confiscated goods under their responsibility, even though Rupbasan have been made available in a region. The storage is viewed as validated since it was conducted pursuant to internal regulation of each institution. This research is a normative-empirical law research, where the data used are secondary from several literature and primary data from the result of interview which later analyzed by qualitative approach. This research result shows that if in region a Rupbasan has been available, the internal regulations in Police Department and Office of a Public Prosecutor institutions can not be automatically applied for the storage of a confiscated good and physical responsibility for confiscated goods is remain at Rupbasan even though the confiscated goods are kept outside Rupbasan. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S471
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmatia Ade Novita
"Penelitian ini membahas tentang security asseeement terhadap pengamanan fisik basan dan baran untuk mengurangi kerentanan pencurian. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui sejauh mana penerapan pengamanan fisik yang dilakukan Rupbasan Klas I
Jakarta Selatan. Pendekatan yang digunakan kualitatif dengan teknik wawancara dan observasi di Rupbasan Klas I Jakarta Selatan. Skripsi ini menggunakan pendekatan situational crime prevention dan crime triangle untuk menjelaskan strategi pengamanan yang dilakukan Rupbasan Klas I Jakarta Selatan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengamanan Rupbasan Klas I Jakarta Selatan termasuk pada kategori level minimum (terendah) dilihat dari objek: (1) Pekarangan; (2) Pintu; (3) Pencahayaan; (4) Kantor; (5) Kunci; (6) Pengawal; (7) CCTV. Rupbasan Klas I Jakarta Selatan telah berupaya melakukan proses pengamanan dengan melaksanakan teknik target hardening dan extend guardianship. Pengamanan fisik di Rupbasan Klas I Jakarta Selatan sangat penting dalam menjaga keutuhan basan dan baran dalam proses peradilan. Menjaga keutuhan basan dan baran dapat diperkuat dengan meningkatkan pengamanan fisik dan pengawasan untuk mengurangi kesempatan kejahatan.

This study discusses the security assessment of confiscated objects and state bootlegs to reduce the vulnerability of theft. The purpose of this study is to determine to which extent the application of physical security in the Storage for State Confiscated Objects (Rupbasan) Class I, South Jakarta. It applied a qualitative design with interview and
observation techniques. This study used a situational crime prevention and crime triangle approaches to explain the security strategies implemented in the storage for state confiscated objects in South Jakarta. The results of this study revealed that the security level of the storage for state confiscated objects in South Jakarta was categorized in minimum level (lowest) based on: (1) Ground; (2) Doors; (3) Lighting;
(4) Office; (5) Keys; (6) Guards; and (7) CCTV. This storage for state confiscated objects has applied target hardening and extend guardianship techniques. The physical security in this storage for state confiscated objects is crucial to maintain the confiscated objects and state bootlegs during the judicial process. The security of confiscated objects and state bootlegs can be strengthened by increasing physical security and supervision to reduce the opportunity for crime.
"
2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ervina Widyawati
"

 Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengelolaan aset tindak pidana hanya KUHAP dan PP KUHAP, bahwa Rupbasan sebagai tempat menyimpan dan mengelola aset tindak pidana. Tetapi, masih terdapat pengelolaan aset tindak pidana di luar Rupbasan. Sehingga, Peran Rupbasan belum optimal. Tanggung jawab atas pengelolaan aset tindak pidana tersebut akan berdampat pada terpenuhi atau tidaknya upaya pemulihan aset dan hak-hak korban atas benda. Hal ini menimbulkan permasalahan, yaitu: bagaimana pelaksanaan KUHAP beserta ketentuan pidananya, bagaimana hubungan antara Rupbasan dengan sub-sistem peradilan pidana lainnya terkait aset tindak pidana, serta bagaimana peran Rupbasan sebagai pelaksana asset recovery. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif, dengan menggunakan data primer dan sekunder. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa belum terlaksananya KUHAP dan PP KUHAP dengan baik masing karena adanya peraturan internal masing-masing instansi dan ketentuan pidana tentang tindakan melawan hukum terhadap aset tindak pidana diatur dalam KUHP dan RKUHP. Peran Rupbasan dalam Sistem Peradilan Pidana ada pada tahap pra-ajudikasi, ajudikasi, dan purna ajudikasi sehingga Rupbasan memiliki hubungan dengan semua sub-sistem peradilan pidana berkaitan dengan aset tindak pidana. Peran Rupbasan juga sangat besar dalam upaya asset recovery yang dimulai pada tahap securing sampai dengan repatriation, tetapi belum ada aturan yang mengatur mengenai asset recovery dan lembaga pengelola asetnya. Saran atas permasalahan ini adalah pengembangan peraturan setingkat UU mengenai Rupbasan dan pengelolaan aset tindak pidana. Peran Lembaga Pengelola Aset dalam RUU Perampasan Aset dilaksanakan oleh Rupbasan.


