Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 18 dokumen yang sesuai dengan query
cover
New York : Academic Press, 1981
534.55 UIT
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, Ingan Ukur
"Angka kematian perinatal di Indonesia masih merupakan masalah penting yang harus ditanggulangi. Hasil SDKI (2002 s/d 2012) menunjukkan angka kematian perinatal di Indonesia masih stagnan dan cenderung meningkat. Untuk menekan angka kematian perinatal, dibutuhkan ketersediaan pelayanan kesehatan yang berkualitas, tenaga kesehatan yang kompeten dan dekat dengan masyarakat.Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah deteksi dini komplikasi kehamilan. Alat teknologi yang sering digunakan untuk deteksi dini komplikasi kehamilan adalah USG. Adanya keterbatasan tenaga kesehatan khususnya dokter atau dokter spesialis kebidanan di daerah sulit dan terpencil, maka perlu di teliti tentang kemampuan bidan dalam deteksi dini komplikasi kehamilan dengan menggunakan alat USG, yang pada akhirnya diharapkan dapat menurunkan kematian perinatal.
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui kemampuan bidan yang menggunakan alat USG dalam deteksi dini komplikasi kehamilan (Plasenta Previa, Gemelli, dan Malpresentasi) dan kontribusinya dalam menurunkan kesakitan dan kematian perinatal yang cost efektif.
Desain penelitian ini adalah quasi eksperimen, yang dilaksanakan di 20 puskesmas di kabupaten Bogor, dan dua rumah sakit rujukan, yaitu RS Cibinong dan Ciawi. Pada puskesmas intervensi disediakan alat USG sementara pada puskesmas kontrol tanpa alat USG. Masing‐masing puskesmas intervensi, dua bidan terpilih dilatih menggunakan alat USG, sementara pada puskesmas kontrol tidak dilatih menggunakan alat USG.
Pelatihan dilakukan selama dua minggu dan praktek selama dua bulan sebelum penelitian, mengacu kepada kurikulum yang ada.Tahap analisis yang dilakukan adalah uji diagnostik dengan dokter spesialis kebidanan sebagai gold standar, regresi logistik, menghitung probabilitas potensi kesakitan dan kematian perinatal dan analisis efektivitas biaya.
Hasil uji diagnostik membuktikan bahwa bidan mampu melakukan deteksi dini komplikasi kehamilan dengan baik, dengan nilai sensifitas sebesar 91.67% dan spesifitas 93.94%. Hasil analisis regresi logistik menunjukkan bahwa bidan yang menggunakan alat USG mempunyai kemampuan deteksi dini komplikasi kehamilan dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan bidan tanpa alat USG. Bidan dengan masa kerja < 12 tahun dalam bidang kebidanan, mempunyai kemampuan 2.27 kali lebih tinggi dibandingkan dengan bidan dengan masa kerja ≥ 12 tahun. Bidan yang menggunakan alat USG dengan masa kerja di bidang kebidanan < 12 tahun mempunyai kemampuan 6.38 kali lebih tinggi dalam deteksi dini komplikasi kehamilan dibandingkan dengan bidan tanpa alat USG dengan masa kerja < 12 tahun.
Apabila seluruh kasus komplikasi yang teridentifikasi melalui alat USG dirujuk secara efektif (tepat waktu dan tepat guna) maka kasus kematian perinatal yang dapat diselamatkan adalah 20,648 kasus, 2.5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan bidan tanpa alat USG dimana kasus kematian perinatal yang dapat diselamatkan hanya 8,012 kasus. Hasil analisis efektivitas biaya membuktikan bahwa deteksi dini oleh bidan yang menggunakan alat USG merupakan upaya yang cost efektif.
Rekomendasi dari penelitian ini adalah pelatihan penggunaan alat USG oleh bidan, yang meliputi teori dan praktek yang cukup, dan dalam pelaksanaannya di bawah tenaga ahli, akan menunjukkan hasil yang menjanjikan. Replikasi dari penelitian ini dapat dilakukan di daerah sulit dan terpencil untuk mengetahui hasil yang lebih spesifik tentang deteksi dini komplikasi kehamilan, dan melalui pengembangan tele‐medicine yang menghubungkan bidan di daerah sulit dan terisolasi dengan dokter spesialis kebidanan di fasilitas rujukan (RS dengan PONEK 24/7), diharapkan akan dapat menurunkan angka kematian ibu dan perinatal.

Perinatal Mortality Rate in Indonesia is still an important issue that must be addressed. The 2002‐2012 IDHS results show that perinatal mortality rate in Indonesia is still stagnant and tends to increase. The availability of good quality health services, health workersbeing competent and close to communities are needed to decline the perinatal mortality rate. One of the required efforts is through early detection of pregnancy complications. The application of ultrasound device as one of advanced technologies is often used for detecting early pregnancy complications. Due to limitations on health workers such as doctors or obstetricians in difficult and remote areas, it is important to identify midwives ability for applying early detection of pregnancy complications by using ultrasound device.
