Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Coedes, George
Jakarta : KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), 2010
959.01 COE a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Coedes, George
Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), 2017
959.01 COE a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: PT Gramedia, 2023
736.5 TIM l
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Tony Tedjo
Bandung: Pionir Jaya, 2011
200 TON m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ratnaesih Maulana
"ABSTRAK
Di Jawa Barat peninggalan-peninggalan keagamaan
yang bersifat monumental, seperti Candi misalnya relatif sedikit, namun oukup banyak sumber tertulis yang menguraikan perihal keagamaan, misalnya kitab Sewaka Darma, Sanghyang Sihsakanda ng karesian, Amanat
Galunggung, dan Serat Dewabuda. Banyak sarjana telah
menulis keagamaan di Jawa Barat, namun yang menulis
secara khusus dapat dihitung dengan jari, di antaranya
J.L. Moens, Hariani Santiko dan Agua Aris Mnnandar.
Moens dan Hariani Santiko menulis tentang agama yang
mungkin dianut raja Poernawarman dari kerajaan Taruma,
dan Agus Arismunandar mengenai keagamaan masa kerajaan
Sunda.
Peneliti yang menulis khusus keagamaan di Jawa
Barat, umumnya di Jawa secara menyeluruh dapat dikatakan belum ada. Atas dasar itulah penelitian ini dilakukan.
Penelitian ini dilakukan dengan metode fenomenolo-
gi dengan data-data berupa sumber-sumber tartulis, yaitu prasasti dan karya susastra Serta berita~berita Cina.
Untuk dapat mengungkapkan suatu pengertian tentang
pemujaan atau keperoayaan yang tersirah dari isi
prasasti, penulis berusaha memperbandingkannya dengan
kitab-kitab keagamaan dan kitab-kitah susastra, serta
berita-berita Cina.
Atas dasar sumber-sumber tertulis tersebut diduga
bahwa kehidupan keagamaan masyarakat Jawa Barat masa
Hindu Buddha, yaitu masa kerajaan Taruma, lebih kurang
abad V sampai dengan abad VII Masehi adalah agama Veda
(Hindu Kuna) yang mengutamakan pamujaan terhadap Visnu
Triwikrama. Adapun keadaan keagamaan sesudah kerajaan
Taruma, masa kerajaan Sunda dan sesudahnya, sejak awal
abad kedelapan Masehi hingga akhir abad keenambelas
Masehi kehidupan keagamaan di Jawa Barat adalah agama
Hindu Buddha yang telah berbaur dengan unsur-unsur agama leluhur, yaitu ajaran patikrama sebagai "agama pribumi"."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Mundardjito
"Kegiatan survei dan penelitian arkeologi di Indonesia sudah berlangsung lama sejak masa penjajahan Belanda. Namun demikian sampai saat ini tidak seorang pun dapat mengatakan secara pasti berapa jumlah sites arkeologi masa Hindu-Buda yang sudah pernah ditemukan, baik di daerah Jawa Tengah pada umumnya maupun di daerah Yogyakarta pada khususnya. Selain dari itu tidak seorang pun yang dapat menyatakan secara tepat di mana saja semua situs itu terletak, pada bentuk permukaan bumi seperti apa, bagaimana sebarannya, serta seberapa jauh kaitannya dengan lingkungan alam. Padahal keterangan mengenai lokasi sites, frekuensi, luas sebaran, kepadatan, bentuk konligurasi sebaran, dan korelasinya dengan sumberdaya alam merupakan data dasar yang biasa digunakan dalam studi arkeologi-ruang untuk mengetahui dan memahami berbagai hal mengenai perilaku dan gagasan keruangan masyarakat masa lalu.
