Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rissa Ummy Setiani
"Maen pukulan merupakan budaya Betawi yang mengandung unsur olah raga, budaya, spiritual, dan bela diri. Ia merupakan warisan yang hidup pada masyarakat Betawi serta Jakarta dan sekitarnya. Satu aliran maen pukulan yang relatif lama, eksis, dan populer pada masa kini ialah Beksi Tradisional H. Hasbullah. Tujuan penelitian ini ialah mengkaji penggunaan memori kolektif pada perguruan maen pukulan Beksi Tradisional H. Hasbullah sebagai bagian dari budaya masyarakat Betawi dilihat dari sistem pewarisan dan pengelolaan perguruan pada masa kini. Pada perguruan tersebut, memori yang terpelihara terbagi menjadi memori individu yang teraplikasi pada guru maen pukul dan memori kolektif yang terdapat pada komunitas. Menggunakan tiga teori mengenai memori kolektif oleh Rubin, Bernecker, dan Halbwachs ditemukan bahwa maen pukulan Beksi Tradisional H. Hasbullah berkembang menggunakan memori kolektif para guru, murid, serta masyarakat yang menanggap pertunjukan Beksi. Ditemukan pula memori individu guru membentuk pola pewarisan yang ia pilih bagi muridnya serta tipe pengelolaan yang digunakan dalam kepengurusan perguruan. Memori kolektif berperan pada pertunjukan yang mengandung Beksi di dalamnya. Memori menjadi panduan ketika terjadi perbedaan walau di sisi lain, memori yang tereduksi menyebabkan terjadinya pengerucutan pakem pertunjukan. Penelitian ini menunjukkan pentingnya peran memori kolektif untuk eksistensi dan perkembangan maen pukulan di masa depan.

Maen pukulan is a part of Betawinese tradition that contains sport, cultural, spiritual, and martial arts elements. It is a living heritage among Betawinese community and is found in Jakarta and its surrounding areas. A relatively old school of maen pukulan which still exists and popular today is the H. Hasbullah’s Traditional Beksi. This research aims to investigate the use of collective memory in the current Maen Pukulan Beksi Traditional H.Hasbullah schools as a part of Betawinese culture related to its cultural inheritance pattern and management. At the maen pukulan schools, there are two types of preserved memory. The first is individual memory which is applied by the maen pukulan gurus and the second is collective memory which is found among the community. Using three theories about collective memory by Rubin, Bernecker, and Halbwachs, it is found that the traditional maen pukulan Beksi of H. Hasbullah has developed through the collective memory of the gurus, students, and the publics who perceive the Beksi performance. It is also found that individual memory of the gurus forms an inheritance pattern which they choose for their students and the type of management use at the maen pukulan school organisation. Collective memory has its role in the performance that contains Beksi in it. The memory, on the one hand, becomes their guide when there is a dispute about Beksi. On the other hand, reduced memory has caused some changes and reduction, along with the continuity in the maen pukulan Beksi performance. This research shows the important role of collective memory in maintaining the existence and development of maen pukulan in the future.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indoneisa, 2017
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Riahdo Juliarman
"Latar Belakang: Penyakit ginjal diabetik (PGD) merupakan salah satu penyebab terbanyak penyakit ginjal kronik tahap akhir. Podositopati sebagai gambaran dini PGD dapat ditandai oleh adanya protein spesifik podosit (nefrin dan podosin) di urin. Asymmetric dimethylarginine (ADMA) merupakan penanda disfungsi endotel yang diketahui meningkat pada hiperglikemia serta berhubungan dengan albuminuria dan progresivitas kerusakan ginjal. Mekanisme terjadinya gangguan ginjal akibat disfungsi endotel belum sepenuhnya diketahui. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi ADMA plasma dengan kadar nefrin, podosin, dan rasio podosin nefrin (RPN) urin pada pasien PGD. Metode: Studi potong lintang dilakukan terhadap pasien PGD pada dua rumah sakit di Jakarta sepanjang periode April sampai Juni 2023. Dilakukan pengumpulan data karakteristik subjek, riwayat penyakit dan pengobatan, serta data laboratorium yang relevan. Pemeriksaan ADMA dilakukan dengan metode liquid chromatography dari darah, sedangkan nefrin dan podosin dilakukan dengan metode ELISA dari urin. Uji korelasi dilakukan untuk menilai hubungan ADMA dengan nefrin, podosin, dan RPN. Regresi linier dilakukan untuk menilai pengaruh variabel perancu terhadap hubungan tersebut. Hasil: Dari data 41 subjek yang dianalisis ditemukan rerata ADMA 70,2 (SD 17,2) ng/mL, median nefrin 65 (RIK 20-283) ng/mL, dan median podosin 0,505 (RIK 0,433-0,622) ng/mL. Ditemukan korelasi bermakna antara ADMA dengan nefrin (r=0,353; p=0,024) dan korelasi bermakna antara ADMA dengan RPN (r=–0,360; p=0,021). Tidak ditemukan korelasi bermakna antara ADMA dengan podosin (r=0,133; p=0,409). Analisis multivariat menunjukkan indeks massa tubuh sebagai faktor perancu. Simpulan: Terdapat korelasi positif lemah antara ADMA dengan nefrin urin dan korelasi negatif lemah antara ADMA dengan RPN urin pada pasien PGD. Tidak ditemukan korelasi antara ADMA dengan podosin urin.

