Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 532 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rahmi Y. Lutan
"Asam humat merupakan senyawa bioorganik polimer multiligan yang diisolasi dari slam. Kelimpahan dan sifat asam humat ini bergantung pada iklim, jenis vegetasi, waktu, senyawaan asal dan topografi. Selain itu asam humat merupakan zat pengompleks organik alamiah yang banyak terdapat di tanah, sedimen maupun perairan. Asam humat mempuayai banyak gugus fungsi yang mengandung oksigen yang berperan dalam pembentukkan senyawa kompleks asam humat-logam. Penelitian ini bertujuan menyelidiki kemampuan asam humat membentuk senyawa kompleks dengan ion logam berat kobal dan kadmium pada kondisi pH 4, 5, 6 dan 7, pada 6 lokasi penelitian dari sedimen hutan lindung bakau (mangrove) Muara Angke Teluk Jakarta. Pembentukkan kompleks asam humat-logam yang terjadi ditentukan dengan tetapan stabilitas kondisional (log IC) dengan menggunakaa metode pemadaman (quenching) fluoresensi.
Isolasi asam humat dilakukan dengan mengekstraksi sampel sedimen kering pada kondisi alkali (campuran 0,1 M NaOH dan 0,1 M Na4P2O7 = 1 : 1). Selanjutnya pada fraksi larutan ditambahkan 6 M HC1 sampai pH 2. Hasil asam humat yang sudah murni ditentukan sifat kimianya melalui metode non degradatif (bobot molekul viskositas rata-rata, 111, UV-Tampak dan Fluoresensi) dan metode degradatif (analisis unsur, hidrolisis asam humat dengan HC1 serta analisis asam amino dengan HPLC).
Hasil yang didapat menunjukkan bahwa asam humat lebih bersifat alifatis, dimana dari analisis unsur menunjukkan bahwa perbandingan HIC > 1. Dari hidrolisis asam humat dengan HC1, hasil yng didapat mempunyai paling sedikit 10 jenis asam amino. Dan perhitungan konstanta stabilitas kondisional pada pH 4 lokasi F paling kuat mengikat kobal maupun kadmium, dan ikatan humat-kobal lebih kuat dari pada humat-kadmium. Pada pH 5 ikatan humat-kadmium pads lokasi F lebih kuat dari pada humat kobal pada lokasi E. Path pH 6 ikatan humat-kobal pads lokasi E sebanding dengan ikatan humat-kadmium pada lokasi A. Sedangkan pada pH 7, ikatan humat-kobal pada lokasi A lebih kuat dan pada humat-kadmium pada lokasi E. Secara umum daerah laut dan muara mempunyai asam humat yang kuat mengikat logam kobal dan kadmium, disusul pada daerah daratan.

Humic acid is a group of polymer bioorganic and multiligand compound isolated from nature. Abondance and character of humic acid depend on climate, vegetasion, time, mother compound and topografi. The other humic acid is a natural organic complex substance which is plenty in terrestrial (soil, sediment), and aquatic (river, lacustrine, lake and marine) area. Humic acid has a lot of function groups that contain oxygen that takes part in forming humic acid complex substance. The research is performed to investigate humic acid ability to form complex substance with heavy metal ions, cobalt and cadmium, in pH-4,5,6,7 condition, on 6 research locations from protected mangrove forest' sediment at Muara Angke, Jakarta Bay. The forming of humic acid - metal substances which happens in conditional stability constant (log K') by using fluorescence quenching method.
The isolation of humic acid is performed by extracting dry sediment samples in alkali condition (the mixture 0,1 M NaOH and 0,1 M Na4P2O7 = 1 : 1). Then in aqueous solution, we give 6 M HC1 up to pH 2. The characteristic of the result of pared humic acid is determined by non degradatif method (the average of viscosity molecules weigh, IR., UV-Visible and fluorescence) and degradatif method ( elemental analysis, humic acid hydrolysis with HCI and humic acid analysis with HPLC).
