Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kevin Asshabul Kahfi
"Tingkat perpindahan fungsi dari anggota Polri yang tinggi yang disebabkan tidak sesuainya kemampuan, minat dan bakat dari personel Polri tersebut yang menduduki jabatan atau posisi dalam organisasi tersebut menyebabkan kurang maksimalnya kinerja Bareskrim Polri dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Penyelesaian permasalahan tersebut dilakukan dengan langkah program talent scouting. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk dapat menentukan strategi pelaksanaan talent scouting serta menentukan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil talent scouting tersebut. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan kualitatif dan metode deskriptif penelitian ini akan mengambil sumber data dengan teknik pengamatan, wawancara dan telaah dokumen. Penelitian dilaksanakan di Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri dengan menggunakan analisis data berupa pengumpulan data, kondensasi data, penyajian data, dan kesimpulan. Hasil penelitian munjukkan bahwa Badan Reserse Kriminal melakukan penyelaran strategi talent scouting dengan kebutuhan organisasi dalam pencapaian tujuannya yaitu menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Hal ini terlihat dengan kebijakan pimpinan Bareskrim dalam mengembangkan perwira kepolisian yang sudah ada maupun pola rekruitmen dari Akademi Kepolisian yang bertujuan agar perwira yang dibina dan diberdayakan sesuai dengan tujuan utama visi dan misi organisasi. Bareskrim Polri memberikan kesempatan kepada semua perwira untuk mengembangkan dan memberdayakan dirinya sehingga kompetensi dan keahlian perwira dalam bidang reserse kriminal terus meningkat melalui pelatihan fungsi reskrim baik nasional maupun internasional serta memfasilitasi perwira untuk melanjutkan pendidikan formal ke jenjang magister maupun doctoral. Talent scouting yang diterapkan oleh Badan Reserse dan Kriminal Polri telah berjalan baik sehingga mampu mendapatkan perwira yang berbakat dan mempunyai keahlian tinggi dalam bidang reskrim. Hambatan utama yang dihadapi oleh Badan Reserse dan Kriminal Polri dalam implementasi talent scouting adalah kemampuan untuk mempertahankan perwira agar tetap berkarier dalam bidang reskrim. Walapun tugas reskrim sangat penting tetapi masih banyak perwira yang menganggap bidang tersebut tidak menunjang karier dan jabatan sebagai anggota kepolisian.

One of the elements in compiling a strong existing security system is the functioning of law enforcement properly and correctly. This activity is the forerunner and foundation of the institution to create justice in the life of society, nation and state. To be able to carry out their duties professionally, competent and qualified human resources for the Polri detective function are needed. The ideal step from an early age is to implement a talent scouting program. The results of the study show that the Criminal Investigation Agency aligns talent scouting strategies with organizational needs in achieving its goals, namely maintaining security and public order. This can be seen from the policy of the Bareskrim leadership in developing existing police officers as well as the recruitment pattern from the Police Academy which aims to foster and empower officers in accordance with the main objectives of the organization's vision and mission. Bareskrim Polri provides opportunities for all officers to develop and empower themselves so that the competence and expertise of officers in the field of criminal investigation continues to increase through training in the criminal function both nationally and internationally and facilitates officers to continue their formal education to the master's and doctoral levels. Talent scouting implemented by the Police Research and Criminal Agency has been running well so that it is able to get officers who are talented and have high expertise in the field of criminal justice. The main obstacle faced by the Police Research and Criminal Agency in implementing talent scouting is the ability to retain officers so they can continue to pursue careers in the field of criminal justice. Even though criminal work is very important, there are still many officers who think that this field does not support their career and position as members of the police force."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kasmanto Rinaldi
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T25172
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Raditya Juliantoro
"Kepolisian merupakan salah satu aparat penegak hukum diantara sekian banyak aparat penegak hukum yang mempunyai kewenangan melakukan tugas penyelidikan dan penyidikan untuk semua perkara pidana. Dewasa ini Kepolisian telah melakukan perbaruan organisasi sebagai aparat hukum profesional dan adaptif terhadap perkembangan jaman. Di dibidang penyidikan tindak pidana, Polri mulai tahun 2017 menerapkan sistem Elektronik Manajemen Penyelidikan (EMP) sebagai bagian dari peningkatan layanan publik dalam penegakan hukum. Penelitian ini akan menelaah Implementasi Aplikasi Elektronik Manajemen Penyidikan Berbasis Komputer Dalam Meningkatkan Kinerja Penyidikan di Dittipidum Bareskrim Polri. Penelitian ini menggunakan kerangka berfikir/ utama atas teori e-government, administrasi publik dan manajemen sumberdaya manusia. Metode yang digunakan dalam penelitian bersifat mix-method dengan menggabungkan metode kuantitatif dan kualitatif. Temuan penelitian menemukan bahwa pemanfaatan sistem E-MP sebagai penerapan e-government di lingkup Dittipidum POLRI telah berjalan cukup optimal dengan kontribusi yang positif dalam peningkatan kualitas penyidikan dan layanan publik kepada masyarakat. Sekitar 93.75% responden menyatakan bahwa pemanfaatan sistem E-MP akan berkontribusi pada peningkatan kualitas pelayanan hukum dalam proses penyidikan tindak pidana dan 68.75% responden berpendapat bahwa E-MP meningkatkan akuntabilitas dan trasparansi layanan penyidikan bagi masyarakat.

