Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 27 dokumen yang sesuai dengan query
cover
August Kafiar
Papua: Forum Lorentz, [date of publication not identified]
303.6 AUG f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
A.R. [Abdoel Raoef] Soehoed
Jakarta: Aksara Karunia, 2005
622 SOE s II (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fahmi Radhy
Jakarta : Balai Pustaka , 2019
340.52 FAH f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nobi Asshofa Zen
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai kiprah Lembaga Musyawarah Adat Suku Amungme dalam memperjuangkan hak masyarakat terkait kesetaraan sebagai penduduk sekitar pertambangan PT Freeport Indonesia khususnya suku Amungme di wilayah Mimika sepanjang tahun 1994-2001. Penelitian yang dilakukan menggunakan metode sejarah, yaitu heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Sumber yang digunakan adalah arsip dan koran sezaman, serta buku, artikel, jurnal, tesis dan disertasi. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pengetahuan terutama studi sejarah sosial di Indonesia bagian timur. Penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan dalam pengambilan kebijakan di wilayah Mimika, terkait persoalan-persoalan mengenai keberadaan pertambangan Freeport.

ABSTRACT
This thesis discusses the movement of Amungme Indigenous Consultative Organization in the fight for equality rights of the peoples as residents around Freeport Indonesia Company, particularly Amungme in Mimika region throughout the year of 1994 2001. This research conducted using the historical method, which are heuristic, criticism, interpretation and historiography. Sources used are archival and contemporary newspapers, as well as books, articles, journals, theses and dissertations. This research is expected to contribute to knowledge, especially the study of social history in eastern Indonesia. This research is also expected to be used in public policy making for Mimika region, related to issues concerning the existence of the Freeport mining."
2017
S66811
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Parsudi Suparlan, 1938-2007
"In this article, the author describes the history of changes among the Kamoro in Mimika. Some of the changes-due to changes in their physical, social, and cultural environment-were unexpected and surprising, so that they were not ready to cope with. Consequently, there were two prominent implications in their life: the increase of consumerism behavior, and the occurrence of more frequent conflicts among themselves. In the final part, the author examines the Kamoro relationship with outsiders, of how they categorize the latter, and with whom they used to generate conflicts. Recently, conflicts mainly occur on the problems of land dispute with outsiders, and in the competition to get the 'one million-dollars' funds from PT Freeport."
2001
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Erny Yoesry
"Abstrak
Potensi sumber daya alam Indonesia khususnya pada sektor pertambangan membuat Indonesia menjadi buruan para investor asing, salah satunya PT. Freeport Indonesia. Freeport beroperasi di Indonesia berdasarkan Kontrak Karya (KK) yang ditandatangani pada tahun 1967. Dalam KK, seluruh urusan manajemen dan operasional diserahkan kepada penambang. Negara tidak memiliki kontrol sama sekali atas kegiatan operasional perusahaan. Negara hanya memperoleh royalty yang besarnya ditentukan dalam KK tersebut. Perusahaan tambang pemegang KK yang ingin mengekspor mineral olahan (konsentrat) harus melepas status KK menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), dan membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (konsentrat). Pasal 97 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara beserta peraturan pelaksanaannya mengatur tentang hal-hal yang wajib dimuat dalam IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus), salah satunya adalah divestasi saham."
Depok: Badan Penerbit FHUI, 2019
340 JHP 49:1 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dedi Wijaya
"ABSTRAK
Bertemunya dua kebudayaan yang berbeda pada satu lokasi yang
berdampingan akan menimbulkan kesenjangan, baik kesenjangan
sosial, ekonomi maupun, politik. Kesenjangan yang diakibatkan
oleh kerangka berpikir (frame of references) yang berbeda
mengakibatkan komunikasi yang tidak dua arah. PT. Freeport
Indonesia dengan budaya inovator dan masyarakat Amungme serta
Kamoro yang tradisionil mengalami hambatan dalam berkomunikasi
yang lancar Frame of references yang membentuk persepsi pada
masa lalu akan mungkin muncul kembali dikemudian hari untuk
menginterpretasikan peristiwa yang hampir sama (Erwin
P Bettinghaus,1987) Hal ini menjelaskan kerusuhan sosial yang
sering terjadi di Mimika.
