Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Umar Fakhrudin
"Abstrak Respon sel terhadap dunia luarnya memicu terjadinya transduksi sinyal sel. Transduksi sinyal sel merupakan keseluruhan kejadian molekuler yang berlangsung pada penyampaian informasi dari sitoplasma ke inti sel. Salah satu mekanisme transduksi sinyal adalah fosforilasi pada protein kinase. Mitogen activated protein kinase (MAPK) merupakan superfamili enzim yang emiliki tiga familiutama, yaitu Extracellular signal-regulated protein kinase (ERK), c-Jun N-terminal kinase (JNK) atau stress activated protein kinase (SAPK) dan p38 protein kinase. Tiap famili memiliki kepekaan terhadap stimulan yang berbeda sehingga jalur transduksinya spesifik satu sama lain. Penelitian menggunakan analisis Bioinformatika dilakukan untuk mendapatkan kejelasan mengenai pola sekuen asam amino penyusun protein ? protein superfamili MAPK. Pola ini akan menunjukkan spesifisitas interaksi jalur transduksi famili ERK, JNK, dan p38. Hasil yang diperoleh menunjukkan adanya perbedaan pola pada sekuen penyusun daerah interaksi (docking domain) dan daerah aktif protein MAPK. Daerah interaksi berupa ED domain dan CD domain. Pola umum daerah aktif untuk MAPK adalah sekuen TXY, yaitu TEY untuk ERK, TPY untuk JNK, dan TGY untuk p38. ED domain famili ERK berpola sekuen TT, JNK berpola sekuen SD, dan p38 berpola sekuen ED. CD domain subfamili ERK1 bersekuen YYDPTDEP, ERK2 bersekuen YYDPSDEP, JNK1 bersekuen WYDPSEAEA, JNK2 bersekuen WYDPAEAEA, JNK3 bersekuen WYDPAEVEA, p38 alfa bersekuen YHDPDDEP, p38 beta bersekuen YHDPEDEP, p38 gama bersekuen LHDTEDEP, dan p38 delta bersekuen FPDPEEET. Kata kunci : bioinformatika, docking domain, MAPK, transduksi sinyal."
Depok: [Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;, ], 2005
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Klebl, Bert.
"This timely guide to kinase inhibitor drug development is the first to cover the entire drug pipeline, from target identification to compound development and clinical application. Edited by the pioneers in the field, on the drug development side this ready reference discusses classical medicinal chemistry approaches as well as current chemical genomics strategies. On the clinical side, both current and future therapeutic application areas for kinase inhibitor drugs are addressed, with a strong focus on oncology drugs.
Backed by recent clinical experience with first-generation drugs in the battle against various forms of cancer, this is crucial reading for medicinal, pharmaceutical and biochemists, molecular biologists, and oncologists, as well as those working in the pharmaceutical industry.
"
Weinheim: Wiley-VCH, 2011
e20394589
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Mayang Indah Lestari
"Latar Belakang: Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan di rumah sakit
termasuk di ruang Intensive Care Unit (ICU) dan angka kematiannya masih tetap
tinggi meskipun dengan tatalaksana yang maksimal dan biaya yang besar. Kematian
merupakan hal yang sulit untuk diprediksi. Pasien yang telah diresusitasi dengan
baik masih berpeluang untuk mengalami kematian karena proses disfungsi organ
yang terus berlanjut akibat tingginya tingkat inflamasi. Inflamasi yang tidak
terkontrol memicu stress oksidasi dan necroptosis. Penelitian terakhir menunjukkan
kadar protein carbonyl (PCO) dan receptor-interacting protein kinase 3 (RIPK3)
tinggi pada pasien sepsis dan dapat digunakan untuk memprediksi kematian.
Penelitian ini bertujuan untuk menilai seberapa besar kegagalan resusitasi, kadar
PCO, dan kadar RIPK3 dapat memprediksi kematian pada pasien sepsis.
