Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Candra Ismail Alhakim
"Dengan semakin sadarnya manusia terhadap efek penggunaan bahan bakar fosil pada proses generasi energi, industrialisasi, dan transportasi terhadap lingkungan pada khususnya pemanasan global dan perubahan cuaca, pemerintah dan instansi non pemerintah dunia semakin menggalakkan penggunaan sumber energi terbarukan yang ramah lingkungan untuk berusaha menekan dan mengurangi emisi karbon dengan harapan untuk memperlambat perubahan cuaca dan pemanasan global. Salah satu sumber energi terbarukan ramah lingkungan yang sedang digalakkan adalah pemberdayaan angin sebagai sumber energi dengan memanfaatkan turbin angin untuk mengkonversi gaya angin menjadi energi listrik. Negara indonesia sendiri memiliki beberapa kabupaten dan provinsi yang memiliki potensi pengembangan sumber energi terbarukan yang memanfaatkan energi angin dengan kecepatan angin pada ketinggian 50 m sebesar 6 – 8 m/s. Pada sistem konversi energi turbin angin, terdapat berbagai struktur pendukung yang dibutuhkan yaitu salah satunya pondasi. Penelitian ini dilakukan untuk melakukan simulasi gaya aerodinamis turbin angin yang ditempatkan di kabupaten yogyakarta dan melihat efeknya terhadap pondasi monopile. Berdasarkan permodelan didapat bahwa metode permodelan monopile 3 dimensi menghasilkan model yang lebih masuk akal dengan deformasi aksial sebesar 6 mm dan deformasi lateral berdasarkan metode analisis manua sebesar 15 mm

With increasing awareness of the effects of fossil fuel usage in energy generation, industrial processes, and transportation on the environment, particularly global warming and climate change, governments and non-governmental organizations worldwide are promoting the use of renewable energy sources that are environmentally friendly to mitigate and reduce carbon emissions. This is in the hope of slowing down climate change and global warming. One of the renewable energy sources being promoted is wind power, utilizing wind turbines to convert wind force into electrical energy. Indonesia itself has several districts and provinces with the potential for developing renewable energy sources harnessing wind energy, with wind speeds at a height of 50 meters ranging from 6 to 8 meters per second. In the energy conversion system of wind turbines, various supporting structures are required, one of which is the foundation. This research aims to simulate the aerodynamic forces on wind turbines located in Yogyakarta district and observe their effects on monopile foundations. Based on the modeling, it was found that the three-dimensional monopile modeling method produces a more reasonable model with axial deformation of 6 mm and lateral deformation based on manual analysis of 15 mm."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Brian Agung Cahyo P
"Ketika dua kereta cepat berpapasan di dalam terowongan, gelombang tekanan dan gaya aerodinamis yang bekerja pada kedua badan kereta akan jauh lebih kuat dan fenomena aliran lebih rumit daripada kasus satu kereta melewati sebuah terowongan. Efek aerodinamis terjadi sangat kuat ketika kereta berpapasan di tengah terowongan. Studi ini mempelajari pengaruh kecepatan dua kereta berpapasan terhadap gelombang tekanan dan gaya aerodinamis. Selain itu, pengaruh jarak antar dua centreline juga dipelajari di setiap variasi kecepatan kereta. Dalam penelitian ini, jenis aliran udara diasumsikan kental, unsteady, kompresibel dan 3D. Kami memvariasikan kecepatan dua kereta identik sebesar 250, 300 dan 350 km/jam dan variasi jarak antar dua centreline sebesar 3,9; 4,2 dan 5 m. Dengan menggunakan simulasi CFD dan metode overset pada badan kereta, akan didapatkan bahwa semakin besar kecepatan kereta maka akan semakin besar nilai koefisien tekanan yang terjadi. Nilai koefisien tekanan yang mengalami fluktuasi yang besar terjadi pada variasi x = 4,2 m. Semakin tinggi kecepatan kereta maka akan semakin parah hambatan udara yang diterima. Variasi x = 4,2 m pada semua variasi kecepatan memiliki nilai hambatan yang paling fluktuatif dan paling tidak stabil. Momen guling tidak terlalu berpengaruh pada kestabilan pergerakan kereta. Nilai momen guling yang mengalami fluktuasi yang besar terjadi pada variasi x = 5 m. Nilai gaya samping yang mengalami fluktuasi yang besar terjadi pada variasi x = 4,2 m pada semua variasi kecepatan. Gaya samping tidak dipengaruhi oleh interaksi kereta-terowongan, namun dipengaruhi oleh interaksi dua kereta.

