Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Astari Ridhanya
"ABSTRAK
Dengue merupakan penyakit infeksi tersering yang disebabkan oleh virus dengue DENV dan ditransmisikan melalui nyamuk. Sampai sekarang, belum ada antivirus ataupun terapi khusus untuk DENV. Curcuma longa atau yang sering dikenal dengan kunyit merupakan tanaman yang telah diteliti memiliki banyak efek yang baik bagi kesehatan. Penelitian yang berbasis studi eksperimental ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas kunyit sebagai antiviral terhadap replikasi virus dengue. Aktivitas antiviral kunyit terhadap virus dengue diuji bergantung dosis pada sel Huh7it-1. Nilai konsentrasi hambat 50 IC50 didapat dari uji fokus, sedangkan nilai konsentrasi sitotoksik 50 CC50 didapat dari uji viabilitas sel microculture tetrazolium assay MTT assay . Data kemudian dibandingkan untuk menghitung Selectivity Index SI dari ekstrak kunyit. Dari penelitian ini, nilai IC50 yang didapat adalah 40.98 ?g/mL, sedangkan nilai CC50 sebesar 193.01 ?g/mL. Nilai SI dari Curcuma longa adalah 4.7. Dari studi ini dapa disimpulkan bahwa kunyit dapat digunakan sebagai antivirus terhadap Dengue dengan sitotoksisitas rendah dan inhibisi pada dengue cukup efektif.

ABSTRACT
Dengue is the most common infective disease caused by dengue virus DENV and transmitted by mosquito. Until now, there is no antiviral or specific therapy for DENV available yet. Curcuma longa or is commonly known as turmeric is a plant that has been studied to have many good effects towards health. This research, which based on experimental study, aims to evaluate the effectiveness of C. longa as antiviral against the replication of Dengue virus. Antiviral activity of C. longa against Dengue virus was examined through dose dependent test on Huh7it 1 cells. Inhibition concentration 50 IC50 acquired from focus assay, whereas cytotoxic concentration 50 CC50 achieved from cell viability assay microculture tetrazolium assay MTT assay . The data was then calculated to determine the selectivity index SI of the C. longa extract. In this study, the acquired value of IC50 was 40.98 ug ml whereas the value of CC50 was 193.01 ug ml. The value of SI of Curcuma longa was 4.7. From this study it can be concluded that C. longa could be used as antiviral against dengue virus with low cytotoxicity and effective inhibition."
2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Hamamah Gustiani
"Kurkumin merupakan senyawa polifenol yang terkandung dalam tanaman rimpang kunyit dan menentukan aktivitas farmakologisnya. Beberapa penelitian telah mengungkap bioaktivitas kurkumin sebagai antioksidan, antibakteri, antifungi, anti-inflammatory, anti tumor, dan anti kanker. Meskipun kurkumin memiliki bioaktivitas yang luas, kurkumin memiliki bioavailabilitas yang rendah terkait dengan kelarutan kurkumin dalam tubuh yang rendah dan cepatnya metabolisme eksresi kurkumin dari dalam tubuh. Modifikasi struktur kurkumin dilakukan untuk meningkatkan lipofilitas senyawa kurkumin sehingga diharapkan dapat meningkatkan bioaktivitasnya. Penelitian ini bertujuan untuk memodifikasi gugus hidroksi pada senyawa kurkumin melalui reaksi O-etilasi dengan dietil karbonat yang ramah lingkungan. Senyawa kurkumin diisolasi dari hasil sokhletasi rimpang kunyit dengan metode kromatografi kolom gravitasi (KKG) berupa silika gel. Isolat kurkumin diperoleh sebesar 20 % kemudian dikarakterisasikan. Isolat kurkumin ini dimodifikasi menjadi dietil kurkumin dengan katalis basa K2CO3 pada kondisi refluks selama 5 jam dengan persen hasil 21 %. Katalis transfer fasa TBAB ditambahkan pada sistem reaksi ini dan terbukti meningkatkan persentase produk sintesis. Produk sintesis telah diperoleh ketika reaksi berlangsung selama 1 jam dan terus mengalami kenaikan sampai waktu optimum selama 4 jam diperoleh persen hasil sebesar 89,15 %. Kurkumin dan senyawa turunannya ini dimurnikan dengan metode KKG dan dikarakterisasi dengan KLT, UV-Vis, FTIR, dan MS. Kemudian dilakukan pengujian antibakteri dengan metode difusi terhadap bakteri Gram positif Staphylococcus aureus dan bakteri Gram negatif Escherichia coli. Dietil kurkumin dan kurkumin dalam penelitian ini memiliki daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri Gram negatif Escherichia coli, namun tidak memiliki daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri Gram positif Staphylococcus aureus. 