Police organization is one of the law enforcement institutions with embedded authority in conducting investigation on criminal acts. Today, the Indonesian Police (POLRI) has transformed as modern and professional law enforcement institution that adaptive with the development of information technology. In criminal acts investigation, POLRI has applied e-investigation management (E-MP) systems as part of public service in law enforcement. This research looks further at the implementation of computer based e-investigation application in improving the investigation works in General Criminal Act Unit in Crimes Taskforce Unit (Dittipidum Bareskrim) of POLRI. This research applies the theoretical framework of e-government, public administration and human resource management. The research method used in this research combined the quantitative and qualitative method in a mix-method. The finding of this research has confirmed the hypothesis that E-MP system as e-government applicaton in Dittipidum POLRI has been running optimally with positive contribution towards the improvement of investigation and public services quality. Around 93.75% of respondents have stated that the use of E-MP systems has contributed to the improvement of law enforcement quality in investigation process and around 68.75% of respondents perceived that E-MP has improved the accountability and transparency in the investigation services for the public."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ghazy Al Kindy
"Penelitian ini dilatarbelakangi dari kejahatan siber phishing yang merupakan suatu bentuk kegiatan yang bersifat mengancam atau menjebak seseorang dengan konsep memancing orang tersebut. Peningkatan serangan siber mulai dirasakan sejak awal pandemi dan terus berlanjut hingga pasca pandemi Covid-19. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan analisis serta mendapatkan hasil analisis mengenai strategi dari Dittipidsiber Bareskrim Polri dalam melakukan penanggulangan kejahatan siber phising pada pasca pandemi Covid-19. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori kejahatan siber, teori strategi dan teori smart policing. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode penelitian eksploratif, yang dilaksanakan di wilayah Dittipidsiber Bareskrim Polri. Hasil dari strategi Dittipidsiber Bareskrim Polri didalam melakukan penanggulangan kejahatan siber phising dengan tindakan pre-emtif, tindakan preventif (pencegahan), dan tindakan represif (penegakan hukum) serta masih memerlukan kerjasama dengan lembaga-lembaga terkait, guna memaksimalkan didalam pencegahan kejahatan siber phising. Serta edukasi kepada masyarakat lebih di tingkatkan kembali melalui media elektronik di jaman sekarang ini.

