Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ade Savira
"ABSTRAK
Untuk mengurangi beban cash flow akibat lambatnya proses pengembalian pajak dan demi menstabilkan likuiditas Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang tertekan akibat implementasi program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), maka Kementerian Keuangan menetapkan PBF sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah yang berhak atas pengembalian pendahuluan pajak. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kewajiban PPN PBF dan Rumah Sakit Pemerintah (RS Pemerintah) berdasarkan konsep biaya kepatuhan dan menganalisis penerapan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak bagi PBF berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 117/PMK.03/2019. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang disajikan secara deskriptif. Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh melalui studi literatur dan wawancara mendalam dengan narasumber yang relevan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa biaya kepatuhan yang ditanggung PBF atas konsekuensi pelaksanaan Wajib Pungut lebih yang dominan dirasakan adalah biaya waktu dan psikologis. Sementara itu biaya kepatuhan RS Pemerintah relatif lebih rendah karena kewajibannya didorong oleh beberapa faktor pendukung seperti bantuan pihak ketiga sebagai penampung pajak yang memudahkan pemungutan dan penyetoran PPN, dan administrasi penyetoran dan pelaporan berbasis online. Kemudian kebijakan pengembalian pendahuluan direspon baik oleh PBF terbukti dengan meningkatnya realisasi pengembalian pendahuluan pada akhir kuartal 2019. Kebijakan ini dapat membantu cash flow PBF karena mengurangi biaya kepatuhan yang ditanggung akibat proses pemeriksaan yang cukup lama. Kebijakan ini juga tidak mendistorsi penerimaan negara serta meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.

ABSTRACT
To reduce the burden of cash flow due to the slow process of tax returns and to stabilize the liquidity of Pharmaceutical Wholesalers that are depressed due to the implementation of the National Health Insurance program, the Ministry of Finance has appointed Pharmaceutical Wholesalers as Low Risk Taxable Entrepreneurs entitled to tax return preliminary. The purpose of this study is to analyze the Value Added Tax obligations of Pharmaceutical Wholesalers and Government Hospital based on the concept of compliance costs and to analyze the implementation of the preliminary return on tax overpayments for Pharmaceutical Wholesalers based on the Minister of Finance Regulation Number 117/PMK.03/2019. This research is a qualitative research that is presented descriptively. The data used in this study were obtained through literature studies and in-depth interviews with relevant sources. The results of this study indicate that the compliance costs borne by pharmaceutical wholesalers for the more dominant perceived consequences of implementing compulsory levies are time and psychological costs. Meanwhile, compliance costs for Government Hospitals are relatively lower because their obligations are driven by several supporting factors such as assistance from third parties as tax collectors that facilitate collection and deposit of VAT, and online-based deposit and reporting administration. Then the preliminary return policy was well responded to by Pharmaceutical Wholesalers, as evidenced by the increased realization of preliminary returns at the end of the 2019 quarter. This policy can help with the cash flow of Pharmaceutical Wholesalers because it reduces compliance costs incurred due to the long examination process. This policy also does not distort state revenue and increase taxpayer compliance."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatmah Shabrina
"Penelitian ini memiliki tujuan untuk menganalisis tinjauan dan implikasi penetapan KIKEBA sebagai Subjek Pajak Badan di Indonesia, implementasi kebijakan pajak atas transaksi KIK-EBA di Indonesia, serta kebijakan pajak atas transaksi Efek Beragun Aset di negara India, Argentina, China, Belgia, dan Singapura dan alternatif kebijakan bagi Indonesia. Analisis dilakukan dengan menggunakan teori Implementasi Kebijakan, Kebijakan Pajak, Pajak Penghasilan, Bunga, Marjin, Sistem Pemungutan Pajak, Sekuritisasi Aset, dan KIK-EBA. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif dengan melakukan wawancara mendalam. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa penetapan KIK-EBA sebagai Subjek Pajak Badan menyebabkan implikasi kewajiban perpajakan, termasuk Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai. Selain itu, pemotongan PPh Pasal 23 atas marjin yang diterima oleh KIK-EBA dari Originator menyebabkan lebih bayar terus-menerus yang berdampak pada terganggunya likuiditas KIK-EBA, khususnya kepada Investor. Oleh karena itu, diperlukan alternatif kebijakan yang dapat memberikan kemudahan perpajakan bagi KIK-EBA, entah dalam bentuk insentif sebagaimana diadopsi dari kebijakan di Argentina, China, dan Belgia atau paket kebijakan khusus seperti kebijakan VCC yang diterapkan di Singapura.

This study aims to analyze the review of the establishment of KIK-EBA as a corporate taxpayer in Indonesia and its implications, the implementation of tax policies on CICABS transactions in Indonesia, and the tax policies on Asset Backed Securities transactions in other countries also the alternative policies for Indonesia. The analysis was carried out using the theory of Policy Implementation, Tax Policy, Income Tax, Interest, Margins, Tax Collection System, Asset Securitization, and CIC-ABS. The method used in this research is descriptive qualitative by conducting in-depth interviews. The results of this study indicate that the establishment of CIC-ABS as a corporate taxation has implications for taxation obligations, including income tax and value added tax. In addition, withholding income tax Article 23 on margins received by CIC-ABS from the Originator causes continuous overpayment which affects the disruption of CIC-ABS liquidity, especially to the Investors. Therefore, alternative policies are needed that can provide taxation facilities for CIC-ABS, whether in the form of incentives as adopted from policies in Argentina, China, and Belgium or other policy packages like VCC policy which implemented in Singapore."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library