Pentingnya komunikasi tersebut baik pada masyarakat tradisionil
yang menekankan komunikasi lisan (J.L. Fischer,1973) dan arti
komunikasi pada masyarakat kapitalis yang demikian penting (Jurgen Habermas, 1970) Serta karakteristik komunikasi tertulis dari budaya birokrasi (Max Weber, 1943) menuntut Suatu pendekatan manajemen komunikasi dan Strategi komunikasi agar
terjadi Suasana harmonis dan derap maju bersama dari tiga perbedaan yang ada.
Dengan pendekatan kualitatif Serta didukung wawancara
pembicaraan informal dan wawancara baku terbuka pada pihak yang
berkepentingan dan kompeten juga kajian literatur maka
pemgumpulan data dan analisis dapat dilakukan. Keterbatasan
penelitian mengakibatkan data yang didapat tidak dilengkapi dengan data primer.
Hasil temuan Studi ini menekankan pentingnya lembaga independen
yang dapat dipercaya untuk menjembatani berbagai macam
kepentingan yang berbeda. Strategi komunikasi yang disusun
dibagi dalam tiga periode yaitu periode jangka pendek jangka
menengah dan jangka panjang dengan tujuan yang berbeda dan
khalayak yang berbeda pula untuk masing-masing periode.

"
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ngadisah
"Benih-benih konflik pembangunan sesungguhnya sudah mulai tumbuh sejak awal tahun 1990-an, di mana masyarakat mulai berani melakukan protes atau unjuk rasa terhadap rencana pembangunan proyek. Beberapa proyek yang diprotes pada saat itu antara lain: Pembangunan Pelabuhan Peti Kemas (Jakarta), Waduk Kedung Ombo (Jateng), Waduk Nipah (Jatim), PLTA Danau Lindu (Sulteng). Di samping itu, protes terhadap masalah tanah akibat pembangunan juga .terus meningkat. Hal ini merupakan indikasi bahwa ada ketidakpuasan masyarakat terhadap proses perencanaan pembangunan di berbagai daerah.
Proyek lain yang mendapatkan perlawanan adalah proyek pertambangan Freeport di Kabupaten Mimika - Irian Jaya (Papua). Proyek ini ditentang sejak awal berdirinya sampai sekarang. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk diteliti, mengapa proyek itu diprotes, mengapa protes berkepanjangan dan bagaimana protes bisa berkembang menjadi gerakan sosial, serta, apakah gerakan-gerakan masyarakat disana bisa dikatagorikan sebagai gerakan sosial.
Hasil penelitian menunjukkan, bahwa salah satu gerakan rakyat yang tergabung dalam Lembaga Adat Suku Amungme (Lemasa) memenuhi syarat untuk disebut sebagai gerakan sosial. Sumber atau akar masalah yang melatarbelakangi lahimya gerakan sosial adalah konflik. Mula-mula ada konflik antar suku, kemudian dengan Freeport, pendatang pada umumnya dan perkembangan terakhir adalah konflik antara masyarakat dengan pemerintah. Ini berarti, terjadi eskalasi konflik, dari konflik horisontal ke konflik pembangunan dan akhirnya menjadi konflik vertikal.
Kehadiran Freeport di Mimika, di samping sebagai sumber konflik baru, juga menjadi pemicu terjadinya protes. Protes adalah manifestasi dari adanya konflik, terutama dalam hubungannya dengan institusi kekuasaan. Melalui protes, masyarakat berharap dapat menciptakan perubahan-perubahan dari keadaan yang kurang menguntungkan ke arah yang lebih baik. Protes dilakukan dalam berbagai bentuk, mulai dari perlawanan fisik sampai melakukan pemberontakan (perlawanan politik).
Protes atas proyek pertambangan Freeport berlangsung lama karena:
1. Tuntutan masyarakat berkembang terus (dari tuntutan pengakuan hak atas tanah
sampai merdeka).
2. Pemenuhan hanya dari sudut pendekatan ekonomi yaitu pemberian dana. Padahal tuntutannya yang paling dalam adalah pengakuan eksistensi dan kesederajatan.
3. Banyak fihak yang terlibat dalam perilaku kolektif protes, dengan motivasi yang berbeda-beda.
4. Konflik tidak pernah diselesaikan secara tuntas.
Oleh karena tuntutan-tuntutan tidak dipenuhi secara memuaskan, maka protes itu berkembang menjadi gerakan sosial. Kemudian, karena pengaruh faktor-faktor politik, teknis, kepemimpinan dari lingkungan strategis global, berkembanglah gerakan sosial itu menjadi gerakan politik. Jadi, gerakan politik itu sesungguhnya adalah kelanjutan dari konflik-konflik yang tidak tertangani.