When two high-speed trains are passing by each other in the middle of tunnel, the pressure waves and aerodynamic forces acting on the two train’s bodies will be much stronger and the flow phenomena are more complicated than in the case of one train passing through a tunnel. They become maximum when the passing event takes place in the middle point of tunnel. This work studies the influence of the train’s speed variation and the variation of the distance between the two centrelines on the pressure waves and aerodynamic forces for passing event. In this study, the fluid is assumed to be viscous, 3D, unsteady and compressible. We varied the velocity of two identical trains by 250, 300 and 350 km/h and the distances between the two centrelines by 3.9, 4.2 and 5 m. By using CFD simulation and the overset method on the train body, it will be found that the greater the train speed, the greater the pressure coefficient occurs. The pressure coefficient that experienced large fluctuations occurred in the variation of x = 4.2 m. The higher the train’s speed, the more severe the aerodynamic drag it receives. The variation x = 4.2 m at all speed variations has the most fluctuating and most unstable for drag. The rolling moment has little effect on the train running stability. The rolling moment that experienced large fluctuations occurred at a variation of x = 5 m. The value of the side force that experienced large fluctuations occurred at variations of x = 4.2 m at all speed variations. The side force is not affected by the train-tunnel interaction, but is affected by the two high-speed trains interaction."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naufal Putra Ramadhan
"Crosswind menjadi salah satu fenomena aerodinamis yang sangat mempengaruhi kinerja aerodinamis dan keselamatan operasional kereta cepat. Windbreak merupakan salah satu fasilitas penahan angin yang biasa digunakan untuk kereta cepat di daerah berangin. Studi ini bertujuan untuk melihat bagaimana variasi ketinggian windbreak (3.8 m; 4.4 m; dan 5.2 m) dapat mempengaruhi performa aerodinamis kereta cepat. Untuk mengetahui hal tersebut, 3 koefisien aerodinamis (drag, lift, dan rolling moment) dari kereta cepat dibandingkan pada saat kereta melewati lintasan dengan variasi ketinggian windbreak pada kondisi yang sama menggunakan simulasi CFD ANSYS FLUENT. Perubahan yang terjadi secara tiba-tiba terhadap beban aerodinamis dan perbandingan ketinggian windbreak terlihat dari visualisasi medan tekanan. Pertama, koefisien aerodinamis kereta akan terjadi penurunan secara signifikan ketika kereta mulai memasuki lintasan windbreak. Kedua, Proses 'IN' lintasan windbreak memiliki fluktuasi beban aerodinamis yang lebih besar dibandingkan dengan proses 'OUT'. Ketiga, ketinggian windbreak tidak mengubah secara signifikan pada trend grafik koefisien aerodinamis, hanya terjadi perbedaan fase dan besar amplitudo yang terbentuk. Rata-rata koefisien drag dan lift tertinggi terjadi pada ketinggian 5.2 m, yaitu sebesar 0.291 dan 0.011. Sedangkan rata-rata koefisien rolling moment tertinggi terjadi pada ketinggian windbreak 3.8 m, yaitu sebesar 0.0029.