Curcumin is a polyphenol compound contained in turmeric rhizome plants, and determines its pharmacological activity. Several studies have revealed the bioactivity of curcumin as an antioxidant, antibacterial, antifungal, anti-inflammatory, anti-tumor, and anti-cancer. Although curcumin has extensive bioactivity, curcumin has a low bioavailability associated with rapid metabolism of its excretion from the body. Modification of curcumin structural have been explored to increase the lipofility of the curcumin compound so that it is expected to enhance its bioactivity. This study aims to modify hydroxyl groups in curcumin by O-ethylation with diethyl carbonate that is environmentally friendly. Curcumin was isolated by soxhletation of turmeric rhizome followed by column chromatography (CC) on silica gel. It was resulted in pure curcumin 20 %. Curcumin was modified into diethyl curcumin with a K2CO3 base catalyst under reflux conditions at 130 oC for 5 hours with a yield of 21%. TBAB, as a Phase Transfer Catalyst (PTC), is added to this reaction system and has been shown to improve the synthesis results. The products have been obtained when the reaction lasts for 1 hour and continues to increase, until the optimum time for 4 hours has obtained percent yield of 89.15%. Diethyl curcumin was also purified by CC method on silica gel. Curcumin and diethyl curcumin were characterized by TLC, UV-Vis, FTIR, and MS. Antibacterial testing was then carried out using the diffusion method against Gram positive Staphylococcus aureus and Gram negative Escherichia coli bacteria. Curcumin and diethyl curcumin had inhibitory zone against E.coli, but did not have inhibitory zone against S.aureus"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
T53938
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Winston
"ABSTRAK
Dalam era saat ini, terdapat peningkatan jumlah penyakit menular di seluruh dunia, termasuk di Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI . Hal ini terutama disebabkan oleh penyalahgunaan antibiotik dan kurangnya kepatuhan pasien yang akhirnya mengarah pada munculnya mikroba resisten antibiotik. Untuk mengobati pasien dengan infeksi bakteri resisten antibiotik, dibutuhkan antibiotik baru dan khusus. Sementara itu, perawatan bakteri resisten antibiotik cukup mahal dan jumlah pilihan untuk terapi cukup sedikit. Oleh karena itu, salah satu alternatif yang bisa dilakukan adalah dengan menggunakan tanaman herbal. Salah satu tanaman yang banyak digunakan adalah Kunyit Curcuma Longa . Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk menguji aktivitas antimikroba dari tanaman ini terhadap salah satu bakteri yang paling umum yang menyebabkan penyakit infeksi seperti Staphylococcus aureus dan MRSATujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antimikroba dari Kunyit Curcuma Longa dari MRSA dan Staphylococcus aureus Metode: Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode eksperimen untuk mengetahui pengaruh dari Kunyit Curcuma longa di dalam kultur in vitro MRSA dan non-MRSA dengan ukuran sampel n yang merupakan 3. Parameter yang diukur adalah Minimum Inhibitory Concentration MIC , Minimum Bactericidal Concentration MBC , dan jumlah koloni bakteri. Dengan menggunakan metode dilusi kaldu, konsentrasi minimum yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan bakteri dapat ditemukan. Selanjutnya, sampel dari dilusi kaldu akan diinokulasi ke media agar untuk menentukan konsentrasi minimum yang diperlukan untuk menghilangkan mikroba sepenuhnya dan diinokulasi ke Plate Count Agar PCA untuk menentukan jumlah koloni bakteri.Hasil: Kunyit Curcuma Longa tidak terbukti memiliki aktivitas antimikroba terhadap MRSA dan Staphylococcus aureus. Dari penelitian yang telah dilakukan, nilai MIC dan MBC tidak dapat ditentukan karena tidak adanya aktivitas antimikroba dari ekstrak. Diskusi: Beberapa faktor bisa mempengaruhi hasil yang diperoleh dari percobaan. Faktor-faktor tersebut termasuk lokasi pertanian tanaman, jumlah bakteri, jenis ekstrak, jenis pelarut yang digunakan, dan konsistensi ekstrak.Konklusi: Ekstrak Ethanol dari Kunyit Curcuma longa tidak mempunyai efek antimicrobial pada MRSA dan Staphylococcus aureus.