Konflik itu sendiri, sumbemya adalah kebijakan pembangunan yang mengabaikan keberadaan dan peran masyarakat lokal. Mereka sesungguhnya berkeinginan untuk menjadi subyek pembangunan, merencanakan apa yang terbaik bagi dirinya bersama-sama pemerintah dan dihargai adat istiadatnya, duduk sama rendah, berdiri sama tinggi. Namun perlakuan yang diberikan oleh Freeport maupun pemerintah sangat berbeda. Oleh karena itu, gerakan sosial yang terbentuk pada hakekatnya adalah sebuah bentuk perlawanan/protes terhadap kebijakan pemerintah, terutama dalam melaksanakan pembangunan.
Pembangunan proyek besar seperti PTFI mempunyai dampak lingkungan fisik dan sosial yang sangat besar. Namun masyarakat sekitarnya tidak disiapkan lebih dulu untuk menghadapi perubahan-perubahan itu. Perencanaan proyek, hanyalah mencakup aspek-aspek teknis dan finansial, tanpa memperhitungkan biaya sosial yang akan ditanggung. Termasuk dalam biaya sosial adalah hancurnya adat kebiasaan, penghidupan, nilai-nilai spiritual dan hak-hak masyarakat. Pengabaian atas itu semua, menyebabkan masyarakat tidak siap menghadapi kontak dengan budaya baru, sehingga mereka merasa terpinggirkan. Di dalam ketidakberdayaan itu, muncul keberanian untuk berontak. Oleh karena itu, untuk mempersiapkan masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan, perlu dikembangkan perencanaan sosial yang dilakukan lebih dulu sebelum perencanaan fisik, atau dipadukan perencanaannya, dengan catatan, pelaksanaannya lebih awal, agar masyarakat siap dan mampu berpartisipasi dalam pembangunan di daerahnya."
2002
D247
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Efrimeiriza
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang Peran Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) dalam Pelaksanaan Pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Freeport) Sabang, termasuk hambatan-hambatan dan upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasinya. Keluarnya kebijakan ini pada mulanya dijadikan sebagai alat politik dari pemerintah pusat untuk dapat meredam gejolak konflik bersenjata yang terus saja melanda Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kota Sabang khususnya. Pengembangan terhadap Kawasan Sabang harus lebih difokuskan kepada berjalannya berbagai aktifitas dalam bidang-bidang Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Freeport) sebagaimana telah diatur dan digariskan sebelumnya di dalam Undang-undang Nomor 37 Tabun 2000.
Penelitian ini dilakukan di Kota Sabang, melalui penetapan Undang-undang Nomor 37 Tabun 2000, yang telah mengembalikan status Sabang menjadi Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Freeport). Dalam pelaksanaan penelitian ini, penulis menggunakan metodi kualitatif yang menghasilkan data deskriptif yang melalui proses studi lapangan, wawancara dengan informan, dan juga pengamatan secara langsung di lapangan. Sementara itu terhadap pemilihan informan dilakukan secara Snowball Sampling, dengan Iingkup informan yang mencakup Walikota Sabang, Ketua Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS), tokoh masyarakat setempat dan juga masyarakat sendiri yang berada dalam Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Freeport) Sabang.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa upaya yang dilakukan dalam rangka mendukung pengembangan Kawasan Sabang terus dilakukan oleh pihak Pemerintah Daerah Kota Sabang dan Badan Pengusahaan Kawasan Sabang dan instansi-instansi terkait di Kota Sabang. Namun pengembangan Kawasan Sabang ternyata menghadapi kendala-kendala dalam pelaksanaannya, dan bila hal ini tidak dengan segera dicari jalan keluarnya akan menghambat pengembangan Kawasan Sabang dimasa yang akan datang. Pengembangan Kawasan Sabang tentunya harus disesuaikan dengan alokasi anggaran APBD Kota Sabang yang telah ditetapkan, hal ini karena keterbatasan dana yang dimiliki. Jika tetap dipaksakan, nantinya akan dapat mengganggu alokasi anggaran yang telah ditetapkan bagi kepentingan-kepentingan lainnya, serta berdampak kepada makin terhambat jalannya program pembangunan di Sabang. Hal ini dilakukan dengan berbagai pertimbangan peningkatan kualitas dan kuantitas berbagai fasilitas tersebut memang dirasakan untuk diperbaiki dan dibangun. Terlebih lagi sejak Kawasan Sabang dibukanya kembali sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Freeport), maka akan semakin banyak saja para wisatawan yang akan datang ke Kawasan Sabang.