The result shows that humic acid more aliphatic, where elemental analysis shows that the comparison is HIC > 1. From humic acid hidrolisis with HCI, we get at least 10 types of amino acid. From the calculation of conditional stability constantan in pH 4, location F has the strongest ability to bound cobalt and cadmium, and the boundary of humic-cobalt is stronger than humic-cadmium. In pH 5 the boundary of humic-cadmium on location F is stronger than humic-cobalt on location. E. In pH 6 humic-cobalt boundary on location. E is the same with humic-cadmium boundary on location A. In pH 7, humic-cobalt boundary on location A is stronger than humic-cadmium on location E. The sea and the bay area generally have humic acid that strongly bound cobalt and cadmium and then the terrestrial area."
Depok: Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Sadikin
"Pendahuluan
Masalah terpenting sekarang ialah, bagaimana mengembangkan suatu teknik kuantitatif untuk mengukur konsentrasi asam folat dalam darah, dengan menggunakan sarana yang ada di kebanyakan laboratorium diagnostik di Indonesia. Secara lebih spesifik, hal tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut : bagaimana caranya mengukur kadar asam folat dalam derah secara spektrofotometris ?
Tujuan dari penelitian yang dikerjakan ini ialah mengembangkan suatu cara untuk mengukur kadar asam folat dalam darah secara spektrofotometris, dengan menggunakan teknik Competitive Enzyme Ligand Binding Assay, yang analog dengan teknik Competitive Radio Ligand Binding Assay. Hanya saja, dalam teknik yang akan dikembangkan ini, alih-alih senyawa radioaktif, digunakan enzim tertentu yang dapat diukur secara spektrofotometer biasa sebagai senyawa penanda, yang diikatkan ke suatu kompetitor yang berupa asam folat. Dengan demikian, secara teoritis pengukuran kadar asam folat dalam darah tidak lagi memerlukan peralatan dan keterampilan khusus dan karena itu mestinya dapat dilakukan oleh laboratorium diagnostik biasa.
Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan adanya suatu protein khusus yang secara spesifik mampu mengikat asam folat. Dalam banyak hal, keperluan akan adanya protein seperti ini biasanya diselesaikan dengan cara membentuk antibodi spesifik terhadap senyawa yang akan diukur. Teknik ini sekarang secara luas dikenal dengan nama RIA (Radio Immuno Assay) bila menggunakan senyawa radioaktif sebagai penanda, dan EIA (Enzyme Immuno Assay) bila menggunakan enzim sebagai penanda. Dalam mengembangkan teknik pengukuran asam folat ini, keperluan akan adanya protein pengikat yang khan untuk asam folat ini dapat diselesaikan dengan cam yang lebih mudah. Antibodi untuk asam folat tidak perlu lagi dibua terlebih dahulu, oleh karena suatu protein pengikat folat ( PIF : Protein Butt Folat ) tersedia dalam susu sapi. Oleh karena itu, langkah pertama dalam penelitian yang dilaksanakan ini ialah memisahkan (isolasi) dan memurnikan (purilikasi) PIF dari susu sapi?.
"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Theryoto
"Latar belakang: Toluen masih banyak digunakan oleh industri sebagai bahan pelarut dan bahan mentah, walaupun telah diketahui dapat berdampak negatif terhadap kesehatan tenaga kerja. Dampak ini dapat diperkecil dengan melakukan pemantauan lingkungan kerja terpajan toluen dan kesehatan tenaga kerjanya secara teratur.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pajanan toluen dan faktor-faktor risiko lain terhadap kadar asam hipurat urin tenaga kerja suatu pabrik sepeda motor di Jakarta.
