Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 28 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dadang Herdiana
"Latar Belakang: Banyaknya jemaah haji Indonesia dengan kebiasaan merokok yang bisa menyebabkan gangguan faal paru. Gangguan faal paru tersebut bisa berupa obstruktif, restriktif, dan campuran. Belum ada penelitian tentang gambaran faal paru pada jemaah haji perokok di Indonesia.
Tujuan: Mendapatkan karakteristik dan gambaran faal paru serta hubungan antara perilaku merokok dengan gambaran faal paru jemaah haji perokok pada jemaah haji embarkasi Jakarta-Pondok Gede tahun 2012.
Metode: Disain studi adalah potong lintang pada jemaah haji perokok pada saat menjalani pemeriksaan kesehatan haji di Puskesmas Kecamatan dan Embarkasi Jakarta-Pondok Gede. Penilaian perilaku merokok berdasarkan Indeks Brinkman dan penilaian gambaran faal paru berdasarkan pemeriksaan spirometri. Analisis bivariat menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov.
Hasil: Pada studi ini didapatkan 209 subjek jemaah haji perokok. Karakteristik jemaah haji perokok umumnya laki-laki (99,5%), usia < 60 tahun (78,0%), IMT kategori lebih (63,2%), tidak disertai komorbid (68,9%), pendidikan kategori tinggi (75,1%), Indeks Brinkman kategori sedang (53,1%). Gambaran faal paru masuk kategori restriktif 51,2%, obtruktif 8,6%, campuran 8,1%, dan normal 32,1%. Penelitian ini tidak menunjukan hubungan bermakna antara perilaku merokok dengan gambaran faal paru pada kelompok kategori Indeks Brinkman sedang-berat dibandingkan kelompok kategori Indeks Brinkman ringan (p=0,925).
Simpulan: Karakteristik jemaah haji perokok umumnya laki-laki, usia < 60 tahun, IMT kategori lebih, tidak disertai komorbid, pendidikan kategori tinggi, Indeks Brinkman kategori sedang. Gambaran faal paru umumnya masuk kategori restriktif. Penelitian ini tidak menunjukan adanya hubungan yang bermakna antara perilaku merokok dengan gambaran faal paru pada kelompok kategori Indeks Brinkmansedang-berat dibandingkan kelompok Indeks Brinkman ringan.

Background: There are many of Indonesian pilgrims who have smoking habits. Smoking can cause pulmonary function disorder. Pulmonary function could be normal, obstructive, restrictive, or mixed. Previous studies had showed a close association between smoking behavior and respiratory tract diseases. There is no research about pulmonary function on smoking Indonesian pilgrims.
Aims: To obtain characteristics of pulmonary function and the association between smoking behavior with pulmonary function on smoking Indonesian pilgrims at Jakarta-Pondok Gede embarkation in 2012.
Method: This was a cross-sectional study on smoking Indonesian pilgrims during Hajj health checkup at the health center and embarkation District of Jakarta-Pondok Gede. Assessment of smoking behavior based on Brinkman index and pulmonary function assessment based on spirometry screening using spirometry. Bivariate analysis using Kolmogorov-Smirnov.
Result: This study got 209 subjects of smoker pilgrims. Subjects are generally male (99.5%), < 60 years (78.0%), overweight (63.2%), no comorbidity (68.9%), high education level (75.1%), medium Brinkman index (53.1%). Pulmonary functions are categorized as restrictive 51.2%, obtructive 8,6%, mixed 8,1%, and normal 32,1%. This study showed no significant association between smoking behavior with pulmonary function in the medium-heavy Brinkman index group than the light Brinkman Index group (p = 0.925).
