Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 29 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Haentjens, R.C.P.
Alphen aan den Rijn: H.D. Tjeenk Willink, 1978
BLD 364.6 HAE o
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Diening, J. A. A.
Arnhem: Gouda Quint BV., 1982
345.05 DIE o
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Torringa, R.A.
Arnhem: Gouda Quint BV, 1984
BLD 346.015 TOR s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Torringa, R.A.
Arnhem: Gouda Quint BV, 1988
BLD 346.015 TOR r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Vellinga, W.H.
Arnhem: Gouda Quint BV., 1982
BLD 345 VEL s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Chairul Huda
"On punishment and responsibility related to criminal liability in Indonesian legal system"
Jakarta: Kencana, 2006
345.077 CHA d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Deasy Selpamorita
"Tindak pidana korupsi di Indonesia yang semakin marak terjadi, dengan berkembangnya modus tindak pidana korupsi kini tidak hanya menyangkut subjek hukum orang-perseorangan saja tetapi juga menyangkut korporasi sebagai subjek hukum yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidananya. Adapun pertanggungjawaban pidana korporasi dapat dimintai kepada pengurus korporasi, korporasi, atau pengurus dan korporasi. BUMN merupakan salah satu bentuk dari korporasi, sehingga apabila korporasi terlibat dalam tindak pidana korupsi sudah seharusnya dapat dimintai pertanggungjawaban pidananya. Namun yang menjadi permasalahan dalam hal ini adalah ketika berbicara mengenai keuangan atau kekayaan BUMN yang dianggap sebagai keuangan negara, seperti yang dinyatakan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 48/PUU-IX/2013 dikaitkan dengan adanya kerugian negara yang terjadi dalam tindak pidana korupsi. Permasalahan tersebut terletak pada bagaimana pemenuhan unsur kerugian keuangan negara dan pertanggungjawaban pidana dan mekanisme penerapan pidana denda dan pidana tambahan yang berupa pembayaran uang pengganti oleh BUMN itu sendiri. Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah Normatif dengan menggunakan pendekatan undang-undang dan konseptual. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa dengan adanya penyatuan keuangan BUMN sebagai keuangan negara maka BUMN selaku korporasi tidak dapat memenuhi unsur merugikan keuangan negara dalam tindak pidana korupsi dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana korupsi, ketika perbuatan korupsi tersebut menguntungkan BUMN. Selain itu dengan menyatukan keuangan BUMN sebagai keuangan negara maka untuk mendapatkan pertanggungjawaban pidana terhadap BUMN akan menjadi sulit terkait tindak pidana korupsi, mengingat pidana pokok yang dapat dibebankan terhadap korporasi hanya pidana denda.

Corruption in Indonesia are increasingly prevalent, with the development of the mode of corruption now not only concerning individual as legal subjects but also concerning corporations as legal subjects who can be asked for criminal liability. The corporate criminal liability can be asked to administrators of corporations, corporations, or administrators and corporations. SOEs is a form of corporation, so if a corporation was involved in a crime of corruption it should be able to be asked for criminal liability. However, the problem in this case is when talking about budgets or SOEs assets that are considered as state budgets, as stated in the Constitutional Court Decision Number 48/PUU-IX/2013 associated with state losses that occur in criminal acts of corruption. The problem repose in how to fulfill the element of state budgets losses and criminal liability and the mechanism of the application of criminal penalties and additional crimes in the form of payment of substitute money by the SOE itself. In this study, the type of research used is normative using a legal and conceptual approach. The results of the study concluded that with the union of state-owned budgets as state budget, SOEs as corporations cannot fulfill the detrimental state finances element in criminal acts of corruption in Article 2 and Article 3 of the Corruption Act, when such corruption benefits SOEs. In addition, by integrating state-owned budget as state budgets, obtaining criminal liability against SOEs will be difficult in relation to corruption, given that the principal crimes that can be imposed on corporations are only forfeit."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53741
