Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Reisa Cahaya Putri Wibowo
"ABSTRAK
Penelitian ini menggunakan Pesawat Angiografi Siemens Artis Zee untuk mengukur prosentase dosis kedalaman (Percentage Depth Dose, PDD) untuk mempelajari dosis di bawah kulit. Pengukuran PDD dilakukan dengan menggunakan film Gafchromic XR-RV3 yang diletakkan di antara fantom akrilik dengan 6 variasi filter pesawat, 5 variasi tegangan tabung, dan 3 variasi fokus berkas. Hasil penelitian menunjukkan karakteristik dosimetri yang didapatkan bersesuaian dengan teori, dimana titik kedalaman maksimum dan titik persentase dosis <10% semakin dalam dengan meningkatnya tegangan tabung dan filter tambahan, sementara ukuran fokus tidak memberikan pengaruh. Penelitian ini juga menunjukan bahwa dosis telah diserap sebesar lebih dari 69% oleh tubuh pada kedalaman 150 mm. Disimpulkan juga bahwa film Gafchromic XR-RV3 tidak dapat digunakan dalam pengukuran PDD angiografi dengan posisi permukaan tegak lurus berkas karena faktor buildup. Karenanya, diperlukan studi tambahan untuk menginvestigasi kedalaman buildup pada film Gafchromic XR-RV3 untuk keperluan pengukuran PDD.

ABSTRACT
This study used Siemens Artist Zees Angiography to measure the percentage of depth dose (PDD) to investigate dose behaviour under the skin in angiography. The PDD measurements were carried out using the Gafchromic XR-RV3 film positioned between acrylic phantoms with 6 variations of added filtrations, 5 variations in tube voltage, and 3 variations in beam focal spot sizes. The results showed that the dosimetry characteristics obtained were in accordance with the theory, where the maximum depth point and point of <10% dose went deeper with the increase of tube voltage and additional filters, and with the focal spot size having no effect. Results also shown that dose were absorbed by more than 69% by the body at 150 mm depth. It was also concluded that the Gafchromic XR-RV3 film may not be ideal in measuring PDD for angiography with the position of the film perpendicular to the beam, i.e due to horizontal buildup factor. Therefore, additional studies are required to investigate the buildup depth in Gafchromic XR-RV3 film for PDD measurement purposes."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nelly Tandiari
"Latar belakang dan tujuan: Gangguan fungsi ginjal dapat terjadi karena pemberian
media kontras. Antioksidan N-asetil sistein (NAC) dapat mencegah penurunan fungsi
ginjal karena NAC merupakan sumber gugus sulfhidril yang merangsang sintesa
Gamma Glutamylcysteinglysine (Glutathion/GSH), meningkatkan aktivitas glutathion
transferase, menghindari detoksifikasi dan bekerja langsung pada oksidan radikal
yang reaktif. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan penurunan fungsi ginjal
kelompok penderita yang diberi antioksidan NAC dengan kelompok penderita tanpa
pemberian antioksidan NAC pada pemeriksaan angiografi menggunakan media
kontras nonionik monomer osmolaritas rendah.
Bahan dan cara: Dilakukan sudi eksperimental dengan kontrol tersamar ganda pada
36 pasien angiografi antara bulan juni 2003 sampai dengan januari 2004 dengan
konsentrasi kreatinin dan ureum serum awal normal. Pada 18 pasien kelompok
penelitian diberikan antioksidan NAC 2x600mg 1 hari sebelum dan pada hari
pemeriksaan angiografi, 18 pasien kelompok kontrol diberi placebo. 48 jam pasca
pemberian media kontras dilakukan pemeriksaan kreatinin dan ureum serum. Data
yang didapat diolah secara statistik dengan uji t klinis dan analisis kovarian untuk
mengontrol faktor jenis kontras dan volume kontras.
