Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 25 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bambang Niryono
"ABSTRAK
Persaingan industri di jaman era globalisasi sangat tergantung dari kemampuan
sumber daya manusia dalam menjalankan fungsi organisasi. Kemampuan dalam
melihat peluang bisnis menjadi arti yang sangat penting jika perusahaan akan
terus bertahan dan bergerak sesuai dengan visi dan misi. Kemampuan dalam
mengelolah proyek diharapkan akan mendapatkan benefit yang baik secara
organisasi. Diperlukan Manajer proyek yang bisa mengidentifikasi,
merencanakan, mengevaluasi serta memonitor seluruh proyek yang sedang
dilaksanakan supaya mendapatkan benefit yang baik. Untuk mendapatkan seorang
Manajer proyek yang handal diperlukan evaluasi yang kompeherenship terhadap
kinerja Manajer proyek. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan faktor-faktor
sukses manajer proyek dan menentukan peringkat manajer proyek yang sesuai
dengan faktor-faktor sukse. Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) digunakan
untuk mendapatkan nilai bobot prioritas yang paling signifikan terhadap kriteria
yang sesuai dalam menentukan tingkat keberhasilan seorang Manajer proyek.
Penelitian ini menghasilan bobot nilai prioritas dari kriteria utama yang dijadikan
faktor-faktor sukses yaitu Schedules and Plan 0.105, Communication 0.042,
Project Mission 0.084 dan Managing Resources 0.077. Manajer proyek 9 (PM9)
menjadi peringkat teratas dengan nilai 0.246. Manajer proyek dengan peringkat
tertinggi diharapkan dapat menjalankan proyek-proyek saat ini dan masa yang
akan datang disesuaikan dengan kebutuhan organisasi

ABSTRACT
Industry competition in the era of globalization depends on the ability of human
resources in carrying out the functions of the organization. The ability to see a
business opportunity be of great significance if the company will continue to
sustain and move in accordance with the vision and mission. Ability to manage
projects are expected to receive benefits that both organizations. Project Manajer
required that can identify, plan, evaluate and monitor the entire project is being
implemented in order to get a good benefit. To obtain a reliable Project Manajer
required kompeherenship evaluation of the performance of the Project Manajer.
The purpose of this study is to get success factors Project Manajer and Project
Manajer rankings. Analytic Hierarchy Process (AHP) is used to get the value of
the most significant priority weight to the appropriate criterion in determining the
level of success of a project Manajer. This research resulted in the priority
weighting of the main criteria that made success factors that schedules and plan is
0.105, Communication is 0.097, Project Mission is 0.084 and Managing resources
is 0.077. Project Manajer 9 (PM9) is the best rank with a value of 0.246. Project
Manajer with the highest ranking is expected to run projects current and future
tailored to the needs of the organization"
2016
T45750
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irvan Riansa
"ABSTRAK
Hal utama dari AHP adalah untuk menguji nilai eigen vector dari matriks berpasangan. Namun ketika jumlah kriteria, n, terlalu banyak, sering hal tersebut menyebabkan reliabilitas yang lebih buruk, saat peneliti menguji seluruh perbandingan berpasangan pada saat yang bersamaan. Oleh karena itu perlu untuk dilakukan penelitian bagamana pengaruh apabila tidak seluruh matriks perbandingan berpasangan diisi. Tujuan dari tesis ini adalah membuktikan bahwa metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dapat diterapkan meskipun tidak semua perbandingan berpasangan diisi atau bagaimana pengaruh jika tidak semua perbandingan berpasangan diisi terhadap nilai Consitency Ratio (CR). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh terhadap nilai CR saat tidak semua perbandingan berpasangan diisi, dan nilai CR dapat dipertahankan lebih kecil dari 0.1 apabila nilai CR semula tidak lebih dari 0.05 (jika perbandingan berpasangan diisi semua). Melalui penelitian yang kami lakukan, memungkinkan metode AHP diterapkan tanpa perlu mengisi semua perbandingan berpasangan dengan batasan-batasan baru dan para peneliti selanjutnya untuk meneliti bagaimana batasan-batasan agar hasil eigen vector-nya tidak berubah ketika ada perbandingan berpasangan yang tidak diisi. Penelitian ini berkontribusi untuk literatur bahwa metode AHP bisa dilakukan tanpa harus melengkapi perbandingan berpasangan sehingga bisa digunakan untuk masalah-masalah yang memerlukan pengambilan keputusan dalam waktu yang cepat dan dapat berguna dalam aplikasi kehidupan

