Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Arif Wahyu Adi
"Heat Recovery Steam Generator (HRSG) merupakan peralatan yang berfungsi untuk mengubah air menjadi uap pada temperatur dan tekanan tertentu. Peralatan ini terdapat pada Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) yang menggunakan siklus kombinasi (Combined Cycle). Pada HRSG terdapat daerah superheater-1 dan superheater-2, yang merupakan daerah pemanas uap lanjut. Daerah superheater ini terdiri dari susunan pipapipa yang bekerja pada temperatur dan tekanan tinggi dengan kondisi operasi yang korosif secara terus-menerus. Kondisi ini bisa mempengaruhi dan mengubah sifat-sifat material pipa. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui penyebab terjadinya kerusakan pipa superheater-2 HRSG 2 PLTGU Muara Karang yang baru beroperasi 5 tahun, tetapi telah mengalami kerusakan pipa yang cukup parah. Penelitian yang dilakukan mencakup fraktografi, metalografi, penentuan distribusi karbon, pemeriksaan komposisi kimia pipa, pemeriksaan produk korosi dan pengukuran kekerasan.
Dari basil penelitian yang dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan. Pertama, kerusakan pipa superheater-2 HRSG 2 PLTGU Muara Karang disebabkan oleh korosi pitting (pitting corrosion). Serangan korosi ini disebabkan oleh kombinasi tiga faktor, yaitu : adanya air yang tertinggal di dalam pipa selama unit shutdown, adanya kebocoran udara luar masuk ke dalam pipa dan terjadinya kerusakan lapisan film oksida pelindung (protective film meta/ oxide atau protective oxide film) dari logam dasar di dalam pipa. Kedua, adanya deposit yang mengandung Cr mengindikasikan adanya pelepasan Cr dari material pipa. Ketiga, ditemukan terjadinya presipitasi karbida. Keempat, hasil pengamatan terhadap struktur mikro pipa superheater-2 dan pengujian terhadap kekerasannya menunjukkan telah terjadi proses dekarburasi, tetapi masih belum sampai pada taraf yang membahayakan.

Heat Recovery Steam Generator (HRSG) is the component of Combined Cycle Power Plant which produce steam. The HRSG have two super heater areas namely superheater-1 and superheater-2. There are many tubes in each area. In superheater-2 area, the tubes always work in high temperature and high pressure with a very corrosive condition, so make their behavior to be changed. By this research we want to examine a failure section of the superheater-2 tubes taken from the HRSG 2 Muara Karang Combined Cycle Power Plant, which was five years operation but have many damage on their tubes.
The result of this research finds some conclusion. First, the superheater failure was due to formation of highly aggressive differential aeration cells causing pitting corrosion, also known as oxygen pitting corrosion. This common corrosion problem was caused by the combination of three factors inside the tubes : water left in the superheater tube during shutdown, air leakage into the tube, and damage to the protective oxide film over the base metal in the interior of the tube. Second, deposits of chromium were found in the superheater tubes - that is an indication of chrom leaching from the pipes. Third, actual carbide presipitation phenomena in the superheater tubes. Last, the microstructure analysis and micro hardness testing of the superheater-2 tubes determined some de-carbonation process in the tubes, but it is still small.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2001
T813
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Latifah Hanum K.
"Limbah dari kegiatan Industri dan ruinah tangga dapat mengancam kelestarian
lingkungan. Limbali dari industri tekstil merupakan salah satu industri yang mempunyai
saham besar pada pencemaran lingkimgan. Ancaman iui dapat ditangguiangi dengan
mengolah air linibah dengan pengolahan yang baik sebelum dibuang kesaluran uinmn.
SaMi satu metode yang dapat dikembangkan dalain menangani masalah liinbah
cair dan industri tekstil ini adalah dengan metode adsorpsi. Pada penelitian ini digunakan
karbon aktif sebagai adsorben untuk inenyerap warna, bau dan zat-zat lain yang ada
dalam limbah tekstil tersebut.
Serbuk gergaji kayu jati yang dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan
karbon aktif ini direndam dengan H3PO4 selama satu jam. Karbonisasi dilakukan pada
suliu 170°C, setelah itu suhu dinaikkan lagi hingga 500°C. Karbon aktif yang dihasilkan
keraudian dinetralisasi dengan cara pencucian beberapa kali dengan aquades hingga pH
6. Uji lod dan uji Metilen Biru dilakukan imtuk menguji kwalitas karbon aktif tersebut
dibandingkan dengan karbon aktif standar. Karbon aktif yang telah dibuat tersebut kemudian dicoba untuk raenjernihkan
limbah tekstil. Hasilnya sainpel limbah yang pada mulanya terlihat benvaraa biru, setelali
diadsorpsi dengan karbon aktif tersebut terlihat berwama bening dan tidak berbau.