Hasil penelitian: Pada kelompok penelitian, 16,7% (3 dari 18 pasien) terjadi
peningkatan konsentrasi kreatinin serum dibandingkan 77,8% (14 dari 18 pasien)
kelompok kontrol..Perubahan konsentrasi kreatinin serum rata-rata kelompok
penelitian berbeda bermakna (p= 0,001) dengan kelompok kontroL Pada kelompok
penelitian tidak didapatkan peningkatan konsentrasi kreatinin serum > 0,3 mg/dl tetapi didapatkan 27,8 % pada kelompok kontrol.
Kesimpulan: Pemberian antioksidan NAC dapat mencegah terjadinya penurunan fungsi ginjal akut karena pemberian media kontras pada pasien angiografi tanpa resiko dengan konsentrasi kreatinin serum awal normal."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T58796
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tyas Dita Astari
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai gambaran utilisasi cathlab di RSUP Fatmawati tahun 2017 berdasarkan variabel penjadwalan tindakan, Indeks Kinerja Individu IKI dokter, pasien darurat, keterlambatan tindakan pertama, pembatalan tindakan dan overtime tindakan. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode observasi dan ditunjang dengan penelitian kualitatif dengan metode wawancara mendalam. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata utilisasi cathlab RSUP Fatmawati sebesar 37,9 dan dikategorikan sebagai underutilisasi. Faktor yang paling mempengaruhi utilisasi tersebut adalah Indeks Kinerja Individu IKI dokter yang berkaitan dengan penjadwalan tindakan. Peneliti menyarankan untuk mengoptimalisasikan utilisasi cathlab dengan mempertimbangkan faktor-faktor utilisasi cathlab sebagai dasar penyusunan Indeks Kinerja Individu IKI dokter.

ABSTRAK
This research is discussing about cathlab utilization at RSUP Fatmawati during 2017 period based on several variables treatment scheduling, Doctor rsquo s Individual Performance Index IKI , emergency patient, delay on first treatment schedule, treatment cancellation and treatment overtime. This is a quantitative research with observation and supported by qualitative method with indepth interview. Result on this study shows that the average of cathlab utilization at RSUP Fatmawati is 37.9 and categorized as underutilized. Factor that influence most is Doctor rsquo s Individual Performance Index IKI related to treatment scheduling. Researcher suggest to increase the cathlab utilization optimalization with considering cathlab utilization factors as a fundamental of conducting Doctor rsquo s Individual Performance Index IKI."
2017
S69394
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendya Perbangkara
"ABSTRAK
Perkembangan CT scan generasi multislice yang begitu pesat membuat pemeriksaan CT angiografi coroner sering dilaksanakan, akan tetapi pemberian informasi tentang dosis yang di terima pasien masih jarang dilakukan. Sehingga perlu dilakukan estimasi dosis pasien pada pemeriksaan CT angiografi coroner untuk mengetahui nilai dosis yang diterima oleh organ-organ yang sensitive terhadap radiasi seperti esophagus, paru-paru, payudara (pada wanita) dan jantung. Estimasi dosis dilakukan menggunakan program imPACT® dengan nilai nCTDIw didapat dari hasil pengukuran mengunakan detector pencil ion chamber menggunakan phantom acrilic 32 cm. Dari hasil estimasi di dapat dosis ekivalen yang diterima jantung 110 mSv ? 140 mSv, dosis efektif esophagus (thymus) 2,9 mSv ? 5.7 mSv, dosis efektif paru-paru 10 mSv -14 mSv, dosis efektif payudara 10 mSv ? 13 mSv dan total dosis efektif berkisar antara 31 mSv ? 42 mSv. Mengingat nilai total dosis efektif yang diterima pasien cukup tinggi, maka pasien CT angiografi coroner harus mendapatkan justifikasi yang kuat.

