Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Shimaa
"Perkembangan ekonomi ke arah ekonomi digital telah menimbulkan tantangan baru bagi penegakan hukum persaingan usaha diantaranya yaitu timbulnya berbagai praktik persaingan usaha tidak sehat yang dilakukan oleh para pelaku usaha dengan memanfaatkan perkembangan teknologi yang ada. Adanya tantangan tersebut tentunya perlu untuk diakomodir dengan pengaturan yang komprehensif sebagai bentuk antisipasi terhadap praktik persaingan usaha tidak sehat yang dilakukan oleh pelaku usaha. Adapun hingga saat ini, Indonesia belum memiliki pengaturan yang secara khusus mengatur mengenai persaingan usaha di sektor ekonomi digital. Berbeda dengan Indonesia, Republik Rakyat Cina dianggap telah menjawab tantangan hukum persaingan usaha di era ekonomi digital melalui penanganan dalam kasus penyalahgunaan posisi dominan dengan bentuk compulsory either-or-choice yang dilakukan oleh Alibaba Group. Untuk itu, penulis mengkaji pengalaman Republik Rakyat Cina dalam menangani praktik penyalahgunaan posisi dominan oleh Alibaba Group untuk mengetahui apa saja yang dapat dilakukan oleh Indonesia. Selain itu, penulis juga membahas mengenai peran KPPU sebagai otoritas penegak persaingan usaha dalam mengantisipasi kasus penyalahgunaan posisi dominan dalam bentuk compulsory either-or-choice. Dalam menganalisis, penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif yaitu dengan studi pustaka serta wawancara dengan KPPU. Hasil dari penelitian oleh penulis yaitu dalam menentukan pasar bersangkutan, Indonesia dapat turut mempertimbangkan model bisnis platform, wilayah aktual tempat sebagian besar pengguna memilih produk, preferensi bahasa, dan kebiasaan konsumsi pengguna. Selain itu, dalam menentukan kekuatan pasar dalam kaitannya dengan posisi dominan, tidak lagi menggunakan kriteria formalistik seperti sepenuhnya mengacu pada rasio pangsa pasar sebagaimana diatur dalam Pasal 25 Ayat (2) UU No. 5 Tahun 1999, melainkan dengan mempertimbangkan karakteristik e-commerce yang meliputi switching cost, tingkat ketergantungan penjual untuk bertransaksi pada platform, user stickiness, kemampuan penguasaan terhadap data dan algoritma, dan lock-in effect. Adapun KPPU dapat melakukan penyesuaian terhadap penentuan pasar bersangkutan dalam peraturan komisi, penentuan posisi dominan, serta memberikan masukan kepada pemerintah untuk membentuk larangan penyalahgunaan algoritma, data, dan teknologi bagi platform dalam UU No. 5 Tahun 1999.

Economic development towards the digital economy has created new challenges for the enforcement of competition law, including the emergence of various unfair business competition practices carried out by business actors by utilizing existing technological developments. The existence of these challenges certainly needs to be accommodated with comprehensive regulation as a form of anticipation of unfair business competition practices carried out by business actors. As of now, Indonesia does not yet have regulations that specifically regulate competition in the digital economy sector. In contrast to Indonesia, People’s Republic of China is considered to have answered the challenges of competition law in the digital economy era by handling cases of abuse of dominant position in the form of compulsory either-or-choice conducted by the Alibaba Group. For this reason, the author examines People’s Republic of China's experience in dealing with the practice of abuse of dominant position by the Alibaba Group to find out what Indonesia can do. In addition, the author also discusses the role of Indonesia Competition Commission as a competition enforcement authority in anticipating cases of abuse of dominant position in the form of compulsory either-or-choice. The author uses normative juridical research methods, by studying the literature and interviewing with Indonesia Competition Commission. The results of research by the author, namely in determining the relevant market, Indonesia can also consider the platform's business model, the actual region where most users choose products, language preferences, and user consumption habits. In addition, in determining market power, Indonesia should no longer use formalistic criteria such as fully referring to the market share ratio as stipulated in Article 25 Paragraph (2) of Law No. 5 of 1999 but taking into account the characteristics of e-commerce which include switching costs, the level of dependence of sellers to transact on platforms, user stickiness, ability to master data and algorithms, and lock-in effects. As an anticipation, Indonesia Competition Commission can make adjustments to the determination of the relevant market and dominant position in the guidelines and provide input to the government to form a prohibition on abuse of algorithms, data, and technology for platforms in Law No. 5 of 1999."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tse, Edward
Jakarta: Elex Media Komputindo, 2018
330.951 TSE c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Andriansyah
"Langkah privatisasi yang dilakukan sejak zaman Deng Xiaoping membuat ekonomi China terus bertumbuh dengan pesat. Pertumbuhan ekonomi tersebut pun semakin berkembang pesat saat akhir 1990-an ketika internet mulai menjadi konsumsi publik. Dari perkembangan internet tersebut, muncullah Alibaba Group sebagai e-commerce B2B yang menjalankan bisnis melalui skema platformisasi. Model bisnis tersebut pun terbukti berhasil dan mengantarkan Alibaba Group sebagai raksasa bisnis di China. Dengan akumulasi kapital yang diperoleh, keberadaan Alibaba Group tidak lepas dari perhatian Pemerintah China. Kedua belah pihak memiliki hubungan yang baik sejak awal Alibaba Group berdiri pada tahun 1999 hingga tercatat telah melakukan berbagai kerjasama pada tahun 2019. Namun, hubungan baik tersebut pun pecah pada tahun 2020 ketika Alibaba Group dikenakan denda oleh Pemerintah China dikarenakan ekspansi anak perusahaannya yang bergerak di bidang finansial dan e-commerce menyalahi regulasi Pemerintah China. Menggunakan pisau analisis tipologi strategi manajemen politik, penelitian ini berupaya untuk menjelaskan kegagalan Alibaba Group dalam menjaga hubungannya dengan pemerintah China. Penelitian ini menemukan bahwa ketidaksesuaian pemilihan strategi politik yang diterapkan Alibaba Group menyebabkan respons negatif dari Pemerintah China sehingga mereka mendapatkan denda.

Privatization taken since Deng Xiaoping era has made China’s economy grow rapidly. This economic growth accelerated in the late 1990s when the internet began to become public consumption. The Internet development led to the born of Alibaba Group with its first B2B e-commerce platform. The platform business model proved successful and made Alibaba Group become a giant in the Chinese platform economy. With the huge amount of capital gained, Alibaba Group cannot get out of the government's sight. Both parties had a good relationship since Alibaba Group was established in 2019 with various collaborations between the two. However, the good relationship ended in 2020 when Alibaba Group was fined by the government due to regulatory violations in the finance and e-commerce sector. Using the political management strategy typology, this study aims to explain the failure of Alibaba Group to maintain its relationship with the government. The analysis found that the incorrect type of political strategy chosen by Alibaba Group made a negative response from the government. The negative response eventually led to the imposition of fines on the Alibaba Group."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library