ABSTRACT
Mainly in AHP is to evaluate the eigen vector value of the pairwise matrix. But when the number of criteria, n, is too large, it causes often worse reliability for an observer to evaluated all pairwise comparison at a time. Therefore, it is necessary to be researched the impact if not all pairwise comparison being filled completely. The purpose of this thesis is to prove that Analytic Hierarchy Process (AHP) method is able to be implemented or to investigate the impact to the Consitency Ratio (CR) value when not all pairwise comparison was filled completely. The result of this research was shown that there will be an impact to the CR value if not all pairwise comparison being filled completely and the CR value could be kept less than 0.1 if the ordinary CR not more than 0.05 (all pairwise comparison being filled completely). By our research, it provided possibility of implementing AHP method without filling all pairwise comparison with new requirement and for future reasearch to investigate further to find the requirement in order to keep the eigen vector in the same value (rank) although not all pairwise comparison being filled completely. This research contributed to the literature that the AHP could be implemented without filling the pairwise comparison completely so that it could be used for problems that need a fast decision making and useful in actual life application."
2016
T45558
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umar Baihaqki
"Pemberdayaan adalah sebuah istilah yang problematik. Sebagai sebuah turunan dari konsep pembangunan, pemberdayaan dijadikan solusi untuk menambal Iubang-lubang pembangunan. lerbagai fakta empiris menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak menjamin terciptanya pemerataan hasil-hasil pembangunan. Pemberdayaan menjadi jembatan penghubung jurang ketimpangan sosial akibat pembangunan yang tidak merata. Melalui berbagai program pemberdayaan, warga negara yang tidak beruntung diikutsertakan dalam berbagai kegiatan yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup mereka. Akan tetapi, dalam konteks Indonesia, sejak tahun 1970an istilah pemberdayaan didiskusikan dan dipraktekkan dalam bentuk kebijakan, istilah tersebut belum menemukan maknanya yang tepat. Pemberdayaan lebih sering menjadi jargon dan retorikan dari pemerintah maupun masyarakat sipil untuk menjadikan mereka yang tidak beruntung sebagai objek kepentingan mereka. Pemberdayaan yang seperti itu justru membuat warga negara semakin terekslusi dari pembangunan. Tesis ini akan mendiskusikan pemberdayaan dalam makna yang sebenarnya. Hanya saja, cakupannya dibatasi dalam tata ruang wilayah pesisir.
Ada dua alasan yang melatarbelakangi pembatasan ini. Pertama, konsep pembangunan masyarakat Iebih memungkinkan menerapkan model pembangunan lokal (locallity development) yang terbatas pada tingkat lokal secara geografis. Model ini diharapkan Iebih mampu menggerakkan masyarakat yang memiliki kesamaan kebutuhan dan kepentingan dibandingkan dengan wilayah yang Iebih Iuas, serta mampu mengantisipasi perbedaan karakteristik antara wilayah daratan dengan wilayah pesisir dan kelautan, Kedua, pembatasan ini jugs dilatarbelakangi oleh prioritas permasalahan sosial, yaitu tereksklusinya komunitas pesisir secara sosial, ekonomi dan politik dalam pembangunan di republik ini. Tiga aiternatif model pemberdayaan komunitas pesisir diuji dengan pendekatan kuantitatif dalam tesis ini. Ketiga alternatif model tersebut adalah model koperasi, model pusat komunitas dan model inti plasma. Sebagai lokus peneiitian adalah Kecamatan Pelabuhanratu, yang menjadi sentra perikanan di sepanjang garis Pantai Selatan Pulau Jawa.
