Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Ismir Fahri
"Terapi reperfusi dengan IKPP pada pasien IMA-EST bertujuan menyelamatkan miokard dan menurunkan angka kematian. Kembalinya patensi arteri koroner epikardial dengan aliran TIMI derajat 3 tidak selalu berarti terjadinya aliran yang adekuat pada tingkat mikrovaskular, fenomena ini dikenal dengan istilah no reflow atau obstruksi mikrovaskular. Beberapa alat bantu diagnostik untuk mendeteksi kejadian obstuksi mikrovaskular telah banyak dikembangkan, namun sampai saat ini belum didapatkan baku emas.
Mengetahui korelasi penilaian myocardial blush kuantitatif dengan program QuBE terhadap ukuran infark, fraksi ejeksi, volume akhir sistolik dan diastolik ventrikel kiri menggunakan SPECT Tc99m Tetrofosmin dalam 4-6 minggu paska IKPP pada pasien IMA-EST.
Penelitian ini merupakan studi potong lintang. Gambaran angiografi pasien IMA-EST yang menjalani reperfusi dengan IKPP dari bulan Juli-Desember 2011 dievaluasi keberhasilannya mengunakan program ?QuBE?, dan pada minggu ke 4-6 paska IKPP dievaluasi dengan pemeriksaan SPECT Tc99m Tetrofosmin, untuk menilai ukuran infark, fraksi ejeksi, volume akhir sistolik dan diastolik ventrikel kiri.
Dari 36 pasien didapatkan proporsi terbanyak berjenis kelamin laki-laki sebesar 94,4%, rata-rata usia pasien 54,3±7,9 tahun. Sebanyak 69,4% pasien dengan diagnosis IMA-EST anterior. Uji Spearman menunjukkan korelasi yang cukup antara nilai QuBE terhadap ukuran infark (-0,594 dan p < 0,001) dan fraksi ejeksi (r 0,531 dan P 0,001), volume akhir sistolik (r -0,496 dan P 0,002) dan volume akhir diastolik (r -0,435 dan P 0,008) ventrikel kiri. Sub analisis pada ATI LAD juga memberikan korelasi yang cukup pada keempat variabel tersebut, namun tidak pada ATI RCA. Uji multivariat parsial mengunakan kontrol variabel; usia, waktu iskemik, ATI, multivessel disease, faktor risiko PJK, kategori killip dan IMT, tetap menunjukkan nilai QuBE berkorelasi cukup dengan ukuran infark (r -0,441 dan p 0,019).
Penilaian myocardial blush kuantitaif dengan program QuBE memiliki korelasi yang cukup terhadap ukuran infark, namun tidak menunjukkan korelasi terhadap fraksi ejeksi, volume akhir sistolik dan diastolik ventrikel kiri menggunakan SPECT Tc99m Tetrofosmin pada minggu ke 4-6 paska IKPP pada pasien IMAEST.

Primary PCI as a reperfusion therapy in STEMI patients is aimed to salvage myocardium and reduce mortality. Successful restoration epicardial coronary artery patency with TIMI 3 flow has not always lead to adequate flow at microvascular level, these phenomena is known as no reflow or microvascular obstruction. Several diagnostic tools were developed to detect MVO, but until now there is no gold standard.
knowing correlation between Quantitative Myocardial blush using QuBE program with infarct size, ejection fraction, systolic and diastolic volume of the left ventricle using SPECT Tc99m Tetrofosmin at 4-6 weeks after PPCI of STEMI patients.
This study is designed as a cross sectional study. Selected angiographic result of STEMI patients that underwent primary PCI from July?December 2011 at The National Cardiac Center Harapan Kita were evaluated directly with the QuBE program. The infarct size, ejection fraction, end systolic and end diastolic volume of left ventricle were evaluated using SPECT Tc99m Tetrofosmin at 4-6 weeks after PPCI.
Thirty six consecutive patients were enrolled. Proportion of men is 94.4% and age average of 54.3±7.9 years old. Most of patients were diagnosed with anterior STEMI (69.4%). Spearmen analysis obtained a moderate correlations between QuBE score and infarct size (r -0.594, p < 0.001), left ventricle ejection fraction (r 0.531, P 0.001), end diastolic volume (r -0.496, P 0.002), end systolic volume (r -0.435, P 0.008). Sub analysis based on IRA at LAD revealed the similar result of the four variables, but not with IRA at RCA. Partial multivariate analysis adjusted with age, ischemic time, IRA, multivessel disease, CAD risk factors, Killip class and BMI consistent showed moderate correlation of QuBE score with infarct size (r -0,441, p 0.019).