Crosswind greatly affects the aerodynamic performance and operational safety of the high-speed train. Windbreak is one of the windproof facilities commonly used for high-speed trains in windy areas. This study aims to see how variations in windbreak height (3.8 m; 4.4 m; and 5.2 m) can affect the aerodynamic performance of high-speed trains. 3 aerodynamic coefficients (drag, lift, and rolling moment) of the HST were compared when the train passed the track under the same conditions using the ANSYS FLUENT CFD simulation. Sudden changes in aerodynamic loads can be seen from the visualization of the pressure contour. First, the aerodynamic coefficient of the train will decrease significantly when the train begins to enter the windbreak. Second, the IN process of the windbreak trajectory has a larger aerodynamic load fluctuation than the OUT process. Third, the height of the windbreak does not significantly change the trend of the aerodynamic coefficient graph, there is only a phase difference and the magnitude of the amplitude formed. The highest average drag and lift coefficient occurs at a height of 5.2 m, which is 0.291 and 0.011. Meanwhile, the highest average rolling moment coefficient occurs at a windbreak height of 3.8 m, which is 0.0029."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oci Sarkosi
"
ABSTRAK
Ketidakrataan permukaan jalan (surface irregularities) merupakan Salah satu sumber
penyebab getaran pada body kendaraan selain yang disebabkan oleh getaran mesin
dan transmisi serta gaya aerodinamis [8]. Komponen isolasi getaran dalam tinjauan
ini adalah ban pneumatis, pegas dan shock absorber yang membentuk model susunan
mekanis sistem dua derajat kebebasan dengan gerakan massa sprung (body) dan
massa unsprung (roda-roda, poros, dan mekanisme kemudi). Dalam analisis getaran,
dibutuhkan sebuah model yang dapat menggambarkan keadaan nyata sistem.
Spesifikasi komponen mekanik ditentukan dengan mempertimbangkan faktor-faktor
disainnya, seperti penentuan defleksi statis pegas dengan mempertimbangkan
frekwensi natural massa sprung serta jaminan kontak roda dengan permukaan jalan
pada tingkat kecepatan tertentu. Program software PSPICE digunakan sebagai alat
banlu dalam simulasi rangkaian listrik analog. Untuk itu dibutuhkan konversi
besaran-besaran mekanik menjadi besaran-besaran lisnik melalui sebuah analisa non-
dimensional berdasarkan teorema pi-Buckingham. Analisa non-dimensional juga
menghasilkan persamaan getaran sistem yang menunjukkan bahwa gaya eksitasi F,
dan kekakuan ban pneumatis lc. secara langsmmg berpengamh pada besamya
amplitudo getaran. Analisa kenyamanan dilakukan dengan mengacu pada kriteria
kenyamanan Janeway (Janeways comfort criterion). Berdasarkan simulasi diketahui
bahwa bertambahnya kecepatan gerak kendaraan menyebabkan frekwensi getaran
body meningkat. Besarnya amplitude getaran dapat dikurangi dengan memperbesar
fraksi rnassa sprung dari total massa sistem.Vacuum lifter merupakan suatu alet yang dlgunakan sebagal materlal handling dengan prinsip udara vacuum. Tujuan digunakannya alat lni adalah agar benda yang ditangani, dalam hal ini paper-roll tidak mengalamlipenurunan kualltas, sebagaimana dltemul pada penggunaan material handling yang Ialn. Selain ltu dalam penggunaannya pada warehouse, vacuum lifter lni dapat dipasang pada overhead crane yang memungkinkan dicapainya pemakaian area warehouse seoptimum mungkin.
Selanlutnya dalam Skripsi lni penulls akan membahas prinsip kerja vacuum lifter dan juga akan merancang mekanisme vacuum lifter dengan membuat rangkalan skematis sistem pneumatis vacuum lifter. Dan berdasarkan data-data yang didapat, baik darl PT. X selaku lndustri pembuat kertas, maupun brosur-brosur mengenal vacuum lif-ter, penulls juga akan melakukan beberapa perhitungan untuk melengkapi perancangan alat lni, antara Iain: menentukan besar tekanan vacuum minimum yang harus dicapai, menentukan besarnya daya yang dlperlukan kompresor dan vacuum pump, dan merencanakan dlmensi dari pressure air tank.
"
1997
S36787
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inshanu Ghalih Wibowo
"ABSTRAK
Penelitian ini mengenai implementasi dari Kontrol Aktif Aliran berupa Jet Sintetik pada kendaraan beroda, yaitu mobil. Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat mengetahui pengaruh Kontrol Aliran Aktif Jet Sintetik terhadap penurunan nilai koefisien drag yang ada pada mobil tersebut. Selain hal tersebut, pada penelitian ini juga akan melihat perilaku medan kecepatan, distribusi tekanan dan intensitas turbulensi pada saat jet sintetik digunakan. Penelitian ini menggunakan dua metode pendekataan, yaitu metode komputasional dengan menggunakan perangkat lunak Ansys FLUENT dan metode eksperimental yang dilakukan dengan terowongan angin. Terdapat tiga buah kecepatan yang akan diuji dalam penelitian ini yaitu 11.1 m/s, 13.9 m/s dan 16.7 m/s. Hasil yang didapatkan dengan penggunaan kontrol aliran aktif jet sintetik adalah dapat mengurangi ukuran olakan yang terbentuk pada bagian belakang mobil, meningkatkan tekanan udara global, menurunkan intensitas turbulensi dan menaikan nilai energi kinetik rata-rata yang dimiliki oleh fluida udara. Oleh karena itu, koefisien drag yang ada pada mobil dapat diturunkan.

