Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Giarno
"ABSTRAK
Aluminum lembaran jenis 3014-H19 diketahui banyak dipakai sebagai kemasan
minuman kaleng. Mangan adalah unsur tambahan utama pada paduan Al 3104-
H19 dimana fungsi mangan dapat meningkatkan kekuatan sehingga tidak mudah
kusut atau robek ketika dilakukan pengerjaan dingin. Pada penelitian ini, Al 3104-
H19 dengan variasi kandungan Titanium 0% berat, 0.01% berat dan 0.013% berat,
akan digunakan sebagai sampel untuk pengujian korosi di dalam larutan H2O2
35%. Dimana diketahui pula H2O2 secara luas banyak dipakai sebagai desinfektan
di industri makanan. Perendaman di dalam larutan dilakukan dalam jangka
pendek 0 ? 6 jam kemudian dilanjutakan sampai 2 minggu untuk mengetahui
tingkat korosi pada masing-masing sampel. Kemudian korosi diamati dengan
melihat kontur kekasaran permukaan sampel, foto mikroskop dan SEM serta
dilihat kelajuan korosinya. Pada akhirnya diperoleh hasil bahwa Al 3104-H19
dengan kandungan Ti 0.01% mempunyai ketahanan korosi yang lebih baik
dibanding dua sampel lainnya."
2008
T21555
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Raishaqy Rajab Rais
"Sistem electrogenerated chemiluminescence (ECL) dikembangkan dengan menggunakan luminol pada permukaan elektroda boron-doped diamond (BDD) dalam suasana basa. Sifat menguntungkan dari elektroda BDD untuk bisa beroperasi pada potensial oksidasi yang tinggi dimanfaatkan untuk memproduksi H2O2 dari larutan Na2CO3. Metode ini menghasilkan intensitas cahaya ECL pada potensial 0,5 V dan 2 -3 V dengan forward scan serta 3 - 1,6 V dan 0,8 dengan back scan, dimana intensitas-intensitas tersebut tidak muncul ketika menggunakan garam selain Na2CO3. Pada potensial 0,5 V, luminol teroksidasi secara elektrokimia menjadi dianion 3-aminophtlatate sehingga bisa menghasilkan cahaya. Sedangkan puncak intensitas yang muncul pada potensial 2 - 3 V, 3 - 1,6 V, serta 0,8 V diakibatkan oleh terproduksinya H2O2 secara in situ dari teroksidasinya Na2CO3 dan bereaksi dengan luminol membentuk keadaan tereksitasi. Penggunaan DMSO sebagai quenching serta pengaruh atmosfir N2 dalam sistem ECL luminol dilakukan yang mengakibatkan adanya penurunan intensitas ECL pada hampir semua potensial kecuali 0,5 V.

Electrogenerated chemiluminescence (ECL) systems were developed using luminol on the surface of boron-doped diamond (BDD) electrodes in an alkaline atmosphere. The beneficial nature of BDD electrodes to operate at high oxidation potentials is used to produce H2O2 from Na2CO3 solution.. This method produces ECL light intensities at potential 0,5 V and 2 - 3 V with forward scan and 3 - 1,6 V and 0.8 with back scan, which would not appear using salt other than Na2CO3. At a potential of 0.5 V, luminol will be oxidized electrochemically to 3-aminophtlatate dianion and emit the light, while the peak intensities that appear at the potential of 2 - 3 V, 3 - 1,6 V, and 0.8 V is caused by the in situ production of H2O due to the oxidation of Na2CO3 and activated the luminol into an excited state. The effect of N2 atmosphere and using DMSO as a quenching and in the luminol ECL system is carried out which caused a decreasing ECL intensities at all potentials except 0.5 V."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chareza Lutfi Ramadhan
"ABSTRAK
