Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 38 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Lewis, Oscar
Seatle: Universtiy of Washington Press, 1942
917.03 LEW e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Mead, Margaret
New York: A Mentor Book, 1961
572.995 MEA n
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Bq. Ria April Riana
"Naskah kuno pada saat ini sudah banyak ditransliterasi dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Salah satu provinsi yang melakukannya yaitu NTB di Museum NTB. Naskah yang sudah ditransliterasi dan diterjemahkan salah satunya yaitu naskah lontar Rare Sigar. Hal tersebut dilakukan karena dianggap informasi yang ada pada naskah tersebut masih relevan sampai sekarang. Jurnal ini akan menganalisis akulturasi budaya pada naskah Rare Sigar. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Data penelitian diperoleh dengan membaca naskah Rare Sigar secara berulang-ulang kemudian mencatat bagian-bagian yang mendukung analisis utama penulis. Teori yang penulis gunakan yaitu teori Koentjaraningrat (1993) yang mengemukakan bahwa akulturasi merupakan suatu bentuk proses sosial di mana kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur kebudayaan yang lain, unsur-unsur budaya ini lambat laun dapat diterima dan diolah tanpa menghilangkan unsur-unsur kebudayaan yang lama. Hasil dari penelitan penulis ditemukan bahwa naskah Rare Sigar termasuk ke dalam jenis naskah yang ditulis setelah pengarang mengenal Islam, akan tetapi kepercayaan-kepercayaan sebelum Islam juga tidak hilang dari diri pengarang. Terdapat akulturasi budaya yang terjadi seperti pada bidang bahasa dan kepercayaan kepada benda-benda yang mempunyai kekuatan gaib. Harapannya, semoga penelitian ini berguna dan dapat disempurnakan lagi.

Nowadays, many ancient manuscripts had been transliterated and translated into Indonesian. One of the provinces that did this was West Nusa Tenggara Museum. One of the manuscripts that had been transliterated and translated is the Rare Sigar manuscript. That is because it is considered that the information contained in the manuscript is still relevant today. The journal will analyze the Rare Sigar manuscript. The research data was obtained by reading the Rare Sigar script repeatedly and then noting the parts that were deemed to support the author’s main analysis. The theory that the author uses is the theory of Koentjaranngrat (1993) which states that acculturation is a form of social process in which human groups with certain cultures are faced with other cultural elements, these elements of culture is slowly to be accepted and processed without eliminating the old cultural elements. The results of the author’s research found that the Rare Sigar manuscript belongs to the type of manuscript written after knowing Islam but the belief before Islam did not disapper from the author. There is cultural acculturation that occurs, such as the source of language and belief in objects that have supernatural activities. Hopefully, this research will be useful and can be further refined."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Yasnita Yasin
"Tesis ini membahas bagaimana sekolah dapat menjadi ruang akulturasi budaya sebagai hasil studi terhadap adaptasi antarbudaya yang dilakukan oleh guru yang berasal dari etnik Batak di lingkungan etnik Cina di SMPK 4 BPK Penabur Jakarta. Guru yang berasal dari etnik Batak di sekolah ini menjadi pendatang dan etnik Cina sebagai tuan rumah. Kajian mengenai adaptasi antarbudaya ini merujuk pada model sistem Young Yun Kim yang di elaborasi oleh Ruben, yaitu keterkaitan antara komunikasi personal dan komunikasi sosial yang meliputi komunikasi interpersonal dan komunikasi massa yang tidak terlepas dari lingkungan komunikasi untuk memotret kompetensi komunikasi guru yang berasal dari etnik Batak di lingkungan etnik Cina.Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan model analisis mengalir (flow model of analisis).