Hasil analisis data dari responden ahli yang diolah melalui teknis Analytic Hierarchy Process (AHP) menempatkan model koperasi sebagai alternatif model yang memiliki peluang keberhasilan tertinggi di Pelabuhanratu. Akan tetapi, basil survey atas 55 responden di Desa Pelabuhanratu menunjukkan adanya kekecewaan atas kinerja koperasi maupun program-program bantuan yang disalurkan kepada warga. Hasil survery juga menemukan tetap terbukanya peluang bagi perbaikan model koperasi sehingga memberikan kepuasan bagi warga lokal yang mengikuti program pemberdayaan. Peluang tersebut bisa menjadi nyata bila model koperasi yang baru benar-benar memperlihatkan perbaikan kinerja, terutama pada sisi pelayanan.

Empowerment is a problematic concept. As a part of development theory, empowerment means to be the solution to cover everything that left behind in development process. There are many facts showing that a high economic growth doesn't always distribute equally in society. This condition is what make empowerment become a strategic issue in development. Through many empowerment program, every unlucky citizen were joined together and organized to help them to rise their quality of life. Unfortunately, in Indonesian context, the practical of empowerment progress is not as good as the discussion of the concept. Almost every empowerment practical experience in Indonesia has not find its true meaning. Empowerment is just a slogan and rhetoric from government or professional to cover their interest. This is why empowerment program only make community become dependent to the program or the actor, instead gaining a better wealth and better life. This thesis discuss empowerment concept in its true meaning. Only, the scope is limited to coastal area.
There are two reason for this limitation. First, community development as practical concept has a higher rate of success if running in a limited area. A local development model can generate better participation from the people to gain their needs together. This strategy also avoid generalization in implementing strategy of empowerment in land area and coastal area. Second, the priority in solving social and economic problem in coastal community. The Indonesian coastal community has already excluded from national social and economic development for many years. Three aIterratives of coastal community empowerment model are tested in field research with quantitative approach. Those three models are cooperation model, community center model, and local company model. As the locus of the study, this research is conduct in Kecamatan Palabuhanratu of Sukabumi Regency in West Java province.
The founding of this study with Analytic Hierarchy Process (AHP) show that cooperation model is the most suitable model among the three alternatives. The local company model is in the second place. But, when a survey conduct to show community perception about the three alternatives, a surprising result was appear. The survey show that most of the community member in grass root level were disappointed to cooperation performance recently, This finding can be concluded that participation in empowerment program doesn't always support the success of the program and rise the quality of life from member of the community."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T24394
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Teguh Raharjo
"Berdasarkan penelitian lembaga survey yang ada, tingkat keberhasilan implementasi proyek teknologi informasi masih tergolong rendah yaitu di bawah nilai 50 . Salah satu faktor penyebab kegagalan proyek teknologi informasi tersebut adalah karena faktor lemahnya penerapan standard dan metodologi manajemen proyek. Pada area ini, Project Management Office PMO sangat berperan di dalam mendukung keberhasilan proyek. Kenyataannya penerapan PMO sendiri masih banyak mengalami kegagalan. Beberapa lembaga riset terkemuka menyatakan bahwa kegagalan PMO masih tinggi disebabkan karena kurangnya dukungan eksekutif, gagalnya PMO memberikan nilai tambah bagi organisasi, persepsi PMO hanya sebagai overhead cost, dan masalah harapan mengenai PMO yang tidak realistis. Di Indonesia sendiri belum ada lembaga riset yang meneliti mengenai kegagalan penerapan PMO pada proyek teknologi informasi. Survey pendahuluan yang dilakukan oleh penulis melalui jajak pendapat dengan para pakar manajemen proyek di organisasi Project Management Institute PMI Indonesia didapat kesimpulan yang sejalan bahwa masih ditemukan kegagalan penerapan PMO yang cukup tinggi di Indonesia.Penelitian ini bertujuan untuk menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi PMO di bidang proyek teknologi informasi di Indonesia untuk memecahkan masalah di atas. Penelitian dilakukan secara kualitatif dengan melakukan studi literatur dan jajak pendapat pakar untuk mencari faktor-faktor penyebab keberhasilan PMO. Faktor-faktor tersebut perlu dibuat prioritas, sehingga diperlukan suatu urutan dari yang paling tinggi. Untuk membuat prioritas tersebut digunakan metode kuantitatif dengan melakukan analisis olah data dengan Analytic Hierarchy Process AHP .Hasil penelitian menunjukkan bahwa kriteria keberhasilan proyek menempati urutan pertama, sedangkan faktor dukungan top level management memberikan kontribusi terbesar pada keberhasilan PMO. Faktor lain yang perlu diperhatikan untuk keberhasilan PMO adalah sumber daya PMO yang memiliki kompetensi tinggi, kualitas kepemimpinan PMO dan standard process yang harus dimiliki.Kata kunci: Teknologi Informasi, Manajemen Proyek, Manajemen Proyek Teknologi Informasi, Project Management Office PMO , Faktor-faktor Keberhasilan PMO, Analytic Hierarchy Process AHP.