Parameter yang digunakan untuk menguji apakali basil yang diperoleh telali
memenulri standar adalah dengan uji kekerulian menggunakan alat turbidimeter dan
mengukur COD. Kondisi optimum diperoleh dengan melakukan variasi konsentrasi
karbon aktif dan variasi lama waktu kontak adsorben dengan adsorbatnya.
Dengan menggunakan kondisi optimum pada penelitian Diana, Pembuatan Karbon Aktif
dengan Aktivator Asam Fosfat dart Serbuk Gergaji Kayu Jati (Tectona Grandis ), Skripsi
Sarjana Kimia ,2000 yaitu :
- Waktu perendaman : 1 jam
- Rasio asam fosfat dan serbuk gergaji; 1,5 (g:g)
- Temperatur akliir ; 500°C
Diperoleh karbon aktif yang memiliki karakter :
- Bilangan lod ;795,663 mg/g
- Bilangan Metilen biru: 230 niL/g
sedangkan untuk karbon aktif merck diperoleh bilangan lod sebesar 869,265 mg/g.
Pengolahan limbah tekstil yang dilakukan dengan cara adsorpsi menggunakan karbon
aktif yang berasal dari serbuk kayu jati ini menghasilkan air yang bersih dan parameter
yang diukur telah memenuhi standar baku rautu air limbah tekstil yang layak dibuang
keperairan yaitu: - pH: 6,8-7
- Kekeruhan :8,13 NTU
COD: 148,9664 mg/L
- Wama:jemili
Bau: tidak berbau. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2003
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1992
S35815
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dedi Suntoro
"Pada penelitian ini dilakukan pembuatan dan pengujian compact distillator hasil optimasi desain pada penelitian sebelumnya. Compact distillator adalah sistem berbentuk kompak yang terdiri dari komponen evaporator, separator dan kondenser berfungsi mengubah low-grade bioethanol menjadi high-grade bioethanol. Compact distillator dipasang pada saluran gas buang sepeda motor Suzuki Thunder 125 kemudian diuji pada putaran mesin rendah (1800 rpm), sedang (3600 rpm) dan tinggi (5400 rpm). Untuk memperoleh unjuk kerja yang optimal dilakukan pengujian pada compact distillator dengan jarak antar tray yang berbeda, pengujian dengan variasi volume umpan, pengujian dengan variasi kadar alkohol umpan dan pengujian pada compact distillator dengan penambahan insulasi.
Hasil penelitian menunjukkan compact distillator mampu menghasilkan high-grade bioethanol dengan kadar diatas 85% dan laju distilasi diatas 180 ml/jam. Compact distillator dengan jarak antar tray 100 mm dan volume umpan 800 ml menghasilkan kadar alkohol dan laju distilasi paling tinggi yang dicapai pada putaran mesin 5400 rpm. Sedangkan compact distillator dengan jarak antar tray 70 mm dan tambahan insulasi menghasilkan kadar alkohol, laju distilasi dan efisiensi termal terbaik yang dicapai pada putaran 3600 rpm.

In this research, it is conducted the manufacturing and testing of compact distillator resulted from design optimization of previous studies. Compact distillator is a compact shaped system consisting of evaporator, separator and condenser components functioning to convert low-grade bioethanol into highgrade bioethanol. Compact distillator was installed on the exhaust of Suzuki Thunder 125 motorcycle, then it was tested at low (1800 rpm), medium (3600 rpm) and high (5400 rpm) engine speed. To obtain optimum performance, it was performed testing on compact distillator with different tray spacing, testing with feed volume variations, testing with feed alcohol content variations and testing with insulation additional.