Conclusion: Subjects are generally male, < 60 years, overweight, no comorbidity, high education level, medium Brinkman index. Pulmonary functions are generally categorized as restrictive. This study showed no significant association between smoking behavior with pulmonary function in the medium-heavy Brinkman index group than the light Brinkman Index group.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Baughman, Robert P., editor
"Interstitial lung diseases comprise a significant part of any respiratory medicine practice. This timely second edition of Diffuse lung disease is a practical clinically-oriented resource, covering all the major advances in diagnostic techniques and therapies. Authored by world authorities in the field, this book provides clear and specific recommendations for the management of all forms of interstitial lung diseases. This book is divided into two sections. The first section addresses the general aspects of diagnosis and management, including clinical approach, radiographic approach, physiological changes, and classification. The second section details each individual form of interstitial lung disease. Organized in an easy to follow format, each disease specific chapter includes tables outlining diagnostic approach, differential diagnosis, disease monitoring, and treatment. Illustrative cases, replete with high quality HRCT images."
New York: Springer, 2012
e20425890
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Martiem Mawi
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Ruang di sistem pernafasan yang tidak ikut dalam pertukaran gas disebut ruang rugi. Ruang rugi fisiologik terdiri dari ruang rugi anatomik dan ruang rugi alveolar. Pengukuran ruang rugi fisiologik mempunyai arti penting di klinik antara lain, rasioruang rugi fisiologik (V0) dan volume alun nafas (VT) merupakan indikator sensitif untuk gangguan perfusi paru, misalnya emboli paru.
Penelitian ini bertujuan untuk menilai V pada orang normal dan penderita penyakit paru obstruksi menahun (PPOM), serta faktor yang mempengaruhinya. Penelitian dilakukan pada 30 pria sehat berumur 40 tahun ke atas dan 30 pria penderita PPOM dengan umur yang sama. Penderita PPOM terdiri dari kelompok bronkitis kronik dan asma kronik, serta kelompok bronkitis-emfisema dan emfisema. Dilakukan pengukuran volume alun nafas, tekanan CO2 darah arteri (P C02) dan tekanan CO2 rata-rata udara ekspirasi (PECO2). Pengukuran PEC02 dilakukan dengan cara baru, yaitu berdasarkan analisis kapnogram. Nilai VD diperoleh berdasarkan persamaan Bohr dari ketiga parameter di atas dikurangi dengan besarnya ruang rugi alat.
Hasil dan Kesimpulan: Nilai VD kelompok PPOM adalah 361,6 ± 91,6 ml (X ± SD), dan pada kelompok kontrol 201,03 ± 26,83 ml. Pada kelompok bronkitis kronik dan asma kronik, VD 381 ± 21,24 ml, tidak berbeda dari kelompok bronkitis-emfisema dan emfisema yaitu 344,43 ± 26,43 ml. Tidak ada hubungan antara VD dengan lama sakit maupun dengan FEV1 pada kelompok PPOM. Demikian pula antara kelompok bronkitis kronik dan asma kronik dengan kelompok bronkitis-emfisema dan emfisema. Penyakit paru obstruksi menahun menyebabkan peningkatan ruang rugi fisiologik. Pengukuran PECO2 dengan analisis kapnogram lebih praktis, hanya menggunakan satu macam alat, waktu pemeriksaan lebih singkat, dan hasil yang diperoleh ekivalen dengan cara konvensional. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 1990
T58403
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tanti Santoso
"Korban akibat kecelakaan lalu lintas bertambah dengan cepat di dunia. Kecelakaan yang membawa korban hanyalah puncak gunung es dari banyak kejadian . Kecelakaan terjadi akibat adanya gangguan dari interaksi alat, manusia dan lingkungan kerjanya untuk mencapai suatu hasil. Pengemudi merupakan penyebab utama terjadinya kecelakaan. Pada kendaraan bermotor penumpang umum dengan mesin di bawah ruang duduk paparan gas buangan merupakan gangguan lingkungan kerja yang dapat mempengaruhi penampilan pengemudi.
Dengan penelitian ini ingin didapatkan informasi tentang resiko untuk mendapatkan gangguan fungsi paru dan keluhan saluran pernafasan akibat gas buangan kendaraan bermotor pada pengemudi kendaraan bermotor penumpang umum dengan mesin di bawah ruang duduk sebagai gambaran dari adanya gangguan terhadap lingkungan kerja pengemudi.
Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah survei epidemiologi analitik dengan pendekatan kasus kontrol. Jumlah sampel yang didapat 64 dengan kontrol 71. Analisa yang digunakan anova, chi square dengan strativikasi dan multiple logistic regressi.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini membuktikan bahwa pengemudi kendaraan bermotor penumpang umum dengan mesin di bawah ruang duduk mempunyai resiko 2.41 kali lebih besar untuk mendapatkan gangguan fungsi paru daripada pengemudi kendaraan bermotor penumpang umum dengan mesin tidak di bawah ruang duduk dengan mendapat pengaruh yang kuat dari lama masa kerja.
Disarankan bila model kendaraan bermotor penumpang umum dengan mesin di bawah ruang duduk tetap dipertahankan keberadaannya, maka bagi kendaraan bermotor penumpang umum dengan mesin di bawah ruang duduk perlu diperhatikan sekat, bank desain bahan maupun harganya dan memantau konsentrasi gas buangan dalam ruang kerja pengemudi maupun efek gas buangan terhadap kesehatan pengemudi."
Depok: Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Puspitorini
"Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah kesehatan di dunia serta muncul ke permukaan sebagai penyebab utama kematian. Saat ini TB telah menjadi ancaman global, World Health Organization (WHO) memperkirakan terdapat 8 juta kasus baru dan 3 juta kematian karena TB setiap tahunnya. Pada tahun 1990 dilaporkan. hampir 3,8 juta kasus TB di dunia dan 49%nya terdapat di Asia Selatan dan Timur, diperkirakan pula bahwa 1,7 miliar penduduk pada tahun 1990 (sekitar 1/3 penduduk dunia) terinfeksi Mycobacterium tuberculosis (M.tuberculosis).
Menurut WHO pada tahun 1998 Indonesia menempati urutan ketiga dalam jumlah penderita TB terbanyak di dunia setelah India dan China. Diperkirakan pada tahun 2000 ditemukan 1.856.000 kasus baru di India (WHO Report 2002), 1.365.000 kasus baru di China dan 595.000 kasus baru di Indonesia.dikutip dari The World Health Organization dalam Annual report on global TB control 2003 juga menyatakan terdapat 22 negara dikategorikan sebagai high burden countries terhadap TB. Indonesia masih tetap peringkat ketiga setelah India dan China dalam menyumbang jumlah kasus TB di dunia. Estimasi prevalens TB di Indonesia tahun 2003 adalah 295 per 100.000. Indonesia kemudian melakukan survei prevalens TB tahun 2004, mencakup 30 provinsi yang memberikan estimasi prevalens TB berdasarkan pemeriksaan mikroskopik BTA positif sebesar 104 per 100.000. Prevalens TB di Jawa Bali sebesar 59 per 100.000 jauh lebih rendah dibanding luar Jawa Bali 174 per 100.000."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wittram, Conrad
New York: Thieme, 2011
616.240 WIT a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Rahmawati
"Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyebab utama morbiditi dan mortaliti penyakit kronik, dilaporkan PPOK menjadi penyebab kematian keempat di dunia dan diperkirakan prevalens dan mortalitinya akan terus meningkat pada dekade mendatang. Tahun 2020 diperkirakan PPOK akan menempati urutan ketiga penyebab kematian dan urutan kelima penyebab hilangnya disability adjusted life years (DALYs) di dunia. Pertambahan jumlah perokok, perkembangan industrialisasi dan polusi udara akibat penggunaan slat transportasi meningkatkan jumlah penderita PPOK dan menimbulkan masalah kesehatan.
Pedoman yang dikeluarkan oleh Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) tahun 2003 menyatakan bahwa PPOK adalah Penyakit Paru Obstruktif Kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara di jalan napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara ini bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas beracun dan berbahaya.
Penurunan fungsi paru pada PPOK lebih progresif dibandingkan paru normal pertahunnya, penurunan tersebut akan diperburuk oleh eksaserbasi. Eksaserbasi pada PPOK harus dapat dicegah dan ditangani semaksimal mungkin untuk mengurangi perburukan fungsi paru. Eksaserbasi ditandai dengan sesak, batuk dan produksi sputum atau perubahan warna sputum yang meningkat dibandingkan keadaan stabil sehari-hari. Penatalaksanaan PPOK bertujuan untuk mengurangi gejala penyakit, mencegah eksaserbasi berulang, memperbaiki dan mencegah penurunan fungsi paru set-La meningkatkan kualiti hidup penderita.