Based on existing research institute survey, the success rate of project implementation of information technology is still relatively low, well below the 50 . One of the factors causing the failure of information technology projects that are due to weak implementation of project management standards and methodologies. In this area, the Project Management Office PMO was instrumental in supporting the success of the project. In fact the implementation of PMO itself still many failures. Some of the leading research institutes stated that the failure of the PMO is still high due to lack of executive support, failure of the PMO provide added value to the organization, perceptions of PMO just as overhead cost, and problems regarding PMO expectations unrealistic. In Indonesia there has been no research institution that examines the failure of the implementation of PMO on information technology projects. Preliminary survey conducted by the authors through the poll with experts in organizational project management Project Management Institute PMI Indonesia obtained the conclusion that line that still found in PMO implementation failure is quite high in Indonesia.This research aims to find the factors that influence the success of the implementation of PMO in the field of information technology projects in Indonesia to solve the above problem. Research conducted qualitatively by studying literature and expert opinion poll to find the causative factors of success PMO. These factors need to be made a priority, so we need an order from the highest. To make it a priority to use quantitative methods to perform the analysis of the data with the Analytic Hierarchy Process AHP. Consideration of the use of AHP as a tool if the data in this study because the AHP has been frequently used in the area of project management and in accordance with the problems encountered.The results showed that the project success criteria have the highest priority, while the top level management support factor contributing to the success of the PMO's largest. Other factors to consider for a successful PMO are a PMO rsquo s resource that has a high competence, leadership qualities and standards process that should be owned.Keywords Information Technology, Project Management, Information Technology Project Management, Project Management Office PMO , Success Factor for PMO, Analytic Hierarchy Process AHP "
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hutapea, Hardyin Alexander
"Hasil survei The Standish Group pada tahun 2020 menyatakan bahwa dalam satu dekade terakhir, tingkat kegagalan proyek pengembangan perangkat lunak selalu lebih tinggi daripada tingkat keberhasilannya. Beberapa penelitian terdahulu berupaya mengumpulkan faktor penentu kegagalan proyek pengembangan perangkat lunak. Salah satu faktor yang paling sering dibahas adalah pendefinisian persyaratan yang kurang memadai. Oleh sebab itu, proses requirements engineering menjadi penting dalam menentukan keberhasilan proyek pengembangan perangkat lunak. Penelitian ini bertujuan memeringkatkan faktor penentu keberhasilan requirements engineering. Metode yang digunakan untuk memeringkatkan faktor adalah Analytic Hierarchy Process (AHP). Penelitian ini fokus pada pendekatan kuantiatif untuk mengumpulkan dan mengolah data. Pengumpulan data dilakukan menggunakan kuesioner dengan model perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Data yang dikumpulkan dari kuesioner kemudian diolah menggunakan aplikasi Expert Choice 11 untuk memeringkatkan kriteria dan faktor. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa faktor yang paling menentukan keberhasilan requirements engineering adalah pendefinisian batasan dan tujuan proyek. Implikasi yang diberikan dari penelitian ini secara teoritis adalah melengkapi dan memvalidasi penelitian terdahulu terutama tentang kriteria dan faktor penentu keberhasilan requirements engineering. Secara praktikal, hasil penelitian ini merekomendasikan tim pengembang perangkat lunak untuk fokus dalam mendefinisikan tujuan dan ruang lingkup proyek sebelum menjalankan proses requirements engineering.