Di berbagai bagian dunia penelitian arkeologi-ruang sudah lama dimulai (Parsons 1972.127-50; Clarke 1977:2-5), dan sudah lama pula diselenggarakan dengan strategi serta metode penelitian yang cukup memadai untuk mernungkinkan tercapainya tujuan penelitian sebagaimana dicontohkan oleh Gordon R. Willey dalam penelitian pionirnya di lembah Viru, Peru (Willey 1953). Demikian pula sudah hampir dua dasawarsa lamanya konsep arkeologi-ruang telah diperjelas serta dipertegas paradigmanya oleh David L. Clarke (1977), dan segala bentuk kajian yang sejenis dipersatukannya dalam satu wadah studi yang diberi nama spatial archaeology (arkeologi-ruang).
Di Indonesia paradigma arkeologi-ruang belum dijadikan landasan pokok dalam kebanyakan penelitian semacam ini, bahkan dengan berat hati dapat ditegaskan bahwa pelaksanaan penelitian arkeologi-ruang di negara kita masih dalam taraf uji coba, dan sebagian besar masih merujuk pada kajian keruangan yang kurang luas rentangan wawasannya. Relatif terlalu sedikit ahli arkeologi kita yang berhasrat terjun menekuni bidang kajian arkeologi-ruang, dan oleh karena itu belum banyak hasil penelitian yang dapat dijadikan bahan acuan atau bahan banding yang memadai. Oleh sebab itu pula masuk akal kiranya jikalau di negara kita data dasar yang biasa diperlukan dalam kajian arkeologiruang belum tersedia, atau kalau pun ada belum cukup siap untuk dapat digunakan secara Iangsung dalam penelitian khusus semacam ini. Pada dewasa ini Para peneliti arkeologiruang di Indonesia harus berupaya keras, dan menggunakan sebagian besar waktunya untuk melacak lebih dahulu informasi keruangan dari benda-benda dan situs-situs arkeologi yang pernah diketahui atau disebut dalam laporan-laporan inventarisasi kepurbakalaan, kernudian mendaur ulang dan menambahnya dengan data yang lebih lengkap dan lebih khusus, serta melengkapinya dengan data baru sebelum dapat diolah dalam tahap analisis untuk memungkinkan tercapainva tujuan penelitian dengan hasil yang memadai.
Kajian ini tidak lain merupakan satu upaya kecil untuk mengembangkan penelitian arkeologi-ruang di negara kita, khususnva dalam skala regional (makro) serta yang dilaksanakan dengan strategi dan metode yang dianggap sesuai dengan hakikat data arkeologi-ruang yang ada di lndonesia. Disadari sepenuhnya bahwa tanpa melakukan kajian semacam ini, perkembangan studi arkeologi-ruang di Indonesia niscaya akan menjadi amat lambat, sehingga akan makin jauh tertinggal dari penelitian serupa di negara lain. Arkeologi-ruang.
Pokok Kajian. Arkeologi-ruang, yang merupakan salah satu studi khusus dalam bidang arkeologi, pada pokoknya lebih menitikberatkan perhatian pada pengkajian dimensi ruang (spatial) dari benda dan situs arkeologi daripada pengkajian atas dimensi bentuk (formal) dan dimensi waktu (temporal). Dalam sejarah perkembangan arkeologi di berbagai bagian dunia, pengkajian khusus keruangan terhadap benda-benda arkeologi maupun situs-situs memang datang lebih kemudian daripada pengkajian atas dimensi bentuk dan waktu. Begin.) pula dalam empat dasawarsa terakhir ini di dunia arkeologi terdapat semacam pergeseran tekanan perhatian, yaitu dari pengkajian atas artefak kepada pengkajian atas situs yang pada hakikatnya merupakan satuan ruang tertentu tempat terletaknva sekumpulan artefak, Kemudian dalam tahap perkembangan berikutnya tekanan itu diberikan kepada pengkajian atas wilayah (region) sebagai satuan ruang yang lebih luas, tempat terletaknya situs-situs. Pemberian tekanan perhatian kepada dimensi ruang inilah yang mengakibatkan bergesernya kesibukan sebagian ahli arkeologi dari kajian morfologi, tipologi dan klasifikasi benda arkeologi kepada upaya untuk rnemperoleh kembali informasi keruangan sebagai babas untuk dikaii lebih cermat, baik dari benda-benda arkeologi yang berada dalam satuan ruang berupa sites maupun dari situs-situs yang berada dalam satuan ruang yang lebih luas berupa wilayah."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1993
D222
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hery Luthfi
"ABSTRAK
Di Indonesia khususnya di Pulau Jawa banyak peninggalan arkeologi baik berupa candi, arca, maupun peninggalan lain yang berasal dari periode Hindu-Buddha. Di Jawa peninggalan-peninggalan tersebut diduga berasal dari abad VIII-XV Masehi (Soekmono 1979: 457).