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hallevy, Gabriel
"Derivative criminal liability includes inchoate offenses (criminal attempt, conspiracy, preparatory offenses, etc.), complicity (joint perpetration, perpetration through another, incitement, solicitation, accessoryship, etc.), organized crime, natural and probable consequences liability, post-crime aid, enterprise liability, terrorism and terrorist infrastructure, and many more forms of criminal liability, clearly making it a major pillar of modern criminal law. Although derivative criminal liability affects countries worldwide, there is still no general legal theory that covers this issue. The objective of the present book is to develop a comprehensive, general, legally sophisticated, and at the same time practical theory of derivative criminal liability. "
Heidelberg : Springer, 2012
e20401082
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Insan Anshari Al Aspary
"[ABSTRAK
Perusahaan multinasional yang melakukan tindak pidana penghindaran
pajak termasuk dalam ruanglingkup hukum pidana administrasi atau
administrative penal law dimana perundang-undangan pajak yang berkategori
peraturan administratif selain memuat sanksi administrasi juga memuat sanksi
pidana. Beberapa bentuk tindak pidana penghindaran pajak yang dilakukan oleh
perusahaan multinasional sebagai wajib pajak antara lain : tindak pidana surat
pemberitahuan (SPT), tindak pidana nomor pokok wajib pajak (NPWP), tindak
pidana pembukuan dan tindak pidana penghindaran pajak berupa tidak
menyetorkan pajak yang telah dipungut. Perusahaan multinasional menggunakan
teknik penghindaran seperti controlled foreign corporation, thin capitalization,
transfer pricing dan thin capitalization serta merger perusahaan dimana bertujuan
untuk meminimalisir atau menghilangkan kewajiban membayar pajak. Terdapat
beberapa ketentuan pidana pajak di Indonesia yang diberlakukan seperti UU
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, UU Bea Materai, UU Penagihan
Pajak Dengan Surat Paksa, UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Ketentuan
pidana dalam administrasi pajak diterapkan pula di Malaysia, Vietnam, Afrika
Selatan dan Jerman serta Nigeria melalui Companies Tax Act 2007 yang telah
secara tegas korporasi atau perusahaan multinasional sebagai pelaku tindak pidana
penghindaran pajak. Konsep pertanggungjawaban pidana wajib pajak badan
dalam undang-undang pajak Malaysia dan Nigeria perlu diadopsi ke dalam
undang-undang pajak Indonesia agar mampu mempertanggungjawabkan pidana
perusahaan multinasional dalam tindak pidana penghindaran pajak. Sarana nonpenal
yaitu perlunya dibangun good corporate governance, perlunya
ekstentifikasi pajak dan diadakannya perjanjian perpajakaan atau tax treaty.
Upaya pembebanan pertanggungjawaban pidana bagi perusahaan multinasional
terdapat beberapa variasi atau sistem yang dianut dibeberapa negara. Di Indonesia
pembebanan pertanggungjawaban pidana masih kepada pengurus perusahaan
multinasional yang beroperasi di Indonesia. Berbeda dengan kasus-kasus
penghindaran pajak yang terjadi dibeberapa negara lainnya yang telah
membebankan pidana kepada perusahaan multinasional sebagai pelaku tindak
pidana penghindaran pajak. Pembebanan pertanggungjawaban pidana perlu
memperhatikan cakupan yurisdiksi hukum pidana dan masih lebih diutamakannya
penyelesaian secara administratif dibandingkan jalur pidana dalam perkara pajak
oleh pemeriksa pajak.