Hidrogen Peroksida (H2O2) adalah suatu senyawa yang termasuk dalam Reactive Oxygen Species (ROS). Deteksi secara akurat konsentrasi H2O2 dalam urin pasien dapat membantu diagnosis kondisi pasien dan memberikan pengobatan yang tepat. Namun diketahui bahwa H2O2 memiliki sifat yang tidak stabil, mudah terdekomposisi menjadi air dan oksigen yang dapat mempengaruhi hasil analisis. Penelitian ini bertujuan untuk optimasi kondisi pra analisis agar dekomposisi H2O2 pada urin dapat diminimalisir. Pada penelitian kali ini metode Ferrous Oxidation-Xylenol Orange (FOX) dipakai untuk menentukan kadar H2O2. Optimasi yang dilakukan berupa penambahan BHT sebagai antioksidan, penyimpanan sampel pada suhu ruang 25oC dengan interval waktu 0 jam, 1 jam, 3 jam, 5 jam, penyimpanan sampel pada suhu 4oC dengan interval waktu 0 jam, 24 jam, dan 48 jam, dan penyimpanan sampel pada suhu -20oC dengan interval waktu 0 bulan, 1 bulan, dan 2 bulan. Kadar H2O2 yang didapatkan dianalisis dengan regresi linear menggunakan program R. Hasil analisis menunjukkan bahwa penambahan BHT pada sampel kurang signifikan mempengaruhi jumlah penurunan kadar H2O2 dalam urin (P > 0,05) sedangkan lama penyimpanan pada suhu ruang 25oC (P < 0,05) , pada suhu 4oC (P < 0,05) dan pada suhu -20oC (P < 0,05) signifikan memberikan pengaruh terhadap penurunan jumlah kadar H2O2 dalam urin.
Optimasi Kondisi Pra-Analisis Penetapan Kadar H2O2 Urin Menggunakan Metode Ferrous Oxidation-Xylenol Orange (FOX
dipakai untuk menentukan kadar H2O2. Optimasi yang dilakukan berupa penambahan BHT sebagai antioksidan, penyimpanan sampel pada suhu ruang 25oC dengan interval waktu 0 jam, 1 jam, 3 jam, 5 jam, penyimpanan sampel pada suhu 4oC dengan interval waktu 0 jam, 24 jam, dan 48 jam, dan penyimpanan sampel pada suhu -20oC dengan interval waktu 0 bulan, 1 bulan, dan 2 bulan. Kadar H2O2 yang didapatkan dianalisis dengan regresi linear menggunakan program R. Hasil analisis menunjukkan bahwa penambahan BHT pada sampel kurang signifikan mempengaruhi jumlah penurunan kadar H2O2 dalam urin (P > 0,05) sedangkan lama penyimpanan pada suhu ruang 25oC (P < 0,05) , pada suhu 4oC (P < 0,05) dan pada suhu -20oC (P < 0,05) signifikan memberikan pengaruh terhadap penurunan jumlah kadar H2O2 dalam urin.

ABSTRACT
Hydrogen Peroxide (H2O2) is one of the Reactive Oxygen Species (ROS) compounds. Accurate detection of H2O2 concentrations in the urin could help diagnose the patient's condition and provide appropriate treatment. However, H2O2 is unstable, H2O2 is easy to decompose into water and oxygen which can influence the result of analysis, the purpose of this research was to optimize of pre-analytical condition to reduce decomposition of H2O2 in urine. In this research, Ferrous Oxidation-Xylenol Orange (FOX) method was used to determine the level of H2O2. The optimization were the addition of BHT as antioxidant, duration of matrix storage at room temperature 25oC with interval time 0 hours, 1 hour, 3 hours, 5 hours, storage matrix at 4oC with time interval 0 hours, 24 hours, and 48 hours and storage matrix at -20oC with time interval 0 month, 1 month, 2 month. The obtained H2O2 levels were analyzed by linear regression using the R program. The result of the analysis showed that the addition of BHT to the matrix less significantly influenced degradation the level of H2O2 (P > 0,05) while the storage time at room temperature 25oC (P < 0,05) and at 4oC (P < 0,05), and at -20oC (P < 0,05) P value significantly give effect to decomposition of H2O2 in urine.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Junjunan Muhammad Syukur
"Deteksi hidrogen peroksida (H2O2) berhasil dikembangkan dengan metode luminol electrochemiluminescence (ECL) pada permukaan screen-printed carbon electrode (SPCE) yang dimodifikasi dengan partikel emas. ECL luminol diperoleh dari  oksidasi luminol menghasilkan spesies 3-aminoftalat tereksitasi yang kemudian berelaksasi dengan memancarkan intensitas cahaya. H2O2 bertindak sebagai ko-reaktan pada ECL luminol karena hasil oksidasi elektrokimia H2O2 pada permukaan elektroda menghasilkan radikal hidroksil (OH•), yang dapat meningkatkan oksidasi luminol dan akibatnya meningkatkan sinyal ECL luminol. Modifikasi dengan