Quantitative Myocardial blush using QuBE program revealed a moderate correlation with infarct size, but not with ejection fraction, systolic and diastolic volume of the left ventricle using SPECT Tc99m Tetrofosmin at 4-6 weeks after PPCI of STEMI patent.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Puspita Sari Bustanul
"Latar belakang. Kemajuan terapi reperfusi pada pasien infark miokard akut menimbulkan satu fenomena yang turut berperan dalam prognosis pasien, yaitu fenomena no reflow atau obstruksi mikrovaskular. Mekanisme OMV diduga memiliki 4 komponen patogenik utama yaitu embolisasi distal aterotrombotik, cedera reperfusi, cedera iskemia, dan kerentanan individu. Hiperglikemia akut diketahui berhubungan dengan OMV pada pasien IMA, namun peran hiperglikemia kronik masih kontroversial. Hiperglikemia berperan dalam komponen kerentanan individu, serta mempengaruhi peningkatan faktor inflamasi yang berperan dalam komponen cedera reperfusi. Kedua faktor ini yaitu hiperglikemia kronik yang digambarkan HbA1C dan inflamasi yang digambarkan hsCRP belum pernah diteliti secara bersamaan dalam menilai OMV dengan satu metode. Penelitian ini akan meneliti hubungan antara HbA1C dan hsCRP dengan OMV yang dinilai menggunakan indeks resistensi mikrovaskular, suatu metode terbaru dalam menilai OMV dengan akurat pada fase awal dan memiliki nilai prognostik yang signifikan.
Metode. Sebanyak 55 pasien IMA-EST yang menjalani IKPP dipilih secara konsekutif sejak Januari-Juni 2014. HbA1C dan hsCRP diambil saat masuk UGD, penilaian IMR diambil segera setelah tindakan IKPP. Perhitungan statistik menggunakan SPSS 17.
Hasil. Dari 55 pasien didapatkan proporsi laki-laki sebesar 93%, dengan rerata umur 51,91 ± 8,87 tahun. Faktor resiko penyakit jantung koroner terbanyak adalah merokok yaitu 69%. Semua pasien menjalani tindakan IKPP dengan waktu iskemia 489,45±169,95 menit dan waktu perfusi 124,91±76,49 menit. Nilai rerata IRM 53,22±41,11 dengan nilai rerata HbA1C 6,46±1,22 %, dan rerata hsCRP 4,98±3,39 mg/dL. Dari analisis bivariat didapatkan HbA1C tidak berhubungan dengan IRM (r=0,22,p=0,10), dan hsCRP juga tidak berhubungan dengan IRM (r=0,24,p=0,08). Setelah disesuaikan dengan variabel perancu pada analisis multivariat, didapatkan hubungan signifikan antara HbA1C dengan IRM (p=0,03) namun hsCRP tidak berhubungan dengan IRM (p=0,31).
Kesimpulan. Kadar HbA1C saat admisi berhubungan dengan IRM pada pasien IMA-EST yang menjalani IKPP dan hsCRP saat admisi tidak berhubungan dengan IRM pasien IMA-EST yang menjalani IKPP.

Background: Advances in reperfusion therapy for acute myocardial infarction led to a phenomenon of distal no reflow or myocardial obstruction (MVO), which associated with worse outcome and prognosis. The potential mechanism of MVO had four major pathogenic components: distal atherotrombotic embolization, reperfusion injury, ischemic injury, and individual susceptibility. Association between acute hyperglycemia and MVO in acute myocardial infarction has been found, but the role of chronic hyperglycemia remained controversial. Hyperglycemia affected individual susceptibility to microcirculatory injury, and also induced systemic inflammation which had a role in reperfusion injury. Association of both these factors--chronic hyperglycemia, determined by Hemoglobin A1C, and inflammation factor, measured by high sensitivity C-Reactive Protein-- with MVO had never been studied simultaneously. This cross-sectional study will determine the association between HbA1C and hsCRP with MVO assessed with index of microvascular resistance, an invasive novel method to assess MVO in acute phase and had significant prognostic factor.