Metode: Penelitian ini menggunakan pendekatan disain eksperimental kuasi, menjaring data melalui wawancara terstruktur , pemeriksaan fisik dan pemeriksaan sampel urin sebanyak 3 kali [sebelum (pagi hari 1) dan sesudah (sore hari I dan II) terpajan toluen] terhadap 78 subyek penelitian (terpajan langsung dan tidak langsung) yang terdiri dari 42 subyek penelitian di unit pengecatan baja dan 36 subyek penelitian di unit pengecatan plastik Parameter yang dipakai pada penelitian ini adalah kadar asam hipurat/kreatinin urin (AH). Kadar uap toluen di lingkungan kerja dianalisis dengan cara kromalografi gas dan kadar asam hipurat urin dianalisis dengan cara high performance liquid chromatography.
Hasil: Kadar uap toluen di unit pengecatan berkisar antara 0,6882-3,4429 bds dan AH seluruh subyek penelitian berkisar antara 0,0006-0,6356 gig. Terdapat peningkatan AH yang bermakna secara slatistik di antara ketiga pemeriksaan urin (p within < 0,05). Faktor risiko yang berpengaruh pada perbedaan rerata AH adalah tempat kerja (p between = 0,051) dan minum alkohol (p between = 0,006). Rerala AH di unit pengecatan plastik lebih tinggi dari pada di unit pengecatan baja. AH kelompok peminum alkohol lebih rendah dibanding dengan kelompok tidak minum alkohol. Dengan membandingkan pads rerata AH sebelum terpajan toluen, rerata AH sesudah terpajan toluen hari II lebih tinggi dibanding hari I (p 0,000).
Kesimpulan: Walaupun terdapat peningkatan AH pada hari I dan II sesudah terpajan toluen, akan tetapi kadar uap toluen dan AH di unit pengecatan masih dibawah nilai ambang batas yang diperkenankan (NAB toluen = 50 bds dan BEI toluen = 2,5 gram asam hipurat/gram kreatinin win).

The influence of Toluene Exposure and other Risk Factors Fowards the Level of Hippuric Acid in Urine of Workers in Painting Unit of the Factory PT. X Background: Toluene as a solvent and raw material, still being used in many industries, although has been recognized of having negative impact towards workers' health. Both exposure area and the workers' health could be prevented from this harmful effect by monitoring regularly. The aim of this study is to search the influence of toluene exposure and other risk factors in the workplace environment towards the level of hippuric acid in urine, at a motorcycle factory in Jakarta.
Methods: This study was using a quasi-experimental design. Data were collected by interview, physical examination, and three times of urine examination (before [l' day of week] and after [1' and 2nd days of week] toluene exposure) of 78 subjects (direct and indirect exposure) consisting of 42 subjects in steel painting unit and 36 subjects in plastic painting unit. The parameter used in this study is hippuric acid level in urine that had corrected by creatinine urine (HA). Using gas chromatography method for examination of toluene vapor and high performance liquid chromatography method for examination of hippuric acid in urine were carried out this study.
Results: Toluene vapor level in painting units were at range 0,6882-3,4429 ppm and HA of all responders were at range 0,0006-0,6356 gig. There had statistically significant increasing of the HA among 3-laboratory of urine analysis (p within < 0.05). Risk factors that influenced the different means of HA were workplaces (p between = 0.051) and drink alcohol (p between = 0.006). The means of HA in plastic painting unit were higher than in steel painting unit. The drinkers had lower HA compare with nondrinkers. Compared with HA before exposure, the means of HA after toluene exposure on god day were higher than 1# day (p = 0.000).
Conclusions: Even though it was noted an increasing of HA at 1' and 2°d days after toluene exposure, however the toluene vapor level and HA in workplace were still below the permissible threshold limit values (TLV toluene = 50 ppm and BEI toluene = 2,5 gram hippuric acid/gram creatinine urin).