partikel emas di permukaan SPCE dilakukan karena partikel emas memiliki kelebihan yaitu; luas permukaan yang besar, konduktivitas yang sangat baik, dan aktivitas katalitik yang baik terhadap oksidasi H2O2 untuk menghasilkan radikal hidroksil (OH•) yang distabilkan oleh interaksi pertukaran elektron parsial. Teknik voltametri siklik yang digunakan untuk menghasilkan oksidasi H2O2 dan oksidasi luminol yang menghasilkan ECL menunjukkan hubungan linear (R2 = 0,9995) pada rentang konsentrasi H2O2 0,5 µM hingga 200 µM. Sensor yang dikembangkan menunjukkan hasil performa yang baik dengan batas deteksi sebesar 4,78 µM, dan dapat digunakan untuk mendeteksi sampel H2O2 dalam matriks susu dan air keran.

Hydrogen peroxide (H2O2) detection was successfully developed by electrochemiluminescence (ECL) luminol method at a screen-printed carbon electrode modified with gold nanoparticles (AuNPs-SPCE). The ECL detection mechanism follows the oxidation of H2O2 to hydroxyl radicals (OH•) acting as a co-reactant to increase the ECL signal by inducing oxidized luminol to produce an excited species of 3-aminophthalate then relaxes and emits a luminous intensity on the electrode surface. AuNPs was deposited to SPCE due to feature high surface area, excellent conductivity, and good catalytic activity towards H2O2 oxidation to produce hydroxyl radicals (OH•) which stabilized by partial electron exchange interactions. Cyclic voltammetry (CV) technique was used for the ECL measurements which showed liner relationship (R2 = 0.9995) in the range 0.5 to 200 µM of H2O2 concentrations. The developed sensor showed a good perform with an estimated detection limit of 4.78 µM, and applicable for real sample detection of H2O2 in milk and tap water."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Murtasiah
"Nanopartikel perak (NP Ag) merupakan logam perak yang memiliki ukuran 1—100 nm. NP Ag dapat diperoleh melalui metode biosintesis dengan menggunakan agen pereduksi yang berasal dari tumbuhan dan diketahui memiliki efek stimulan terhadap perkecambahan dan pertumbuhan biji. Respons stimulasi dari NP Ag dipengaruhi oleh konsentrasi yang optimum untuk dapat menginduksi terjadinya perkecambahan dan pertumbuhan. Selain itu, pengaruh NP Ag juga dapat dikaitkan dengan kandungan H2O2 yang merupakan molekul yang terbentuk jika terjadi stres pada tanaman dikadar tertentu. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui respons perkecambahan, pertumbuhan, dan fisiologis biji kacang panjang (Vigna sinensis) dan tomat (Lycopersicon esculentum) yang direndam dalam NP Ag diberbagai konsentrasi yaitu 20, 40, dan 60 mg/L. Tahap kerja diawali dengan biosintesis NP Ag menggunakan pereduksi dari ekstrak daun Diospyros discolor Willd. (bisbul) untuk mendapatkan NP Ag. Selanjutnya, biji direndam dalam larutan NP Ag selama 24 jam dan biji dikecambahkan selama 14 hari. Kemudian, parameter perkecambahan yang diamati antara lain daya kecambah (%), laju perkecambahan, dan indeks kecepatan perkecambahan. Sementara itu,  parameter pertumbuhan yang diamati terdiri dari panjang tunas dan akar; berat basah dan kering; dan kadar air (%). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa NP Ag dengan konsentrasi 20 mg/L pada kacang panjang dan 60 mg/L pada tomat memberikan efek yang signifikan dalam menstimulus perkecambahan dan pertumbuhan dibandingkan kontrol karena meningkatkan perkecambahan dan pertumbuhan kecambah (sig>0,05). Selain itu, kandungan H2O2 cenderung meningkat tetapi tidak berbeda secara signifikan antara perlakuan dengan kontrol (sig>0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa paparan NP Ag 20 mg/L pada kacang panjang dan 60 mg/L pada tomat dapat berpotensi sebagai stimulan untuk proses perkecambahan dan pertumbuhan.

