Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
New York: Macmillan Lib., 1995
R 362.403 ENC
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Sorensen, Robert James
New York: McGraw-Hill, 1979
720.42 SOR d (1);720.42 SOR d (2)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Hardman, Michel L
Boston: Allyn and Bacon, 1987
362 HAR h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yell, Mitchell L.
London: Prentice-Hall, 1998
344.0791 YEL l
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Moch. Zaenal Hakim
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang pemberdayaan penyandang cacat melalui Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat (RBM), yang dilaksanakan dikelurahan Dago kecamatan Coblong kota Bandung. Sebagai wujud dari keterlibatan masyarakat dan pamerintah dalam meningkatkan kesejahteraan sosial penyandang cacat, program Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat (RBM) bagi penyandang cacat ini telah membina penyandang cacat melalui keberadaan kader RBM dalam melakukan pembinaan pembinaan dan rehabilitasi menyangkut rehabilitasi medis, pendidikan, keterampilan dan rehabilitasi sosial terhadap penyandang cacat dalam keluarga dan masyarakat. Untuk melihat hasil yang telah dicapai penyandang cacat melalui program RBM ini, maka peneliti mencoba menelusuri pelaksanaan Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat bagi penyandang cacat tersebut.
Tipe penelitian yang dipilih dalam penelitian ini adalah deskriptif, yaitu bermaksud untuk membuat penggambaran (deskriptif) tentang pemberdayaan penyandang cacat melalui Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat (RBM). Penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif karena bertujuan untuk memahami dan menafsirkan proses pelaksanaan pemberdayaan penyandang cacat melalui RBM Sesuai dengan katakteristik dari penelitian kualitatif, digunakan pendekatan studi kasus melalui pengumpulan serangkaian informasi yang luas, secara lebih mendalam, dan lebih mendetail terhadap beberapa kasus pelaksanaan pemberdayaan penyandang cacat yang telah dipilih. Untuk mendapatkan informasi tersebut, dalam penelitian ini dilaksanakan wawancara mendalam, pengamatan dan studi dokw-nentasi yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif, ditafsirkan dan diimplementasikan terhadap data tersebut serta ditarik implikasi teoritiknya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyandang cacat memiliki latar beiakang kecacatan baik disebabkan sejak lahir maupun diluar kelahiran sebagai akibat dari kecelakaan, menderita penyakit, dan karena permasalahan kehidupan keluarga yang dihadapi. Penyandang cacat mengalami kondisi ketidakberdayaan baik secara internal maupun eksternal. Keluarga yang anggotanya mengalami kecacatan, mengalami situasi kesedihan dan duka cita yang mendalam, perasaan pasrah dan menerima kecacatan yang dihadapi tanpa ada upaya perubahan, kurang memberikan perhatian, serta kurangnya pemahaman dan pengetahuan terhadap kecacatan.
Dalam pelaksanaan pemberdayaan yang dilakukan, tingkat kemandirian yang dicapai penyandang cacat sesuai dengan 23 kriteria kemandirian belum dapat memberikan kemampuan dan keberdayaan penyandang cacat secara penuh, menyangkut kemampuannya dalam pilihan personal dan kesempatan hidup, pemenuhan kebutuhan, pengungkapan gagasan, ide, pemanfaatan sumber, aktifitas ekonorni, serta reproduksi, Kemampuan Kader RBM dalam mendeteksi kecacatan belum mencakup kemampuan dalam mendeteksi kecacatan meliputi aspek medis, pendidikan, keterampilan dan aspek sosial. Masyarakat pada akhirnya belum secara aktif terlibat secara penuh dalam program RBM. Kurang tercapainya tujuan program RBM diatas, didasari atas proses pelaksanaan pemberdayaan yang lebih didominasi oleh Kader RBM, sehingga peran penyandang cacat, keluarga dan masyarakat tidak nampak dalam proses ini.