Hasil penelitian menunjukan bahwa jika selama ini etnik Batak dikenal dengan karakternya yang keras dan tidak mudah terpengaruh, namun dapat beradaptasi dan mengalami akulturasi budaya yang di dukung oleh adanya potensi akulturasi etnik Batak terhadap etnik Cina, diantaranya adalah kemiripan nilai-nilai budaya dan persamaan agama, serta yang terpenting adalah dukungan dari lingkungan sekolah yang sangat kondusif serta mendukung terjadinya adaptasi antarbudaya, karena bagaimanapun akulturasi tidak akan terjadi tanpa adanya penerimaan dari lingkungan tuan rumah. Hasil penelitian juga menunjukan kompetensi komunikasi masing-masing informan di lingkungan etnik Cina. Yang lebih menarik adalah bahwa mereka telah menyerap nilai dari etnik Batak namun tetap berusaha mempertahankan identitas budaya mereka. Akhirnya penelitian ini memperlihatkan bagaimana sekolah dapat menjadi ruang akulturasi budaya untuk membentuk pribadi antarbudaya.

This thesis discusses about how the school be able to become cultural acculturation places as the result of the study upon the intercultural adaptation conducted by the teachers coming from Bataknese in the environment of Chinese in SMPK 4 BPK Penabur Jakarta. The Bataknese teachers in this school become the comers and the Chinese as the host. The study about this intercultural adaptation relates to Young Yun Kim’s systm model elaborated by Ruben, that is interrelation betwecn personal communication and social communication that covers interpersonal communication and mass communication that are not free from communication environment to draw communication competency of the Bataknese teachers in the environment of Chinese. The approach used in this research in qualitative approach with flow model of analysis.
The result of the research show that for such long time Bataknese known by its hard character and is not easy to the influenced, but they may adapt and experience with cultural acculturation supported by the existence of the Balanese’s acculturation poteney upon the Chinese, among (hem are the similarities of cultural values and religions, and the most importanl is the support from the school environtment of the host. The result of the research also shows the communication competency of each informant in the environment of Chinese. More interesting is that they have absorbed Batknese values but they remain defend their cultural identities. Finally, this research shows how the school are able to become cultural acculturation place to build intercultural personal.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T25741
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Al Hakim
"ABSTRAK
Suku Han dan suku Miao adalah salah satu suku tertua yang terdapat di dataran Cina. Suku Han merupakan satu-satunya suku mayoritas, sedangkan suku Miao adalah salah satu dari suku minoritas. Meskipun berasal dari dua leluhur yang berbeda, kedua suku ini terus mengalami interaksi sejak zaman Kuno. Interaksi ini pun mempengaruhi kedua suku, baik dalam sisi ekonomi, sosial, maupun budaya. Jurnal ini terutama membahas tentang pengaruh suku Han terhadap suku Miao dalam segi budaya. Hasil akhir dari penelitian ini adalah hampir setiap aspek kebudayaan suku Miao menerima pengaruh dari kebudayaan suku Han.

ABSTRACT
The Han tribe and the Miao tribe are one of the oldest tribes in mainland China. The Han tribe is the only majority tribe, while the Miao tribe is one of the minority tribes. Though originating from two distinct ancestors, these two tribes have been interacting since ancient times. This interaction also affects both tribes, in the economic, social, even cultural aspects. This journal mainly discuss the influence of the Han tribe on the Miao tribe in cultural terms. Describes in which field the acculturation of the Han tribe influenced the Miao tribe culture. This Journal has found that almost every aspects of Miao tribe rsquo s culture is affected by Han tribe rsquo s culture."
2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Dhaifa Aqilah Ranyya
"Jakarta merupakan Ibu kota negara Indonesia yang di dalamnya terdapat berbagai macam budaya. Budaya tersebut berasal dari akulturasi budaya lokal dengan budaya asing. Salah satu budaya yang dimiliki oleh Jakarta adalah kekayaan kuliner yang tidak terlepas dari budaya asing yaitu budaya Arab. Rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana akulturasi antara budaya kuliner Arab dengan budaya kuliner Betawi dengan tujuan untuk menjelaskan pengaruh budaya Arab pada kuliner Betawi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan studi pustaka dan wawancara. Teori yang digunakan pada penulisan ini adalah teori akulturasi pada makanan. Penelitian terdahulu dengan mengangkat tema pengaruh budaya Arab pada kuliner Indonesia sudah banyak dilakukan, namun penulis tidak menemukan penelitian dengan judul yang sama seperti judul penelitian penulis. Hasil penelitian memperlihatkan pengaruh budaya Arab pada makanan Betawi, dalam hal penamaan, penambahan bumbu khas Arab, dan penyajian. Nasi kebuli, nasi samin, sayur bebanci, gorengan kambing, gahwa, dan sahi adalah makanan dan minuman yang mendapat sentuhan budaya Arab.

