Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1991
920.965 01 KON
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Oei, Tjoe Tat
Jakarta : Hasta Mitra, 1998
923.2 OEI m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Oei Tjoe Tat
Jakarta: Hasta Mitra, 1995
923.2 OEI m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Agnes Davonar, 1986-
"Autobiography of Oei Hui Lan, a daughter of Chinese-Indonesian sugar businessman from Semarang and also wife of Chinese diplomat to United States"
Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017
923.3 AGN o
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Kintan Lestari
"ABSTRAK
Setelah Oei Tiong Ham meninggal dunia, Oei Tiong Ham Concern diwariskan
kepada dua putranya, yaitu Oei Tjong Swan dan Oei Tjong Hauw. Tidak begitu
lama memimpin, Oei Tjong Swan kemudian mundur dari perusahaan sehingga
menjadikan Oei Tjong Hauw sebagai pemimpin tunggal Oei Tiong Ham Concern.
Aktivitas utama perusahaan ini sebelumnya bergerak dibidang perdagangan gula,
kemudian datangnya depresi ekonomi pada tahun 1930-an mempengaruhi bisnis
gula perusahaan ini. Perdagangan gula menjadi fluktuatif sehingga untuk
meminimalkan kerugian perusahaan ini memasuki bisnis baru, yakni pengolahan
karet. Berhasil bertahan melewati masa depresi, perusahaan ini kembali mendapat
tantangan pada masa pendudukan Jepang. Kontrol pemerintah Jepang membuat
Oei Tiong Ham Concern hanya dapat bertindak sebagai agen perdagangan saja.
Depresi ekonomi dan masa pendudukan Jepang memperlihatkan bagaimana Oei
Tiong Ham Concern mampu bertahan ditengah situasi yang berubah.

ABSTRACT
After Oei Tiong Ham died, Oei Tiong Ham Concern passed on to his two sons,
Oei Tjong Swan dan Oei Tjong Hauw. Not long preside, Oei Tjong Swan then
retreated from the company making Oei Tjong Hauw as the sole leader of Oei
Tiong Ham Concern. The prominent activities from this company previously
engaged in the sugar trade, then the arrival of the economic depression in the
1930s affect the company?s sugar business. The sugar trade became volatile so to
minimize the losses the company entering new business, i.e. rubber processing.
Managed to survived through a depression, the company again received a
challenge during the Japanese occupation. Japanese government controls make
Oei Tiong Ham Concern can only act as a trading agent alone. The economic
depression and Japanese occupation shows how Oei Tiong Ham Concern able to
survive amid the changing situations."
2017
S65857
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nopriyasman
"Dalam sejarah politik di Indonesia, Oei Tjoe Tat tercatat sebagai kelompok "integrasionis", yang memiliki konsep kebangsaan Indonesia non-rasial. Kegiatan politiknya bermula di kalangan peranakan Tionghoa yang ditandai dengan keterlibatan dirinya dalam berbagai organisasi peranakan. Sebutlah misalnya, Sin Ming Hui, Partai Politik Tionghoa (PPT), Partai Demokrat Tionghoa Indonesia (PDTI), dan Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia (BAPERKI).
Pada permulaan demokrasi terpimpin (1959), Oei Tjoe Tat bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo). Sejak saat ini kegiatan politik Oei Tjoe Tat meluas dan mulai meninggalkan politik etnis. Kegiatannya tidak saja lagi untuk kalangan peranakan Tionghoa, tetapi sudah pada persoalan masyarakat Indonesia secara keseluruhan, dan karenanya Oei Tjoe Tat pantas mendapat respek Presiden, sehingga diangkat sebagai Menteri Negara diperbantukan pada Presidium Kabinet Dwikora {1965-1966).
Tampilnya Del Tjoe Tat dalam jajaran elite politik Indonesia tentu saja punya keunikan tersendiri. ia bukanlah seorang yang dikenal sebagai politikus sebagaimana peranakan lainnya (Siauw Giok Tjhan, Thio Thiam Tjong, Tan Po Goan, dan lain-lain). Kegiatannya justru lebih banyak dalam bidang sosial kemasyarakatan, tetapi rupanya Presiden punya pertimbangan khusus. Oei Tjoe Tat dinilai telah mengindonesia dan aktif menyumbang demi perjalanan revolusi (baca kepentingan pemerintah Soekarno). Perilaku politiknya di Konstituante yang pro pemerintah untuk kembali kepada UUD 1945 adalah contohnya. Kemudian setelah terjadi peristiwa kerusuhan Mei 1963, Oei Tjoe Tat termasuk orang yang bersuara keras menentang kontra revolusi. Di samping itu, faktor pendidikan kesarjanaan hukumnya turut memperkuat pilihan Presiden. Keteguhan pendirian dan konsisten dengan sikap membuat Presiden mempercayainya, bahkan O.G. Roeder menyebut Oei Tjoe Tat sebagai "fellow traveller Soekarno". Dari sini pula Oei Tjoe Tat dipercaya mengemban tugas-tugas kenegaraan yang bersifat rahasia (peka).