Methods: 55 patients with acute ST-elevation myocardial infarction underwent primary percutaneous coronary intervention were taken consecutively from January to June 2014. Blood samples for HbA1C and hsCRP were taken before the procedure. IMR was taken immediately after the primary percutaneous coronary intervention procedure. Statistical calculation used SPSS 17.
Results: From 55 patients included in the study, there were 93% men, with mean age of 51.91 ± 8.87 years. The most common risk factors for coronary heart disease was smoking (69%). All patients underwent primary percutaneous coronary intervention with mean onset to balloon time was 489.45 ± 169.95 minutes and mean door to balloon time was 124.91 ± 76.49 minutes. Mean IMR was 53.22 ± 41.11, with mean HbA1c was 6.46 ± 1.22% and mean hsCRP was 4.98 ± 3.39 mg/dL . From bivariate analysis, there was no association between HbA1C and IMR (r=0,22, p = 0,10), and between hsCRP and IMR (r = 0,24 , p=0,08). In multivariate analysis , there was relationship between HbA1C with IRM ( p = 0,03) and hsCRP were also not associated with IRM ( p = 0,31 ).
Conclusions. There was association between hemoglobin A1C levels on admission with IMR and no association between hsCRP levels on admission with IMR, in patients with acute ST-elevation myocardial infarction underwent primary percutaneous coronary intervention.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Putri Dewita
"Latar belakang : Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) memiliki angka mortalitas yang tinggi. Penatalaksanaan IMA-EST adalah intervensi koroner perkutan primer (IKPP) yang dapat membatasi ukuran infark dan menjaga fraksi ejeksi ventrikel kiri (FEVK). FEVK merupakan prediktor morbiditas dan mortalitas utama setelah infark miokard akut. Disfungsi ventrikel kiri pasca IMA-EST dipengaruhi oleh remodeling ventrikel kiri dan perbaikannya dipengaruhi oleh kemampuan reverse remodeling miokard. Terdapat perbedaan pada kemampuan remodeling pada populasi dewasa muda dan usia tua. Belum ada data mengenai perbaikan FEVK pada pasien IMA-EST yang menjalani IKPP pada usia dewasa muda. Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan perbaikan nilai FEVK pasien IMA-EST setelah IKPP antara kelompok usia dewasa muda dengan usia tua. Metode : Sebuah penelitian kohort retrospektif dengan populasi penelitian kasus IMA-EST yang menjalani prosedur IKPP selama periode Juni 2015 sampai dengan Juni 2020 di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Hasil : Dari 411 pasien yang memenuhi kriteria inklusi, terdapat 259 pasien dengan FEVK dasar <50% yang selanjutnya dibandingkan perbaikan FEVK berdasarkan kelompok usia ≤55 tahun dan >55 tahun. Selisih perbaikan FEVK antara kedua kelompok usia tidak berbeda bermakna (p = 0.787). Dari 140 pasien yang mengalami perbaikan nilai FEVK proporsi pasien yang berusia ≤55 tahun adalah 53,6%. Pada analisa multivariat regresi logistik ditemukan variable independen yang berhubungan dengan perbaikan FEVK adalah nilai FEVK dasar yang rendah (OR 0,925:95% IK 0,890-0,962;p<0,0001).

Background : ST-elevation myocardial infarction (STEMI) is known to have high mortality rate with primary percutaneous coronary intervention (PPCI) is the treatment of choice that may limit the area of infarct and preserve left ventricular ejection fraction (LVEF). LVEF is the main predictor for morbidity and mortality in patients with STEMI. Left ventricular (LV) dysfunction in patients with STEMI occur due to LV remodelling and the myocardium reverse remodelling ability may improve LV function. It is believed there is a difference in the myocardium remodelling ability by age, yet there has been limited data regarding improvement of LVEF in young adults. Objective : This study aimed to identify the difference of LVEF recovery in STEMI patients following primary PCI between young adults and adults. Methods : This is a retrospective cohort study. Population of study were STEMI patients who underwent primary PCI during the period of June 2015 to July 2020 in National Cardiovascular Centre Harapan Kita Hospital. Results : 411 patients were included in the study, 259 of them had baseline LVEF <50%, which were divided into two groups of age, ≤55 years old and >55 years old. The difference of LVEF improvement between two groups is not significant (p = 0.787). 75 out of 140 (53.6%) patients with improved LVEF were from the ≤55 years old group. From multivariate logistic regression, the independent predictor of LVEF recovery was lower LVEF baseline (OR 0,925:95% CI 0,890-0,962; p<0,0001). Conclusion : There was no significant difference of LVEF improvement between young adults and adults following STEMI and PPCI."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Christian Rendy Chandra
"Latar Belakang: COVID-19 menyebabkan respon inflamasi sistemik dan ganguan koagulasi yang memperberat disfungsi endotel dan destablisasi plak intrakoroner yang berhubungan dengan beban trombus tinggi sehingga menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Pasien dengan COVID-19 dengan infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMAEST) yang memiliki beban trombus tinggi dihubungkan dengan mortalitas jangka pendek yang lebih besar namun pengaruhnya terhadap mortalitas dengan waktu yang lebih lama masih belum jelas.