ABSTRACT
The Fast development of CT generation makes CT angiography coroner examination more frequence to be done, but the dose information of patient is rarely to be done. So it require to make patient dose estimation on CT angiography coroner examination. In order to know the dose receive by sensitive organ set of oesophagus, lung, brest and heart. Dose estimation is done using imPACT® program, using CTDI value obtain measurement using acrylic phantom with 32 cm diameter. From dose calculation the dose equivalent by heart is between 110 mSv - 140 mSv, and effective dose for oesophagus 2.9 mSv ? 5.7 mSv, lung 10 mSv ? 14 mSv and total effective dose between 31 mSv ? 42 mSv. Because effective dose receive by patient is very high, the CT angiography coroner patient must have a very strong justification. "
Universitas Indonesia, 2011
S651
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rizqa Sari
"Latar belakang dan Tujuan: Penyakit jantung koroner adalah penyakit kardiovaskular yang paling banyak di dunia. Aterosklerosis arteri koronaria adalah penyebab terbanyak dari penyakit tersebut. Stenosis aterosklerosis arteri koronaria dapat dinilai dengan multislice computed tomography coronary angiography (MSCT angiografi koronaria). Permasalahan saat ini adalah modalitas tersebut tidak tersedia di semua institusi kesehatan. Beberapa penelitian telah banyak menghubungkan angka kejadian perlemakan hepar dengan stenosis aterosklerosis arteri koronaria. Pemeriksaan perlemakan hepar dapat dilakukan dengan berbagai modalitas radiologi, salah satunya dengan pemeriksaan CT non dengan mengukur densitas hepar yang memiliki tingkat sensitifitas dan spesifisitas yang baik. Pemeriksaan ini lebih sering dan mudah dilakukan daripada pemeriksaan MSCT angiografi koronaria. Mengetahui peranan pemeriksaan derajat perlemakan hepar diperlukan dalam memperkirakan derajat stenosis arteri koronaria.
Metode : Penelitian potong lintang menggunakan data sekunder pada 32 pasien yang dilakukan pemeriksaan MSCT angiografi koronaria di RSPAD dalam rentang waktu Juni 2015 ? Desember 2015. Penilaian dilakukan dengan mengukur derajat perlemakan hepar pada CT Scan non kontras dan derajat stenosis aterosklerosis arteri koronaria pada MSCT angiografi koronaria.
Hasil : Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara derajat perlemakan hepar dengan derajat stenosis aterosklerosis arteri koronaria. Terdapat hubungan concordant yang cukup baik antara adanya perlemakan hepar dengan stenosis aterosklerosis arteri koronaria.
Kesimpulan : Berat ringannya derajat perlemakan hepar tidak mempunyai hubungan dengan berat ringannya derajat stenosis arteri koronaria, tetapi adanya perlemakan hepar dapat menjadi prediktor adanya stenosis arteri koronaria.

Background and Objective : Coronary heart disease is common cardiovascular disease in the world with the most common cause is coronary artery atherosclerosis. Stenosis of the coronary artery atherosclerosis assessed by multislice computed tomography coronary angiography. The problem is the modality is not available in all health institutions. Several studies have been associate between incidence of fatty liver with stenosis of coronary artery atherosclerosis. Examination of fatty liver can be done with various radiology modalities, one of them with non contrast CT by measured attenuation of the liver which have a good sensitivity and specificity. These examination are more frequent and easier to do than MSCT coronary angiography. Recognizing the importance of the degree of fatty liver examination is required in estimating the degree of coronary artery stenosis.
Methods : A cross-sectional study using secondary data on 32 patients who underwent coronary angiography MSCT at the army hospital within the period June 2015 - December 2015. The assessment was conducted by measuring the degree of fatty liver in non-contrast CT Scan and the degree of stenosis of coronary artery atherosclerosis in MSCT coronary angiography.
Results: There was no significant correlation between the degree of fatty liver with stenosis of coronary artery atherosclerosis. There is a pretty good concordant relationship between the presence of fatty liver with stenosis of coronary artery atherosclerosis.