Silver nanoparticles (AgNPs) are silver metals with dimensions between 1-100 nm. Silver nanoparticles can be obtained through biosynthesis using reducing agents derived from living things. AgNPs are known to have a stimulant effect on seed germination and growth. The stimulation response of AgNPs influenced by the optimum concentration. In addition, the AgNPs stimulation response associated with physiological content, namely H2O2 is a molecule that formed when there is stress in plants. This study aimed to determine the germination, growth, and physiological responses of long bean (Vigna sinensis) and tomato (Lycopersicon esculentum) seeds to exposure to three variations of AgNPs at the concentrations of 20, 40, and 60 mg/L. The work stage begins with the biosynthesis of AgNPs using a reducer from Diospyros discolor Willd leaf powder. (bisbul) to obtain the concentration of AgNPs then seeds exposed to the treatment and all seeds germinated for 14 days. Based on the observed germination parameters measured germination, germination rate, and germination speed index then growth parameters included shoot and root length; fresh and dry weight; and water content (%). The results showed that the concentration of 20 mg/L in long beans and 60 mg/L in tomatoes gave the most stimulative effect compared to the control because it increased germination and growth (sig>0.05). In addition, the H2O2 content tended to increas but had no significantly different from the control (sig>0.05) was indicated no inhibition of germination and seed growth so response seeds to AgNPs to exposure to 20 mg/L in long beans and 60 mg/L in tomatoes potential as a stimulant for germination and growth."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhlir Rahman Aufar Al-Fatah
"Electrochemiluminescence (ECL) luminol pada elektroda cetak karbon (SPCE) dikembangkan untuk mengetahui konsentrasi asam folat pada brokoli sebagai sampel sayuran hijau. Kehadiran H2O2 sebagai ko-reaktan meningkatkan intensitas ECL luminol, namun ketika asam folat dimasukkan ke sensor yang diusulkan, terjadi penurunan intensitas ECL. Tren penurunannya linier terhadap intensitas ECL luminol-H2O2 pada konsentrasi 10-6-0,003 mol/L, dengan sensitivitas 0,0237 a.u. µM-1 cm-2 serta batas deteksi dan batas kuantifikasi masing-masing sebesar 0,017 µM dan 0,051 µM. Selanjutnya sensor yang diusulkan berhasil memiliki selektivitas yang baik terhadap Mg+, Na+, glukosa, dan asam glutamat, yang menunjukkan bahwa sensor dapat bekerja maksimal pada sampel sayur brokoli. Selain itu, dari analisis sampel nyata brokoli dapat ditunjukkan bahwa %recovery yang diperoleh berkisar antara 103,8—118,62%, sehingga dapat digunakan untuk deteksi sampel sebenarnya. Analisis kinerja sensor ini menunjukkan bahwa dibandingkan dengan metode elektrokimia dan ECL umum lainnya, kinerja analitis ditemukan lebih baik dan menunjukkan bahwa sensor yang diusulkan menunjukkan kemampuan yang menjanjikan.

Electrochemiluminescence (ECL) of luminol at screen-printed carbon electrode (SPCE) was developed to determine the concentration of folic acid in broccoli as green vegetable sample. The presence of H2O2 as co-reactant increases the ECL intensity of luminol, however, when folic acid is introduced to the proposed sensor, there is a decrease in the ECL intensity. The decreasing trend was linear to the ECL intensity of luminol-H2O2 in the concentration of 10-6-0.003 mol/L, with a sensitivity of 0.0237 a.u. µM-1 cm-2 and the detection limit and quantification limit of 0.017 µM and 0.051 µM, respectively. Furthermore, the proposed sensor has succeeded in good selectivity towards Mg+, Na+, glucose, and glutamic acid, which indicates that the sensor can work optimally on environmental samples. Moreover, from real samples analysis of broccoli it can be shown that the %recovery obtained in the range of 103,8—118,62%, suggesting that it can be used for actual sample detection. Analysis of the performance of this sensor shows that compared to other common electrochemical and ECL methods, the analytical performance."