This research is motivated by the cyber crime of phishing, which is a form of activity that threatens or traps someone with the concept of luring that person. The increase in cyber attacks began to be felt since the beginning of the pandemic and continued until after the Covid-19 pandemic. The aim of this research is to carry out an analysis and obtain analysis results regarding the strategy of the Dittipidsiber Bareskrim Polri in dealing with phishing cyber crimes in the post-Covid-19 pandemic. The theories used in this research are cyber crime theory, strategy theory and smart policing theory. This type of research is qualitative research with exploratory research methods, which was carried out in the Dittipidsiber Bareskrim Polri area. The results of the strategy of Dittipidsiber Bareskrim Polri in tackling cyber phishing crimes with pre-emptive action, preventive action (prevention), and repressive action (law enforcement) and still requires cooperation with related institutions, in order to maximize the prevention of cyber phishing crime. And education to the public is being further improved through electronic media now a days."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Novan Prasetyopuspito
"Pembahasan dalam tesis ini adalah bagaimana penerapan investigative interviewing dapat diterapkan dalam pemeriksaan saksi yang dilakukan oleh penyidik Dit Tipikor Bareskrim Polri. Penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, pengamatan dan kajian dokumen. Hasil penelitian menunjukan: 1 Pada saat ini, pemeriksaan saksi yang dilakukan oleh penyidik Dit Tipikor Bareskrim Polri dilakukan secara limitatif berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, namun dalam prakteknya, para penyidik melakukan kegiatan pemeriksaan terhadap saksi tersebut memiliki teknik pemeriksaan sendiri-sendiri; 2 Secara umum kegiatan pemeriksaan saksi dengan metode Investigative Interviewing terdiri dari tahapan yang disebut dengan PEACE model. Saat ini, kegiatan pemeriksaan saksi yang dilakukan penyidik pada DitTipikor Bareskrim Polri telah sesuai dengan model tersebut, namun dalam pelaksanaannya pemeriksaan yang dilakukan tersebut tidak mengikuti tahapan kegiatan yang sesuai dengan metode investigative interviewing; 3 Penerapan teknik pemeriksaan saksi dengan metode Investigative Interviewing di Dit Tipikor Bareskrim Polri sulit diwujudkan karena terkendala beberapa faktor, diantaranya: faktor peraturan, faktor Penyidik, dan faktor sarana dan prasarana. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka perlu adanya peraturan khusus dari Kapolri maupun Kabareskrim Polri terkait pemeriksaan saksi dengan metode investigative interviewing, perlunya memperbanyak kegiatan pendidikan dan latihan dalam bidang penyidikan dengan menggunakan metode Investigative Interviewing bagi para penyidik yang berada di Dit Tipikor Bareskrim Polri dan perlunya penambahan sarana dan prasarana yang berbasis teknologi informasi termasuk ruangan pemeriksaan khusus, sehingga dapat memberikan kemudahan bagi para penyidik dalam tugasnya melakukan upaya penegakan hukum.

The discussion in this thesis is how the application of investigative interviewing canbe applied in the examination of witnesses conducted by investigator the Directorate of Tipikor Bareskrim Polri. The study used a qualitative research. Data collected through interviews, observation and document review. The results showed 1 Atthis time, the examination of witnesses conducted by investigators Directorate ofBareskrim Polri conducted a limited manner by the legislation in force, but inpractice, the investigators conducting the examination of the witness have the technical examination of their own 2 In general the examination of witnesses by the Investigative Interviewing method consists of the step called PEACE models. Currently, the examination of witnesses by investigators at the Directorate of Tipikor Bareskrim Polri in accordance with the that model, but in practice the examination of witnesses do not to follow the stages of activities in accordance with methods of investigative interviewing 3 Application of witness examination techniques with methods of Investigative Interviewing in Directorate of Tipikor Bareskrim Polri is hard to do, because it is constrained by several factors are regulatory factors, factor Investigator and infrastructure factors. Based on these research results, the need for specific regulation of the Chief of Police and the head of Bareskrim Poli related the examination of witnesses with the investigative interviewing methods, need to expand education and training in the field of investigation using the method of Investigative Interviewing for investigator who are in the Directorate of Tipikor Bareskrim Polri and need for infrastructure additional is based on information technology, including a special examination room, so as to make it easy for investigator in conducting law enforcement duties.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Adnan Kohar
"Permasalahan yang timbul ketika harapan dan arah kebijakan pemberantasan korupsi oleh penyidik Polri tidak diikuti dengan pembangunan sistem penyidikan yang baik atau konsep yang luar biasa (extra ordinary measure) pada organisasi Polri. Terutama jika dikaji dari sudut pandang sistem hukum baik dari aspek substansi hukum, struktur hukum maupun kultur hukum, maka sistem penegakan hukum oleh Polri belum dapat menjamin terwujudnya pemberantasan korupsi yang optimal. Pada penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil Penelitian ini adalah bahwa kualitas Penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri berkaitan dengan pengungkapan Tindak Pidana Korupsi masih tergolong rendah. Rendahnya kualitas diketahui berdasarkan indikator-indikator sebagai berikut: 1) Kondisi proses penyidikan tindak pidana korupsi dilakukan oleh Direktorat Tindak Pidan Korupsi Bareskrim Polri saat ini masih belum efektif dan optimal. 2) Kondisi Penguasaan Undang-Undang Korupsi yang dikuasai oleh penyidik dan penyidik pembantu Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri masih sangat lemah sehingga penerapan pasal dan perundang-undangan menjadi kurang tepat. 3) Kondisi Sarana, Prasarana dan Anggaran yang dimiliki oleh Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri masih terbatas dalam rangka menopang kegiatan penyidikan perkara korupsi. Metode penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri dalam perspektif presisi studi kasus pada Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri dengan menggunakan layanan E-Manajemen Penyidikan.