Metode: Rancangan penelitian ini adalah kohort prospektif di ruang resusitasi dan
ICU RSUP. Dr. Moh. Hoesin (RSMH) Palembang. Penelitian dimulai setelah
sertifikat etik dan izin lokasi diterbitkan sejak bulan Februari sampai Agustus 2019.
Kriteria penerimaan meliputi pasien berusia 18 tahun atau lebih yang didiagnosis
sepsis. Kriteria penolakan meliputi keluarga menolak diikutsertakan dalam
penelitian, pasien tidak dirawat di ICU, terlambat didiagnosis (lebih dari 24 jam),
hamil dan didiagnosis mati batang otak. Kriteria pengeluaran meliputi pasien
meninggal kurang dari 4 jam setelah diagnosis ditegakkan dan pasien tidak dapat
dilakukan follow up dalam waktu 28 hari. Tim peneliti yang telah dilatih
sebelumnya mengidentifikasi semua pasien yang memenuhi kriteria penelitian.
Semua subjek penelitian mendapatkan resusitasi standar dan diambil sampel darah
untuk diperiksakan ke laboratorium. Pasien diamati selama 28 hari: apakah
mengalami kematian atau tidak. Kegagalan resusitasi didefinisikan sebagai kadar laktat ≥2 mmol/l atau reduksi laktat <20%. Data yang didapatkan dianalisis dengan
uji statistik yang sesuai menggunakan piranti lunak program STATA.
Hasil: Didapatkan total 72 subjek penelitian, 13 dikeluarkan karena meninggal
kurang dari 4 jam setelah diagnosis ditegakkan. Dari hasil analisis bivariat
didapatkan hubungan antara kegagalan resusitasi (RR 1,36; IK95% 0,965-1,916; p
0,085), kadar PCO (RR 2,37; IK95% 1,348-4,194; p 0,0001), dan kadar RIPK3 (RR
5,86; IK95% 2,07-16,61; p <0,0001). Dari hasil multivariat hanya didapatkan satu
variabel yang bermakna yaitu kadar RIPK3 (RR 5,39; IK95% 1,490-19,478; p
0,010). Setelah dikontrol dengan variabel perancu usia, komorbiditas dan skor
APACHE II didapatkan variabel RIPK3 memiliki RR 4,64 dengan IK95% 1,233-
17,479; p 0,023).
Simpulan: Kegagalan resusitasi, kadar PCO dan kadar RIPK3 dapat memprediksi
kematian pada pasien sepsis.

Background: Sepsis remains one of the health problems at the hospital including
intensive care unit (ICU) since its mortality is still high despite maximal efforts on
therapy. Mortality is an unpredictable event. Patients who were properly
resuscitated still have a probability of mortality because of severe inflammatory
state which may lead to ongoing organ dysfunctions. Uncontrolled inflammation
will trigger oxidative stress and necroptosis. Recent study showed that high level
of protein carbonyl (PCO) and receptor-interacting protein kinase 3 (RIPK3) in
septic patients could be used to predict mortality. This study wished to analyze the
ability resuscitation failure, PCO level and RIPK3 level to predict mortality in
septic patients.
Methods: This prospective cohort study was conducted at resuscitation room and
ICU of RSUP. dr. Moh. Hoesin (RSMH), a single tertiary teaching hospital in
Palembang, South Sumatera. This study was started after ethical and location
authorization were unleashed in February to August 2019. Inclusion criteria were
18 years old or above patients that were diagnosed with sepsis. Exclusion criteria
were patients whose family did not give any consent to participate the study,
patients that were not treated at the ICU, had a late diagnosis (>24 h), pregnant, and
diagnosed with brain dead. Drop out criteria including died <4 h after diagnosed
and patients that could not be followed in 28 days. Investigators were trained to
identified all eligible patients. Subjects had a standard resuscitation and their blood
was taken to be examined at the laboratory. Patients were observed in 28 days
whether there were any mortality or not. Failed resuscitation defined by examined
lactate level ≥ 2 mmol/l or lactate reduction<20%. Data was statistically analyzed
with STATA™.