Jakarta is the capital city of Indonesia, where there are various cultures. This culture comes from the acculturation of local culture with foreign cultures. One of the cultures possessed by Jakarta is culinary wealth which cannot be separated from foreign cultures, namely Arabic culture. The formulation of the problem of this research is how to acculturate Arabic culinary culture with Betawi culinary culture with the aim of explaining the influence of Arabic culture on Betawi culinary. This research uses qualitative methods with literature study and interviews. The theory used in this research is the theory of acculturation on food. Previous research with the theme of the influence of Arabic culture on Indonesian culinary has been done, but the authors did not find research with the same title as the title of this study. The results showed the influence of Arabic culture on Betawi food, in terms of naming, addition of Arabic spices, and presentation. Kebuli rice, samin rice, sayur bebanci, gorengan kambing, gahwa, and sahi are foods and drinks that have a touch of Arabic culture."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
I Wayan Badrika
"Penelitian ini menemukan bahwa kegiatan pariwisata di Pura Tanah Lot, Desa Beraban, Kecamatan Kederi, Kabupaten Tabanan, Propinsi Bali telah menimbulkan respons dari warga masyarakat atau krama desa adat Beraban dalam aspek kehidupan ekonomi, sosial dan budayanya. Keindahan Pura Tanah Lot dan alam sekitar lingkungannya dijadikan produk wisata oleh warga masyarakat desa Beraban untuk memperoleh penghasilan tambahan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga (kuren). Hasil penelitian ini sekaligus mengungkapkan suatu pola perubahan kebudayaan melalui akulturasi. Prilaku orientasi pasar dari warga masyarakat desa Beraban pada bidang jasa kepariwisataan di obyek wisata Pura Tanah Lot menunjukkan perkembangan yang cukup pesat. Perkembangan inipun dipengaruhi oleh semakin bertambahnya kunjungan para wisatawan baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara ke Pura Tanah Lot. Pendapatan yang diperoleh oleh warga masyarakat desa Beraban diutamakan untuk dapat memenuhi kebutuhan ekonominya. Sedang pendapatan yang diperoleh oleh Pesa Adat Beraban sebagai pengelola obyek wisata melalui pemasukan dana dari kunjungan para wisatawan diutamakan untuk pelaksanaan upacara ritual atau piodalan di Pura Tanah Lot dan pura-pura lainnya yang ada di desa Beraban. Juga, pendapatan itu dapat digunakan untuk pembangunan Pura Tanah Lot maupun pura-pura yang ada di desa Beraban. Hal ini dapat mengurangi pemungutan iuran-iuran untuk kepentingan upacara ritual maupun pembangunan pura atau kebutuhan desa."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2000
T1173
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lamech A.P., compiler
"ABSTRAK
Kemajemukan hukum atau pluralisme hukum merupakan salab satu tema penting dalam nuansa kajian antropologi hukum (Rouland, 1992:2-4). Pluralisme hukum seperti dijelaskan oleh Hooker (1975:2-4) berkembang antara lain melalui pemerintahan kolonial dan berdirinya negara-negara baru. Di Indonesia misalnya, proses terjadinya pluralisme hukum berawal dari penerapan hukum oleh penjajah terutama pada masa kolonial Belanda ketika penduduk Indonesia (jajahan) digolongkan menjadi tiga golongan dimana masing-masing tunduk pada hukum yang berlainan, yaitu golongan Eropa, Timur Asing, dan golongan Bumiputera (lihat: Arief, 1986:10-14; Ter Haar, 1980:21-25). Semenjak Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada tahun 1945, sistem hukum nasional diwarnai oleh koeksistensi hukum formal dari negara dan hukum adat dari kelompok-kelompok etnis di Indonesia. Dalam hal ini, corak pluralisme hukum di Indoensia diwarnai oleh hukum formal yang sebagian merupakan peninggalan hukum kolonial dan produk hukum baru pemerintah Indonesia di satu pihak dan di lain pihak adalah hukum adat dari masing-masing kelompok etnis yang diakui keberadaannya oleh negara.