Depok: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edwin Arga Wiranata
"Kanker paru merupakan salah satu jenis kanker mematikan dengan terjadinya kasus paling banyak di dunia. Mutasi gen yang terjadi pada sel organ paru menjadi penyebab utama terjadinya kanker paru. Salah satu gen yang berpengaruh terhadap pembelahan sel kanker, yaitu ferritin mitokondria (FTMT). Mekanisme yang diatur oleh gen FTMT yaitu dengan memodulasi metabolisme zat besi (Fe2+) didalam mitokondria yang diinduksi oleh adanya stres oksidatif. Mekanisme yang diatur oleh gen FTMT dengan jumlah ekspresi yang tinggi akibat adanya stres oksidatif berupa H2O2 didalam sel kanker. Senyawa stres oksidatif berupa H2O2 merupakan senyawa toksik yang dapat menghasilkan Reactive Oxygen Spesies (ROS) dan berperan penting dalam proses pengaturan sistem fisiologis dalam sel. Reactive Oxygen Spesies (ROS) yang dihasilkan dengan jumlah tinggi akan mengarah ke mekanisme kematian sel (ferroptosis). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ekspresi gen FTMT dan viabilitas sel pada cell line A549 (non-small cell lung carcinoma) yang diinduksi oleh senyawa H2O2 sebagai stres oksidatif dengan perlakuan berbagai konsentrasi, yaitu 50 μM, 100 μM, 150 μM, 200 μM, dan 300 μM dengan menggunakan metode qRT-PCR. Hasil penelitian ini menunjukkan peningkatan ekspresi gen FTMT dan penurunan viabilitas sel secara signifikan pada perlakuan H2O2 dengan rentang konsentrasi 50 μM sampai 100 μM. Dengan demikian, perlakuan stres oksidatif H2O2 mempunyai peran penting dalam meregulasi gen FTMT yang berkaitan dengan morfologi dan viabilitas sel A549 kanker paru.

Lung cancer is a type of deadly cancer with the most cases occurring in the world. Gene mutations that occur in lung organ cells are the main cause of lung cancer. One of the genes that influences cancer cell division is mitochondrial ferritin (FTMT). The mechanism regulated by the FTMT gene is by modulating iron (Fe2+) metabolism in mitochondria which is induced by oxidative stress. The mechanism regulated by the FTMT gene with high levels of expression is due to oxidative stress in the form of H2O2 in cancer cells. Oxidative stress compounds in the form of H2O2 are toxic compounds that can produce Reactive Oxygen Species (ROS) and play an important role in the process of regulating physiological systems in cells. Reactive Oxygen Species (ROS) produced in high amounts will lead to a cell death mechanism (ferroptosis). This study aims to determine the expression of the FTMT gene and cell viability in the A549 (non-small cell lung carcinoma) cell line which was induced by H2O2 compounds as oxidative stress with various concentrations of treatment, namely 50 μM, 100 μM, 150 μM, 200 μM, and 300 μM using the qRT-PCR method. The results of this study showed an increase in FTMT gene expression and a significant decrease in cell viability in H2O2 treatment with a concentration range of 50 μM to 100 μM. Thus, H2O2 oxidative stress treatment has an important role in regulating the FTMT gene which is related to the morphology and viability of lung cancer A549 cells."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Steffany
"Polimerisasi stirena melalui sistem bulk dengan menggunakan dua jenis inisiator redoks yaitu H2O2/Asam askorbat dan H2O2/Fe2+ telah berhasil dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh variasi konsentrasi dan komposisi masing-masing inisiator serta variasi temperatur terhadap persen konversi dan berat molekul rata-rata polimer. Dengan konsentrasi dan komposisi inisiator yang sama, inisiator redoks H2O2/Asam askorbat menghasilkan persen konversi yang lebih besar daripada inisiator H2O2/Fe2+. Terhadap polistirena dari masing-masing inisiator redoks yang dihasilkan dilakukan karakterisasi berat molekul rata-rata, dan didapat hasil: 196.170,44 gram mol-1 untuk konsentrasi inisiator H2O2/Asam askorbat 3% dengan komposisi 6:1 dan suhu 900C dalam waktu 5 jam; dan 354.413,28 gram mol-1 untuk konsentrasi inisiator H2O2/Fe2+ 2% dengan komposisi 3:1 dan suhu 950C dalam waktu 5 jam. Polistirena dengan inisiator H2O2/Asam askorbat menghasilkan persen konversi yang lebih besar dan berat molekul rata-rata yang lebih kecil daripada polistirena dengan inisiator H2O2/Fe2+.