This study aims to identify midwives ability of using ultrasound device for early detection of pregnancy complications (Placenta Praevia, Gemelli, and Malpresentation) and their contribution in reducing perinatal morbidity and mortality potential that are cost‐effective.
This study used a quasi‐experiment design and conducted in 20 community health centers in Bogor district, and two referral hospitals, namely Cibinong Hospital and Ciawi Hospital. Ultrasound device is provided for intervention community health centers while for control community health centers without ultrasound device.
The training on the use of ultrasound is completed for two weeks and two months for ultrasound practices before the study. The analysis phase was performed by using diagnostic test (gold standard obstetrician), logistic regression, probabilitas, and analysis of costeffectiveness.
The diagnostic test results show that midwives are able to perform well early detection of pregnancy complications, with values: sensitivity of 91.67% and a specificity of 93.94%. Results of logistic regression analysis displayed that midwives with ultrasound device for detection of pregnancy complications has the capability of early detection of pregnancy complications two times higher than midwives without ultrasound device. Midwives with a working period in obstetrics < 12 year have the capacity of early detection of pregnancy complication 2.27 times higher than midwives with a working period in obstetrics ≥ 12 year. Midwives using ultrasound device with a working period in obstetrics <12 year have the capacity of early detection of pregnancy complications 6.38 times higher than midwives without ultrasound device with a working period < 12 year. If all complications cases were identified through ultrasound device and referred effectively (timely and appropriate), perinatal death cases which can be saved was 20,648 cases, 2.5 times higher than those without ultrasound device in which perinatal death cases can only save 8,012 cases. The results of cost effectiveness analysis demonstrated that early detection made by midwife who used ultrasound device has cost effectiveness.
The recommendationof this study isthe need of training for midwives on using ultrasound device that consists of required theory and practices and during its application under expert supervision would show promising outcomes. Replication of this study can be done in remote areas for early detection pregnancy complications, and through the development of tele‐medicine that connects midwife in remote and isolated areas with obstetricians at the referral facility (district hospital with obstetric service and comprehensive neonatal emergency care 24/7), expected to reduce maternal and perinatal mortality."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
D2022
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aura Milani Djamal
"Latar Belakang: Plantar fasciitis merupakan penyebab tersering dari nyeri tumit inferior. Nyeri dapat menjadi kronik walaupun sudah mendapatkan terapi konservatif yang optimal. Perbandingan efektivitas antara ESWT dan terapi Ultrasound masih belum diketahui dengan jelas.
Metode: Penelitian ini merupakan studi eksperimental. Sebanyak 24 subjek plantar fasciitis dengan rentang usia 26-43 tahun yang telah terdiagnosis melalui USG mengikuti penelitian ini. Subjek dikelompokkan secara konsekutif ke dalam grup ESWT GE, n=13 dan grup Ultrasound UG, n=11 dengan durasi intervensi tiga minggu. Keluaran primer yang dinilai adalah nyeri palpasi dan nyeri pagi hari pada area medial tuberositas calcaneus. Keluaran sekundernya adalah waktu tempuh uji jalan 15 meter.
Hasil: Masing-masing grup menunjukkan perbaikan nyeri yang signifikan secara statistik tanpa adanya perbedaan bermakna antargrup. Waktu tempuh uji jalan 15 meter mengalami perbaikan yang tidak signifikan secara statistik pada kedua grup dan tidak terdapat perbedaan signifikan antargrup.
Kesimpulan: ESWT sama efektifnya dengan terapi Ultrasound dalam memberikan perbaikan nyeri pada plantar fasciitis.

Background: Plantar fasciitis is the most common cause of inferior heel pain. It may become chronic pain despite optimal conservative treatment. Comparison of effectiveness between ESWT an Ultrasound still unclear.
Methods: Experimental study on plantar fasciitis patient that diagnosed using Ultrasonography with range of age 26 63 years divided consecutively into ESWT group EG ESWT and stretching fascia plantaris gastrocnemius and Ultrasound group UG US and stretching fascia plantaris gastrocnemius for 3 weeks intervention. The primary outcomes were pain on palpation and morning pain on medial of calcaneal tuberosity. The secondary outcome was duration in performing 15 meters walk test.
Results: 24 participants EG n 13, UG n 11 enrolled in this study. Mean age of EG 46.5 years and CG 43 years. Each group showed statistically significant improvement of pain reduction with no significant different between group. The duration of 15 meters walk test improved nonsignificant in each group dan did not show significant difference between group.