Berbagai upaya perubahan dan perbaikan perlu dilakukan, khususpya dalam upaya meningkatkan kapasitas, pengetahuan dan kemampuan Kader RBM. Kader harus diberikan kemampuan dan keterampilan yang luas terutama menyangkut deteksi kecacatan secara menyeluruh, meningkatkan kemampuan dalam perannya sebagai educator, fasilitator, representator dan tehnikal, serta pencapaian kemandirian dan kemampuan penyandang cacat secara penuh. Proses pemberdayaan yang dilakukan harus diarahkan pada penampilan peran yang seimbang dan terpadu antara Kader RBM, penyandang cacat, keluarga dan masyarakat."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T10682
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mimi Mariani Lusli
"Penyandang tunanetra adalah modal pembangunan nasional yang mempunyai hak dan kewajiban serta kedudukan hukum yang sama sebagaimana amanat UUD RI 1945. Cacat penglihatan yang disandangnya berarti tidak membatasi untuk mendapatkan hak serta menjalankan kewajibannya. Penyandang tunanetra tergolong masyarakat rentan dengan jumlah minoritas, ditambah pula sikap dan pandangan keliru dari sebagian besar masyarakat Indonesia. Daya-daya diri penyandang tunanetra terpaksa tersembunyi dan tidak dapat teraktualisasikan sebagaimana mestinya, karena dihadapkan pada kendala filosofi, psikis, fisik, dan arsitektur. Kenyataan nenunjukkan penyandang tunanetra diperlakukan dalam suatu keadaan yang tidak seimbang.
Oleh karena itu penanganannya mutlak diperlukan campur tangan pemerintah. Pertama melalui Affirmative Action Policy sebagai tindakan pemihakan untuk menyeimbangkan keadaan. Kedua, Konsep Social Market Economy sebagai tindakan perlindungan/jaminan terhadap persaingan pasar. Ketiga berpijak pada Prinsip Optimasi yang memandang bahwa penyandang tunanetra dengan batas-batas diri tetap mempunyai sejumlah daya diri yang dapat dimanfaatkan dan bermanfaat seoptimal mungkin.
Evaluasi kebijaksanaan sudah saatnya dilaksanakan untuk melihat efektivitas upaya pemerintah terhadap peningkatan pemberdayaan penyandang tunanetra di Indonesia, yaitu peraturan perundang-undangan dan program departemen terkait serta dibandingkan dengan Agenda Aksi Penyandang Cacat Kawasan Asia Pasifik 1993-2002.
Hasil evaluasi menunjukkan bahwa upaya pemerintah tersebut belum efektif, karena ditemukan lebih banyak faktor negatif dibandingkan faktor positif. Penyebab lain terletak pada Hakikat Kebijaksanaan Negara Indonesia, yang cenderung menghambat implementasi kebijaksanaan. Alasannya aparat pemerintah tidak tahu kebutuhan penyandang tunanetra sebagai kelompok kepentingan. Terhadap pemecahannya, diusulkan alternatif kebijaksanaan publik yang cocok, yaitu sejalan dengan kerangka teori sebagai kebijaksanaan terapan dengan memadukan model kebijaksanaan: Institusional dengan Kelompok."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T4467
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
J. Kamaludin
"PPCI sebagai organisasi payung yang fungsi utamanya adalah sebagai koordinator bagi organisasi-organisasi kecacatan di bawahnya memiliki peran yang sangat strategis untuk mensinergikan hubungan antara PPCI, organisasi anggota, instansi pemerintah dan masyarakat umum untuk mewujudkan P5 HAM bagi penyandang cacat.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data diperoleh melalui penelusuran catatan-catatan atau dokumen-dokumen yang dimiliki PPCI, observasi dan wawancara mendalam terhadap beberapa informan yang berada pada lingkungan ekstemal PPCI dan lingkungan internal PPCI.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perjuangan untuk mewujudkan P5 HAM bagi penyandang carat pada seluruh instansi yang benwenang dan masyarakat yang peduli terhadap penyandang cacat belum efektif, padahal peranan pemerintah untuk mewujudkan P5 HAM bagi penyandang carat memiliki posisi yang cukup sentral sebagai koordinator terhadap masalah-masalah penyandang carat, terutama dalam masalah dana, sosialisasi kebijakan atau Undang-undang yang berhubungan dengan penyandang cacat dan sosialisasi kegiatan-kegiatan organisasi penyandang cacat yang tujuannya untuk meningkatkan kepedulian masyarakat luas terhadap masalah-masalah penyandang carat.