Polystyrene was prepared by bulk polymerization method with two types of redox initiator, namely H2O2/Ascorbic acid and H2O2/Fe2+. This research has studied the effect of variation concentration and composition from each redox initiator and also temperature reaction to percent conversion and average molecular weight. With the same concentration and composition of initiator, percent conversion of initiator H2O2/Ascorbic acid was larger than initiator H2O2/Fe2+. Average molecular weight characterization has been measured after polystyrene was produced from each redox initiator, and the yield: 196.170,44 gram mole-1 for redox initiator H2O2/Ascorbic acid with 3% concentration, composition 6:1, temperature at 900C in 5 hours; and 354.413,28 gram mole-1 for redox initiator H2O2/Fe2+ with 2% concentration, composition 3:1, temperature at 950C in 5 hours. Polystyrene from H2O2/Ascorbic acid initiator has larger percent conversion and lower average molecular weight than initiator H2O2/Fe2+."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S30695
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Akbar Rizki Beni Asdi
"ABSTRAK
Latar Belakang Giant cell tumor (GCT) merupakan tumor jinak yang bersifat lokal agresif destruksif. Tumor ini memiliki rekurensi yang tinggi sebanyak 25-50% setelah tindakan pembedahan. Berbagai macam pemberian zat kimia lokal sebagai terapi ajuvan, telah digunakan pada tatalaksana pembedahan. Namun perbandingan efektifitas untuk masing-masing zat kimia ini belum diketahui. Studi mengenai sitotoksisitas dan mekanisme kematian sel dengan membandingkan pemberian etanol dan H2O2 pada sel GCT tulang secara in vitro masih sedikit dan belum ada di Indonesia.
Metode Penelitian ini merupakan studi in vitro eksperimental dengan mengambil empat sampel jaringan tumor dari pasien yang didiagnosis GCT tulang dan dilakukan isolasi-kultur sel. Cell line yang didapatkan dikarakterisasi melalui analisis morfologi serta pemeriksaan ekspresi penanda gen Nanog dan Oct 4 dengan Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). Sel yang telah 80% konfluens dilakukan terapi dengan H2O2 1%, 3%, 5% dan etanol 75%, 85%, 95% selama10 menit serta dosis in vitro H2O2 (0,003%, 0,005%, 0,01%, 0,03%, 0,1%, 0,3%) selama 5 menit serta inkubasi selama 24 jam. Morfologi sel dievaluasi dibawah mikroskop cahaya dengan membandingkan kontrol dan setelah pemberian zat kimia, viabilitas sel dihitung menggunakan automatic cell counter serta toksisitas sel dinilai dengan uji Annexin V dan Propidium Iodida (PI) pada flow cytometry.
Hasil Kultur jaringan sel GCT dengan metode eksplan dan kolagenase mempunyai angka keberhasilan yang sama dalam mendapatkan cell line GCT. Namun metode eksplan membutuhkan waktu yang lebih cepat dan memiliki jumlah sel yang lebih banyak. Sel yang tumbuh dari jaringan GCT terkarakterisasi dengan analisis morfologi serta ekspresi gen Oct 4 dan Nanog. Viabilitas sel GCT menurun secara signifikan setelah paparan terhadap dosis klinis H2O2 1% (p = 0,046), H2O2 3% (p = 0,043), dan H2O2 5% (p = 0,043) selama 10 menit dibandingkan dengan kontrol. Tidak ada perbedaan yang bermakna untuk viabilitas sel antara konsentrasi H2O2 1%, 3% dan 5%. Sementara pada konsentrasi in vitro (0,003%, 0,005%, 0,01%, 0,03%, 0,1%, 0,3%), konsentrasi H2O2 0,3% (p < 0,001) selama 5 menit memiliki efektivitas paling baik dalam sterilisasi GCT secara in vitro. Terdapat fenomena fiksasi sel setelah pemberian etanol pada semua konsentrasi. Dari uji RT-PCR didapatkan penurunan ekspresi gen Oct 4 dan Nanog seiring dengan peningkatan konsentrasi H2O2 pada dosis in vitro. Flow cytometry dengan marker Annexin V dan propidium iodide (PI) didominasi oleh marker PI yang menunjukkan kematian sel akibat nekrosis dengan persentase terbesar pada konsentrasi 0,3%.