"
Depok: Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danang Ambar Prabowo
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi kristal asam urat urin, mencari factor-faktor risiko yang berpengaruh, dan algoritma risiko terjadinya kristal asam urat urin pada pekerja di bagian binatu, dapur utama dan dapur restoran di hotel T Jakarta. Penelitian survei analitik dengan analisis kasus kontrol terhadap 206 pekerja ditemukan prevalen kristal asam urat urin sebesar 45,2%. Pada analisis univariat terdapat hubungan bermakna antara lingkungan kerja suhu panas (pM),002), jenis pekerjaan (p),003), lama bekerja (p=,021), penyakit diabetes melitus (p),432) dan kadar asam urat darah (p.:1,04) mempertinggi terjadinya kristal asam urat urin. Bila dibandingkan dengan pekerja yang tidak terpapar panas, maka risiko terjadinya kristal asam urat urin pada pekerja yang bekerja di suhu panas 2,7 kali lebih besar(OR 2,74; 95%CI: 1,35-5,61), Setelah dilakukan analisis multivariat, risiko terjadinya kristal asam urat pada urin 8,5 kali leblh tinggi pada lingkungan kerja suhu panas dengan lama bekerja, kadar asam urat darah lebih dari 7.1 mg/dl dan interaksi lingkungan kerja lama kerja. (OR----8,49; 95% CI: 2,35-30,58). Model algoritma faktor risiko yang sesuai dengan data penelitian ini adalah lingkungan kerja suhu panas, lama bekerja, dan kadar asam urat darah lebih dari 7,1 mg/dl.

The objectives in this study are to know the prevalence of urine uric acid crystal in urine, to know the risk factors increasing the uric acid crystallization and to make suitable algorithm for the available data.The analytical survey study with case control analysis found a 45.2% uric acid urine crystallization among 206 workers. The univariate analysis found that heat exposure (p=-0.002), occupation (p=0.003), working duration (p.1.021), diabetes (p=0.032) and uric acid blood (p=0.04) were significantly related to uric acid crystallization in the urine. Workers exposed to heat have 2.7 times increased risk of having uric acid crystallization (OR==2,74; 95% CI: 1.35-5.61) compared to workers working in normal temperature. The multivariate analysis found that risk increased 8.5 times among heat exposed workers when adjusted to working duration, diabetic and uric acid blood (OR=8.49; 95% CI: 2.35-30.58)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mardiana
"Ruang lingkup dan cara penelitian : Asam folat adalah salah satu kompleks vitamin B. Bentuk aktif asam folat berupa tetrahidrofolat (THF) yaitu suatu koenzim yang mempunyai peranan mentransfer gugus metil, metilen, metenil, formil dan formimino. Asam folat diperlukan untuk sintesis DNA dan beberapa asam amino seperti metionin dan serin. Peranan asam folat lainnya adalah dapat mencegah anemia megaloblastik, menurunkan resiko kanker dan menurunkan konsentrasi homosistein plasma darah sehingga dapat mencegah gangguan pembuluh darah. Dengan peranan asam folat yang begitu penting, maka diperlukan kemampuan untuk mengukur kadar asam folat dalam serum.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan teknik pengukuran kadar asam folat dalam serum dengan cara yang aman, mudah dan murah, yaitu suatu teknik analisa yang dianalogikan dengan teknik ELISA (enzyme-linked immuno-sorbent assay). Langkah-langkah dalam penelitian ini adalah isolasi PIF dari susu sapi dengan teknik salting out, dilanjutkan purifikasi dengan teknik kromatografi dan menguji afinitas PIF yang didapat terhadap folat serum dengan teknik yang analog ELISA. Untuk teknik tersebut perlu dibuat suatu konjugat folat-avidin dengan jembatan glutaraldehid. Selanjutnya teknik yang didapat digunakan untuk mengukur folat dalam serum.