ABSTRACT
Multinational companies who commit the crime of tax evasion is included
in the scope of the administration of criminal law or administrative penal law
where tax legislation is categorized administrative regulations in addition to the
administrative sanctions load also contains criminal sanctions. Some forms of
criminal acts committed tax evasion by multinational companies as a taxpayer,
among others: the crime of a notice (SPT), the crime of tax identification number
(TIN), the crime of bookkeeping and tax evasion a criminal offense in the form of
not depositing tax has been levied , Multinational companies use avoidance
techniques such as controlled foreign corporation, thin capitalization, transfer
pricing and thin capitalization and mergers of companies which aim to minimize
or eliminate the obligation to pay taxes. There are several criminal provisions
imposed tax in Indonesia such as the Law on General Provisions and Tax
Procedures, the Law on Stamp Duty, Tax Billing Act With Forced Letters, Law on
Regional Tax and Retribution. Criminal provisions in tax administration applied
also in Malaysia, Vietnam, South Africa and Germany and Nigeria through the
Companies Tax Act 2007, which has been explicitly corporation or multinational
companies as criminal tax evasion. The concept of criminal responsibility of
corporate taxpayers in tax laws Malaysia and Nigeria need to be adopted into
Indonesian tax laws to be able to account for the criminal multinationals in the
criminal offense of tax evasion. Non-penal means that the need to build good
corporate governance, the need for and the holding of ekstentifikasi tax treaties or
tax treaty perpajakaan. Efforts imposition of criminal liability for multinational
companies there are a few variations or system adopted in some countries. In
Indonesia, the imposition of criminal liability is to the management of
multinational companies operating in Indonesia. Unlike the cases of tax evasion
that occurs in some other countries which already imposes criminal to
multinationals as criminal tax evasion. Imposition of criminal responsibility needs
to pay attention to the jurisdiction of the scope of criminal law and is still more
than the administrative settlement Placed criminal path in the case of taxes by tax
inspectors., Multinational companies who commit the crime of tax evasion is included
in the scope of the administration of criminal law or administrative penal law
where tax legislation is categorized administrative regulations in addition to the
administrative sanctions load also contains criminal sanctions. Some forms of
criminal acts committed tax evasion by multinational companies as a taxpayer,
among others: the crime of a notice (SPT), the crime of tax identification number
(TIN), the crime of bookkeeping and tax evasion a criminal offense in the form of
not depositing tax has been levied , Multinational companies use avoidance
techniques such as controlled foreign corporation, thin capitalization, transfer
pricing and thin capitalization and mergers of companies which aim to minimize
or eliminate the obligation to pay taxes. There are several criminal provisions
imposed tax in Indonesia such as the Law on General Provisions and Tax
Procedures, the Law on Stamp Duty, Tax Billing Act With Forced Letters, Law on
Regional Tax and Retribution. Criminal provisions in tax administration applied
also in Malaysia, Vietnam, South Africa and Germany and Nigeria through the
Companies Tax Act 2007, which has been explicitly corporation or multinational
companies as criminal tax evasion. The concept of criminal responsibility of
corporate taxpayers in tax laws Malaysia and Nigeria need to be adopted into
Indonesian tax laws to be able to account for the criminal multinationals in the
criminal offense of tax evasion. Non-penal means that the need to build good
corporate governance, the need for and the holding of ekstentifikasi tax treaties or
tax treaty perpajakaan. Efforts imposition of criminal liability for multinational
companies there are a few variations or system adopted in some countries. In
Indonesia, the imposition of criminal liability is to the management of
multinational companies operating in Indonesia. Unlike the cases of tax evasion
that occurs in some other countries which already imposes criminal to
multinationals as criminal tax evasion. Imposition of criminal responsibility needs
to pay attention to the jurisdiction of the scope of criminal law and is still more
than the administrative settlement Placed criminal path in the case of taxes by tax
inspectors.]"