Kesimpulan Eksplan merupakan metode terbaik dalam isolasi dan kultur sel GCT. Semua sel hasil isolasi dan kultur terkarekterisasi sebagai GCT. Pemberian ajuvan kimia lokal dengan dosis klinis H2O2 konsentrasi 1%, 3%, dan 5% selama 10 menit secara in vitro mempunyai efektivitas yang sama dalam membunuh sel GCT. Sedangkan konsentrasi H2O2 0,3% selama 5 menit merupakan terapi optimal dalam sterilisasi GCT secara in vitro dengan mekanisme kematian nekrosis sel.

ABSTRACT
Background Giant cell tumor (GCT) is a benign, aggressive local tumor with high tendency to recur after surgery. Various chemicals have been used as an adjuvant treatment for GCT. However, the comparative effect of these chemicals remains unclear. To date, there are no studies about the cytotoxicity and mechanism of injury to etanol and H2O2 in GCT in Indonesia especially in vitro experiment. The present study aims to find the best method to isolation and culture of GCT from primary human patients, the optimal treatment of etanol and H2O2 for reducing GCT recurrence.
Methods This is an experimental in vitro study that took four tumor tissue samples from patients diagnosed with bone GCT and conducted cell-culture isolation. Cell line characterized by morphology, gene markers Nanog and Oct 4 expression with Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) Reverse Transcriptase was obtained. Cells that had 80% confluence were treated with H2O2 1%, 3%, 5% and etanol 75%, 85%, 95% for 10 minutes and in vitro doses of H2O2 (0.003%, 0.005%, 0.01%, 0.03 %, 0.1%, 0.3%) for 5 minutes and were incubated for 24 hours. Cell morphology was evaluated under a light microscope by comparing the morphology of controls and after exposure a chemical agents, cell viability was calculated using automatic cell counter and cell toxicity was assessed by Annexin V and Propidium Iodida (PI) on flow cytometry.
Results Collagenase and explant methods had the same success rate in obtaining GCT cell line characterized by morphology, the gene expression Oct 4 and Nanog. But explants need a less time and had more cell than collagenase method. Viability of GCT cells decreased significantly after exposure to the clinical dose of H2O2 1% (p = 0,046), H2O2 3% (p = 0,043), and H2O2 5% (p = 0,043) for 10 minutes compared to controls. There was no significant difference for cell viability between 1%, 3% and 5% H2O2 concentrations. While in in vitro doses (0,003%, 0,005%, 0,01%, 0,03%, 0,1%, 0,3%), 0.3% H2O2 concentration for 5 minutes has the best effectivity in sterilizing GCT in vitro. There was a phenomenon of cell fixation after exposure of GCT cells to etanol in various concentrations, in which all cells die and its viability could not be analyzed. From the RT-PCR test it was found that there was a decrease in the expression of Oct 4 and Nanog genes along with an increase in the concentration of H2O2 in vitro. Flow cytometry using Annexin V in conjunction with propidium iodide (PI) was dominated with PI marker detection which showed cell death due to necrosis, with the highest concentration amounted to 0.3%
Conclusion Explant was the best method for isolation and GCT cell culture. All of the cell from isolation and culture result had a characterization of GCT. Giving local a chemical adjuvants with clinical doses of H2O2 concentrations of 1%, 3%, and 5% for 10 minutes in vitro had the same effectiveness in killing GCT cells. While the concentration of 0.3% H2O2 for 5 minutes is the optimal therapy in GCT sterilization in vitro with necrosis cell death mechanism.