Tujuan: Mengetahui hubungan COVID-19 dengan mortalitas 6 bulan pada pasien IMAEST dengan beban trombus tinggi (BTT) intrakoroner yang menjalani intervensi koroner perkutan (IKPP).
Metode: Terdapat 124 pasien dengan IMAEST yang memiliki BTT intrakoroner yang menjalani IKPP pada periode April 2020 hingga November 2021 dianalisis secara retrospektif. BTT intrakoroner berdasarkan kriteria TIMI. Status COVID-19 positif atau negatif berdasarkan pemeriksaan laboratorium dan variabel lainnya dilihat hubungannya terhadap mortalitas 6 bulan dengan analisis kesintasan dan cox regresi.
Hasil: Terdapat mortalitas tinggi pada pasien COVID-19 positif (31%) dibanding pasien COVID-19 negatif (4,2%) sampai dengan 6 bulan sejak admisi rumah sakit. Pasien dengan COVID-19 cenderung meninggal lebih besar dalam 6 bulan dibanding pasien tanpa COVID-19 (HR 8.45 IK95% 2.6- 27.5). Pada model akhir multivariat analisis, status COVID-19 positif merupakan prediktor independen terhadap kematian 6 bulan sejak admisi (HR 12,89 ; IK95%:3,34 – 49,76 ; p ≤ 0,001). Status COVID-19 positif pada pasien IMAEST dengan BTT intrakoroner yang menjalani IKPP ini juga mempengaruhi level kesintasan (survival rate) yang lebih rendah dalam 6 bulan.
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara COVID-19 dengan mortalitas 6 bulan pada pasien dengan IMAEST dengan BTT intrakoroner yang menjalani IKPP.

Background: COVID-19 causes systemic inflammatory response and disturbance in coagulation function which might give detrimental effect on endothelial dysfunction and instability of coronary plaque leading to high thrombus burden and affecting morbidity and mortality. Patients with COVID-19 with ST Elevation Myocardial Infarction (STEMI) that have Intracoronary High Thrombus Burden (IHTB) is reported to have higher intrahospital mortality but its impact on long-term mortality is still not known.
Objective: To determine whether COVID-19 is affecting 6 months mortality in STEMI patients with IHTB who undererwent Primary Percutanoeus Coronary Intervention (PPCI).
Methods: There were 124 patients with STEMI with IHTB who underwent PPCI form April 2020 to November 2021 from retrospective analysis. IHTB were classified according TIMI thrombus grade. COVID-19 status (positive or negative) were obtained according to laboratory results and other variables were analysed with cox regression analysis and survival analysis.
Results: Higher 6 months mortality rate from admission was found among COVID 19 patients compared to COVID-19 negative patients (31% vs 4,2%). The risk of death within 6 months from admission was higher in COVID-19 positive patients compared to COVID-19 negative patients ( HR 8.45 CI95% 2.6 -27.5, p < 0.001). In multivariate analysis, COVID-19 positive was independent predictor for 6 months mortality from admission ( HR 12.89 CI95% 3.34- 49.7 , p ≤ 0,001). Patients with COVID-19 positive were also had lower survival rate within 6 months from admission.
Conclusion: COVID-19 is associated with 6 months mortality from admission in patients with STEMI with IHTB who underwent PPCI.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Wishnu Aditya Widodo
"Latar Belakang. Infark miokard akut (IMA) masih merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi di Indonesia dan dunia. Kejadian perdarahan pada pasien IMA berkaitan dengan angka mortalitas yang jauh lebih tinggi. Kejadian perdarahan ditemukan lebih tinggi pada populasi IMA dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) dibandingkan dengan IMA non elevasi segmen ST (IMA-NEST). Analisa register skala besar telah mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian perdarahan, dan beberapa diantaranya diaplikasikan sebagai sistem skor. Namun hingga saat tulisan ini dibuat, belum ada satupun sistem skor yang dibuat khusus untuk populasi IMA-EST.