Results: Seventy two subjects were included to the study but 13 of them were
dropped out because died within 4 h after diagnosed. From bivariate analysis, there
was an association between failed resuscitation (RR 1.36; CI95% 0.965-1.916; p
0.085), PCO level (RR 2.37; CI95% 1.348-4.194; p 0.0001), and RIPK3 level (RR
5,86; CI95% 2.07-16.61; p <0.0001). From multivariate analysis using cox
regression time constant, the only variable statistically significant was RIPK3 (RR
5.39; CI95% 1.490-19.478; p 0.010). After adjusted by confounding variables,
including age, comorbidities, and APACHE II score, RIPK3 had RR 4.64 with CI
95% 1.233-17.479; p 0.023.
Conclusions: Failed resuscitation, PCO level, and RIPK3 level can predict
mortality in sepsis patients
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Savira Wijaya
"Latar Belakang
Sindrom metabolik merupakan isu kesehatan penting karena dapat meningkatkan risiko terjadinya masalah kardiovaskular. Sampai saat ini, belum ada obat khusus untuk mengobati sindrom metabolik sehingga sering kali diperlukan penggunaan berbagai obat secara bersamaan. Gangguan pada jalur PI3K-Akt, yang penting untuk mekanisme kelangsungan hidup sel, dapat memperparah sindrom metabolik. 6-Gingerol telah terbukti bersifat kardioprotektif dan mampu meningkatkan kadar PI3K dan Akt, menjadikannya sebagai kandidat terapi alami yang menjanjikan. Oleh karena itu, penelitian dilakukan untuk memahami bagaimana 6-Gingerol dapat memperbaiki kerusakan jantung yang disebabkan oleh sindrom metabolik melalui jalur PI3K-Akt.
Metode
Penelitian ini melibatkan tikus jantan Sprague-Dawley yang dikelompokkan menjadi lima kelompok, yakni normal sehat, sindrom metabolik (MetS), MetS + 6-Gingerol 50 mg/kgBB, MetS + 6-Gingerol 100 mg/kgBB, serta MetS + 6-Gingerol 200 mg/kgBB. 6-G diberikan per oral selama 8 minggu. Model MetS diinduksi pada tikus melalui pemberian diet tinggi lemak-tinggi fruktosa selama 8 minggu serta injeksi intraperitoneal streptozotocin (22 mg/kg) pada minggu ke-8. Tingkat ekspresi PI3K dan AKT pada jaringan jantung setiap kelompok diukur menggunakan ELISA.
Hasil
Penelitian mengindikasikan peningkatan yang signifikan dalam ekspresi PI3K pada kelompok tikus MetS yang diberi dosis 6-Gingerol sebanyak 200 mg/kgBB (p=0,017) jika dibandingkan dengan kelompok tikus MetS. Pada Akt, tidak terdapat perbedaan bermakna antarkelompok.
Kesimpulan
6-Gingerol mampu meningkatkan ekspresi PI3K dalam jaringan jantung tikus yang mengalami sindrom metabolik, tetapi tidak berpengaruh pada ekspresi Akt.

Introduction
Metabolic syndrome is a critical health issue as it can increase the risk of cardiovascular problems. Currently, there is no specific medication for treating metabolic syndrome, often necessitating the simultaneous use of various drugs. Disruptions in the PI3K-Akt pathway, crucial for cell survival mechanisms, can heighten metabolic syndrome. 6-Gingerol has been proven to be cardioprotective and able to increase PI3K and Akt levels, making it a promising candidate for therapy. Hence, research was conducted to understand how 6-Gingerol can repair heart damage caused by metabolic syndrome through the PI3K-Akt pathway.