ABSTRACT
In this current era, there is an increase in the total number of infectious diseases worldwide, including in the Republic of Indonesia NKRI . This is mainly caused by a lot of misuse of antibiotics and lack of patient rsquo s compliance which eventually leads to the emergence of antibiotic resistant microbes. To treat patients with antibiotic resistant bacterial infection, we require antibiotics that are new or special antibiotics. Meanwhile, the treatments of antibiotic resistant bacteria are quite expensive and the numbers of options are often small for the therapy. Therefore, one of the alternatives that can be done is by using herbs. One herb that is widely used is Turmeric Curcuma Longa . Therefore, research is needed to test the antimicrobial activity of these plants against one of the most common bacteria that cause infectious diseases such as Staphylococcus aureus and MRSA Purpose This study aimed to investigate the antimicrobial activity of Turmeric Curcuma Longa on MRSA and Staphylococcus aureusMethods This study was conducted using experimental method to determine the effect of Turmeric Curcuma longa on in vitro cultures of MRSA and non MRSA of sample size n which is 3. The parameters being measured are the Minimum Inhibitory Concentration MIC , Minimum Bactericidal Concentration MBC , and total bacterial colonies. By using broth dilution method, the minimum concentration required to inhibit the growth of bacteria can be discovered. Furthermore, the samples from the microdilution trays will be further inoculated to agar media by streaking to determine the minimum concentration required to eliminate the microbe entirely and inoculated to Plate Count Agar PCA to determine bacterial colonies number.Results Turmeric Curcuma Longa is not shown to have any antimicrobial activity against MRSA and Staphylococcus aureus. From the research that has been done, the value of MIC and MBC could not be determined due to the lack of antimicrobial activity of the extract.Discussion Multiple factors could influence the results obtained from the experiment. The factors include location of plant farming, number of bacteria, type of extract, type of solvent used, and consistency of extract.Conclusion Ethanol extract of Turmeric Curcuma longa doesn rsquo t have antimicrobial effect on MRSA and Staphylococcus aureus. Keywords Curcuma Longa, MRSA, Staphylococcus aureus, MBC, MIC"
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erico Wanafri
"Kemoterapi dengan cisplatin merupakan modalitas utama pada terapi pada kanker ovarium, walaupun telah diketahui toksisitasnya pada berbagai organ termasuk ginjal. Kurkumin, senyawa fenolik yang diperoleh dari Curcuma longa, diketahui memiliki efek proteksi pada ginjal akibat cisplatin pada berbagai model toksisitas in vivo. Namun, efek kurkumin pada ginjal dibatasi oleh bioavailabilitasnya yang rendah. Kelompok penelitian kami telah berhasil mengembangkan formulasi kurkumin nanopartikel baru yang telah terbukti memperbaiki efikasi cisplatin pada model kanker ovarium. Namun, belum diketahui apakah formulasi kurkumin nanopartikel ini juga dapat memperbaiki fungsi dan kondisi inflamasi pada ginjal yang disebabkan oleh cisplatin.
Metode Sebanyak 24 ekor tikus Wistar betina dibagi menjadi: 6 ekor tikus normal (sham treatment) dan 18 ekor tikus yang diinduksi menjadi kanker ovarium dengan DMBA. Tikus kanker ovarium dibagi menjadi 3 kelompok masing-masing 6 ekor yang menerima cisplatin 4 mg/kgBB/minggu atau cisplatin 4 mg/kgBB/minggu +kurkumin 100 mg/kgBB/hari atau cisplatin 4 mg/kgBB/minggu + nanokurkumin 100 mg/kgBB/hari. Terapi diberikan selama 4 minggu, kemudian dilakukan terminasi dan diambil darah dan organ ginjal untuk analisis penanda fungsi ginjal dan inflamasi.
Hasil Nanokurkumin dapat menurunkan kadar ureum serum signifikan dibandingkan kelompok cisplatin, namun tidak mempengaruhi kadar kreatinin dan sedikit menurunkan kadar neutrophil gelatinase-associated lipocalin (NGAL). Nanokurkumin tidak berhasil menurunkan kadar penanda inflamasi: TNF-, IL-1β dan IL-6.
Kesimpulan
Nanokurkumin memiliki kecenderungan untuk memperbaiki beberapa penanda fungsi ginjal dalam darah pada model kanker ovarium yang diberikan cisplatin, namun tidak mempengaruhi kadar penanda inflamasi di ginjal.

The effects of nanocurcumin on kidney function and inflammatory
markers in rat model of ovarian cancer treated with cisplatin
Cisplatin remains the main modality of treatment for ovarian cancer, despite its known toxic effects to various organs, including the kidney. Curcumin, a phenolic compound derived from Curcuma longa, was known to have a renoprotective effect on cisplatin- induced in vivo models. However, the beneficial effect of curcumin on the kidney is limited by its low bioavailability. Our research group has successfully developed a novel curcumin nanoparticle formulation that has been shown to improve the efficacy of cisplatin in ovarian cancer models. However, it is not yet known whether this curcumin nanoparticle formulation can also improve kidney function and inflammatory conditions caused by cisplatin in ovarian cancer models.