Metode. Studi retrospektif kohort dilakukan di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Jakarta pada pasien IMA-EST yang menjalani intervensi koroner perkutan primer (IKPP). Kejadian perdarahan positif menggunakan definisi Bleeding Academic Research Consortium (BARC). Karakteristik dasar, pemeriksaan klinis awal, data laboratorium, roentgen, terapi awal, tindakan IKPP, dan terapi selama perawatan merupakan kategori dari variabel yang dikumpulkan melalui rekam medis dan sistem informasi rumah sakit. Data kemudian diolah dengan analisis multivariat menggunakan metode logistik regresi dan diberikan pembobotan sehingga menjadi suatu sistem skor. Sistem skor ini kemudian diuji kembali dengan menggunakan populasi yang sama.
Hasil. Sebanyak 579 sampel berhasil dikumpulkan, dengan 42 diantaranya mengalami perdarahan (7.3%). Variabel yang masuk ke dalam model akhir adalah jenis kelamin perempuan, kelas Killip 3 / 4, Umur ≥ 62 tahun, Leukosit >12.000, Kreatinin >1.5, IMT ≥ 25, Lesi koroner multipel, Akses femoral, dan Pemasangan TPM. Uji diskriminasi dan kalibrasi dari model akhir menunjukkan hasil yang baik. Model alternatif dibuat dengan menghilangkan variabel yang berkaitan dengan hasil dan prosedur tindakan intervensif.
Kesimpulan. Sistem skor baru ini merupakan suatu sistem untuk memprediksi kejadian perdarahan pada populasi IMA-EST yang menjalani IKPP. Skor ini memiliki nilai kalibrasi dan diskriminasi yang baik sehingga diharapkan dapat membantu menentukan strategi tatalaksana selama perawatan.

Background. Acute myocardial infarction still become one of the leading mortality cause in the world. Among these patients, ST elevation myocardial infartion (STEMI) has the greatest mortality rate among other type of Myocardial Infarction. When a myocard infarct patient have bleeding events, mortality rate greatly increased. Up until now, there is no specific bleeding risk assessment tool to predict bleeding events in STEMI patient.
Methods. A retrospective cohort study, done in National Cardiovascular Center Harapan Kita, Jakarta in STEMI patients underwent Primary Percutaneous Coronary Intervention (PPCI). Bleeding event was defined according to definition by Bleeding Academic Research Consortium (BARC). Categories for data obtained was basic characteristics, clinical examinations, initial therapies, lab results, x-ray, PPCI procedures, and in hospital treatments. Statistical analysis was done using multivariat analysis using logistic regression method and then converted to a scoring system.
Result. 579 sampels fit the inclusion and exclusion criteria. Bleeding event occured in 42 patients (7.3%). Score was created by assignment of variables that included in the final model according to their Odds Ratio (OR) values. The variables are female gender, Killip class 3 / 4, Age ≥ 62 y.o, White blood cell >12.000, Creatinine >1.5, Body Mass Index ≥ 25, Multiple coronary lesion, Femoral access, and TPM implantation. These variabels was converted into two type of scoring system. The complete model contains all of the variables, and the alternative model discard variables related to interventional result and procedures.
Conclusion. A new scoring system quantifies risk for in-hospital bleeding event in STEMI patients underwent PPCI, which enhances baseline risk assessment for STEMI care.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Barri Fahmi
"Latar belakang. Nekrosis miokardium menginduksi reaksi inflamasi yang hebat dan penempelan netrofil melalui Intercellular Adhesion Molecule (ICAM). Hasil studi ARMYDA-CAMS menunjukkan bahwa pemberian Atorvastatin secara kontinyu pra-Intervensi Koroner Perkutan (IKP) dapat menurunkan kadar ICAM pasca-tindakan pada pasien dengan Angina Pektoris Stabil (APS). Hingga saat ini belum ada penelitian yang melihat efek akut pemberian Atorvastatin 80 mg pada pasien Infark Miokardum Akut dengan Elevasi Segmen ST (IMA-ST) yang menjalani Intervensi Koroner Perkutan Primer (IKPP).