Method
This study involved male Sprague-Dawley rats categorized into five groups: normal, metabolic syndrome (MetS), MetS + 6-Gingerol 50 mg/kgBW, MetS + 6-Gingerol 100 mg/kgBW, and MetS + 6-Gingerol 200 mg/kgBW. 6-Gingerol was administered orally for 8 weeks. MetS model was induced in rats through a high-fat-high-fructose diet for 8 weeks, along with intraperitoneal streptozotocin injection (22 mg/kg) in the 8th week. The levels of PI3K and AKT expression in the heart tissues of each group were measured using ELISA.
Results
The study indicated a significant increase in PI3K expression in the MetS rat group administered with a dose of 6-Gingerol at 200 mg/kgBW (p=0.017) compared to the MetS rat group. There was no significant difference in Akt expression among the groups.
Conclusion
6-Gingerol can enhance PI3K expression in the heart tissues of rats experiencing metabolic syndrome but does not affect Akt expression.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rio Handi Sanjaya
"Stroke merupakan penyakit yang menyebabkan kematian nomor dua dan kontributor penyebab disabilitas tertinggi di dunia dengan jenis stroke iskemik menjadi penyebab umum stroke. Saat ini, terapi standar stroke yang disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) hanya recombinant tissue plasminogen activator (rtPA). Penelitian mengenai efektivitas terapi rtPA menunjukkan rtPA memiliki tingkat keberhasilan untuk sembuh sepenuhnya hanya sebesar 35%. Oleh karena itu, terapi restoratif dikembangkan untuk penanganan stroke salah satunya terapi berbasis sel menggunakan sekretom dari mesenchymal stem cells (MSC). Dalam patofisiologis stroke, berbagai cascade reaksi molekuler internal sel memiliki peran yang kompleks. Contoh faktor yang terlibat dalam cascade molekuler tersebut adalah Protein kinase B (AKT) sebagai faktor penunjang survivability sel, dan Nuclear factor-kappa B (NF-kB) sebagai faktor pengaktif jalur inflamasi. Dalam penelitian ini, profil ekspresi gen tersebut diteliti dari sel punca MSC yang berasal dari Macaca fascicularis dengan diberikan perlakuan prakondisi hipoksia oksigen 3% selama 48 jam. Tingkat ekspresi mRNA gen tersebut diinvestigasi dengan metode RT-qPCR. Hasil uji ekspresi gen menunjukan peningkatan mRNA gen protein AKT1 dan penurunan mRNA gen protein NF-kB pada MSC prakondisi hipoksia. Hal tersebut menunjukkan potensi sekretom prakondisi sebagai terapi restoratif yang ditunjukkan dari perubahan profil ekspresi gen yang mengarah pada survivability cell.

Stroke is the second leading cause of death and the highest contributor to disability worldwide, with ischemic stroke being the most common type. Currently, the only FDA-approved standard therapy for stroke is recombinant tissue plasminogen activator (rtPA). Research on the effectiveness of rtPA therapy indicates that it has a full recovery success rate of only 35%. Consequently, restorative therapies, including cell-based therapies using secretomes from mesenchymal stem cells (MSCs), are being developed for stroke treatment. In the pathophysiology of stroke, various internal cellular molecular cascades play a complex role. Examples of factors involved in these molecular cascades include Protein kinase B (AKT), which supports cell survivability, and Nuclear factor-kappa B (NF-kB), which activates inflammatory pathways. In this study, the gene expression profiles of these factors were investigated in MSCs derived from Macaca fascicularis, subjected to hypoxic preconditioning with 3% oxygen for 48 hours. The mRNA expression levels of these genes were analyzed using the RT-qPCR method. The results showed an increase in AKT1 protein mRNA expression and a decrease in NF-kB protein mRNA expression in hypoxia-preconditioned MSCs. These findings indicate the potential of hypoxia-preconditioned secretomes as restorative therapy, as evidenced by changes in gene expression profiles that promote cell survivability."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library