"
2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Moch. Syamtidar Apriansyah
"Beton teraerasi merupakan salah satu alternatif material pracetak untuk bangunan residensial, highrise atau lowrise building, baik sebagai pengganti batu bata, dinding partisi, pelat lantai ataupun. Hal ini karena sifat daripada beton teraerasi yang mudah dicetak ataupun dipotong menjadi ukuran-ukuran yang diinginkan menggunakan gergaji kayu / gergaji mesin serta kemudahan pada saat instalasi karena beratnya yang ringan, kemudian umur beton teraerasi yang lebih cepat matang dibandingkan dengan beton ringan menjadikannya memiliki nilai jual yang lebih. Kemudian limbah yang dihasilkan lebih sedikit bila dibandingkan dengan penggunaan beton biasa. Untuk mendapatkan kekuatan yang optimal, beton teraerasi harus melalui autoclave (12 bar) selama 12 jam. Karena biaya investasi cikup mahal, proses ini digantikan dengan pemberian tekanan uap panas / steam menggunakan pressto cooker (0,8 bar) selama 15 jam. Pada penelitian ini penulis menoba untuk mengetahui pengaruh penambahan aerated agent (alumunium yang berbentuk serbuk dan H2O2) kedalam campuran beton teraerasi yang terdiri dari semen, kapur, pasir dan air, serta pengaruh pemberian tekanan uap panas / steam terhadap kekuatan, densitas, dan pertambahan volume, serta mencari proporsi yang optimal dari beton teraerasi. Dari hasil percobaan diperoleh kuat tekan 0.5826 MPa dengan densitas 0.52 gram/cm3 pada penggunaan alumunium dan jika di steam kuat tekannya 0.0784 Mpa dan densitas 0,492 gram/cm3. Pada penggunaan H2O2 kuat tekannya 1.225 MPa dengan densitas 0.76 gram/cm3 dan jika di steam kuat tekannya 0.784 Mpa dengan densitas 0.828 gram/cm3. Untuk membuat 1 m3 beton terarasi dibutuhkan 1,6 kg dan 25,6 kg air atau 19,2 kg H2O2 (30 % air), 200 kg Semen Portland, 480 kg Pasir Silika, dan 40 kg Kapur. Harga 1 m3 batu bata adalah Rp.291.550,- sedangkan bila menggunakan beton teraerasi dengan aerated agent H2O2 biaya yang dibutuhkan adalah Rp.463.000,-

Aerated Concrete is one of the alternatif material precast for resedencial building, highrise or lowrise biulding, or can be used as a brick subtitute, wall partition, slab fluor etc. This is because characteristic of aerated concrete which easyly to precast or slice or cut to be size which we want using saw / saw machine and easy for instalation because the lihgt weight, then the age of aerated concrete which already faster then ordinary concrete make it have more valueable. This also produce waste less than ordinary concrete. To get an optimal strength, aerated concrete must through autoclave process at the time of 12 hour with 12 bar pressure. Because the investation cost very expensive, this process subtituted by steam using pressto cooker at the time of 15 hour with 0,8 bar pressure. On this research the author try to find out influence from the add of aerated agent into concrete mix which contain of portland cement, limestone, silica coarse, and water, and to find out influence added of steam to strength, density, and the increase of volume, and find the optimal proportion of aerated concrete. From this reasearch the compressive strength is 0.5826 MPa with density 0.52 gram/cm3 and if through steam process the compressive strength become 0.0784 Mpa with density 0,492 gram/cm3. If using H2O2 the compressive strength is 1.225 MPa with density 0.76 gram/cm3 and if through steam process the compressive strength become 0.784 Mpa with density 0.828 gram/cm3. To made 1 m3 aerated concrete needs 1,6 kg Alumunium and 25,6 kg water or 19,2 kg H2O2 (30 % water), 200 kg Portland Cement, 480 kg Silica Coarse, and 40 kg lime stone. The price of 1 m3 brick is Rp.291.550,- and if using aerated concrete with aerated agent H2O2 the price is Rp.463.000,-"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S35144
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>