Background: Diabetic kidney disease (DKD) is the leading cause of end-stage kidney disease, and podocytopathy is an early manifestation of DKD characterized by the urinary excretion of podocyte-specific proteins, such as nephrin and podocin. Asymmetric dimethylarginine (ADMA), a biomarker of endothelial dysfunction, is associated with progressive kidney dysfunction. However, the mechanism of endothelial dysfunction in DKD progression is unclear. Objectives: The aim of this study was to investigate the correlations of ADMA levels with nephrin, podocin, and the podocin nephrin ratio (PNR) in DKD patients. Methods: A cross-sectional study of 41 DKD outpatients was performed in two hospitals in Jakarta from April to June 2023. The collected data included the subjects’ characteristics, histories of disease and medication, and relevant laboratory data. Serum ADMA was measured using liquid chromatography, while urinary podocin and nephrin were measured using the enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) method. A correlation analysis was performed to evaluate the correlation of ADMA with nephrin, podocin, and PNR. Regression analysis was performed to determine confounding factors. Results: The mean value of ADMA was 70.2 (SD 17.2) ng/mL, the median for nephrin was 65 (20-283 ng/mL), and the median of podocin was 0.505 (0.433-0.622) ng/mL. ADMA correlated significantly with nephrin (r = 0.353, p = 0.024) and PNR (r = -0.360, p = 0.021), but no correlation was found between ADMA and podocin (r = 0.133, p = 0.409). The multivariate analysis showed that body mass index was a confounding factor. Conclusion: This study revealed weak positive correlations between ADMA and urinary nephrin, and weak negative correlations between ADMA and PNR in DKD patients. No correlation was found between ADMA and urinary podocin.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mirna Nurasri Praptini
"Latar Belakang: Angka kematian pasien penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) akibat penyakit kardiovaskular (PKV) sangat tinggi, khususnya pada pasien hemodialisis kronik (HDK), PKV juga dipengaruhi oleh kondisi malnutrisi dan inflamasi. Malnutrition Inflammation Score (MIS) dipakai sebagai prediktor morbiditas dan mortalitas pasien HDK. Asymmetric dimethylarginine (ADMA) dan symmetric dimethylarginine (SDMA) adalah hasil dari proteolisis protein termetilasi yang merupakan penanda inflamasi dan malnutrisi dan ditemukan meningkat pada pasien hemodialisis.
Tujuan: Mencari korelasi rasio ADMA/SDMA terhadap MIS pada pasien Penyakit ginjal kronik (PGK) yang menjalani HDK 2x seminggu.
Metode: Penelitian dengan desain potong lintang yang dikerjakan pada bulan Juli 2022 pada pasien HDK > 3 bulan. Kadar ADMA, SDMA, dan MIS diambil dan dicatat saat sebelum pasien memulai sesi hemodialisis. Analisis bivariat dilakukan dengan analisis Spearman dan Mann – Whitney dan analisis multivariat dengan regresi linier.
Hasil: Sebanyak 23 sampel adalah laki-laki (48,9%) dengan rerata usia 51,2 tahun. Median Albumin adalah 4,0 g/dl dan median TIBC adalah 220 mcg/dl. Median ADMA adalah 82ng/ml, median SDMA 599 ng/ml, rasio ADMA/SDMA 0,14, dan skor MIS 4 (3-6). Skor MIS >5 adalah sebesar 34% dengan <5 sebesar 66%. Dalam analisis bivariat dan multivariat setelah dikontrol penggunaan penghambat ACE, tidak ditemukan hubungan antara rasio ADMA/SDMA dengan MIS (p=0,154).
Simpulan: Tidak ditemukan korelasi antara rasio ADMA/SDMA terhadap MIS pada pasien PGK yang menjalani HDK 2x seminggu. 

Background: The mortality rate of patients with nd tageidney isease (ESKD) due to cardiovascular disease (CVD) is very high, especially in chronic hemodialysis (HD) patients. CVD is also affected by malnutrition and inflammatory conditions. Malnutrition Inflammation Score (MIS) is used as a predictor of morbidity and mortality in HD patients. Asymmetric dimethylarginine (ADMA) and symmetric dimethylarginine (SDMA) are the results of proteolysis of methylated proteins which are markers of inflammation and malnutrition and are found to be increased in hemodialysis patients.
Objective: To find a correlation between the ratio of ADMA/SDMA to MIS in chronic kidney disease (CKD) patients who underwent HD 2x a week.
Methods: A cross-sectional study conducted in July 2022 in HD patients > 3 months. ADMA, SDMA, and MIS levels were taken and recorded before the patient started the hemodialysis session. Bivariate analysis was performed using Spearman and Mann-Whitney analysis and multivariate analysis using linear regression.
Results: A total of 23 samples were male (48.9%) with an average age of 51.2 years. The median Albumin is 4.0 g/dl and the median TIBC is 220 mcg/dl. The median ADMA was 82 ng/ml, the median SDMA was 599 ng/ml, the ADMA/SDMA ratio was 0.14, and the MIS score was 4 (3-6). MIS score > 5 is 34% with < 5 is 66%. In bivariate and multivariate analysis after adjusted for the use of ACE inhibitors, no relations were found between the ADMA/SDMA ratio and MIS (p=0.154).
Conclusion: No correlation was found between the ratio of ADMA/SDMA to MIS in CKD patients who underwent HD 2x a week.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library