The problem that arises when the expectations and direction of the anti-corruption policy by Polri investigators are not followed by the construction of a good investigation system or an extra ordinary measure in the Polri organization. Especially if it is studied from the point of view of the legal system both from the aspects of legal substance, legal structure and legal culture, then the law enforcement system by the National Police has not been able to guarantee the realization of optimal eradication of corruption. In this study, the researcher used a qualitative approach. The result of this study is that the quality of investigators from the Directorate of Corruption Crimes of the Civic Police related to the disclosure of Corruption Crimes is still relatively low. The low quality is known based on the following indicators: 1) The condition of the corruption investigation process carried out by the Directorate of Corruption And Corruption of the Police Civic Police is currently still not effective and optimal. 2) The condition of control of the Corruption Law controlled by investigators and auxiliary investigators of the Directorate of Corruption Crimes, Civic Police, is still very weak so that the application of articles and laws is not appropriate. 3) The condition of the facilities, infrastructure and budget owned by the Directorate of Corruption Crimes of the Civic Police is still limited in order to support the investigation of corruption cases. The method of investigating the Directorate of Corruption Crimes of the Police CID in the perspective of precision of case studies at the Directorate of Corruption Crimes of the Police Circumcision using the E-Management Investigation service."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Asrul Aziz
"Indonesian Automatic Finger Identification System (INAFIS)mendukung tugas Polri, baik dalam segi penegakan hukum dan pelayanan terhadap masyarakat. Namun, masih ada sejumlah masalah dalam kelembagaan INAFIS Polri. Tulisan ini membahas dua hal, yaitu kapabilitas dan kapasitas kelembagaan INAFIS di kewilayahan. Tujuan penelitian ini ialah 1)mengetahui tingkat efektivitas implementasi SOTK Pusinafis Bareskrim Polri berdasar analisis kapabilitas kelembagaan INAFIS di kewilayahan terkait dimensi struktur kelembagaan dan beban kerja; 2)mengetahui tingkat efektivitas implementasi SOTK Pusinafis Bareskrim Polri melalui analisis kapasitas kelembagaan Inafis di kewilayahan terkait dimensi Sumber Daya Manusia, sarana prasarana, anggaran, dan Hubungan Tata Cara Kerja (HTCK). Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan mix method dengan teknik pengumpulan data penyebaran kuesioner, wawancara, Focus Group Discussion(FGD), dan studi dokumen. Responden penelitian kuantitatif adalah pejabat dan personel yang bertugas pada Seksi Identifikasi (Siident) di tingkat Polda dan Urusan Identifikasi (Urident) di tingkat Polres. Informan penelitian kualitatif adalah pejabat terkait untuk tingkat Polda dan tingkatPolres. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam hal Kapabilitas Kelembagaan, struktur organisasi fungsi Inafis di tingkat Mabes Polri belum memiliki kesatuan dengan struktur kelembagaan fungsi Identifikasi di tingkat Polda dan Polres. Selain itu, beban kerja fungsi Inafis di kewilayahan belum rasional/tidak seimbang dengan jumlah personel / Sumber Daya Manusia (SDM) yang tersedia. Anggaran fungsi Inafis di kewilayahan masih menyatu dengan mata anggaran Satker Reskrimum dan belum mencukupi untuk mendukung kegiatan operasional. Hubungan Tata Cara Kerja (HTCK) dan Susunan Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) Pusinafis di kewilayahan belum efektif dalam menjawab tantangan tugas Polri saat ini, khususnya di bidang forensik."
Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Kepolisian Negara Republik Indonesia, 2022
320 LIT 25:3 (2022)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Pendi Wibison
"Pembentukan KUHP Nasional menjadi sorotan publik. Salah satunya lantaran sejumlah pasal pada KUHP yang baru itu justru memangkas hukuman bagi para koruptor. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis penanganan tindak pidana korupsi pada Dittipidkor Bareskrim Polri atas perubahan tindak pidana korupsi dalam KUHP. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif eksplanatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Perspektif Dittipidkor Bareskrim Polri dalam melihat kekhusussan yang dimiliki oleh tindak pidana korupsi bahwa rumusan delik-delik korupsi dalam KUHP yang sifatnya telah menjadi delik umum akan melemahkan bahkan mampu menghapuskan kekuatan dan kepastian hukum yang ada dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 karena dalam prinsipnya jika ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka dapat diterapkan ketentuan yang paling menguntungkan baginya; 2) Pandangan penyidik terhadap perbedaan ketentuan yang menyimpang dari aturan hukum pidana dalam perspektif hukum pidana materil dan pidana formil dalam Undang-Undang No. 31/1999 Jo Undang-Undang No. 20/2001 dengan Undang-Undang No. 1/ 2023 (KUHP Baru) dalam penganganan tindak pidana korupsi bahwa lemahnya sanksi terhadap tindak pidana korupsi yang terdapat didalam KUHP Baru dapat melemahkan pemberantasan korupsi itu sendiri. Penyidik berpandangan bahwa sudah sepantasnya KUHP mengatur hukuman maksimal untuk pelaku tindak pidana korupsi diancam dengan pidana mati; dan 3) Pandangan penyidik terhadap beberapa pasal dari Undang-Undang No. 31/1999 Jo Undang-Undang No. 20/2001 yang dimasukkan dan menjadi delik di Undang-Undang No. 1/ 2023 (KUHP Baru) bahwa KUHP baru berpotensi menghambat proses penyidikan perkara korupsi. KUHP baru juga akan terjadi tumpang tindih kewenangan penanganan dari para penegak hukum dan juga pasal pada undang undang yang diterapkan akan menjadi debateable. Penyidik juga berpandangan bahwa ketika tindak pidana korupsi tidak lagi dianggap sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime) melainkan telah dijadikan tindak pidana umum yang setara dengan delik konvensional seperti pencurian dengan kekerasan atau penggelapan, maka implikasi hukum dari kondisi ini adalah hilangnya spesialisasi kewenangan di antara lembaga penegak hukum, termasuk Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK, dalam melaksanakan tugas mereka.

The regulation of the National Criminal Code is in the public spotlight. One of them was because a number of articles in the new Criminal Code actually reduce the punishment for corruptors. The aim of this research was to analyze the handling of criminal acts of corruption at the Dittipidkor Bareskrim Polri regarding changes to criminal acts of corruption in the Criminal Code. This research was a qualitative approach with an explanatory descriptive method to collect data in the field related. The results of the research show that 1) The perspective of the Dittipidkor Bareskrim Polri in looking at the specificity of criminal acts of corruption is that the formulation of corruption offenses in the Criminal Code which have become general offenses will weaken or even be able to eliminate the strength and legal certainty contained in Law no. 31 of 1999 in conjunction with Law no. 20 of 2001 because in principle if there is a change in the legislation after the act has been committed, then the provisions that are most beneficial to him can be applied; 2) The investigator's view of the differences in provisions that deviate from the rules of criminal law in the perspective of material criminal law and formal criminal law in Law no. 31/1999 Jo Law no. 20/2001 with Law no. 1/2023 (New Criminal Code) in dealing with criminal acts of corruption that weak sanctions for criminal acts of corruption contained in the New Criminal Code can weaken the eradication of corruption itself. Investigators are of the view that it is appropriate for the Criminal Code to regulate the maximum penalty for perpetrators of criminal acts of corruption which is punishable by death; and 3) The investigator's views on several articles of Law no. 31/1999 Jo Law no. 20/2001 which was included and became an offense in Law no. 1/2023 (New Criminal Code) that the new Criminal Code has the potential to hamper the process of investigating corruption cases. The new Criminal Code will also result in overlapping authority to handle law enforcers and also the articles in the law that are implemented will become debatable. Investigators are also of the view that when criminal acts of corruption are no longer considered extraordinary crimes but have become general crimes equivalent to conventional offenses such as violent theft or embezzlement, the legal implication of this condition is the loss of specialization of authority between institutions. law enforcers, including the Police, Prosecutor's Office and Corruption Eradication Commission, in carrying out their duties."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Suryanto
"Tesis ini tentang penanganan illegal logging di pelabuhan Kalibaru Tanjung Priok Jakarta Utara oleh Direktorat V/Tipiter Bareskrim Polri, seperti kita ketahui bersama bahwa kehutanan telah memberikan sumbangan yang besar bagi pembangunan nasional Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung, di mana sumber daya hutan telah menjadi modal utama pembangunan nasional yang memberikan dampak positif antara lain peningkatan devisa, penyerapan tenaga kerja dan mendorong pembangunan wilayah dan pertumbuhan ekonomi.