Hasil dan kesimpulan : Telah dapat diisolasi protein ikat folat (PIF) dari susu sapi dengan kadar 2,884 mg/mL. PIF yang didapat diuji kemampuannya untuk mengikat folat dengan berbagai pengenceran 11500000, 1150000, 115000, 11500, 1150, 115. Pengenceran yang menunjukkan afinitas tertinggi terhadap folat yaitu 1150. Kemudian dilakukan titrasi lagi dengan tujuan untuk penghematan PIF, yaitu 1150, 11140 dan 11200. Dari ketiga pengenceran yang mempunyai linieritas tertinggi pada pengenceran 11100. Kemudian dilakukan pengukuran folat serum yang dibandingkan dengan metoda lain dengan hasil 26,4; 55,4; 31,4 dan 86,4 ng/mL. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa PIF dari susu sapi dapat digunakan untuk mengukur folat dalam serum."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T16221
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek in vitro kalium iodida (KI) pada produksi fosfatase asam dengan mengkarakterisasikan secara lengkap strain S.schenckii yang diisolasi dari seorang pasien dengan sporotrichosis kulit. Enzim fosfatase asam diukur selama 3 fase pertumbuhan S. schenckii, dengan dan tanpa KI yang ditambahkan pada medium kultur dengan 3 konsentrasi berbeda. Pada kontrol dan bahan uji dengan konsentrasi KI yang berbeda, tidak dijumpai efek samping KI pada produksi fosfatase asam, pada fase awal dan “mid-log” pertumbuhan jamur. Sedangkan pada fase eksponensial dari bahan uji tampak penurunan produksi enzim yang bermakna secara statistik dengan kadar KI 0,8% dan 3,2%. Aktivitas yang rendah pada kadar KI 0,8% dan 3,2% menunjukkan bahwa KI mempunyai efek hambatan pertumbuhan S.schenkii dan menyebabkan penurunan aktivitas enzim. (Med J Indones 2003; 12: 65-8)

The present study was undertaken to find out the in-vitro effect of potassium iodide (KI) on the production of acid phosphatase by fully characterized strain of S.schenckii isolated from a patient of Cutaneous Sporotrichosis. The enzyme acid phosphatase was estimated during the 3 phases of growth of S.schenckii, without and with three concentrations of KI incorporated in the culture medium. In the control and in the test proper, with various concentrations of KI, no adverse effect of KI was observed on the production of acid phosphatase in early and mid log phase of fungal growth. Whereas in the exponential phase in test proper, there was a statistical significant decrease in the enzyme production with 0.8% and 3.2% of KI. The low activity at 0.8% and 3.2% KI indicates that KI has inhibitory effect on the growth of S.schenckii and has led to decrease in the activity of the enzyme. (Med J Indones 2003; 12: 65-8)"
Medical Journal of Indonesia, 12 (2) April June 2003: 65-68, 2003
MJIN-12-2-AprilJune2003-65
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Hendri Mahmudin
"Korosi atmosferik merupakan hasil interaksi logam dengan atmosfer di sekitarnya, yang terjadi akibat kelembaban dan oksigen di udara dan diperparah dengan adanya polutan seperti gas dan garam yang terkandung di udara. Pantai atau laut adalah daerah yang paling korosif, karena atmosfemya mengandung partikel klorida yang bersifat agresif dan mempercepat laju korosi. Salah satu metode yang efektif untuk mencegah dan mengeadalikan korosi adalah dengan proses anodisasi. Anodisasi adalah proses untuk membuat lapisan oksida tipis berpori pada permukaan logam. Lapisan tersebut memiliki sifat tahan terhadap cuaca dan lebih keras dari logam dasarnya. Dalam penelitian ini digunakan logam aluminium teknis berbentuk lembaran. Daya tahan logam aluminium terhadap kondisi cuaca berbanding lurus dengan ketebalannya. Untuk mencapai tujuan tersebut maka dilakukanlah penelitian terhadap parameter proses seperti jenis larutan, temperatur, konsentrasi dan variasi waktu. Jenis larutan yang dipakai pada penelitian ini adalah larutan asam sulfat ditambah variasi konsentrasi asam fosfat (10%, 30%, 40%, 70%, 100%). Agar diperoleh kondisi optimum untuk mendapatkan sifat-sifat lapisan yang diinginkan maka dilakukan variasi terhadap temperatur (10°C, 15°C, 20°C, 30°C) dan waktu (20-60 menit). Kondisi optimum yang diperoleh adalah sebagai berikut: konsentrasi asarn sulfat 60% + asam fosfat 40%, pH = 1, waktu 60 menit, temperatur 10°C, tegangan 20V dan rapat arus 7,4 A/dm2 dengan menghasilkan ketebalan lapisan optimum 43,8 µm dan kekerasan maksimum sebesar 154 VHN.