Eksistensi dan penerapan hukum yang berbeda-beda dalam kenyataan hidup bermasyarakat menimbulkan pandangan yang berbeda mengenai hukum mana yang menjadi pilihan utama untuk diterapkan. Salah satu aliran pendapat menyatakan bahwa bagaimanapun juga, dalam situasi pluralisme hukum, pada akhirnya yang menentukan adalah hukum dari negara. Pendapat yang dikenal dengan sebutan legal centralism ini ditentang oleh Griffiths (1986:4) yang menyatakan bahwa pada kenyataannya hukum negara itu tidak sepenuhnya berlaku. Dalam masyarakat dapat dikenai lebih dari satu tatanan hukum. Di Indonesia kritik dari Griffiths ini didukung oleh kenyataan bahwa terdapat kasus-kasus dimana hukum nasional belum menjangkau semua lapisan masyarakat. Alfian (1981:148), misalnya, menunjukkan peranan yang kurang berarti dari hukum nasional dalam kehidupan sehari-hari anggota masyarakat Aceh. Tingkah laku mereka banyak dipengaruhi oleh norma-norma atau nilai-nilai agama dan adat daripada peraturan-peraturan hukum yang seyogyanya harus berlaku. Pada sisi lainnya, terutama dalam kaitannya dengan proses penyelesaian sengketa, terdapat juga situasi dimana lembaga hukum formal untuk menyelesaikan konflik atau sengketa tidak mudah dijangkau oleh masyarakat pedesaan yang jauh terpencil. Contoh dari situasi seperti ini dijumpai pada orang Tabbeyan, sebuah desa di Kabupaten Jayapura (Irian Jaya), dimana terjadi konflik baik antar warga masyarakat itu sendiri maupun antara warga desa itu dengan pemegang hak pengusahaan hutan (HPH) yang konsesi hutan di daerah tersebut, namun tidak mudah memperoleh akses untuk menggunakan lembaga peradilan formal untuk menyelesaikannya (Tjitradjaja, 1993).
Keberadaan yang sesungguhnya dari sistem-sistem hukum dalam situasi pluralisme hukum dapat dilihat dalam pola pilihan yang dibuat terhadap sistem-sistem hukum tersebut dan hagaimana sistem-sistem hukum yang berbeda itu secara efektif dapat dipakai untuk menyelesaikan setiap masalah hukum yang timbul dalam masyarakat yang bersangkutan, terutama dalam penyelesaian sengketa yang timbul (Hooker, 1975). Secara teoritis semua sistem hukum mendapat peluang yang sama untuk dipilih sebagai sistem yang diandalkan dalam menghadapi setiap peristiwa hukum. Namun demikian pada kenyataannya pilihan-pilihan hukum mana yang dipakai bergantung pada strategi pembangunan hukum negara yang bersangkutan dan situasi-situasi nyata yang mengarahkan pilihan atas suatu sistem hukum. Dalam kaitan inilah proses penyelesaian sengketa pada suatu situasi pluralisme hukum dapat dipakai sehagai suatu pendekatan dalam menganalisa keberadaan dan keefektifan dari sistem hukum yang ada dalam memecahkan permasalahan hukum yang dihadapi oleh warga masyarakat."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>