Salah satu bentuk peninggalan arkeologi yang banyak menarik perhatian para ahli adalah arca. Dalam makalahnya yang dituangkan dalam Pertemuan Ilmiah Arkeologi I, Edi Sedyawati menyatakan, arca adalah suatu benda yang dibuat oleh manusia dengan sengaja dan karena itu pembuatannya adalah untuk memenuhi tujuan tertentu, atau sesuai dengan tujuan tertentu. Oleh karena itu, ia terkait oleh makna-makna oleh fungsi-fungsi (Sedyawati 1977: 213).
Arca-arca dari periode Hindu-Buddha pada umumnya berbentuk arca dewa, arca binatang, dan arca setengah manusia setengah binatang. Selain dari segi bentuk, arca juga mempunyai berbagai macam ukuran atau seperangkat lambang-lambang yang merupakan alat ibadah (Sedyawati 1980: 47).
Sejalan dengan banyaknya penelitian tentang seni arca, Edi Sedyawati menyatakan, dalam studi_-studi mengenai arca kuna baik di India, Asia Tenggara, maupun Indonesia umumnya dianggap ada dua nilai yang terkait pada artefak ini, yaitu: a. Nilai ikonografis, yang menyangkut sistem tanda-tanda yang mempunyai fungsi sebagai identitas arca. b. Nilai seni, yang menyangkut unsur-unsur gaya yang penggarapannya menentukan indah buruknya arca sebagai ekspresi dorongan keindahan pada manusia (I980: 47-50)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1995
S11807
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratnaesih Maulana
"ABSTRAK
Penelitian awal ini dilakukan dalam upaya mewujudkan gagasan guna menyusun ikonografi Hindu-Indonesia.
Sampai sekarang para ahli kebudayaan Indonesia masih menggunakan naskah-naskah berbahasa Sanskerta dari India atau kitab-kitab ikonografi Hindu-India dalam penelitiannya yang bertalian dengan ikonografi Indonesia.
Suatu penggarapan yang khusus mengenai ikonografi Hindu-Indonesia akan sangat berguna dalam mengisi kesenjangan tersebut.
Dalam penelitian ini tidak ada hipotesa yang diajukan, sebaliknya kumpulan data dan pengelompokan data prasasti itulah yang digunakan untuk membentuk hipotesa-hipotesa.
Hasil penelitian menunjukan bahwa di Jawa dewa Siva sangat dominan. Ia umumnya diseru baik pada bagian seruan, maupun bagian sapatha. Pada bagian sapatha selain Siva Astamürti diseru pula keluarganya, yaitu Duga dan Ganesa. Di samping keluarganya diseru pula pengawalnya, Mahakala dan Nandisvara, Serta muridnya Agastya dan Pancakusika.
Siva, selain diseru bersama-sama dengan dewa-dewa Hindu, ada ka1anya diseru bersama-sama Buddha. Prasasti yang menyeru Siva bersama Buddha antara lain adalah prasasti Taji Gunung (tahun 910 Hasehi, Sarkar II, LXX), dan prasasti Gandakuti (1042 Masehi, OJ0 LXIII).
Dewa lain yang diseru adalah Visnu dan Sri, sakti-nya. Brahma, catur Lokapala, makh1uk-makh1uk demonis, seperti yaksa, raksasa, pretasura, gandharva, dan lain sebagainya."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Budi Utomo
Jakarta: Kharisma Ilmu, 2012
R 959.8 BAM a
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>