ABSTRACT
This research is about implementation of active flow control synthetic jet in automotive, which is a car. The reason this research conduct is to find the effect of active flow control synthetic jet in drag reduction on the car. Beside that, we will see the effect of the active flow control on the velocity field, pressure distribution and also turbulence intensity. This reaserach have two method of approach, which is computational method and experimental method. Computational method we use software for CFD that is Ansys FLUENT and for the experimental method we do that using a wind tunnel. There are three different kind of velocity that will be use in this research which is 11.1 m/s, 13.9 m/s and 16.7 m/s. The result that came up from this research are acive flow control can reduced the size of the wake that generated on the back of the car, increase the pressure globally, reduce the turbulence intensity and also increase kinetik energy that the flow carry out. Therefore, the drag coefficient on the car can be reduced."
2016
S65422
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faishal Andzar
"Penyakit Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit yang menjadi salah satu permasalahan di negara berkembang, salah satunya di Indonesia. Terapi tuberkulosis yang biasanya dominan dalam administrasi oral memiliki berbagai permasalahan, yaitu salah satunya adalah rendahnya konsentrasi obat pada tempat infeksi Mycobacterium tuberculosis, yaitu di alveolus.Penghantaran obat antituberculosis langsung ke paru-paru merupakan salah satu strategi untuk meningkatkan konsentrasi obat di lokasi infeksi sehingga efektivitas terapi meningkat. Isoniazid merupakan salah satu lini terapi pertama terapi tuberkulosis. Namun, serbuk isoniazid perlu memiliki sifat arodinamis yang baik agar dapat terdeposisi di paru-paru. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh eksipien L-leusin dan/atau amonium bikarbonat terhadap sifat aerodinamis dan profil pelepasan obat serbuk inhalasi isoniazid. Semua formula serbuk inhalasi isoniazid dibuat dengan metode semprot kering. Serbuk inhalasi yang diperoleh kemudian dikarakterisasi morfologi, kandungan lembab, densitas bulk, distribusi ukuran partikel, sifat aerodinamis, gugus fungsi, kadar, serta profil pelepasan dalam medium simulasi paru-paru. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan L-leusin meningkatkan sifat aerodinamis, sementara penambahan amonium bikarbonat tidak meningkatkan sifat aerodinamis secara signifikan. Formula serbuk inhalasi isoniazid dengan kombinasi eksipien L-leusin dan amonium bikarbonat memiliki sifat aerodinamis paling baik dengan nilai persentase emitted fraction (EF) 62,08%±1,80 dan fine particle fraction (FPF) 50,39%±6,13 dan diameter aerodinamis (MMAD) 5,68±0,35 µm. Uji pelepasan obat secara in-vitro menunjukkan bahwa semua formula dapat terdisolusi hingga 100% dalam waktu 45 menit. Namun, penambahan amonium bikarbonat tidak mampu mengubah morfologi serbuk inhalasi isoniazid menjadi berpori seperti yang diharapkan. Oleh karena itu, optimasi parameter proses penyemprotan diperlukan untuk menghasilkan partikel dengan pori.