Penderita PPOK eksaserbasi dapat diberikan pengobatan dengan antibiotik, bronkodilator dan antiinflamasi tetapi untuk menurunkan frekuensi dan lama eksaserbasi memerlukan pemberian mukolitik dan antioksidan sehingga diharapkan dapat memperbaiki fungsi paru. Eksaserbasi PPOK yang berulang tidak berhubungan dengan beratnya penyakit dasar atau beratnya eksaserbasi. Antibiotik secara bermakna menurunkan relaps eksaserbasi."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T21157
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Iqbal
"Faktor resiko bahaya (hazard) lingkungan kerja di gedung perkantoran umumnya lebih kecil jika dibandingkan dengan lingkungan kerja di pabrik/ industri atau pertambangan. Lain halnya dengan lingkungan kerja di gedung Kantor Bank Indonesia (KBI) yang oleh karena kegiatan khusus yaitu memusnahkan uang yang tidak layak edar (uang lusuh) dan pekerjaan ini hanya dilaksanakan oleh Bank Indonesia. Uang yang diterima oleh Bank Indonesia dari Bank-Bank Pemerintah dan Bank Swasta terlebih dahulu disortir dengan cara manual atau dengan Mesin Sortir Uang Kertas (MSUK) dan apabila uang tersebut tidak layak edar selanjutnya akan dimusnahkan dengan Mesin Racik Uang Kertas (MRUK).
Pekerjaan menyortir dan meracik uang kertas yang menghasilkan debu uang diduga dapat menimbulkan gangguan pernafasan, terutama system ventilasi kurang baik sehingga konsentrasi debu melebihi Nilai Ambang Batas.
Untuk menilai gangguan faal paru terhadap pegawai kasir yang bekerja di delapan KBI (Padang, Bandar Lampung, Solo, Malang, Palembang, Mataram, Banjarmasin, Kendari) yang berjumlah 182 orang maka dilakukan penelitian dengan metode cross sectional pada tahun 2001 dengan mengambil variable independent "pemajanan debu, kebiasaan merokok dan kebiasaan penggunan APD masker". Pengukuran faal paru dengan melakukan pemeriksaan spirometri.
Dari hasil uji parameter model dinyatakan pemajanan debu tidak berhubungan pada gangguan faal paru, sedangkan penggunaan APD dan kebiasaan merokok berhubungan dengan terjadinya gangguan faal paru.
Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa untuk masing-masing variable terhadap resiko untuk terkena gangguan faal paru obstruktif adalah sebagai berikut:
1. Odds rasio lama pemajanan lama kerja lebih dari 8 tahun adalah 1.09 kali dibandingkan pegawai yang telah bekerja kurang atau sama dengan 8 tahun.
2. Odds rasio kebiasaan tidak menggunakan APD pada saat bekerja adalah 1.81 kali dibandingkan pegawai yang menggunakan APD.
3. Odds rasio kebiasan merokok dengan kategori sedang adalah 2.50 kali dibandingkan pegawai yang tidak merokok.
4. Odds rasio kebiasan merokok dengan kategori ringan adalah 0.44 kali dibandingkan pegawai yang tidak merokok.
Penelitian ini sebaiknya ditindaklanjuti dengan meneliti lebih baik lagi pengukuran debu di lingkungan kas untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh debu di lingkungan kas terhadap faal paru karyawan kasir.
Dan untuk menanggulangi pencegahan gangguan faal paru terhadap karyawan kasir dianjurkan pendekatan personal dan keteladanan memakai masker sewaktu bekerja dan dilakukan program berhenti merokok kepada semua pegawai tidak terbatas pada karyawan kasir saja dengan program awal menyediakan ruangan tempat merokok.

The Risk Factors related to Lungs Function Teller's Bank of Indonesia 2001 The Risk factor or hazard in the office less than in the factory or work place in the mining. The special job in Bank of Indonesia is to destroy the bill that no good to distribution for public market. To destroy the bill its need the machine named "Mesin Racik Uang Kertas" (MRUK). Before destroying the bill by that machine the bill must be assorted by the machine tah named "Mesin Sortir Uang Kertas"(MSUK).