According to a survey conducted by The Standish Group in 2020, the failure rate of software development projects has always been greater than their success rate during the last decade. Several earlier research attempted to identify the causes of failed software development projects. The poor definition of needs is one of the most commonly mentioned factors. Therefore, the importance of the requirements engineering process in determining the success of a software development project increases. This research attempted to rank the critical success factors of requirements engineering. Analytic Hierarchy Process is the method used to rank the components (AHP). This study emphasizes a quantitative approach to data collection and analysis. Using a questionnaire and a paired comparison model, data was obtained. The questionnaire data were then analyzed with the Expert Choice 11 software in order to rank the criteria and factors. The findings reveal that the definition of project scopes and goals is the most critical factor for the success of requirements engineering. Theoretically, the conclusions of this study complement and validate earlier research, particularly about the criteria and critical success factors for requirements engineering. In practice, the results of this study suggest that the software development team should focus on defining the project's scope and goals prior to executing the requirements engineering process."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Kharirotul Mizaniyah
"Perancangan Sistem Penaksiran Risiko Kredit pada Industri Perbankan Mikro (Microbanking) Tesis ini membahas perancangan sistem penaksiran risiko pada industri perbankan mikro (Microbanking). Peran penaksiran risiko kredit (risk assessment) penting dilakukan agar pihak bank atau pengawas bank mengetahui tingkat risiko kredit yang diberikan kepada nasabah. Sebelum dilakukan penaksiran risiko kredit, ada 2 langkah yang perlu dilakukan sebelumnya yaitu: penentukan faktor-faktor risiko kredit yang penting dan penaksiran bobot untuk setiap faktor-faktor risiko kredit yang ada. Analytic Hierarchy Process (AHP) digunakan untuk menganalisa faktor.
Hasil analisa menunjukkan bahwa 2 bobot kriteria tertinggi adalah Pinjaman Ditempat Lain (27,5%) dan Lama Menempati Tempat Tinggal Saat Ini (25,8%). Selanjutnya dari penelitian ini dihasilkan Rancangan Sistem Penaksiran Risiko yang digunakan untuk memperkirakan tingkat risiko pada calon debitur pada Industri Perbankan Mikro (Microbanking). Kata kunci : Penaksiran Risiko, Usaha Kecil dan Menengah (Microbanking), Analytic Hierarchy Process (AHP).

Risk Assessment of Credit System Design in Microbanking Industry This study discusses the design of risk assessment credit system on microbanking industry. The role of credit risk assessment is important for the banks or bank supervisors know the level of risk loans to customers. Before the credit risk assessment, there are 2 steps that need to be done before : the determination of credit risk factors and the assessment weighting for each credit risk factors that exist. Analytic Hierarchy Process (AHP) is used to analyze this factors.
Results of analysis showed that 2 most weight criteria is 'Otherloan' (27.5%) and 'Period of occupy current residence' (25.8%). Furthermore, this research produced a Risk Assessment System Design is used to estimate the level of risk in the prospective borrower in the Microbanking Industry Keywords : Risk Assessment, Microbanking, Analytic Hierarchy Process (AHP).