Tuberculosis is a major health problem in many developing countries, including Indonesia. The therapy for tuberculosis primarily consists of orally consumed drugs, which can result in several issues, including low concentration of antibiotics at the alveoli, the primary site of infection of Mycobacterium tuberculosis. Pulmonary delivery of anti-tuberculosis drugs is one of strategies to provide adequate concentrations at the site of infection, thus increase effectiveness of therapy. Isoniazid is one of the first-line drugs for tuberculosis therapy. However, isoniazid powder should exhibit good aerodynamic properties to be deposited in the lungs. Thus, this study aimed to examine the effect of L-leucine and/or ammonium bicarbonate on aerodynamic properties and drug release profile of isoniazid inhalation powder. All formulations were produced by spray drying, with or without L-leucine and/or ammonium bicarbonate. The obtained powder was characterized by its morphology, moisture content, bulk density, particle size distribution, aerodynamic properties, functional group, content assay, and drug release profile in simulated lung medium. The results showed that the addition of L-leucine increased the aerodynamic properties of isoniazid, while the addition of ammonium bicarbonate did not increase the aerodynamic properties significantly. Isoniazid inhalation powder with combination of 5% w/w L-leucine and 5% w/w ammonium bicarbonate exhibited the best aerodynamic properties with emitted fraction (EF) 62.08%±1.80% and fine particle fraction (FPF) 50.39%±6.13%, and aerodynamic diameter (MMAD) 5.68±0.35 µm. In-vitro drug release test showed that isoniazid in all formulations can be dissolved up to 100% within 45 minutes. However, the addition of ammonium bicarbonate could not form large porous particles as expected. Therefore, further research is required to optimize spray drying parameters in order to achieve the desired particles."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thalia Yulian Chandra
"Formulasi serbuk inhalasi rifampisin dengan pembawa kitosan dapat menghantarkan lebih banyak rifampisin ke makrofag paru untuk meningkatkan efektivitas terapi tuberkulosis laten. Diperlukan serbuk rifampisin-kitosan dengan sifat aerodinamis yang baik agar dapat terdeposisi di paru-paru. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan sediaan serbuk inhalasi rifampisin-kitosan dengan adanya penambahan L-leusin dan/atau amonium bikarbonat yang memiliki sifat aerodinamis yang baik dan pelepasan obat yang baik dalam medium makrofag paru. Serbuk inhalasi rifampisin-kitosan 1:1 (F1) diformulasikan dengan leusin 30% (F2), amonium bikarbonat 1,5% (F3), atau kombinasinya (F4) dan dibuat dengan metode semprot kering. Serbuk inhalasi rifampisin-kitosan yang diperoleh kemudian dikarakterisasi rendemen, kandungan lembab, ukuran partikel geometris dan aerodinamis, serta kelarutan dan profil disolusinya dalam medium simulasi paru pH 7,4 dan medium simulasi makrofag paru pH 4,5. Penambahan leusin 30% (F2) berhasil sedikit memperbaiki sifat aerodinamis serbuk rifampisin-kitosan 1:1 (F1) dengan diameter aerodinamis rata-rata sebesar 7,56 µm, fine particle fraction (FPF) sebesar 32,48%, dan persentase serbuk teranalisis sebesar 67,23%, serta meningkatkan pelepasan rifampisin dalam medium simulasi makrofag alveolar (pH 4,5) menjadi 16,07 ± 0.56% dalam 2 jam dengan peningkatan 1,33 kali dibandingkan dengan serbuk rifampisin-kitosan (F1).