Conclusion: Severity of fatty liver degree do not have a relationship with severity degree of coronary artery stenosis, but the presence of fatty liver can be a predictor of coronary artery stenosis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hamdi Sahal
"Pesawat angiografi rotasi 3 dimensi digunakan dalam radiologi intervensi, kardiologi intervensi dan bedah invasif minimal yang dapat memvisualisasikan pembuluh darah, dan mengevaluasi anatomi tubuh yang lebih rumit dengan dosis radiasi yang lebih besar dibandingkan generasi sebelumnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan perhitungan estimasi dosis radiasi yang masuk ke dalam tubuh pasien yang dibandingkan dengan dosis ambang yang dapat diterima. Penelitian dilakukan dengan menggunakan phantom rando jenis wanita di dua instalasi cathlab dengan jenis pesawat yang berbeda. Pengukuran dosis dilakukan dengan menggunakan TLD pada mata, tiroid, spinal cord, payudara dan gonad pada mode preset yang berbeda untuk kepala dan abdomen.
Hasil penelitian menunjukkan pada pesawat 1, dosis yang diterima untuk pengukuran kepala pada mode 5sDR Head berkisar antara 1,17 mGy-3,68 mGy dan pada mode 5sDR Head Care berkisar antara 0,58 mGy-1,15 mGy. Sedangkan untuk pengukuran abdomen pada mode 5sDR Body dosis yang diterima adalah berkisar antara 0,50 mGy-0,85 mGy dan pada mode 5sDR Body Care berkisar antara 0,55 mGy-0,79 mGy. Pada pesawat 2, dosis yang diterima untuk pengukuran kepala pada mode Carotid Prop Scan berkisar antara 2,20 mGy-3.71 mGy dan mode Carotid Roll Scan berkisar antara 2,02 mGy-4,59 mGy. Sedangkan dosis yang diterima untuk pengukuran abdomen pada mode Abdomen Prop Scan berkisar antara 0,44 mGy-2,34 mGy dan pada mode Abdomen Roll Scan berkisar antara 0,43 mGy-1,30 mGy. Kesimpulan dari penelitian ini adalah semua mode preset tidak memberikan dosis yang mendekati dosis ambang untuk setiap titik pengukuran.

Three dimensional Rotational Angiography 3DRA is mostly used in interventional radiology, interventional cardiology, and minimal invansive surgery to visualize blood vessels, and more complicated anatomy with more visual capacity than the previous generation. The rotating nature of image acquisition with suspected high radiation dose requires dose estimation. This study was aimed to measure radiation dose in 3DRA and compare it to the thresholds for deterministic risks. Measurement using TLDs were carried out on female Rando phantom in two angiography suites with different device types, with the organ of interest being eyes, thyroid, spinal cord, breast and gonad. Different preset modes for head and abdomen were employed for comparison.
The result for device 1 showed that dose on 5sDR Head mode ranged from 1,17 mGy 3.68 mGy and in 5sDR Head Care mode ranged from 0,58 mGy 1,15 mGy while the measured dose on the body in 5sDR Body mode ranged from 0,50 mGy 0,85 mGy and in 5sDR Body Care mode ranged from 0,55 mGy 0.79 mGy. On device 2, the result showed the measured dose on the head in carotid prop scan mode ranged from 2,20 mGy 3.71 mGy and in carotid roll scan mode ranged from 2,02 mGy 4,59 mGy while the measured dose on the body in abdomen prop scan mode ranged from 0,44 mGy 2,34 mGy and in abdomen roll scan mode ranged from 0,43 mGy 1,30 mGy. The study presents that all preset modes do not deliver near threshold doses for each measurement point.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S68072
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yayang Bayu Tria Arisandi
"Angiografi Koroner dan Intervensi Koroner Perkutan Transradial adalah salah satunya pengobatan penyakit jantung koroner. Penggunaan akses transradial ini bisa menimbulkan beberapa komplikasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambarannya komplikasi akses radial pada angiografi pasca koroner dan/atau pasien Intervensi Koroner Perkutan di salah satu rumah sakit rujukan nasional. Penelitian dilakukan secara retrospektif menggunakan desain penampang berurutan pengambilan sampel melibatkan 111 responden. Hasil penelitian menunjukkan kejadian itu Komplikasi akses radial terjadi pada 33 (29,7%) responden dengan jenis komplikasi ini bervariasi yaitu obstruksi arteri radial (5,4%), spasme arteri radial (8,1%), perdarahan
area insersi (8,1%), hematoma area insersi (10,8%) dan ekimosis (23,4%). Studi ini merekomendasikan perlunya peran perawat, terutama dalam asesmen dan pemantauan pasien untuk mendeteksi komplikasi setelah angiografi Intervensi Koroner dan/atau Perkutan.