The regulation legislate about criminal asset management only Criminal Procedures Code of Indonesia and implementary regulation, that Rupbasan as an asset management institution. However, there still criminal asset management are outside of Rupbasan. So, role of Rupbasan does not optimal yet. The responsibility for the criminal assets will has an impact on fulfilled or not of the asset recovery and the human rights of properties. The problems is how the implementation of the Criminal Procedure Code along with criminal law, how is the relationship between Rupbasan and other sub-system of criminal justice system related to criminal asset management, and how is role of Rupbasan as implementer of asset recovery. The method used in this research is a normative juridical method, using primary and secondary data. The results of the research conclude that the implementation of the Criminal Procedure Code and implementary regulation has not been implemented properly because there are internal regulations of each institution and the punishment about illegal action against criminal assets regulated in Criminal Code of Indonesia and Bill of Criminal Code of Indonesia. Rupbasan’s role in Criminal Justice System is in pre-adjudication, adjudication, and post-adjudication, so Rupbasan has relationship with each sub-system relate to seizure and forfeiture. Rupbasans role also in asset recovery which starts in the securing until to repatriation, but there are no rules about asset recovery and asset management. Suggestions for the problems are the development of regulations regarding Rupbasan and the criminal asset management. Role of Lembaga Pengelola Aset in Bill of Asset Recovery was handled by Rupbasan.

"
2019
T53116
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leonardus Agung Putra Utama
"Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang barang sitaan negara terdiri dari Undang Undang No.8 Tahun 1981 , Permenkumham R.I. Nomor 16 Tahun 2014, Kepmen. Kehakiman RI Nomor : M.04.PR.07.03Tahun 1985, Keputusan Dirjen. Pemasyarakatan Kemenkumham RI Nomor PAS-140.PK.02.01 Tahun 2015 , Peraturan Bersama Kepala Kepolisian Negara RI, Jaksa Agung RI, Komisi Pemberantasan Korupsi RI, Menteri Hukum dan HAM RI, Mahkamah Agung RI dan Menteri Keuangan RI. No: 2 Tahun 2011; No: KEP/259/A/JA/12/2011; , namun dari peraturan tersebut diatas belum ada yang mengatur mengenai barang sitaan negara yang tidak bergerak dan memiliki nilai tinggi tanah dan bangunan khususnya pengamanan aset sedangkan di lembaga kejaksaan sudah ada tentang pengamanan aset berupa tanah dan bangunan dalam PERJA Tentang Pedoman Pemulihan Aset . Hal ini menimbulkan permasalahan , yaitu : Bagaimana aturan pengelolaan Barang Rampasan Negara tidak bergerak yang dikelola Rupbasan , Bagaimana Pelaksanaan pengelolaan Barang Rampasan Negara tidak bergerak selama ini di dalam Rupbasan . Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif, dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa belum ada aturan mengenai barang sitaan negara berupa tanah dan bangunan. Saran permasalahan ini adalah perlunya aturan dirjen pas mengenai pengelolaan benda tidak bergerak yang ada dalam rupbasan terkait pengamanan aset tanah dan bangunan , memperhatikan anggaran perawatan benda sitaan negara khusunya berupa tanah dan bangunan.