Atmospheric corrosion is the interaction between metal and the surrounding environment due to the humidity, oxygen and pollutant (chloride and sulphate particle) which is contains in the air. Marine is the most corrosive region due to the atmosphere contains chloride particle whose characteristic aggressive and accelerate corrosion rate. Anodizing is one of the most effective methods to prevent and control the corrosion rate. Anodizing is an electrolytic passivation process used to increase the thickness and density of the natural oxide layer on the surface of metal parts. Anodizing increases corrosion resistance and wear resistance. In this experiment used the sheet aluminum metal. The weather resistance of aluminum has linear relation to the thickness. In this investigation used some parameter processes like type of electrolyte, temperature, concentration and time variation. The medium which is used in this experiment is sulphate acid with added phosphate acid variation (0%, 10%, 40%, 70% and 100%). To achieve optimum condition the temperature (10°C, 15°C, 20°C, 30°C) and time variation (20-60 min) is carried out. The optimum condition of this experiment is the specimen which has hardness 154 HV and the thickness is 43,8 µm with electrolyte concentration sulphate acid 60%, phosphate acid 40%, temperature 10°C, time process 60 min, voltage 20 volt and current density 7,4 A/dm2."
2007
T22896
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"This research was conducted in green house and soil laboratory, faculty of agriculture, Andalas University. The research aim to study the effect of lime addition in acid soil to chemical characteristic of soil and dry weigth of green manure crops. The experimental with completely Randomized Design for factorial 7x2 were used . The first factor was green manure crops, consists of seven levels (Caliandra tetragona, Flemingia congesta, gliricidia sepium, Leucaena leucocephala, Leucaena glauca, Sesbania rostrata, sesbania sesban) and second factor was lime addition, consists of two levels (Without of lime and 1x Al-dd). The result of research indicates that : (1) The liming can increase pH value from very acid (pH 4,45) to slighly acid (pH 5,60), decrease Al-dd content from 2,61 cmol/kg to 1,12 cmol/kg (57,09%), decrease Al saturation from 74,78 % to 49,12% (34,31 %); (2) The highest dry weight at cutting I was Sesbania sesban with liming 1 x Al - dd (26,39 g/pot); cutting II was Gliricidia sepium with liming (24,40 g/pot); cutting III was Giricidia sepium with liming (17,90 g/pot), and cutting IV was Flemingia congesta with liming (29,66 g/pot)."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dika Shofi Roofida Kusriyandra
"Pada penelitian ini dilakukan sintesis ester asam oleat-BHA dan asam oleat-BHT dengan menggunakan reaksi esterifikasi Steglich. Produk yang terbentuk dilakukan pemurnian dengan menggunakan kromatografi kolom. Hasil karakterisasi FTIR asam oleat-BHA menunjukkan serapan dengan munculnya puncak serapan baru yang khas pada ester yaitu C=O pada bilangan gelombang 1738,9 cm-1 dan serapan gugus aromatis pada bilangan gelombang 1442 dan 1457 cm-1. Terbentuknya asam oleat-BHT dibuktikan dengan adanya puncak serapan C=O ester pada bilangan gelombang 1742,2 cm-1 dan puncak serapan gugus aromatis pada bilangan gelombang 1435 dan 1458,9 cm-1. Hasil karakterisasi UV menunjukkan adanya pergeseran hipsokromik produk terhadap BHA dan BHT dan batokromik terhadap asam oleat. Hasil uji toksisitas asam oleat-BHA dan asam oleat-BHT terhadap larva Artemia salina L menunjukkan bahwa ester hasil sintesis tidak toksik yaitu dengan nilai LC50 yaitu 3370,91 (asam oleat-BHA) dan 1209,18 ppm (asam oleat-BHT). Nilai IC50 asam oleat-BHA yaitu 22,61 ppm menunjukkan aktivitas antioksidan yang tinggi dan asam oleat-BHT sebesar 136,42 ppm menunjukkan aktivitas antioksidan yang sedang. Uji antibakteri yang dilakukan menunjukkan bahwa asam oleat-BHA memiliki aktivitas yang lemah terhadap bakteri Escherichia coli dan tidak memiliki aktivitas terhadap Staphyloccocus aureus, sedangkan asam oleat-BHT tidak memilki aktivitas terhadap kedua bakteri tersebut.