Coronary Angiography and Transradial Percutaneous Coronary Intervention is one of the treatments for coronary heart disease. The use of transradial access can cause several complications. This study aims to describe the complications of radial access in post-coronary angiography and/or Percutaneous Coronary Intervention patients at one of the national referral hospitals. The study was conducted retrospectively using a sequential cross-sectional design. Sampling involved 111 respondents. The results showed that the incidence of radial access complications occurred in 33 (29.7%) respondents with varied types of complications, namely radial artery obstruction (5.4%), radial artery spasm (8.1%), bleeding. insertion area (8.1%), insertion area hematoma (10.8%) and ecchymosis (23.4%). This study recommends the need for a nurse role, especially in the assessment and monitoring of patients to detect complications after coronary and/or percutaneous interventional angiography."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizqa Sari
"Latar belakang dan Tujuan: Penyakit jantung koroner adalah penyakit kardiovaskular yang paling banyak di dunia. Aterosklerosis arteri koronaria adalah penyebab terbanyak dari penyakit tersebut. Stenosis aterosklerosis arteri koronaria dapat dinilai dengan multislice computed tomography coronary angiography (MSCT angiografi koronaria). Permasalahan saat ini adalah modalitas tersebut tidak tersedia di semua institusi kesehatan. Beberapa penelitian telah banyak menghubungkan angka kejadian perlemakan hepar dengan stenosis aterosklerosis arteri koronaria. Pemeriksaan perlemakan hepar dapat dilakukan dengan berbagai modalitas radiologi, salah satunya dengan pemeriksaan CT non dengan mengukur densitas hepar yang memiliki tingkat sensitifitas dan spesifisitas yang baik. Pemeriksaan ini lebih sering dan mudah dilakukan daripada pemeriksaan MSCT angiografi koronaria. Mengetahui peranan pemeriksaan derajat perlemakan hepar diperlukan dalam memperkirakan derajat stenosis arteri koronaria.
Metode : Penelitian potong lintang menggunakan data sekunder pada 32 pasien yang dilakukan pemeriksaan MSCT angiografi koronaria di RSPAD dalam rentang waktu Juni 2015 - Desember 2015. Penilaian dilakukan dengan mengukur derajat perlemakan hepar pada CT Scan non kontras dan derajat stenosis aterosklerosis arteri koronaria pada MSCT angiografi koronaria.
Hasil : Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara derajat perlemakan hepar dengan derajat stenosis aterosklerosis arteri koronaria. Terdapat hubungan concordant yang cukup baik antara adanya perlemakan hepar dengan stenosis aterosklerosis arteri koronaria.
Kesimpulan : Berat ringannya derajat perlemakan hepar tidak mempunyai hubungan dengan berat ringannya derajat stenosis arteri koronaria, tetapi adanya perlemakan hepar dapat menjadi prediktor adanya stenosis arteri koronaria.

Background and Objective : Coronary heart disease is common cardiovascular disease in the world with the most common cause is coronary artery atherosclerosis. Stenosis of the coronary artery atherosclerosis assessed by multislice computed tomography coronary angiography. The problem is the modality is not available in all health institutions. Several studies have been associate between incidence of fatty liver with stenosis of coronary artery atherosclerosis. Examination of fatty liver can be done with various radiology modalities, one of them with non contrast CT by measured attenuation of the liver which have a good sensitivity and specificity. These examination are more frequent and easier to do than MSCT coronary angiography. Recognizing the importance of the degree of fatty liver examination is required in estimating the degree of coronary artery stenosis.