The output assorting and destroying the bill is dust and the smaller part of the bill. The smallest dust is related to lung function, especially if there is not a good ventilation or dust concentration up the threshold limit values (TLV's).
How to know the lung function of the Teller's worker in the eight Bank of Indonesia (Kantor Bank Indonesia / KBI, Padang, Bandar Lampung, Solo, Malang, Palembang, Mataram, Banjarmasin, Kendari) which amount 182 persons, to do research by cross sectional in 2001.
The variable independents are dust exposure, smoking habit and Personal Protection Equipment (PPE). The lung function was measured by spirometri. The result of model parameter test is there is not related by dust exposure, while smoking habits and not to use PPE is correlations by abnormal lung function (Restrictive or obstructive or mixed).
The conclusion of this research that each variable to get the risk to the obstructive lung. E.q. Odds ratio for the eight years dust exposure was one time for employee who works up eight years and not to use the PPE at work was 1.81 times by using PPE.
Odds Ratio of smoking habit was 2. 5 times by the employee not to smoking habits. We offer that this research will be continued to detail, how to know the effect of the dust in cashier environment. The recommendation of prevention of abnormal lung function to the Teller's workers is personal approach and a good identification personal to use mask during the activity and the planning smoking cessation program to all workers that the first step is make the smoking area or room for smoking.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T 10701
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kenconoviyati
"Ruang lingkup dan cara penelitian: Asap rokok merupakan salah satu polutan udara yang mendapat sorotan karena menimbulkan berbagai masalah kesehatan karena banyaknya senyawa yang dikandungnya. Di antara senyawa kimia tersebut adalah NO2 dan OH. Diketahui bahwa NO2 merupakan radikal bebas yang dapat merusak jaringan elastis paru (Halliwell,1999) sedangkan NO2 dan OH diperkirakan oleh banyak peneliti memicu terbentuknya lipid peroksida, serta adanya hipotesa bahwa asap rokok dapat menyebabkan makrofag mengeluarkan enzim proteolitik sehingga kolagen akan rusak (Rubins, 2003).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah asap rokok yang dipaparkan pada hewan coba dapat merusak jaringan kolagen dan meningkatkan kadar malondialdehid pada paru. Hewan coba tikus sebanyak 10 ekor dipaparkan asap rokok 5 batang perhari selama 12 .minggu kecuali hari minggu, kemudian pada hari pengambilan sampel jaringan paru tikus untuk pemeriksaan kadar malondialdehid dibekukan secara langsung dengan menggunakan aseton dan es kering untuk menghindari metabolisme selanjutnya. Penetapan kadar peroksida lipid dengan cara memeriksa kandungan malondialdehid homogenat paru yang direaksikan dengan asam tiobarbiturat Untuk pemeriksaan mikroskopis, jaringan paru diwarnai dengan pulasan rutin Hematoksilin Eosin untuk menghitung sel radang dan fibroblas serta pulasan khusus Elastica van Gieson untuk melihat ketebalan kolagen.
Perhitungan ketebalan pulasan kolagen diukur dengan program Adobe photoshop 6.0 dengan menghitung derajat warna merah, hijau, biru (RGB), sedangkan penghitungan statistik untuk ketebalan kolagen, jumlah sel radang dan fibroblas serta kadar malondialdehid dengan SPSS 10.0 for windows, dilakukan uji distribusi dengan Kolmogorov-Smimov (KS), dan kemaknaan dengan uji t test.
Hasil dan kesimpulan: Jumlah sel radang dan fibroblas pada hewan perlakuan meningkat secara bermakna dibanding dengan hewan kontrol (p=0,000), ketebalan kolagen alveolus pada hewan perlakuan juga berbeda bermakna dibanding dengan kontrol (p=4,011),sedangkan pada jaringan kolagen bronkiolus tidak berbeda bermakna (p=0,779) dan kadar malondialdehid hewan perlakuan meningkat bermakna dibanding hewan kontrol (p=4,445)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T11300
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, Rosina Br.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2008
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>