Method
A total of 24 female Wistar rats were divided into: 6 normal rats (sham treatment) and 18 rats induced to develop ovarian cancer with DMBA. Ovarian cancer rats were divided into 3 groups of 6 each receiving cisplatin 4 mg/kgBW/week or cisplatin 4 mg/kgBW/week + curcumin 100 mg/kgBW/day or cisplatin 4 mg/kgBW/week + nanocurcumin 100 mg/day. kgBB/day. Therapy was given for 4 weeks, then terminated and blood and kidney were taken for analysis of markers of kidney function and inflammation.
Results
Nanocurcumin lowered serum urea levels significantly compared to the cisplatin group. However, nanocurcumin did not alter creatinine levels and slightly reduced serum neutrophil gelatinase-associated lipocalin (NGAL) concentrations. Nanocurcumin was did not affect the inflammatory markers studied: TNF-, IL-1β and IL-6.
Conclusion
Nanocurcumin has a tendency to improve several markers of kidney function in cisplatin- treated ovarian cancer models. However, the effect was not associated by the alteration of inflammatory cytokines in the kidney.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johan Cahyadirga
"Demam dengue (DD) merupakan penyakit infeksi virus dengue (DENV) dengan vektor Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Secara global, terjadi peningkatan kasus DD sebanyak enam kali lipat dari tahun 2010 hingga 2016 namun sampai saat ini regimen terapi DD adalah terapi suportif yaitu terapi cairan dan simptomatik. Ekstrak Curcuma longa telah diteliti memiliki potensi sebagai antiviral untuk DENV. Namun, mekanisme penghambatannya masih belum diketahui sehingga penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek ekstrak Curcuma longa terhadap penghambatan reseptor dan penempelan virus dengue serotipe 2 (DENV-2) secara in vitro dan ikatan curcumin dengan protein E secara in silico.
Penelitian ini merupakan studi eksperimental untuk menganalisa mekanisme kerja dari ekstrak Curcuma longa sebagai antivirus terhadap DENV-2 menggunakan sel Vero sebagai sel uji dan in silico untuk mengetahui ikatan energi curcumin dengan protein E DENV. Focus assay dan MTT Assay digunakan untuk menilai penghambatan reseptor dan protein virus, serta viabilitas sel secara berturut-turut. Konsentrasi ekstrak Curcuma longa yang digunakan yaitu dua kali IC50 (17,91 μg/mL). DMSO digunakan sebagai kontrol.
Persentase hambat pada reseptor sel dan protein virus masing-masing adalah 98,67 ± 1,33% dan 2,29 ± 1,19%. Persentase viabilitas sel pasca pemberian ekstrak Curcuma longa adalah 97,07 ± 0,50%. Energi ikatan pada konformasi terbaik curcumin dengan protein E bernilai -2,71 kkal/mol dengan konstanta inhibisi 10,34 mM. Ekstrak Curcuma longa memiliki efek penghambatan reseptor sel lebih baik daripada protein E virus serta memiliki ikatan yang relatif baik dengan protein E.

Dengue fever (DF) is an disease caused by dengue virus infection (DENV). From 2010 to 2016, there has been a sixfold increase of DF cases globally. However, therapy for DF currently only consist of supportive treatments. Curcuma longa (turmeric) extract has been studied and its potential antiviral activity against dengue serotype 2 virus was found but inhibitory mechanism is still unknown. This research aims to find the inhibitory effect of turmeric extract against cell receptor and attachment protein of DENV-2 in vitro and binding energy between curcumin and dengue protein E in silico.
Experimental, in vitro study was done to analyze inhibitory mechanism of turmeric extract as antivirus to DENV-2 using Vero cell as test cell. In silico calculation of binding energy between curcumin and DENV protein E was also done using a docking software. Focus assay and MTT assay were used to evaluate receptor and viral attachment protein inhibition as well as cell viability, respectively. Turmeric extract concentration used was twice of IC50 (17,91 μg/mL) . DMSO was used as control.