he laws and regulations governing state confiscated goods consist of Law No. 8 of 1981, Permenkumham R.I. Number 16 of 2014, Kepmen. RI Justice Number : M.04.PR.07.03 of 1985, Decree of the Director General. Correctional Ministry of Law and Human Rights of the Republic of Indonesia Number PAS-140.PK.02.01 of 2015, Joint Regulation of the Head of the Indonesian National Police, the Attorney General of the Republic of Indonesia, the Indonesian Corruption Eradication Commission, the Minister of Law and Human Rights of the Republic of Indonesia, the Supreme Court of the Republic of Indonesia and the Minister of Finance of the Republic of Indonesia. No: 2 of 2011; No: KEP/259/A/JA/12/2011; However, from the above regulations, there is no regulation regarding state confiscated goods that do not move and have a high value of land and buildings, especially asset security, while at the prosecutor's office there is already something about securing assets in the form of land and buildings in PERJA concerning Guidelines for Asset Recovery. This raises problems, namely: What are the rules for managing immovable State confiscated goods managed by the Rupbasan, how is the implementation of the management of immovable State confiscated goods in the Rupbasan. The method used in this study is a normative juridical method, using primary data and secondary data. The results of this study conclude that there are no regulations regarding state confiscated goods in the form of land and buildings. Suggestions for this problem are the need for regulations from the Director General of Past regarding the management of immovable objects in the General Meeting of Shareholders related to securing land and building assets, paying attention to the maintenance budget for state confiscated objects, especially in the form of land and buildings."
Jakarta : Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tasya Anisa
"Regulasi terkait aset kripto sangat bervariasi antar negara, sehingga penggunaanya disetiap negara tidaklah sama. Ada negara yang mendukung secara penuh penggunaan aset kripto, ada negara yang menerima secara limitatif dan negara yang melarang dalam pengunaan aset kripto. Adanya perbedaan perspektif dalam memandang aset kripto tentu menimbulkan berbagai permasalahan dalam penanganannya ketika aset kripto itu sendiri digunakan sebagai alat atau hasil kejahatan. Hal ini menimbulkan permasalahan yaitu: Bagaimana pengaturan dan pengawasan aset kripto di Indonesia, Bagaimana peranan Rupbasan pada proses penyitaan dan pengawasan aset kripto hasil kejahatan, Bagaimana konsep yang tepat pelaksanaan penyitaan dan pengawasan terhadap aset kripto hasil kejahatan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah doktrinal, dengan menggunakan studi dokumen dan wawancara kepada pihak Kepolisian, Kejaksaan, Bappebti, Ojk, Ppatk dan Rupbasan. Metode perbandingan hukum digunakan dalam menyelesaikan permasalahan dalam penelitian ini, yaitu dengan Slovenia untuk mengembangkan hukum dan mempertajam penelitian hukum. Belum adanya payung hukum terhadap prosedur penyitaan bukti elektronik. Sejauh ini peran Rupbasan dalam menyimpan benda tidak berwujud, seperti data elektronik, aset digital atau informasi dalam sistem komputer masih tidak terlihat terutama dalam benda tidak berwujud bebentuk kripto. Diperlukannnya regulasi yang jelas terkait dengan pengelolaan benda sitaan atau barang rampasan negara pada benda tidak berwujud.

Regulations related to crypto assets vary greatly between countries, so their use in each country is not the same. There are countries that fully support the use of crypto assets, there are countries that accept them limitatively and countries that prohibit the use of crypto assets. The existence of different perspectives in viewing crypto assets certainly raises various problems in handling them when the crypto assets themselves are used as tools or proceeds of crime. This raises problems, namely: How is the regulation and supervision of crypto assets in Indonesia, What is the role of Rupbasan in the process of confiscating and supervising crypto assets resulting from crime, What is the right concept for the implementation of confiscation and supervision of crypto assets resulting from crime in the criminal justice system in Indonesia. The method used in this research is doctrinal, using document studies and interviews with stakeholders such as the Police, Prosecutors' Office, Bappebti, Ojk, Ppatk and Rupbasan. The comparative law method, specifically drawing insight from Slovenia, is employed to enhance legal development and refine the study's finding. There is no national standard for the procedure of confiscating electronic evidence. So far, the role of Rupbasan in managing intangible objects, such as electronic data, digital assets or information in computer systems is still invisible, especially in crypto intangible objects. Clear regulations are needed regarding the management of confiscated objects or state confiscation of intangible objects."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library