Metode. Penelitian ini merupakan suatu uji klinis acak tersamar ganda. Evaluasi dilakukan pada 76 pasien IMA-ST yang menjalani IKPP di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita dari bulan Februari hingga bulan Agustus 2014. Pasien dibagi secara acak tersamar ganda menjadi dua kelompok (Atorvastatin 80 mg dan Plasebo). Pemeriksaan ICAM diambil dua kali (0 dan 24 jam pasca-IKPP). Dilakukan analisis statistik untuk menilai efek pemberian Atorvastatin yang dinilai dengan delta ICAM.
Hasil. Tidak terdapat perbedaan bermakna pada data dasar kedua kelompok dalam hal klinis, pemeriksaan penunjang, dan angiografik. Nilai delta ICAM menunjukkan perbedaan yang signifikan, yaitu pada kelompok Atorvastatin 80 mg (-13,0±38,5 ng/mL) dan Plasebo (26,1±67,0 ng/mL, p 0,003). Analisa regresi linear (adjusted analysis; sesuai usia, jenis kelamin, diabetes, dan insufisiensi renal) menunjukkan koefisiensi -31,17 ng/mL dengan p 0,037.
Kesimpulan. Pemberian Atorvastatin 80 mg secara akut pada pasien IMA-ST menurunkan respon inflamasi endotelium yang dinilai dengan kadar ICAM.

Background. Myocardial necrosis triggers complement activation and neutrophyl adhesion which is mediated by Intercellular Adhesion Molecule (ICAM). Results from ARMYDA-CAMS, showed that Atorvastatin continuous treatment reduced ICAM value in patients with stable angina pectoris. To date, there are no study yet which investigates the effect of acute Atorvastatin 80 mg treatment in patients with ST Segment Elevation Myocardial Infarction (STEMI) post Primary Percutaneous Coronary Intervention (PPCI).
Methods. This is a randomized, double-blinded, controlled trial. Evaluations were performed on 76 STEMI patients who underwent PPCI at National Cardiac Center Harapan Kita (NCCHK) from February 2014 to August 2014. Patients were randomly classified into two groups (Atorvastatin 80 mg and Placebo). Laboratory data on ICAM were taken twice (0-hour and 24-hour post PPCI) and examined at Prodia?s Laboratorium. Statistical analyses using SPSS were performed to evaluate the effect of Atorvastatin treatment, which was measured by delta ICAM.
Results. There were no difference between two groups (Atorvastatin vs. Placebo) in terms of clinical, supporting data, and angiographic findings. Delta ICAM values showed significant difference between two groups, which are Atorvastatin 80 mg (-13,0±38,5 ng/mL) and Plasebo (26,1±67,0 ng/mL, p 0,003). Linear regression analysis (adjusted analysis; according to age, sex, diabetes, and renal insufficiency) showed coefficient of -31,17 ng/mL with p 0,037.
Conclusion. This study showed that acute Atorvastatin 80 mg treatment pre-PPCI reduces endothelial inflammatory response which was measured by ICAM.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taka Mehi
"[ABSTRAK
Latar belakang : Pada masa sekarang, reperfusi miokardium dengan trombolitik
atau intervensi koroner perkutan primer ( IKPP) adalah terapi utama pada pasien
yang mengalami IMA EST. Tujuan utama IKPP untuk mengembalikan patensi
arteri epikardial yang mengalami infark dan mencapai reperfusi mikrovaskular
secepat mungkin. Namun keberhasilan mengembalikan patensi dari arteri koroner
epikardial setelah oklusi tidak selalu menjamin cukupnya reperfusi ke level
mikrovaskular, yang disebut sebagai fenomena no reflow atau microvascular
obstruction (MVO). Terdapat dua mekanisme yang berperan pada no reflow
yaitu disfungsi mikrovaskular dan kerusakan intergritas mikrostruktur endotel.
Kerusakan endotel dapat diakibatkan berbagai hal, diantara nya jejas reperfusi
yang akan mengaktivasi netrofil. Netrofil teraktivasi akan mengeluarkan radikal
bebas oksigen, enzim proteolitik dan mediator proinflamasi yang secara langsung
menyebabkan kerusakan jaringan dan endotel. Trimetazidine adalah obat
antiangina yang dapat menurunkan netrofil yang dimediasi oleh trauma jaringan
setelah jantung mengalami iskemia. Akan tetapi belum diketahui secara luas
pengaruh pemberian trimetazidine terhadap akumulasi netrofil pada kejadian IMA
EST yang dilakukan tindakan IKPP.