Inhibition percentage on cell receptor and viral attachment protein yielded 98,67±1,33% and 2,29±1,19% respectively. Viability percentage of the cells after treatment with turmeric extract is 97,07 ± 0,50%. Binding energy at the best conformation between curcumin and viral protein E is -2.71 kcal/mol with inhibition constant of 10,34 mM. Turmeric extract has a higher inhibition effect against cell receptor compared to viral attachment protein and has a relatively strong bond with protein E.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meylida Ichsyani
"Infeksi Dengue merupakan penyakit endemik di daerah tropis dan subtropis yang disebabkan oleh virus dengue DENV . Hingga saat ini belum ada antivirus spesifik untuk infeksi DENV. Diketahui bahwa derajat viral load berkaitan dengan keparahan penyakit. Curcuma longa L. kunyit dengan senyawa aktif utama kurkumin diketahui memiliki aktivitas antivirus terhadap DENV secara in vitro. Penelitian ini merupakan studi awal untuk mengetahui efek antivirus ekstrak C. longa terhadap DENV-2 dan toksisitas akut di organ hati dan ginjal pada mencit ddY. Tahap pertama dilakukan uji toksisitas akut oral ekstrak C. longa pada mencit ddY untuk mengetahui LD50. Dosis aman yang diperoleh digunakan untuk uji toksisitas organ hati dan ginjal mencit dengan pengamatan histopatologi serta biokimia SGPT, SGOT, ureum, kreatinin . Kedua dilakukan uji potensi ekstrak C. longa terhadap sel Huh7it-1 terinfeksi DENV-2 pada mencit ddY. Ekstrak C. longa diberikan peroral dosis 0.147 mg untuk tiap mencit dua jam setelah inokulasi sel terinfeksi secara intraperitonial. Serum dikoleksi dari intraorbital pada jam ke-6 dan jam ke-24 setelah inokulasi. Titer virus dinilai dengan metode focus assay. Berdasarkan hasil uji toksisitas akut oral ekstrak C. longa hingga dosis 7500 mg/kgBB tidak ada kematian. Pemeriksaan histopatologi menunjukkan tidak ada kelainan spesifik pada organ hati dan ginjal. Tidak ada peningkatan nyata kadar SGPT, SGOT, ureum, dan kreatinin. Ekstrak C. longa menurunkan titer virus dibandingkan kontrol. Hasil penelitian ini membuktikan ekstrak C. longa tidak toksik terhadap ginjal dan hati mencit serta memiliki efek antivirus terhadap DENV-2.

Dengue infection, caused by Dengue Virus DENV , is one of endemic diseases in tropical and subtropical region. Until now, there is no specific antiviral for dengue infection. It is known that the degree of viral load is related to disease severity. Curcuma longa L. tumeric with curcumin as major active compound has been identified for its antiviral effect for dengue in vitro. This study was a preliminary study to determine antiviral effect of C. longa extract on DENV 2 and its acute toxicity in ddY mice liver and kidney. The acute oral toxicity of C. longa extract was observated to determine LD50. The safe doses obtained were used for toxicity tests of liver and kidney with histopathological and biochemical observations SGPT, SGOT, urea, creatinine . The antiviral effect of C. longa exstract was tested using ddY mice inoculated intraperitoneally with Huh7it 1 cells infected by DENV 2. The C. longa extract was given orally dose 147 mg for each mice two hours after infection. Serum was collected from intraorbital at 6 hours and 24 hours after infection.Viral load was assessed by focus assay method. Based on acute oral toxicity test results C. longa extract up to dose 7500 mg kgbw there was no demise. Histopathological examination showed no specific abnormalities in liver and kidney organ. There was no significant increase in levels of SGPT, SGOT, urea, and creatinine. Extract C. longa lowered the viral titer compared to controls. The results of this study prove that C. longa extract was not toxic mice liver and kidney as well as had antiviral effect against DENV 2."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lailatul Musyarrofah
"ABSTRACT
Infeksi bakteri merupakan penyebab utama penyakit di Indonesia. Salah satu cara untuk mengatasi infeksi ini adalah dengan menggunakan antibiotik. Namun, karena adanya efek samping dan resistensi bakteri, diperlukan pengembangan antibakteri yang lebih efektif dan aman. Kunyit (Curcuma longa) telah dikenal memiliki aktivitas antibakteri karena mengandung kurkumin aktif. Aktivitas antibakteri dapat ditingkatkan dengan menurunkan polaritasnya, salah satunya adalah dengan cara memodifikasi -OH pada gugus fenolik kurkumin menjadi gugus asetoksi dengan asetilasi. Senyawa kurkuminoid diekstraksi dan kurkumin dipisahkan dengan kromatografi kolom. Kurkumin dimodifikasi oleh asetilasi dengan Ni/SiO2 dan katalis piridin. Produk kemudian dipisahkan dengan kromatografi kolom dan semua senyawa dikarakterisasi menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT), FTIR, dan UV-Vis. Semua senyawa diuji terhadap bakteri Eschericia coli dan Bacillus subtilus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa asetilasi kurkumin dengan piridin lebih efektif dengan konversi 94% di-O-asetilkurkumin dibandingkan dengan katalis Ni/SiO2 dengan konversi 90% campuran di-O-asetilkurkumin, mono-O-asetilkumin dan sisa kurkumin tak bereaksi. Di-O-acetylcurcumin menunjukkan aktivitas antibakteri tertinggi terhadap Eschericia coli dengan diameter zona hambat 2 mm sedangkan mono-O-acethylcurcumin menunjukkan aktivitas antibakteri tertinggi terhadap Bacillus subtilis dengan diameter zona hambat 3 mm.