2015
T43721
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edy Yuli Nurcahyono
"Masalah direktur nominee menjadi fenomenal karena dalam aturan hukum Indonesia belum mengakomodasi keberadaannya tetapi prakteknya digunakan. Rumusan masalah adalah bagaimana pertanggungjawaban korporasi sebagai pelaku tindak pidana, bagaimana pertanggungjawaban pidana direktur nominee dalam tindak pidana pencucian uang, bagaimana analisa terhadap putusan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh korporasi serta direktur nominee. Jenis penelitian dalam penelitian hukum ini adalah penelitian hukum normatif atau doktrinal. Pertanggungjawaban korporasi dalam tindak pidana, suatu korporasi dapat bertanggung jawab melaui pengurusnya maupun korporasinya berdasarkan teori coorporate organ. Disebutkan dalam Pasal 4 Peraturan Mahkamah Agung No 13 Tahun 2016 bahwa pertanggungjawaban dari korporasi sendiri didasarkan dari pada undang-undang yang mengaturnya. seorang direktur nominee walaupun namanya dipinjam tetap saja seorang direktur nominee tersebut melanggar Pasal 4 Undang-Undang No 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Dalam hukum pidana direktur nominee adalah orang yang turut serta melkukan kejahatan sesuai dengan Pasal 55 Ayat 1 KUHP. Putusan Nomor :211/Pid/2012/Pt.Dki Dan Putusan Nomor : 76 Pk/Pid.Sus/201 terhadap tindak pidana pencucian uang tersebut, pelaku menggunakan korporasi untuk melakukan tindak pidana pencucian uang. Pertanggungjawaban pidananya semua diwakili oleh pengurus korporasi baik direktur biasa maupun direktur nominee tanpa adanya sanksi bagi korporasinya. Saran yaitu penegak hukum kesulitan memeriksa pelaku money laundering yang melibatkan korporasi, penegak hukum sebaiknya juga ikut memeriksa anggaran dasar perusahaan untuk membuka segala macam hal-hal yang tersembunyi di perusahaan tersebut.
Pertanggungjawaban Direktur Nominee Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang Direksi dalam sebuah perusahaan dapat diibaratkan sebagai pemimpin perusahaan. Direksi dapat dijadikan sebagai ldquo korban rdquo apabila direksi tidak mengetahui sejauh mana pertanggung jawaban dari seorang direksi. Terlebih lagi, jika posisi direksi dalam perusahaan tersebut hanyalah sebagai ldquo direktur nominee rdquo . Direksi PT jelas bertanggung jawab penuh, tentunya akan membawa dampak munculnya implikasi hukum terhadap pertanggungjawaban Direksi ketika suatu korporasi melakukan tindak pidana baik pelanggaran maupun kejahatan. Rumusan masalah dalam penulisan ini adalah 1 Bagaimana pertanggungjawaban korporasi sebagai pelaku tindak pidana, 2 Bagaimana pertanggungjawaban pidana direktur nominee dalam tindak pidana pencucian uang, Bagaimana analisa terhadap putusan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh korporasi serta direktur nominee, metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian normatif. Korporasi privat dapat berbentuk badan hukum atau tidak berbadan hukum. Korporasi yang berbadan hukum diwakili oleh pengurusnya dan tanggung jawab pemegang sahamnya sebatas modal yang dimiliknya. Untuk yang tidak berbadan hukum tanggung jawabnya tidak terbatas, serta sistem pertanggungjawabanya adalah secara tanggung renteng. Untuk pertanggungjawaban korporasi dalam tindak pidana, suatu korporasi dapat bertanggung jawab melaui pengurusnya maupun korporasinya yang dapat berupa denda atau pembubaran korporasi tersebut. Dalam kedudukannya di Perseroan Terbatas tugas dan fungsi direktur nominee tidak disebutkan di dalam Undang Undang No 40 Tahun 2007. Dalam tindak pidana korporasi khususnya tindak pidana pencucian uang, seorang direktur nominee walaupun namanya dipinjam tetap saja seorang direktur nominee tersebut melanggar Pasal 4 Undang Undang No. 8 Tahun 2010. Ada tiga contoh putusan yang melibatkan korporasi, direktur nominee yaitu 1 Putusan Nomor 211 PID 2012 PT.DKI 2 Putusan Nomor 76 PK Pid.Sus 201. Saran penulis Direktur dalam pengurusan perusahaan sebaiknya lebih mementingkan kepentingan perusahaan di atas kepentingan lainnya. Dalam kasus direktur pinjam nama direktur nominee sebaiknya menggunakan perjanjian tertulis kepada orang yang meminjam nama tersebut."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T49724
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>