In this study, the synthesis of oleic acid-BHA and oleic acid-BHT esters was carried out using the Steglich esterification reaction. The product formed was purified using column chromatography. The results of the FTIR characterization of oleic acid-BHA showed absorption with the appearance of a new absorption peak that was unique to the ester, C=O at a wave number of 1738.9 cm-1 and an absorption peak of an aromatic group at a wave number of 1442 and 1457 cm-1. The formation of oleic acid-BHT was evidenced by the absorption peak of C=O ester at a wave number of 1742.2 cm-1 and an absorption peak of aromatic groups at wave numbers of 1435 and 1458.9 cm-1. The results of UV characterization showed a hypochromic shift of the product towards BHA and BHT and bathochromic to oleic acid. The results of the toxicity test of oleic acid-BHA and oleic acid-BHT on Artemia salina L larvae showed that the ester was non-toxic with LC50 values of 3370.91 ppm (oleic acid-BHA) and 1209.18 ppm (oleic acid-BHT). The IC50 value of oleic acid-BHA which is 22.61 ppm indicated high antioxidant activity and oleic acid-BHT of 136.42 ppm indicated moderate antioxidant activity. The antibacterial test performed showed that oleic acid-BHA had weak activity against Escherichia coli bacteria and no activity against Staphylococcus aureus. While oleic acid-BHT did not have activity against these two bacteria."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Rahayu
"ABSTRAK
Salah-satu variasi DNA mitokondria manusia adalah delesi 9-pasangan basa (del 9-pb) daerah intergenik COII/tRNA LYS. Del 9-pb merupakan salah satu penanda genetik yang dapat digunakan untuk mempelajari hubungan kekerabatan antarpopulasi. Penelitian del 9-pb antarpopulasi suku-suku di Indonesia belum pernah dilakukan. Secara antropologi, suku Batak dan suku Toraja memiliki nenek moyang Proto Melayu, sedangkan suku Jawa memiliki nenek moyang Deutero Melayu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai persentase del 9-pb pada populasi suku Batak, suku Toraja, dan suku Jawa agar didapatkan informasi genetik untuk mempelajari hubungan kekerabatan antara ketiga suku tersebut. Metode yang digunakan adalah metode amplifikasi dengan PCR (Polymerase Chain Reaction) dan elektroforesis pada gel agarosa 5% dengan pewarnaan etidium bromida. Hasil pengamatan persentase del 9-pb ketiga suku tersebut adalah: suku Batak 19,84% dengan menggunakan 126 sampel, suku Toraja 32,77% dengan 119 sampel, dan suku Jawa 25,47% dengan 106 sampel. Nilai persentase del 9-pb meningkat bila urutan populasi adalah sebagai berikut: suku Batak—suku Jawa—suku Toraja."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>