Berdasarkan temuan di atas maka disarankan agar PPCI memaksimalkan kinerja atau performa organisasinya yang berfungsi sebagai koordinator, dan memaksimalkan sinerginya dengan masyarakat dan instansi pemerintah. Dengan efektifnya hasil-hasil kegiatan PPCI pada masyarakat luas akan meningkatkan peran sosial penyandang cacat, yang secara otomatis akan meningkatkan ketahanan sosial penyandang cacat itu sendiri.

PPCI as an umbrella organization has it main function as coordinator to its members. PPCI has a strategic function because in an ideal world, it can effectively coalesce the correlation between PPCI, its members, government institution and society to accomplish the appreciation, improvement, align, fulfillment and protection on human rights for people with disability. The purpose of this research is to study some of management function that PPCI carry out (planning, coordinating and evaluation). Data were collected qualitatively with documents review in PPCI, tangible observation with an in-depth interview with one of PPCI and member organization's staff, and also with three workers to see their perception about people with disability.
It is shown in this study that the great effort to accomplish the appreciation, improvement, straighten up, fulfillment and protection on human rights for people with disability on government institution is not effective up till now, fortunately the government's responsibility to accomplish those rights for people with disability has a central position as the coordinator to the people with disability's problems, mainly in funds, in the dissemination of the regulation about people with disability and the spreading of the PPC: and its members' activity to improve society awareness to the problem of people with disability. It is recommended for PPCI to make best use of its organization's performance as coordinator and to maximize its relationship with government institution and society. With the constructive of PPCI's activity result in the society, it will improve the social role of the people with disability, which consequentially will improve the social defense of the people with disability itself.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15221
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lusia Wahyuniati
"Penelitian ini berfokus pada dampak dari program pendidikan inklusif bagi upaya pemenuhan hak alas pendidikan anak-anak penyandang canal yang dilaksanakan disekolah-sekolah umum. Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif dengan d i sain deskriptif.
Tehnik pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam,observasi,studi dokumen, analisa data. Lokasi penelitian di SDN.02 Kedung Jaya,Babelan,Bekasi. Informan dalam penelitian ini terdiri dari Instansi Pemerintali yang terkait dengan pelayanan terhadap penyandang cacat dan pelaksana pelayanan yang mciiputi: Kepala Sekolah, Guru Kelas,Guru Khusus Luar Biasa, orang trla anak-anak penyandang cacat maupun normal,dan anak-anak penyandang carat,
Dan analisis terhadap hasil wawancara, disimpulkan bahwa : 1) program pendidikan inklusif adalah program yang ditujukan untuk semua anak tanpa kecuali (terrnasuk anak-anak penyandang cacat) untuk bersama-sama belajar dengan anak normal lainnya.2) Program ini ditujukan sebagai implementasi dari hak anak alas pendidikan bagi anak-anak. 3) Faktor yang niendukung dari program ini ialah orang Ina, guru dan masyarakat semakin menyadari dan dapat rnenerima keberadaan anak-anak penyandang cacat didala.m pergaulan dengan anak-anak mereka. Biaya sekolah gratis dan jauh lebih murah dibandingkan dengan SLB (Sekolah Luar Biasa).Qrang tua dari anak-anak cacat tersebut juga merasakan perubahan dalam bersosialisasi terhadap masyarakat sekitar. Sedangkan kendala-kendala yang dihadapi ialah tidak tcrsedianya sarana prasarana menimbulkan tujuan dari pendidikan inklusif itu sendiri tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan,khususnya dalam mengembangkan kreati fitas anak penyandang carat.