Metode : Sebanyak 68 pasien IMA EST yang menjalani IKPP dipilih secara
konsekutif sejak Januari 2015 sampai Juni 2015 diambil saat masuk UGD,
dilakukan pengambilan darah vena perifer untuk menghitung jumlah netrofil
sebelum IKPP, kemudian pasien menjalani IKPP. Setelah 6 jam paska IKPP
dilakukan pengambilan kembali darah vena perifer untuk menghitung kembali
jumlah netrofil paska IKPP. Hitung netrofil diperiksa dengan Sysmex 2000i.
Perhitungan statistik dinilai dengan SPSS 17.
Hasil : Dari 68 subyek, dibagi menjadi 28 subyek pada kelompok yang diberikan
trimetazidine dan 40 subyek yang diberikan plasebo. Tidak didapatkan perbedaan
jumlah netrofil pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol baik sebelum
maupun sesudah IKPP, netrofil pre IKPP pada trimetazidine vs plasebo 10.71 ±
3.263 vs 10.99 ± 3.083,nilai p:0,341. Nilai netrofil post IKPP pada trimetazidine
vs plasebo 9.49 ± 3.135 vs 9.92 ± 3.463,nilai p:0,664.
Kesimpulan : Tidak terdapat penurunan jumlah netrofil pasca pemberian
trimetazidine pada pasien IMA EST yang menjalani IKPP.

ABSTRACT
Background
Nowadays, reperfusion strategy, either with thrombolytic or Primary Percutaneous
Coronary Intervention (PPCI), is the core treatment for Acute ST-Segment
Elevation Myocardial Infarct (STEMI). The goal of PPCI is to restore the patency
of infarcted epicardial artery and establish microvascular reperfusion as soon as
possible so that necrotic myocardial area can be reduced. However, successful
restoration of infarcted epicardial artery is not always followed by enough
reperfusion to the microvascular part. Trimetazidine is an antianginal drug, can
reduce neutrophil which was mediated by tissue trauma during ischemic heart
condition. Trimetazidine is currently approved and widely known as antianginal
drug which affect metabolism. Unfortunately, its influence over neutrophil
accumulation in acute STEMI patients which undergo PPCI is not well
understood.
Method
There were 68 consecutive-selected acute STEMI patients which undergo PPCI
since January 2015 until Juni 2015. They were admitted in emergency department.
Peripheral vein blood sampling was taken to measure neutrophil before PPCI was
performed. Six hour after PPCI was conducted, another peripheral vein blood
sampling was taken for another neutrophil measurement. Neutrophil measurement
was performed with Sysmex 2000i. Statistical analysis was performed by using
SPSS 17.
Result
Among 68 patients, divided in two groups, trimetazidine 28 patients and plasebo
40 patients. There were no differences amount of neutrophils in trimetazidine or
plasebo group, before or after PPCI. Neutrophil pre PPCI in trimetazidine vs
plasebo group 10.71 ± 3.263 vs 10.99 ± 3.083, p:0,341. Neutrophil post PPCI in
trimetazidine vs plasebo group 9.49 ± 3.135 vs 9.92 ± 3.463, p:0,664.
Conclusion
There were no reducing amount of neutrophils after trimetazidine was given in
patients STEMI which underwent PPCI., Background
Nowadays, reperfusion strategy, either with thrombolytic or Primary Percutaneous
Coronary Intervention (PPCI), is the core treatment for Acute ST-Segment
Elevation Myocardial Infarct (STEMI). The goal of PPCI is to restore the patency
of infarcted epicardial artery and establish microvascular reperfusion as soon as
possible so that necrotic myocardial area can be reduced. However, successful
restoration of infarcted epicardial artery is not always followed by enough
reperfusion to the microvascular part. Trimetazidine is an antianginal drug, can
reduce neutrophil which was mediated by tissue trauma during ischemic heart
condition. Trimetazidine is currently approved and widely known as antianginal
drug which affect metabolism. Unfortunately, its influence over neutrophil
accumulation in acute STEMI patients which undergo PPCI is not well
understood.