Meskipun demikian, Oei Tjoe Tat tidaklah luput dari berbagai persoalan rumit, baik politis atau pun sosial. Apa yang popular dengan masalah Tionghoa adalah salah satu yang harus dicarikan pemecahannya oleh Oei Tjoe Tat. Oei ditugaskan dalam bidang hubungan masyarakat, imigrasi, kewarganegaraan, lembaga tinggi negara, kebijakan dalam negeri dan keamanan. Adakalanya Oei Tjoe Tat terpaksa mengorbankan prinsip dasarnya sebagai pejuang hak azasi manusia, demi kepentingan politik pemerintah yang mengangkatnya. Apakah hal ini disebabkan oleh kesadaran sebagai minoritas yang cendrung selalu mendukung pemerintah yang berkuasa, atau karena memang seorang menteri harus seperti itu (sudah menjadi tugas) ? Belum lagi berbagai tindakan politis yang tidak selalu nenghargai hak azasi dan menjurus diskriminasi. Kesemua itu membawa diri Oei Tjoe Tat dalam posisi yang penuh dilema.
Dalam tesis ini akan dicoba menggambarkan perkembangan sikap politik Oei Tjoe Tat pada khususnya, dan politik peranakan Tionghoa pada umumnya, dari awal keterlibatannya dalam organisasi peranakan tahun 1946 sampai Oei Tjoe Tat ditahan pada tahun 1966 karena dituduh "subversi". Selama periode tersebut dapat diperoleh gambaran tentang masalah-masalah atau aspek-aspek tertentu dari masyarakat Tionghoa Indonesia di pentas politik Indonesia melalui kisah kehidupan seorang peranakannya (Oei Tjoe Tat).
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alwin Ramli Sasmita
"Penelitian ini membahas pengaruh kebijakan Oorlogwinstbelasting (pajak perang) terhadap perusahaan gula di Hindia Belanda, khususnya perusahaan Oei Tiong Ham Concern. Kebijakan pajak tersebut muncul karena menyusutnya keuangan Pemerintah Belanda yang disebabkan oleh Perang Dunia I yang terjadi di Eropa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah dengan tahap heuristik untuk mengumpulkan sumber sebanyak-banyaknya. Kemudian verifikasi untuk mengkritisi sumber yang telah diperoleh melalui kritik internal maupun eksternal. Selanjutnya interpretasi untuk menganalisis data yang akan menghasilkan sintesis, dan terakhir historiografi agar menghasilkan karya tulis yang relevan dan objektif. Penelitian ini menemukan bahwa kebijakan pajak perang telah memicu pungutan pajak yang sangat tinggi bagi perusahaan gula di Hindia Belanda, termasuk perusahaan OTHC. Dalam praktiknya pun terjadi penyimpangan oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda, seperti pungutan pajak berganda atau pajak yang dipungut sebanyak dua kali pada tahun yang sama dan melonjaknya pungutan progresif terhadap komoditas gula. Pungutan pajak perusahaan dalam kebijakan pajak perang pun dilimpahkan kepada pemilik perusahaan yang dalam kasus ini merupaan Oei Tiong Ham. Oleh sebab itu Oei Tiong Ham memutuskan hubungannya dengan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda agar dapat menghindari beban pajak yang dikenakan kepadanya.

This study discusses the influence of war tax policy on sugar companies in the Dutch East Indies, especially the Oei Tiong Ham Concern company. The tax policy arose because of the shrinking of the Dutch government's finances caused by World War I that occurred in Europe. The method used in this study is a historical method with a heuristic stage to collect as many sources as possible. Then verification to criticize the sources that have been obtained through internal and external criticism. Furthermore, interpretation is to analyze the data that will produce a synthesis, and the last is historiography to produce relevant and objective writings. This study finds that the war tax policy has triggered very high tax levies for sugar companies in the Dutch East Indies, including OTHC companies. In practice there were also deviations by the Dutch East Indies colonial government, such as double taxation or taxes levied twice in the same year and increasing progressive levies on sugar commodities. The corporate tax levy in the war tax policy was also delegated to the owner of the company, which in this case was Oei Tiong Ham. Therefore, Oei Tiong Ham broke his relationship with the Dutch East Indies colonial government in order to avoid the tax burden imposed on him."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library