Hasil penelitian menyarankan agar pemerintah menyediakan sarana prasarana terlebih dahulu sebelum menguji cobakan program ini kesekolah-sekolah umum. SLB masih harus ada khususnya untuk anak-anak cacat yang permanen, sedang kan jumlah penyandang cacat di sekolah umum dibatasi jumlahnya. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007
T20696
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jihat Santosa
"Tesis ini merupakan hasil penelitian mengenai tanggungjawab sosial perusahaan dalam pemberdayaan tenaga kerja penyandang cacat tubuh. Dilatarbelakangi oleh masih terbatasnya kesempatan kerja bagi penyandang cacat tubuh, namun ditengah kesempatan yang terbatas tersebut ada beberapa perusahaan yang dapat menerimanya. Penelitian ini mencoba menelusuri bentuk atau model dari tanggungjawab sosial perusahaan, faktor-faktor yang mendorong dan konstribusinya dalam pemberdayaan penyandang cacat tubuh, untuk memperoleh jawaban apakah kesempatan kerja yang diberikan memberikan konstribusi yang positif bagi pemberdayaan penyandang cacat tubuh.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode diskriptif analitik untuk menghasilkan informasi-informasi tentang faktor-faktor pendorong, bentuk atau model tanggungjawab sosial perusahaan dan dampaknya bagi tenaga kerja penyandang cacat tubuh, yang diperoleh melalui informan. Pemilihan informan dilakukan dengan "Purposive sampling" yang meliputi manajer personalia, manajer produksi, lembaga rehabilitasi vokasional penyandang cacat tubuh, perhimpunan penyandang cacat Indonesia (PPCI), tenaga kerja penyandang cacat tubuh dan normal. Untuk mendapatkan informasi dari informan tersebut, peneliti menggunakan teknik "in depth interview", observasi dan studi dokumentasi. Ketiga cara ini dilakukan sebagai mekanisme trianggulasi atas jawaban masing-masing informan.
Hasil penelitian menunjukkan, bahwa bentuk atau model tanggungjawab sosial perusahaan adalah dengan memberikan proporsi tertentu kesempatan kerja untuk penyandang cacat tubuh, sedangkan bentuk pemberdayaannya ada 2 yaitu: Praktek Belajar Kerja (magang) dan kesempatan kerja, dari kedua model ini mampu mendorong tenaga kerja penyandang cacat tubuh ke arah yang lebih berdaya. Pada bentuk yang pertama tenaga kerja penyandang cacat tubuh menjadi lebih terbiasa dengan suasana kerja, mendapat pengalaman kerja, sedangkan pada model kedua mampu memenuhi kebutuhan hidupnya, tidak tergantung lagi pada keluarga atau masyarakat sekitarnya.
Faktor-faktor yang mendorong perusahaan melaksanakan tanggungjawab sosial perusahaan, terdiri dari internal (pengembangan "public image" dengan rekruitmen tenaga kerja penyandang cacat tubuh dan persepsi perusahaan terhadap penyandang cacat tubuh) dan eksternal (sosialisasi UU No. 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat dan kerjasama perusahaan dengan lembaga rehabilitasi vokasional penyandang cacat tubuh). Faktor internal pertama (rekruitmen) memperlihatkan bahwa perusahaan memperlakukan calon tenaga kerja penyandang cacat tubuh sama dengan tenaga kerja normal yaitu harus memenuhi syarat administrasi dan kemampuan teknis, sedangkan faktor persepsi perusahaan memperlihatkan bahwa para pengambil kebijakan di perusahaan (manajer) belum seluruhnya mempunyai komitmen yang sama untuk mempekerjakan penyandang cacat tubuh, dari 12 manajer di perusahaan hanya ada 3 orang yang benar-benar mendukung terhadap upaya itu. Dari faktor eksternal secara umum sosialisasi UU No. 4 tahun 1997 belum efektif, namun bagi PT. Great River International sudah ada upaya untuk melaksanakan ketentuan tersebut dengan mempekerjakan penyandang cacat secara bertahap sesuai dengan kesempatan kerja yang ada, sedangkan kerjasama yang terjalin antara perusahaan dengan lembaga rehabilitasi vokasional penyandang cacat lebih banyak karena adanya rasa saling percaya antara kedua belah pihak.
Dampak dari pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan ternyata mampu memberikan konstribusi dalam memberdayakan penyandang cacat tubuh meliputi (1) aspek fisik, memperlihatkan bahwa kondisi fisik yang tidak sempurna ternyata bukan merupakan halangan untuk melaksanakan aktifitas kerja, tingkat produktifitas yang memenuhi standar sebagaimana tenaga kerja normal, bahkan mempunyai kelebihan dalam hal kedisiplinan, ketekunan dan ketelitian, (2) aspek mental psikologis, memperlihatkan adanya perubahan sikap dan penghargaan dari masyarakat antara sebelum dan sesudah bekerja sehingga dapat meningkatkan kepercayaan dirinya, (3) aspek relasi dan integrasi sosial, memperlihatkan bahwa relasi menjadi semakin luas dan dapat dijadikan sumber untuk pemecahan masalah, sedangkan integrasi sosial dapat ditunjukkan oleh adanya rasa memiliki dan sebagai bagian dari kelompok yang senasib di perusahaan.