Namun demikian, pemanfaatan hasil hutan kayu secara berlebihan dengan melakukan penebangan liar juga membawa dampak terhadap bencana alam dalam skala nasional, mengingat kegiatan illegal logging tidak saja hanya terjadi di kawasan hutan yaitu dengan melakukan penebangan liar yang juga perlu diperhatikan adalah illegal logging yang terjadi di tempat peredarannya, di mana salah satunya adalah di pelabuhan Kalibaru Tanjung Priok Jakarta Utara.
Penanganan illegal logging di pelabuhan Kalibaru tidak dapat dilakukan sendiri oleh Direktorat V/Tipiter Bareskrim Polri, mengingat di pelabuhan tersebut terdapat beberapa instansi pemerintah dan non-pemerintah yang memiliki tanggung jawab bersama dalam pemberantasan illegal logging."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T17468
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggi Saputra
"Dalam penyelundupan Imigran ke Australia, Indonesia dijadikan sebagai negara transit. Sehingga, menyebabkan berkembangnya penyelundupan imigran di Indonesia. Oleh karena itu, dibutuhkan penegakan hukum dalam mengatasi masalah ini. Dalam Skripsi ini berfokus melihat penanganan penyelundupan imigran yang dilakukan oleh penyidik Bareskrim Polri dan Dirjen Imigrasi serta hambatan dalam melakukan penanganan serta keterlibatan jaringan penyelundupan. Pembahasan masalah ini dianalisis menggunakan teori rational choice untuk mengetahui motif dari penyelundupan dan teori triangle crime untuk melihat penanganan yang dilakukan oleh penyidik Bareskrim dan Imigrasi sehingga menimbulkan celah terjadinya penyelundupan imigran dan menggunakan konsep penegakan hukum, reaksi formal masyarakat terhadap kejahatan dan Crime Control yang menjelaskan penanganan yang dilakukan oleh Penyeidik Bareskrim dan Dirjen Imigrasi. Pada penulisan ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tujuan deskriptif, yakniniya dengan mewawancarai penyidik Bareskrim dan Imigrasi yang terlibat langsung dalam penanganan penyelundupan imigran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berkembangnya penyelundupan disebabkan karna penanganan yang mengalami berbagai hambatan sehingga membuka celah bagi para jaringan penyelundupan untuk melakukan aksinya.

In Smuggling of Immigrant to Australia, Indonesia as Transit Country. Thus, causing the development of smuggling of immigrant in Indonesia.This thesis focuses on seeing the handling of immigrant smuggling by Police Criminal Investigation investigators and the Directorate General of Immigration and barriers in handling and involvement of smuggling networks. The discussion of this problem is analyzed using rational choice theory to find out the motives of smuggling and triangle crime theory to see the handling done by the investigator of Criminal Investigation and Immigration causing the gap of smuggling of immigrants and then using the concept of law enforcement, formal reaction to crime and Crime Control which explains the handling of the Bareskrim Investigators and the Director General of Immigration. At this writing using a qualitative approach with descriptive objectives, by interviewing investigators Bareskrim and Immigration are directly involved in the handling of smuggling immigrants. The results show that the development of smuggling is caused by the handling of various obstacles, thus opening the gap for smuggling networks to carry out their actions.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
S68410
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>