Sejak diresmikan kembali menjadi Kawasan Pelabuhan dan Perdagangan Bebas, dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 37 Tabun 2000, wilayah Kota Sabang perlahan namun pasti kini mulai menggeliat dan kembali bergairah. Sabang kembali menemukan "rohnya" yang sejak lama hilang ditelan oleh silih-bergantinya berbagai kepentingan kekuasaan pemerintah pusat di Jakarta. Periahan-lahan namun pasti, keseharian hidup dari masyarakat Kota Sabang juga tampak semakin bergairah. Pemandangan ini menonjol di hampir seluruh sudut Pulau Weh-daratan kecil d' ujung paling barat Pulau Sumatera di mana Kota Sabang berdiri tegak. Hal ini tentunya akan berakibat kepada peningkatan kesejahteraan dan perekonomian sebahagian besar masyarakat yang tinggal di Kawasan Sabang.
Kendala-kendala yang dihadapi dengan dibukanya Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Freeport) Sabang, dapat dijadikan sebagai tolak ukur bagi pengembangan Kawasan Sabang dimasa yang akan datang. Dari berbagai kendalakendala tersebut akan dapat diketahui berbagai kelebihan dan kekurangan yang ada selama Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Freeport) Sabang kembali dibuka. Sehingga dapat dijadikan sebagai cerminan dalam rangka melakukan perbaikanperbaikan terhadap jalannya kebijakan tersebut ke arah yang lebih baik."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13861
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian ini dilakukan untuk melihat penyebab dan gambaran
prasangka yang dimiliki anggota suku Amungme terhadap karyawan
pendatang dan PT Freeport Indonesia (PTFI) ditinjau dari cognitive
balance theory menurut Heider (1958). Suku Amungme memiliki nilai-
nilai kepercayaan tertentu mengenai hubungan antara manusia
dengan manusia, manusia dengan roh nenek rnoyang, dan manusia
dengan alam. Nilai kepercayaan tersebut merupakan elemen kognitif
yang penting bagi suku Amungme. Dengan masuknya PTFI ke
Tembagapura, Papua, pada bulan April 1967, diasumsikan bahwa
kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh PTFI tersebut dapat
mengganggu nilai-nilai kepercayaan tersebut dan pada gilirannya
dapat timbul prasangka pada orang Amungme terhadap PTFI dan
karyawannya yang hampir semuanya pendatang.
Metode penelitian adalah metode kualitatif dengan wawancara
mendalam dan observasi terhadap subjek. Analisis yang digunakan
adalah analisis intra dan antarkasus.
Dari hasil penelitian diketahui, sebagian besar subjek tidak
berprasangka terhadap karyawan pendatang maupun PTFI. Walau
demikian, ada satu subjek yang berprasangka terhadap karyawan
pendatang dan tiga subjek berprasangka terhadap PTFI. Ditinjau dari
teori cognitive balance, semua prasangka tersebut timbul dari ketidak
seimbangan kognitif karena adanya gangguan terhadap kepercayaan
suku Amungme dalam hal hubungan-hubungan antar manusia,
manusia dengan alam dan manusia dengan roh nenek moyangnya.
Pada gilirannya, prasangka itu menimbulkan stereotip yang makin
memperkuat prasangka lagi.
Sumber gangguan ada beberapa jenis, mulai dari masalah pribadi
(tidak diterima kerja), sampai masalah kepercayaan (PTFI merusak alam).
Namun, pengaruh agama Kingmy (guna menghormati perjanjian antara
suku Amungme dengan PTFI) bisa juga menjadi elemen kognitff baru yang
justru menghilangkan ketidak seimbangan kognitif, pada salah satu subyek,
sehingga tidak menimbulkan prasangka pada dirinya."
Jurnal Psikologi Sosial, Vol.12 (No.3) Mei 2006: 217-230, 2006
JPS-12-3-2006-217
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>