ABSTRACT
Bacterial infection is a major cause of diseases in Indonesia. One way to overcome this infection is by using antibiotics. However, due to side effects and bacterial resistance, more effective and safer antibacterial development is needed. Turmeric (Curcuma longa) has been known for its antibacterial activity because it contains active curcumin. Antibacterial activity can be amplified by reducing its polarity, one way is by modifying -OH on phenolic group of curcumin to an acetoxy group by acetylation. The curcuminoid compound was extracted and curcumin was separated by coloumn chromatography. Curcumin was modified by acetylation with Ni/SiO2 and pyridine catalyst. The products were then separated by coloumn chromatography and all compounds were characterized using thin layer chromatography (TLC), FTIR, and UV-Vis. All compounds were tested on Eschericia coli and Bacillus subtilus bacteria. The results showed that acetylation curcumin with pyridine was more effective at 94% conversion of di-O-acetylcurcumin compared to Ni/SiO2 catalyst which has 90% conversion but still in a mixture of di-O-acetylcurcumin, mono-O-acetylcumin and curcumin residual. Di-O-acetylcurcumin showed the highest antibacterial activity against Eschericia coli with inhibitory zone diameters at 2 mm while the mono-O-acethylcurcumin showed the highest antibacterial activity against Bacillus subtilis with inhibitory zone diameters at 3 mm."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Larasati Denaputri Sudewo
"ABSTRAK
Kunyit Curcuma longa merupakan salah satu tanaman yang sering digunakan untuk pengobatan tradisional. Zat aktif antibakteri yang terkandung dalam kunyit adalah senyawa turunan kurkuminoid yang berwarna kuning kemerahan. Namun karena warnanya, aplikasi kunyit untuk obat kumur herbal belum optimal. Oleh karena itu diperlukan suatu reaksi yang dapat mengubah senyawa golongan kurkuminoid menjadi tidak berwarna namun tetap memiliki aktivitas antibakteri. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek antibakteri zona bening senyawa hasil reaksi hidrogenasi kurkuminoid dari ekstrak kunyit terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Fusobacterium nucleatum. Senyawa kurkuminoid diekstraksi dari rimpang kunyit dengan metode sokhlet yang kemudian dianalisis dengan menggunakan kromatografi lapis tipis KLT dan dikarakterisasi menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan spektrometer FTIR. Ekstrak kurkuminoid hasil ekstraksi ini dimodifikasi strukturnya dengan reaksi hidrogenasi menggunakan katalis logam Pd-C untuk menghilangkan ikatan rangkap terkonjugasi dari senyawa kurkuminoid membentuk senyawa turunan tetrahidrokurkuminoid. Senyawa turunan tetrahidrokurkuminoid kemudian dimurnikan dengan kromatografi kolom gravitasi dan dikarakterisasi menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan spektrometer FTIR. Hasil dari karakterisasi tersebut menunjukkan bahwa terdapat perubahan pada pergeseran panjang gelombang dari 419 nm menjadi 288 nm pada spektrum UV-VIS, dan terdapat adanya serapan pada bilangan gelombang 2900 cm-1 pada spektrum FTIR yang menandakan adanya gugus C-Hsp3 yaitu hilangnya ikatan rangkap. Dengan demikian dapat dikatakan reaksi hidrogenasi sudah berhasil. Terhadap senyawa turunan kurkuminoid dan tetrahidrokurkuminoid dilakukan uji antibakteri terhadap bakteri S. aureus dan F. nucleatum dengan metode disk cakram. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa terhadap bakteri S. aureus tetrahidrokurkuminoid memiliki aktivitas antibakteri yang termasuk kategori sedang dengan zona hambat sebesar 5,5 mm pada konsentrasi 1000 ppm sedangkan senyawa kurkuminoid memiliki zona hambat sebesar 2 mm yang termasuk kategori lemah. Sedangkan uji terhadap bakteri F. nucleatum senyawa turunan tetrahidrokurkuminoid memiliki zona hambat sebesar 2,75 mm sedangkan senyawa kurkuminoid sebesar 2,5 mm pada konsentrasi 1000 ppm dimana keduanya termasuk kategori lemah. Adanya aktivitas antibakteri ini membuat senyawa turunan tetrahidrokurkumin berpotensi untuk dapat dikembangkan selanjutnya dalam pemanfaatan obat kumur.