Methods : A cross-sectional study using secondary data on 32 patients who underwent coronary angiography MSCT at the army hospital within the period June 2015 - December 2015. The assessment was conducted by measuring the degree of fatty liver in non-contrast CT Scan and the degree of stenosis of coronary artery atherosclerosis in MSCT coronary angiography.
Results: There was no significant correlation between the degree of fatty liver with stenosis of coronary artery atherosclerosis. There is a pretty good concordant relationship between the presence of fatty liver with stenosis of coronary artery atherosclerosis.
Conclusion: Severity of fatty liver degree do not have a relationship with severity degree of coronary artery stenosis, but the presence of fatty liver can be a predictor of coronary artery stenosis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Andi Yassiin
"ABSTRAK
Latar Belakang. Media kontras dapat memberikan efek toksik pada sel tubulus ginjal, menyebabkan suatu kondisi dinamakan contrast induced nephropathy (CIN), yang berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas, dan memiliki efek yang sama pada pasien dengan gagal ginjal kronik maupun pasien risiko rendah (Laju Filtrasi Glomerolus (LFG) ≥ 60, skor Mehran sebelum tindakan ≤ 5). Dari beberapa penelitian mengenai rasio volume kontras dengan laju filtrasi glomerulus (V/LFG) untuk memprediksi CIN belum ada yang dikhususkan untuk pasien risiko rendah.
Metodologi. Penelitian ini merupakan studi potong lintang yang dilakukan di Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FKUI/Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita (RSJPDHK) dengan mengambil data dari rekam medis dan ruang kateterisasi. Durasi data yang diambil adalah Agustus 2015 - April 2016. Hasil penelitian dianalisis dengan prosedur Receiver Operating Characteristic (ROC) dari rasio V/LFG. Akan dianalisis nilai Area Under Curve dan mencari titik potong yang direkomendasikan sebagai nilai prediktor optimal dengan sensitivitas dan spesifisitas yang terukur.
Hasil. Dari 223 data yang terkumpul lengkap dan sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi didapatkan jumlah pasien yang mengalami CIN adalah sebesar 11 pasien (4,9%). Didapatkan perbedaan bermakna pada kedua jenis kelompok yaitu pada variabel jenis tindakan (P = 0,04), volume kontras (P = 0,02), dan rasio V/LFG (P = 0,032). Dari kurva ROC didapatkan bahwa rasio V/LFG mempunyai nilai AUC 0,69 (IK 95% 0,53 - 0,86). Dari kurva ROC ditentukan nilai potong yang bermakna dari rasio V/LFG ≥ 1,0 (Sensitifitas 55%, Spesifisitas 78%, Akurasi 77%, Nilai Prediksi Positif 12%, Nilai Prediksi Negatif 97%, P = 0,022). Dengan menggunakan rasio V/LFG ≥ 1 didapatkan insidensi CIN adalah 12% dibandingkan 3% pada pasien dengan V/LFG < 1 (OR 4,33; IK 95% 1,27 - 14, 83); P = 0,022).
Kesimpulan. Rasio V/LFG ≥ 1,0 dapat memprediksi kejadian CIN pada pasien risiko rendah yang menjalani tindakan angiografi atau intervensi koroner perkutan elektif

ABSTRACT
Background: Contrast media could give toxic effect to renal tubulus, creatining a condition named contrast induced nephropathy (CIN) and is associated with increased morbidity and mortality, and has the same effect in patient with chronic kidney disease or in low risk patients (estimated Glomerolus Filtration Rate (eGFR) ≥ 60, Mehran Score before procedure ≤ 5). From several studies concerning ratio of contrast volume to creatinine clearance (V/CrCl) to predict CIN, there were not any study yet focusing in low risk patients.