Method
There were 68 consecutive-selected acute STEMI patients which undergo PPCI
since January 2015 until Juni 2015. They were admitted in emergency department.
Peripheral vein blood sampling was taken to measure neutrophil before PPCI was
performed. Six hour after PPCI was conducted, another peripheral vein blood
sampling was taken for another neutrophil measurement. Neutrophil measurement
was performed with Sysmex 2000i. Statistical analysis was performed by using
SPSS 17.
Result
Among 68 patients, divided in two groups, trimetazidine 28 patients and plasebo
40 patients. There were no differences amount of neutrophils in trimetazidine or
plasebo group, before or after PPCI. Neutrophil pre PPCI in trimetazidine vs
plasebo group 10.71 ± 3.263 vs 10.99 ± 3.083, p:0,341. Neutrophil post PPCI in
trimetazidine vs plasebo group 9.49 ± 3.135 vs 9.92 ± 3.463, p:0,664.
Conclusion
There were no reducing amount of neutrophils after trimetazidine was given in
patients STEMI which underwent PPCI.]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kornadi
"Intervensi Koroner Perkutan Primer (IKPP) merupakan pilihan utama untuk mengembalikan aliran darah dan perfusi pasien yang mengalami Infark Miokard Akut dengan Elevasi Segmen ST (IMA-EST). Tapi tidak selalu mengembalikan aliran yang cukup pada tingkat mikrosirkulasi, hal ini disebabkan oleh obstruksi mikrovaskular (OMV). Banyak penelitian telah membuktikan pengaruh inflamasi terhadap kejadian OMV, tingginya rasio neutrofil limfosit pasca IKPP menggambarkan respon inflamasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai hubungan rasio neutrofil limfosit (RNL) terhadap kejadian obstruksi mikrovaskular yang dinilai dengan pemeriksaan myocardial blush kuantitatif (QuBE).
Metode: Sebanyak 33 subjek IMA–EST yang menjalani IKPP dipilih secara konsekutif sejak 1 September 2013 sampai 30 Oktober 2013. RNL diambil saat masuk UGD, penilaian myocardial blush (MB) diambil segera pasca IKPP, angiografi untuk RCA (RAO 30˚) dan LCA (LAO 60˚-90˚). Kemudian RNL dikirim ke laboratorium untuk diperiksa dengan dengan Sysmex 2000i, blush dinilai dengan program komputer QuBE. Perhitungan statistik dinilai dengan SPSS 17.
Hasil: Dari 33 pasien didapatkan proporsi terbanyak berjenis kelamin laki-laki sebesar 75,7%, rerata usia pasien 56±9.8 tahun. Analisa statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan antara RNL dan QuBE (β=-0,180;p=0,664) namun terdapat kecenderungan setiap kenaikan 1 unit RNL akan menurunkan QuBE sebesar 0,180 unit arbiter. Setelah dilakukan adjusted terhadap faktor perancu didapatkan kecenderungan penurunan yang lebih besar meskipun tetap tidak menunjukkan hubungan yang bermakna. (koef β=-0,331 ; p=0,527).

Primary percutaneus coronary intervention (PPCI) is a first of choice to return patient’s blood flow and perfusion with ST elevation myocardial infarction (STEMI). However, it is not always sufficiently reflow of microcirculation due to Microvascular Obstruction (MVO). Many studies had proved that neutrophil to lymphocyte ratio (NLR) has emerged as a potent composite inflammatory marker. The aim of this study is to evaluate association between NLR and MVO by Quantitative Blush Evaluator (QuBE).
Methode: 33 STEMI patients undergoing primary PCI were consecutivly recruited from September to October 2013. The NLR was withdraw at patient admission. We evaluate the myocardial blush immediately after PCI done. Angiography views were RAO 30˚ for RCA, and LAO 60˚-90˚for LCA. Then the NLR was sent to laboratory for examination. QuBE was done to evaluate myocardial blush. Statistical analysis was done by SPSS 17.
Results: From thirty three patients included in the study, there were 75,75% men, with mean age 56±9.8 years old. Statistical analysis showed no correlation between NLR and QuBE (β=-0,180;p=0,664) but there was decrease of 0,180 unit arbiter QuBE for each 1 unit of peripheral NLR. After adjustment of confounding factor, there was more decreasing value although there is no significant correlation. (coef β=-0,331;p=0,527).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>