ABSTRACT
Turmeric Curcuma longa is one of the most commonly used plants for traditional medicine. An antibacterial active substance contained in turmeric is a group of red yellow curcuminoid compounds. On the other hands, because of its color, turmeric application for herbal mouthwash has not been optimized. Therefore it is necessary to conduct a reaction that can change curcuminoid derivatives to be colorless but still have an antibacterial activity. The aim of this research is to analyze the effect of antibacterial clear zone of tetrahydrocurcuminoid, compound derived from curcuminoid hydrogenation reaction from turmeric extract, to the growth of Staphylococcus aureus and Fusobacterium nucleatum bacteria. The curcuminoid compound was extracted from turmeric by soxhlet method which then was analyzed by using thin layer chromatography TLC and characterized by UV Vis spectrophotometers and FTIR spectrometers. The curcuminoid extract was modified in structure by hydrogenation reaction using a Pd C metal catalyst to remove the conjugated double bond of the curcuminoid compound to form a tetrahydrocurcuminoid derivative compound. Tetrahydrocurcuminoid derivatives then were purified by gravity column chromatography and characterized by UV Vis spectrophotometers and FTIR spectrometers. The characterization showed that the wavelength shifted from 419 nm to 288 nm in the UV Vis spectrum absorption at the 2900 cm 1 wavenumber on the FTIR spectrum indicating the presence of the C H sp3 group because of double bond loss. Thus it can be said that the hydrogenation reaction haf been successful. Curcuminoid and tetrahydrocurcuminoid derivatives then were tested on antibacterial activity against S. aureus and F. nucleatum bacteria by using disk disc method. The antibacterial activity showed that tetrahydrocurcuminoid had a medium activity against the bacteria S. aureus with inhibiting zone of 5,5 mm at concentration 1000 ppm where as curcuminoid compound has 2 mm inhibitory zone which belongs to the weak activity. The antibacterial activity of bacterium F. nucleatum of tetrahydrocurcuminoid derivatives showed the inhibition zone of 2.75 mm while the curcuminoid compound of 2.5 mm at a concentration of 1000 ppm where both were classified into the weak activity. The existence of antibacterial activity made tetrahydrocurcuminoid derivative compounds had to be potential for further developed in mouthwash. "
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azkia Fadhlurrahma
"ABSTRAK
Kurkuminoid merupakan senyawa aktif dari rimpang kunyit yang telah diketahui memiliki aktivitas antibakteri. Spesies bakteri penyebab infeksi paling umum ditemukan adalah bakteri Gram positif Staphylococcus aureus dan bakteri Gram negatif Escherichia coli. Senyawa turunan kurkuminoid dapat ditingkatkan aktivitas antibakterinya dengan meningkatkan lipofilisitas senyawa, salah satunya dilakukan modifikasi atom hidrogen pada gugus fenol kurkuminoid disubtitusi dengan gugus asetat melalui reaksi asetilasi. Senyawa kurkuminoid diekstraksi dari rimpang kunyit menggunakan metode sokhlet menghasilkan rendemen sebesar 10,24 . Kurkuminoid hasil ekstraksi ini dimodifikasi strukturnya melalui reaksi asetilasi menggunakan anhidrida asetat dengan katalis Ni/SiO2. Produk hasil reaksi kemudian dipisahkan dengan kromatografi kolom gravitasi, kemudian senyawa dikarakterisasi menggunakan kromatografi lapis tipis KLT , spektrofotometer UV-Vis dan spektrofotometer FTIR. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kurkuminoid telah termodifikasi menjadi asetilkurkuminoid. Kondisi optimum reaksi ini ialah dengan menggunakan 15 w/w katalis menghasilkan konversi sebesar 90,44 . Diameter zona hambat senyawa turunan asetilkurkuminoid menunjukkan aktivitas antibakteri tertinggi pada konsentrasi 500 ppm sebesar 18 mm terhadap pertumbuhan bakteri S. aureus dan 13 mm terhadap pertumbuhan bakteri E. coli. Sedangkan pada konsentrasi yang sama ekstrak kurkuminoid memiliki zona hambat terhadap pertumbuhan bakteri S. aureus dan E.coli berturut-turut sebesar 7,5 mm dan 8 mm. Berdasarkan data uji tersebut, aktivitas antibakteri senyawa kurkuminoid terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli meningkat 2,4 kali lipat melalui reaksi asetilasi menjadi turunan asetilkurkuminoid.