Sedangkan apabila dilihat dari aspek kondisi berdaya (powerfull}, penyandang cacat tubuh mampu memenuhi kebutuhan pokok (aspek ekonomi), membangun relasi menjadi lebih luas (aspek komunikasi), kepercayaan din meningkat (aspek psikologis) dan mampu menjalankan perannya dengan baik di masyarakat (keberfungsian sosial).
Mengingat bentuk atau model tanggungjawab sosial ini dapat memberikan konstribusi yang positif bagi tenaga kerja penyandang cacat tubuh untuk lebih berdaya, maka hendaknya dapat lebih ditingkatkan kuantitasnya di masa yang akan datang. Pemberlakuan syarat administratif dan teknis untuk mendapatkan kesempatan kerja hendaknya dapat diberlakukan secara fleksibel, untuk menggugah kesadaran dunia bisnis dalam mempekerjakan penyandang cacat tubuh. Hendaknya ada penyuluhan secara terus menerus oleh pemerintah secara lebih terkoordinasi (Depsos, Depnaker dan Deperindag), agar pelaksanaan UU No. 4 tahun 1997 dapat efektif bagi dunia usaha hendaknya ditunjang oleh perangkat-perangkat untuk dapat mengawasi pelaksanaannya diantaranya dengan membentuk lembaga independen yang terdiri dari lembaga pemerintah dan non pemerintah yang bergerak pada pelayanan penyandang cacat. Kerjasama lembaga rehabilitasi vokasional penyandang cacat dengan perusahaan diperluas mulai dari proses perencanaan tenaga kerja."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T10767
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nursiah Armas
"Resosialisasi penyandang cacat tubuh adalah salah satu bagian dari rehabilitasi sosial. Dalam resosialisasi diberikan beberapa bimbingan agar penyandang cacat tubuh memiliki keterampilan dan kemampuan untuk berintegrasi dengan masyarakat. Ada 4 macam bimbingan yang diberikan yaitu: Pertama, bimbingan kesiapan dan peran serta masyarakat. Kedua, bimbingan sosial hidup bermasyarakat. Ketiga, bimbingan pembinaan bantuan stimulan usaha produktif. Keempat, bimbingan usaha/kerja produktif. Setelah dilakukan resosialisasi penyandang cacat tubuh diberikan evaluasi akhir, kemudian disalurkan dan ditempatkan di masyarakat.
Penempatan dalam masyarakat terbagi 3 yakni: Pertama bekerja di perusahaan. Kedua, mendirikan kelompok usaha bersama (KUBE). Ketiga, kembali kepada orang tua/bekerja secara mandiri. Dalam penelitian ini dikaji dua masalah yakni: Pertama, bimbingan apa saja yang diberikan kepada penyandang cacat tubuh dalam proses resosialisasi ?. Kedua, bagaimana pandangan masyarakat (pengguna jasa tenaga kerja) terhadap penyandang cacat tubuh ?. Kerangka konseptual yang digunakan dalam menganalisis permasalahan ada 2 yakni: Pertama, mengenai resosialisasi. Kedua, mengenai bimbingan. Instrumen yang digunakan adalah wawancara mendalam ( Indepth Interview ).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bimbingan yang diberikan dalam resosialisasi pada Panti Sosial Bina Daksa satria Utama Cengkareng Jakarta Barat, dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan penyandang cacat tubuh sesuai dengan bakat dan minatnya. Manfaat yang diperoleh penyandang cacat tubuh adalah mereka dapat mandiri dan diterima oleh masyarakat, sehingga mereka tidak menjadi beban bagi keluarga, masyarakat, tetapi dapat menghidupi diri dan keluarganya. Setelah penyandang cacat tubuh selesai mengikuti resosialisasi, mereka kembali ke Panti untuk mengikuti evaluasi akhir, kemudian diberikan penempatan dan penyaluran. Pandangan masyarakat sangat positif. Hal itu dapat diukur dari kerelaan masyarakat (pengguna jasa) untuk mempekerjakan penyandang cacat tubuh pada perusahaannya. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T413
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>