Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
Andi Sufriana Nur Utami
"Tesis ini menganalisis bagaimana kebijakan Tiongkok dalam sektor antariksa pasca program Anti-satelit di tahun 2007. Permasalahan dimulai pada penembakan senjata ASAT oleh Tiongkok pada tahun 2007 dimana program ini mendapat respon negatif dari negara negara lain terhadap setiap aktivitas antariksa Tiongkok. Hal inipun dinilai dapat memicu terjadinya perlombaan senjata di sektor antariksa. Di sisi lain Tiongkok memiliki peran yang sangat besar dalam Asia - Pacific Space Cooperation Organization (APSCO) yang merupakan organisasi kerjasama keantariksaan di luar sistem PBB untuk wilayah Asia Pasifik. Kerjasama multilateral ini terdiri dari Tiongkok, Bangladesh, Tiongkok, Iran, Mongolia, Pakistan, Peru, dan Thailand. Penulis menganalisis melalui bentuk kerjasama ataupun program program dalam APSCO. Penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pengambilan data melalui studi dokumen. Untuk menganilis kepentingan Tiongkok dalam APSCO pasca program ASAT ditahun 2007, penulis akan menggunakan konsep Transparancy and Confidence Building Measure (TCBMs) sebagai perspektif dan Analisa utama. Melalui komponen utamanya, yaitu pertukaran informasi dalam kebijakan di sektor antariksa, pertukaran informasi kegiatan antariksa, notifikasi pengurangan resiko, dan kontak dan kunjungan ke situs antariksa menghasilkan temuan atas strategi yang dilakukan Tiongkok dalam APSCO. Temuan utama penelitian ini adalah Tiongkok melakukan strategi untuk mendapatkan kepercayaan atau trust building pada aktivitas antariksanya melalui program program di dalam APSCO. Sangat penting untuk Tiongkok meningkatkan kepercayaan internasional dalam upaya memperluas pengaruhnya pada sektor antariksa.
This thesis analyzes how China's policies in the space sector after the Anti-satellite program in 2007. The problem started with China's firing of ASAT weapons in 2007 where this program received a negative response from other countries to China's space activities. This, too, is considered to be able to trigger an arms race in the space sector. On the other hand, China has a very big role in the Asia - Pacific Space Cooperation Organization (APSCO), which is a space cooperation organization outside the United Nations system for the Asia Pacific region. This multilateral cooperation consists of China, Bangladesh, China, Iran, Mongolia, Pakistan, Peru and Thailand. The author analyzes through the form of cooperation or program programs in APSCO. The author uses qualitative research methods by collecting data through document study. To analyze China's interest in APSCO after the ASAT program in 2007, the author will use the concept of Transparency and Confidence Building Measure (TCBMs) as the main perspective and analysis. From main components, namely the exchange of information on policies in the space sector, exchange of information on space activities, notification of risk reduction, and contacts and visits to space sites resulted in findings on China's efforts in APSCO. The main finding of this research is that China is making efforts to gain trust in its space activities through programs within APSCO. It is imperative for China to increase international confidence in its efforts to expand its influence in the space sector."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Saragih, Sorang Afril Srihayati
"Kebijakan embargo senjata yang diterapkan Barat kepada China menjadikan Rusia sebagai satu-satunya partner China dalam kerjasama transfer persenjataan. Kondisi ini menjadikan Rusia memiliki peranan yang sangat signifikan dalam upaya peningkatan kekuatan militer China. Namun demikian, transfer persenjataan China dari Rusia terus-menerus menurun pada periode 2006- 2010 sekalipun China masih tetap berusaha untuk meningkatkan kekuatan militernya. Bila nilai transfer ini diteliti lebih lanjut, ternyata hanya sistem persenjataan pesawat dan kapal yang memiliki nilai transfer yang menurun. Ini dikarenakan China kini lebih memilih untuk mengembangkan sendiri sistem persenjataannya dan hanya membeli komponen persenjataan yang belum mampu diproduksinya secara domestik.
The policy of Western states to apply arms embargo to China makes Russia as the only partner for China in the cooperation of arms transfer. This condition makes Russia has a very significant role in China?s effort in increasing its military power. Yet, the value of China?s arms transfer from Russia keeps decreasing in period 2006-2010 although China is still trying to increase its military power. If we look deeper to the explanation of the arms transfer, only aircraft and ships which have the decreasing values of arms transfer in this period. This situation happens because China now prefers developing its own weapon systems and only buys the arms components in which it is still not able to produce domestically."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Siti Kemalasari Assiffa Salim
"Tulisan ini menganalisis perubahan arah kebijakan luar negeri China dalam menjalankan sanksi ekonomi berdasarkan Resolusi DK PBB terhadap Korea Utara yang dikeluarkan pada tahun 2017. Beberapa kajian terdahulu yang membahas topik ini memberikan gambaran bahwa komitmen negara anggota DK PBB serta antusiasme dari Korea Utara sangat berpengaruh terhadap keberhasilan sanksi ini. Namun, dalam konteks sanksi ekonomi yang dikeluarkan DK PBB pada tahun 2017, kajian-kajian terdahulu tersebut belum menjelaskan bagaimana implementasi oleh China terkait sanksi tersebut. Hal ini mengingat China sebagai negara anggota tetap DK PBB yang seharusnya menjadi penjuru dalam penegakkan Resolusi DK PBB terbukti menjadi salah satu negara yang justru rendah komitmennya dalam menegakkan sanksi ekonomi DK PBB terhadap Korea Utara. Dengan menggunakan konsep Restrukturisasi Perubahan Kebijakan Luar Negeri (Hermann, 1990) dan Kebijakan Luar Negeri (Holsti, 2016), temuan dalam studi ini menunjukkan bahwa perubahan sikap China atas sanksi DK PBB terhadap Korea Utara dipengaruhi oleh persepsi Xi Jinping terhadap Korea Utara, pertimbangan potensi ancaman non-militer serta kepentingan strategis China di Kawasan yang juga berkaitan dengan pengaruh Amerika Serikat di Semenanjung Korea.
This research analyzes changes in the direction of China's foreign policy in carrying out economic sanctions based on the UNSC Resolution on North Korea in 2017. Previous studies on this topic illustrate that the commitment of UN Security Council member states and the enthusiasm of North Korea greatly influence the success of the sanctions. However, in the context of economic sanctions issued by the UNSC in 2017, previous studies have not yet explained how China implements these sanctions. As a permanent member of the United Nations Security Council (UNSC), China should be the cornerstone in enforcing the UN Resolutions. China proved to be one of the major countries classified as not having a strong commitment in enforcing the UNSC economic sanctions against North Korea. By using the concept of Foreign Policy Restructuring (Hermann, 1990) and Foreign Policy Change (Holsti, 2016), the findings in this study indicate that the change in China's attitude towards UNSC sanctions on North Korea is influenced by Xi Jinping's perception of North Korea, potential non-military threats as well as China's strategic interests in the Region which are also related to the influence of the United States on the Korean Peninsula."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library