Methods: This is a cross-sectional study conducted in Cardiology and Vascular Medicine Faculty of Medicine Universitas Indonesia/National Cardiovascular Center Harapan Kita (NCCHK). The data were retrieved from medical records and catheterization room, since August 2015 -- April 2016. Receiver Operating Characteristic (ROC) is used to analyze the data, and by using Area Under Curve will gives the optimal cut-off for contrast volume to creatinine clearance ratio with measured sensitivity and specificity.
Results: From 223 patients the incidence of CIN is 11 patients (4,9%). There is a significant difference from both groups in types of procedure (P = 0,04), contrast volume (P = 0,02), and V/CrCl ratio (P = 0,032). From ROC curve we found that V/CrCl ratio have an AUC 0,69 (CI 95% 0,53 - 0,86). From ROC curve the significant cut-off ratio of V/CrCl is ≥ 1,0 (Sensitifity 55%, Specificity 78%, Accuracy 77%, Positive Predictive Value 12%, Negative Predictive Value 97%, P = 0,022). Using V/CrCl ratio ≥ 1,0 the incidence of CIN is 12%, compared to 3% in patients with V/LFG < 1,0 (odds ratio 4,33; CI 95% 1,27 - 14, 83); P = 0,022).
Conclusions: V/CrCl ratio ≥ 1,0 could predict CIN in low risk patients undergoing angiography or percutaneous coronary intervention.
"
2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Deka Hardiyan
"ABSTRAK
Kecemasan merupakan masalah yang sering dialami pasien sebelum angiografi
koroner. Intervensi yang dapat digunakan untuk menurunkan tingkat kecemasan
sebelum angiografi koroner yaitu pemberian terapi komplementer dan alternatif.
Tujuan penelitian ini yaitu mengidentifikasi pengaruh aromaterapi lavender
terhadap tingkat kecemasan, tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik,
frekuensi nadi, dan frekuensi napas pada pasien angiografi koroner. Desain
penelitian quasi eksperimen pretest posttest with control group. Metode pemilihan
sampel menggunakan consecutive sampling dengan jumlah 36 responden, dibagi
menjadi kelompok intervensi dan kontrol. Kelompok intervensi diberikan
aromaterapi lavender, sedangkan kelompok kontrol diberikan intervensi standar
rumah sakit. Hasil penelitian menunjukkan pada kedua kelompok terjadi
penurunan yang bermakna (p < 0,05; α 0.05) pada skor kecemasan, frekuensi
nadi, dan frekuensi napas. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara
kelompok intervensi dan kontrol setelah diberikan intervensi, namun kelompok
intervensi menunjukkan selisih rerata lebih besar dibanding kelompok kontrol.
Aromaterapi lavender direkomendasikan sebagai terapi untuk menurunkan tingkat
kecemasan pasien angiografi koroner dengan memperhatikan faktor eksternal
ketika aromaterapi lavender diberikan.

ABSTRACT
Anxiety is frequent problem in patients undergoing coronary angiography.
Intervention that can be used to reduce anxiety levels before coronary
angiography is complementary and alternative therapy. The purpose of this study
was to identified the effect of lavender aromatherapy towards anxiety level,
systolic blood pressure, diastolic blood pressure, heart rate, and respiratory rate
of coronary angiography patient. Study design was quasi experiment with pretest
posttest control group. The sample selection used consecutive sampling method
with 36 respondents, divided into intervention and control group. The intervention
group was given lavender aromatherapy, while the control group with standard
hospital intervention. The results suggest that in both group there was a
significant effect (p < 0,05; α 0.05) towards anxiety level, heart rate, and
respiratory rate. There was no significant difference between intervention and
control group after intervention, but the intervention group showed higher mean
difference than control group. Lavender aromatherapy is recommended as one of
therapy to reduce anxiety levels of coronary angiography patient by considering
the external factors when lavender aromatherapy has given."
2017
T47762
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>