The research results show that compact distillator is able to produce high-grade bioethanol with alcohol content of above 85% and distillation rate of above 180 ml/hr. Compact distillator with 100 mm tray spacing and 800 ml feed volume produces the highest alcohol content and distillation rate achieved at 5400 rpm. While compact distillator with 70 mm tray spacing and insulation addition produces the best alcohol content, distillation rate and thermal efficiencies achieved at 3600 rpm."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
T43817
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Mahpudi Baisir
"Langkah konservasi energi penelitian ini mengupayakan peningkatan efisiensi pada teknik co-firing yang sudah umum dilakukan di Indonesia melalui sistem pengering biomassa. Percobaan dilakukan melalui pengujian salah satu pembangkit PLTU di area Jawa Barat dengan daya terpasang 3 x 350 MW yang sudah menerapkan co-firing sejak tahun 2021. Sistem pengering dipilih menggunakan jenis Rotary Drum Dryer dengan media pemanas berupa limbah panas gas buang exit boiler yang diambil setelah IDF #1 dengan tekanan ± 20 pa dan temperature 150 oC. Tekanan keluaran IDF #1 sangat rendah membutuhkan energi tambahan besar centrifugal fan dalam menyalurkan flue gas melalui pipa sepanjang ± 500 m sampai menuju lokasi dryer di area coal yard, dekat penyimpanan biomassa dan conveyor batu bara penyuplai bahan bakar ke sistem pembangkit. Biomassa disupplai dari pengusaha lokal sekitar lokasi pembangkit antara lain terdiri dari 90% sawdust dan 10% sekam padi. Memiliki kandungan rata-rata moisture campuran ( 44,57% dan rata-rata calorific value campuran ( 2.673,72 Kcal/Kg. Kapasitas pengering disesuaikan dengan kemampuan supplai biomassa sebesar 200 t/day. Pengujian dilakukan menggunakan simulasi pengering rotary dryer pada Aspen Plus dengan memvariasikan flow inlet biomass 8, 9 dan 10 t/h, flue gas flow 70, 80 dan 90 t/h serta residence time 15, 20 dan 25 menit. Moisture produk dry biomass terendah diperoleh 6,54% pada pengujian flow inlet biomass 8 t/h, flue gas flow 90 t/h dan residence time 25 menit. Hasil simulasi Aspen kemudian dibandingkan pada 5 kriteria penilaian kelayakan investasi yaitu NPV, IRR, Payback Period (PBP), Benefit and Cost (B/C) Ratio dan ROI. Hasilnya walaupun moisture produk dry biomass diperoleh lebih besar 10,9%, namun nilai NPV, IRR dan PBP, masing-masing sebesar Rp. 116.445.284.041,63, 150,32% dan 0,67 tahun, diperoleh sebagai yang terbaik pada pengujian flow inlet biomass 10 t/h, flue gas flow 90 t/h dan residence time 25 menit. Hal ini karena flow rate produk dry biomass lebih besar sehingga mampu membangkitkan selisih energy output yang lebih besar pula pada generator pembangkit. Sedangkan hasil terbaik B/C Ratio dan ROI, masing-masing sebesar 4,14 dan 314,12%, didapatkan saat pengujian flow inlet biomass 10 t/h, flue gas flow 80 t/h dan residence time 25 menit, hal ini karena energi tambahan untuk mendorong flue gas lebih kecil sehingga mempengaruhi B/C Ratio dan ROI. Penurunan energy output dan operational duration harus sedapat mungkin dihindari karena dampaknya sangat significant dalam menurunkan nilai 5 kriteria penilaian investasi. Validasi desain sistem pengering pada Aspen juga dilakukan untuk mengetahui akurasi.

This energy-conservation research aims to improve the efficiency of the cofiring process, which is widely utilized in Indonesia, using a biomass drying system. The experiment was conducted on a steam-coal power station in the West Java area with an installed power of 3 x 350 MW, which has been using cofiring since 2021. The drying method was selected utilizing a Rotary Drum Dryer type with a heating medium from waste heat of exhaust boiler flue gas obtained after IDF # 1, with pressure ± 20 pa and temperature 150 oC. The output pressure of IDF #1 is very low, requiring large additional energy from the centrifugal fan to flow the flue gas through a pipe measuring ± 500 m long to the dryer location in the coal yard area, near the biomass storage and coal conveyor that supplies fuel to the boiler system. Biomass is supplied from local suppliers around power plant location, consisting of 90% sawdust and 10% rice husks. It has an average mixed moisture content  44.57% and an average mixed calorific value  2,673.72 Kcal/Kg. The dryer capacity is adjusted to the biomass supply capability of 200 t/day. Experiments were carried out using a rotary dryer simulation on Aspen Plus by varying biomass inlet flow of 8, 9 and 10 t/h, flue gas flow of 70, 80 and 90 t/h and residence time of 15, 20 and 25 minutes. The lowest dry   biomass product moisture was obtained at 6.54% in the biomass inlet flow test of 8 t/h, flue gas flow of 90 t/h and residence time of 25 minutes. The results from Aspen simulation then compared with 5 investment assessment criteria: NPV, IRR, Payback Period (PBP), Benefit and Cost (B/C) Ratio and ROI. Even though the moisture content of the dry   biomass product was 10.9%, which was higher than the smallest value, the biomass inlet flow test yielded the best NPV, IRR, and PBP values, including Rp. 116,445,284,041.63 for NPV, 150.32% for IRR, and 0.67 years for PBP, with a biomass inlet flow test of 10 t/h, a flue gas flow of 90 t/h, and a residence time of 25 minutes. This is because the flow rate of the dry   biomass product is greater, so it can generate a larger energy output in the power plant generator. Meanwhile, the best B/C Ratio and ROI findings, including 4.14 and 314.12%, were obtained by testing the biomass inlet flow of 10 t/h, flue gas flow of 80 t/h, and residence period of 25 minutes, this is because the additional energy to push the flue gas is smaller, thus affecting the B/C Ratio and ROI. Decreasing energy output and operational duration must be avoided wherever possible because the impact is very significant in reducing the value of the 5 investment assessment criteria. Validation of the drying system design for Aspen was also carried out to determine accuracy."
Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
New York, N.Y. : Pergamon Press, 1978
621.402 FAC
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Saleh Ardiansyah
"Dengan meningkatnya kebutuhan energi listrik yang signifikan di Indonesia, diperlukan sumber energi lain untuk dapat mengganti peran bahan bakar fosil yang akan habis sebagai sumber energi listrik. Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) yang menggunakan landfill gas (LFG) sebagai sumber energi dapat memberikan solusi dalam memenuhi kebutuhan listrik. Kekurangan LFG adalah karakteristik produksinya yang terus menurun dengan berjalannya waktu. Penelitian ini membahas model pembangunan PLTSa secara berkelanjutan dari sisi ekonomi. Ada dua model yang diajukan, model 1 melakukan penimbunan sampah selama satu periode saja (4 tahun) dan tidak ada lagi pembukaan lahan dan penimbunan sampah, sedangkan model 2 melakukan penimbunan sampah setiap empat tahun sekali dimana dilakukan lagi pembukaan lahan. Parameter yang digunakan dalam studi kelayakan ini adalah Benefit-Cost ratio dan Net Present Value. Berdasarkan hasil analisis, model yang layak secara ekonomi adalah model 2 dengan B/C Ratio 1.16 dan NPV Rp.9,015,502,964, dimana pengolahan sampah dilakukan secara berkelanjutan, sedangkan model 1 dengan B/C Ratio 0.91 dan NPV Rp.3,848,278,544, belum layak secara ekonomi dan belum menguntungkan
With the increasing demand of electrical energy in indonesia, another source of energy required to be able to replace the roles of fossil fuels as the main source of electrical energy. Waste power plant with landfill gas (LFG) as a source of energy can provide solutions in fulfilling the need for electricity. The disadvantages of LFG is the characteristic of gas production continues to decline over time. This research discusses the development model of sustainable waste power plant from economic view. This research propose two models, model 1 conducting the landfilling in one periode (4 years) only. Model 2 conducting the landfilling every 4 years by opening more area. The parameters used in this feasibility study are benefit-cost ratio and net present value. As the results, the model that economically feasible is model 2 with B/C Ratio 1.16 and NPV Rp.9,015,502,964, while the model 1 with B/C Ratio 0.91 and NPV Rp.3,848,278,544, is not economically feasible."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S58690
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irfan Fawzi
"ABSTRAK
Energi listrik merupakan kebutuhan masyarakat. Seiring berjalannya waktu, kebutuhan listrik semakin meningkat. Heat Recovery Steam Generator HRSG merupakan salah satu alat yang sangat penting dalam PLTGU. Kegagalan atau kerusakan pada HRSG tentu menjadikan unit PLTGU tidak efektif dalam menghasilkan listrik. Pada Penelitian ini dengan menggunakan metode FMEA Failure Mode and Effect Analysis bertujuan untuk menentukan, mengklasifikasikan dan menganalisa mode kegagalan. Sebagai hasil dari perkalian S severity , O occurrence , dan D detection sehingga diperoleh RPN Risk Priority Number . Hasil FMEA diperoleh 10 mode kegagalan kritis dari 26 mode kegagalan yang terjadi. Urutan RPN tertinggi adalah 245 Pada Superheater dengan mode kegagalan : bocor pada tube , RPN 216 Pada economizer dengan mode kegagalan bocor pada tube , kemudian RPN 210 Pada Superheater dengan mode kegagalan : bocor pada U-Bend , dan tujuh kegagalan lainnya. Tindakan penanganan risiko dilakukan untuk kesepuluh mode kegagalan tersebut.

ABSTRAK
Nowadays, Electricity is an important needs people. By the time, people needs of electricity increasing. Heat Recovery Steam Generator HRSG has important role as a part of PLTGU stands for Integrated Gasification Combined Cycle Plants . HRSG rsquo s failures or damages surely impact on ineffectively electricity producing by PLTGU. This research, using Failure Mode and Effect Analysis FMEA , aims to determine, classify, and analyze failure modes. As the result of S Severity , O Occurrence , and D Detection multiplication, RPN Risk Priority Number would be achieved. FMEA result shows that 10 critical failure modes occurs from 26 failure modes. The highest RPN is 245 in Superheater with failure mode tube leakage , after that is RPN 216 in Economizer with failure mode tube leakage , then RPN 210 in Superheater with failure mode U Bend leakage , and the seven other failures. Risk Treatments are being held for the 10 failure modes."
2017
S67830
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>