Formulation of rifampicin inhalation powder with chitosan as a carrier could deliver more rifampicin to alveolar macrophages to to increase the effectiveness of latent tuberculosis therapy. Rifampicin-chitosan powder with good aerodynamic properties is required in order to be deposited in the lungs. This study was aimed to produce rifampicin-chitosan inhalation powder with the addition of L-leucine and/or ammonium bicarbonate with good aerodynamic properties and high drug release in simulated alveolar macrophage fluid. Rifampicin-chitosan (1:1) inhalation powder (F1) was formulated with 30% L-leucine (F2), 1.5% ammonium bicarbonate (F3), or both (F4) and prepared using spray drying method. The obtained rifampicin-chitosan inhalation powder was characterized by its powder yield, moisture content, geometric and aerodynamic particle size distribution, as well as solubility and dissolution profile in simulated lung fluid and simulated alveolar macrophage fluid. The addition of 30% L-leucine suceeded in slightly the aerodynamic properties of 1:1 rifampicin-chitosan powder (F1) with an average aerodynamic diameter of 7.56 µm, fine particle fraction (FPF) of 32.48%, and emitted fraction of 67.23%. It also showed to increase rifampicin dissolution in simulated alveolar macrophage fluid (pH 4.5) to 16.07 ± 0.56% within 2 hours with an increase of 1.33 times compared to rifampicin-chitosan powder (F1)."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fionna Christie Emmanuela
"Rifampisin memiliki ke1arutan yang rendah dalam medium cairan paru-paru, sehingga efikasi" "obat tidak optimal. Pada penelitian sebe1utnnya, penambahan eksipien peningkat ke1arutan seperti manitol terbukti dapat meningkatkan kelarutan dan disolusi rifampisin dari sediaan serbuk inhalasi. Namun, ukuran partikel serbuk inhalasi rifampisin-manitol tersebut belum memenuhi persyaratan untuk terdeposisi di paru-paru. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan sediaan serbuk inhalasi rifampisin-manitol yang memiliki sifat aerdonamis yang baik dengan adanya penambahan 30% 1-leusin, 1,5% amonium bikarbonat, atau kombinasi keduanya, dengan tetap mempertahankan kelarutan dan pe1epasan obat yang baik da1am medium cairan paru-paru. Formulasi serbuk inhalasi rifampisin-manitol dibuat dengan metode semprot kering, kemudian dikarakterisasi rendemen, kandungan lembab, ukuran partikel geometris dan aerodinamis, serta ke1arutan dan profil disolusinya da1am medium simulasi paru­ paru. Penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan kombinasi 30% l-1eusin dan 1,5% amonium bikarbonat pada serbuk inhalasi rifampisin-manito1 (F4) menghasilkan serbuk inhalasi dengan sifat aerodinamis yang paling baik, dengan kelarutan dan disolusi yang dapat dipertahankan dengan baik. Pengukuran menggunakan Anderson Cascade Impactor (ACI) menunjukkan diameter aerodinamis padarentang 0,57 ± 1,2Jlm hingga 11,59 ± 1,29Jlm dengan rata-rata diameter sebesar 7,76J1m, persentase serbuk teranalisis (Emitted Fraction I EF) sebesar 34,96%, dan % Fine Particle Fraction (FPF) sebesar 41,22°/o. Pengujian kelarutan memberikan hasi1 sebesar 1,51 ± 0,02 mg/mL dan persentase obat terdisolusi sebesar 20,22%" "± 1,78% yang menunjukkan penurunan berturut-turut sebanyak 0,82 dan 0,66 kali lipat" "dibandingkan formulasi rifampisin-manitol. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat disimpu1kan bahwa formu1asi rifampisin-manitol dengan kombinasi 30% 1-leusin dan 1,5% amonium.

Poor solubility of rifampicin in the lung fluid could fail to exert an optimal therapeutic effect." "In the previous study, the addition of mannitol can be used to enhance the solubility and dissolution rate of rifampicin dry powder inhaler. However, the particle size of the previous rifampicin-mannitol dry powder does not meet the criteria to be deposited in the deep lung yet. This study aimed to produce rifampicin-mannitol dry powder inhaler with good aerodynamic properties by adding 30% of 1-leucine, 1,5% of ammonium bicarbonate, or both while maintaining a good solubility and dissolution rate of the drug in simulated lung fluid. All formulations were produced by spray drying, then characterized by their yield, moisture content, geometric and aerodynamic particle size distribution, as well as solubility and dissolution rate in simulated lung fluid. This study indicated that rifampicin-mannitol formulation with 30% addition of 1-leucine and 1,5% of ammonium bicarbonate (F4) showed the best aerodynamic properties, with good solubility and dissolution rate. Measurement using Anderson Cascade Impactor (ACI) showed aerodynamic diameter at the range from 0.57 ±" "1.26J..Lm to 11.59 ± 1.29p.m, with mean diameter of 7.76p.m, 34.96% Emitted Fraction (EF), and % Fine Particle Fraction (FPF) of 41.22%. Compared to rifampicin-mannitol formulation, the solubility and dissolution rate of F4 are decreased by 0,82 and 0,66 times to 1,51 ± 0,02 mg/mL and 20.22% ± 1.78% respectively. As a conclusion, rifampicin-mannitol dry powder inhaler with 30% addition of 1-leucine and 1.5% of ammonium bicarbonate perform the best aerodynamic properties."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library