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
T41157
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Apri Nuryanti
"Pelaksanaan otonomi daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah diikuti pula dengan pelaksanaan desentralisasi fiskal, yaitu penyerahan berbagai sumber penerimaan daerah bagi penyelenggaraan tugas pemerintah daerah dan pembangunan daerah, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Selanjutnya keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah tersebut, harus didukung dengan ketersediaan dan kemampuan keuangan daerah yang bersumber dari penerimaan Pendapatan Asti Daerah (PAD). Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber penerimaan daerah yang sangat penting dan strategis untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Kemampuan keuangan suatu daerah diukur melalui seberapa besar peranan atau kontribusi PAD dalam membiayai seluruh pengeluaranpengeluaran daerah, termasuk belanja rutin daerah. Semakin besar kontribusi PAD dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) maka semakin besar tingkat kemandirian suatu daerah sehingga semakin kecil ketergantungan daerah untuk menaapatkan bantuan dana dari pemerintah pusat. Sebaliknya, semakin kecil kontribusi PAD dalam APBD maka semakin besar tingkat ketergantungan daerah untuk menerima bantuan dana dar! pemerintah pusat. Oleh karena itu, pemerintah daerah dituntut untuk meningkatkan penerimaan daerah dengan menggali dan rnengembangkan seluruh sumber-sumber keuangan daerah sendiri berdasarkan potensi dan kemampuan yang dimiliki.
Tujuan penelitian dalam tests ini adalah menganalisa kondisi atau kemampuan keuangan daerah Kota Palembang secara umum dalam rangka pelaksanaan pembangunan daerah, serta merumuskan alternatif kebijakan yang mungkin dapat dilaksanakan dalam upaya meningkatkan kemampuan keuangan daerah, khususnya peningkatan PAD. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi pemerintah daerah, khususnya Dinas Pendapatan Daerah sebagai instansi yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan pemungutan dan pengelolaan penerimaan daerah di masa yang akan datang.
Kemampuan keuangan daerah Kota Palembang diukur melalui indikator-indikator penerimaan keuangan daerah, yang meliputi antara lain rasio kecukupan penerimaan (Revenue Adequacy Ratio), rasio efisiensi, rasio effektivitas, dan rasio elastisitas PAD terhadap perubahan PDRB. Kenludian perumusan dan pemilihan alternatif kebijakan peningkatan PAD Kota Palembang dilakukan dengan pendekatan The Analytic Hierarchi Process (AH P).
Berdasarkan hasil analisa diketahui bahwa rasio kecukupan penerimaan daerah Kota Palembang TA 1998/1999-2002, baik terhadap belanja rutin maupun terhadap total pengeluaran daerah belum memadai, yakni kurang dari 20 % dari pengeluaran daerah. Rata-rata rasio kecukupan penerimaan PAD terhadap belanja rutin dan terhadap total pengeluaran daerah pada periode tersebut masing-masing sebesar 17,43 % dan 13,32 %. Sementara itu, rasio elastisitas PAD terhadap perubahan PDRB TA 1993/1994-2001 sangat berfluktuasi, namun secara keseluruhan rata-rata elastisitas PAD terhadap perubahan PDRB bersifat elastis sebesar 1,14 %.
Pemilihan kebijakan peningkatan PAD yang diprioritaskan untuk dilaksanakan menurut penilaian 5 responden berdasarkan hasil sintesa akhir global dengan menggunakan rata-rata ukur adalah kebijakan memperluas jenis pajak daerah dan retribusi daerah, dengan bobot prioritas mencapai 0,255. Prioritas kebijakan selanjutnya berturut-turut adalah memperbaiki sistem manajemen PAD dan pelaksanaan sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran dan motivasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah, dengan Bobot prioritas sebesar 0.250 dan 0.249. Kebijakan pelaksanaan mekanisme pengawasan dan sanksi terhadap subjek pajak berada pada urutan terakhir dengan bobot prioritas sebesar 0,246."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T12592
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elena Feridani
"PT. X sebagai perusahaan yang bergerak di bidang eksplorasi migas memiliki resiko operasional yang tinggi sehingga spesifikasi terhadap barang dan jasa yang dibutuhkan juga kompleks. Maka keputusan pemilihan pemasok di PT. X juga menjadi penting. Karena itu dibutuhkan suatu metode yang objektif dan mampu mengatasi permasalahan multikriteria secara proporsional. Dalam penelitian ini akan dibahas dua alternatif metode yang dapat digunakan, yaitu Analytic Hierarchy Process (AHP) dan Fuzzy AHP.