ABSTRACT
Curcuminoid are active compounds of turmeric rhizome that widely known to have antibacterial activities. The most common species of infection causing bacteria are Gram positive bacteria Staphylococcus aureus and Gram negative bacteria Escherichia coli. Antibacterial activities of curcuminoid derivatives can be improved by increasing their lipophilicity, one of which is modified the hydrogen atom on the phenol groups to substituted with acetate group by acetylation. The curcuminoids were extracted from turmeric rhizomes by soxhlet method yielded rendemen of 10.24 . This curcuminoids were structurally modified by acetylation using acetic anhydride with Ni SiO2 catalyst. The products were separated through column chromatography then characterized using thin layer chromatography TLC , UV Vis and FTIR spectrophotometer. The results showed that curcuminoid successfully was modified into acetylcurcuminoids. The best condition of this reaction was found by using 15 w w catalyst with product conversion of 90.44 . Diameter of inhibitory zone of acetylcurcuminoid derrivatives compounds showed the highest antibacterial activity at a concentration of 500 ppm against S. aureus of 18 mm, and against E. coli of 13 mm. On the other hand, at the same concentration, the curcuminoid had inhibitory zone of 7.5 mm and 8 mm against S. aureus and E.coli respectively. It can be concluded that the antibacterial activity of curcuminoids against Staphylococcus aureus and Escherichia coli has been increase up to 2.4 fold by acetylation to their acetyl derrivatives. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Dhea Suciana Hamka
"Filariasis masih merupakan masalah Kesehatan masyarakat di Indonesia dan pemberantasan penyakit tersebut difokuskan pada pengendalian nyamuk Culex quinquefasciatus. Senyawa dari tanaman terbukti dapat membunuh nyamuk betina Cx. quinquefasciatus melalui mekanisme metabolisme dan perilaku nyamuk tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh ekstrak rimpang kunyit (Curcuma longa) dan camphor terhadap nyamuk betina Cx. quinquefasciatus melalui mekanisme metabolit enzim detoksifikasi dan perilaku makan darah dan waktu kenyang. Nyamuk betina Cx. quinquefasciatus dipaparkan dengan kertas filter yang mengandung ekstrak rimpang kunyit atau camphor dengan konsentrasi 10, 25, dan 50 ppm. Bioassay nyamuk dewasa mengikuti metode WHO selama 24 jam dengan ulangan 3 kali. Aktivitas asetilkolinesterase (AChE), glutation s-tranferase (GST), dan oksidase diperiksa dengan metode biokimia. Perilaku makan darah dan waktu kenyang dilakukan dengan modifikasi metode Xue et al(2007). Ekstrak rimpang kunyit dan camphor pada konsentrasi 50 ppm mengakibatkan angka mortalitas sebesar 100% pada nyamuk betina Cx. quinquefasciatus selama 24 jam dengan nilai LC50 pada kedua zat berturut turut sebesar 5,386 ppm dan 14,121 ppm. Terdapat peningkatan aktivitas AChE dan penghambatan aktivitas GST dan oksidase yang signifikan (p<0,05). Terjadi perubahan perilaku nyamuk betina Cx. quinquefasciatus, yaitu makan darah dan waktu kenyang yang singkat. Ekstrak rimpang kunyit dan camphor pada konsentrasi 50 ppm memiliki potensi sebagai insektisida alternatif untuk mengendalikan populasi nyamuk Cx. quiquefasciatus.

Filariasis is still a public health problem in Indonesia, and the eradication of the disease is focused on the control of the Culex quinquefasciatus mosquito. Compounds from plants have been shown to kill female mosquitoes Cx. quinquefasciatus through the metabolic mechanisms and behavior of these mosquitoes. This study aims to evaluate the effect of turmeric rhizome extract (Curcuma longa) and camphor on female mosquitoes, Cx. quinquefasciatus, through the mechanism of detoxification enzyme metabolites, blood feeding rate, and engorgement time. The female mosquito, Cx. quinquefasciatus, was exposed to filter paper containing extracts of turmeric rhizome or camphor with concentrations of 10, 25, and 50 ppm. Adult mosquito bioassays follow the WHO method for 24 hours with a repeat of 3 times. The activities of acetylcholinesterase (AChE), glutathione s-transferase (GST), and oxidase were examined by biochemical methods. The modified method of Xue et al. (2007) was used to measure the blood feeding rate and the engorgement time. Extracts of turmeric rhizomes and camphor at 50 ppm caused 100% mortality in female mosquitoes Cx. quinquefasciatus after 24 hours, with LC50 values of 5.386 ppm and 14.121 ppm, respectively. There was a significant increase in AChE activity and inhibition of GST and oxidase activity (p 0.05). There is a change in the behavior of the female mosquito, Cx. quinquefasciatus, in the form of a decrease in blood feeding rate and a short engorgement time. Turmeric rhizome extract and camphor at a concentration of 50 ppm have the potential as alternative insecticides to control the mosquito population of Cx. quiquefasciatus."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>