Penelitian dilakukan dengan pendekatan studi kasus, yaitu pemilihan pemasok jasa pemeliharaan fasilitas off shore di PT X. Pertama-tama kriteria dan sub kriteria yang digunakan untuk memilih pemasok jasa pemeliharaan fasilitas off shore, dipilih oleh Procurement Specialist di PT. X kemudian dilakukan pembobotan kriteria dan sub kriteria dengan menggunakan metode AHP dan Fuzzy AHP.
Dari penelitian ini didapatkan 7 kriteria dan 34 sub krteria yang menjadi pertimbangan dalam memilih pemasok. Kriteria Kesehatan, Keselamatan dan Lingkungan merupakan kriteria yang memiliki prioritas dan bobot tertinggi untuk memilih pemasok. Sedangkan kedua metode yang digunakan memberikan hasil pembobotan yang tidak jauh berbeda satu sama lain dengan rata-rata perbedaan bobot sebesar 0,032.

As an oil and gas company, PT X has a very high operational risk in every of its activities. This cause the company has very detail specifications on goods or services that they needed. So, the decision on supplier selection becomes important. This situation needs an objective and accommodative method for multi criteria supplier selection problem. This research will introduce two alternatives method which can be used to solve these problems; they are the Analytic Hierarchy Process (AHP) and Fuzzy AHP.
This research using study case approach in off shore facilities maintenance service supplier selection problem at PT.X. First, the criteria and sub criteria used to evaluate supplier is chosen by some procurement specialist in PT X, then the criteria and sub criteria is weighted by AHP and Fuzzy AHP Method.
This research resulting 7 criteria and 34 sub criteria used to evaluate the supplier. Health, Safety and Environmental is the criteria with highest priority and weight for selecting supplier. The two methods used here, give weighting result which is not too different each other with said average difference is 0,032.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
T18705
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizaldy Yudhista Nurzirwan
"Pakar ekonomi mengungkapkan bahwa perubahan iklim merupakan kegagalan pasar terbesar yang terjadi di Dunia, pelaku bisnis bermula dari tahun 1800an tidak mengikutsertakan dampak dari kegiatan business-as-usual pada lingkungan. Salah satu faktor yang mendorong terjadinya perubahan iklim adalah deforestasi hutan didorong oleh faktor ekonomi masyarakat yang masih melihat hutan sebagai sumber daya yang diambil secara langsung. Saat ini, banyak pihak yang sudah berusaha memberikan insentif kepada upaya pelestarian hutan yang disebut market-based initiatives (MBI), akan tetapi masih minimnya preferensi pelaku usaha pada MBI dikarenakan minimnya informasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan paradigma pelaku bisnis konservasi baik itu pemerintah maupun swasta terhadap konsep konservasi berbasis pasar melalui perdagangan karbon. Peneliti menggunakan AHP dalam mengembangkan model preferensi untuk konservasi berbasis pasar karbon. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada tiga kriteria preferensi utama yang menjadi fokus dalam pengembangan model preferensi yaitu potensi pasar, tujuan bisnis, dan juga pengalaman bisnis sehingga pengembangan model preferensi harus menitikberatkan kepada ketiga kriteria tersebut

Economic experts reveal that climate change is the biggest market failure that has occurred in the world, businesses dating back to the 1800s did not take into account the impact of business-as-usual activities on the environment. One of the factors driving climate change is deforestation driven by economic factors, people who still see forests as a resource that can be taken directly. Currently, many parties have tried to provide incentives for forest conservation efforts called market-based initiatives (MBI), but there is still a lack of preference for business actors in MBI due to a lack of information. This study aims to develop the paradigm of conservation business actors, both government and private, towards market-based conservation concepts through carbon trading. Researchers used AHP in developing a preference model for carbon market-based conservation. The results of the study show that there are three main preference criteria that are the focus of the development model preference, namely market potential, business objectives, and business experience so that the development model preference must focus on these three criteria."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>