Conclusions: ESWT was no more effective than Ultrasound in reducing pain in patient with plantar fasciitis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Audrey Achmadsyah
"Latar Belakang: Ketika perawatan saluran akar gagal, perawatan ulang saluran akar nonbedah, sedapat mungkin, adalah pilihan klinis pertama. Material pengisi saluran akar sebelumnya harus dibuang untuk kemudian dilakukan desinfeksi dan pengisian ulang saluran akar. Terdapat berbagai teknik pembuangan material pengisi, termasuk metode heat carrier, instrumen manual, putar, ultrasonik dan pelarut, atau kombinasi. Penghilangan sepenuhnya material pengisi tidak dapat dilakukan dengan hampir sebagian besar material yang tersisa dari perawatan ulang adalah siler. Siler biokeramik berikatan secara kimiawi dengan membentuk hidroksiapatit dan berpenetrasi ke tubulus dentin untuk menciptakan ikatan mikromekanis. Hal ini membuat pembersihan siler biokeramik sulit dilakukan. Tujuan: Mengevaluasi kebersihan saluran akar dengan berbagai metode pembuangan siler biokeramik menggunakan instrumen putar, kombinasi instrumen putarultrasonik, dan kombinasi instrumen putar-heat carrier pasca obturasi dengan teknik hidraulik dan WVC, yang dianalisis menggunakan Micro-CT. Metode: Empat puluh dua sampel gigi premolar rahang bawah pasca ekstraksi dengan akar lurus dan saluran akar tunggal yang diobturasi dengan siler biokeramik AH Plus® Bioceramic (Dentsply, USA) meggunakan dua teknik, hidraulik dan WVC. Pembuangan material pengisi menggunakan instrumen putar, kombinasi instrumen putar-ultrasonik, dan kombinasi instrumen putar-heat carrier. Pemindaian micro-CT setelah obturasi dan setelah pembuangan material dan dianalisis menggunakan perangkat lunak CTAn. Hasil: Terdapat perbedaan persentase kebersihan saluran akar (p<0,05) yang bermakna antara metode instrumen putar, kombinasi instrumen putar-ultrasonik, dan kombinasi instrumen putar-heat carrier. Kesimpulan: Pembuangan siler biokeramik menggunakan kombinasi instrumen putar-ultrasonik lebih efektif dibandingkan metode instrumen putar dan metode kombinasi instrumen putar-heat carrier. Teknik obturasi tidak mempengaruhi kebersihan saluran akar.

Background: When root canal treatment fails, non-surgical retreatment, if possible, is the first clinical choice. Previous root canal filling materials must be removed for subsequent disinfection and obturation of the root canal. There are various techniques for removing filling materials, including heat carrier methods, manual instruments, rotary, ultrasonic and solvent, or combinations thereof. Complete removal of filling materials cannot be achieved with almost all remaining materials from retreatment being sealer. Bioceramic sealers chemically bond by forming hydroxyapatite and penetrate into dentin tubules to create micromechanical bonds. This makes cleaning of bioceramic sealer difficult. Objective: To evaluate the cleanliness of root canal walls in retreatment with various methods of removing bioceramic sealer using rotary instruments, combination of rotary-ultrasonic instruments, and combination of rotary-heat carrier instruments postobturation with hydraulic and WVC techniques, analyzed using Micro-CT. Methods: Forty-two extracted mandibular premolar samples with straight roots and single root canals obturated with AH Plus® Bioceramic sealer (Dentsply, USA) using two techniques, hydraulic and WVC. Removal of filling material using rotary instruments, combination of rotary-ultrasonic instruments, and combination of rotary-heat carrier instruments. Micro-CT scanning after obturation and after removal of material and analyzed using CTAn software. Results: There is a significant difference (p<0.05) in the percentage of root canal cleanliness between the rotary instrument, the combination with ultrasonic, and the combination with heat carrier.Conclusion: Bioceramic sealer removal methods using a combination of rotary-ultrasonic instruments are more effective than rotary instrument methods and combination of rotary-heat carrier methods. The obturation technique does not affect the cleanliness of root canal."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Azzahra Larasati
"Aluminium dan paduannya telah dieksplorasi secara ekstensif sebagai bahan dalam industri penerbangan, perkapalan, dan otomotif. Pada deret Volta, aluminium tergolong logam yang reaktif yang dapat terkorosi dalam lingkungan basah. Solusi paling efektif untuk mengatasi kekurangan tersebut dengan melakukan pelapisan pada permukaannya. Metode pelapisan yang mutakhir pada aluminium adalah Plasma Electrolytic Oxidation (PEO). Dalam penelitian ini, PEO dilakukan pada substrat aluminum dengan elektrolit campuran 30 g/l Na2SiO3, 20 g/l KOH, dan 10 g/l trietanolamin (TEA) dengan rapat arus konstan 400 A/m3. Proses PEO divariasikan dengan dan tanpa ultrasonikasi. Optimasi waktu proses PEO dilakukan dengan variasi waktu 1, 3, dan 5 menit. Berdasarkan hasil analisis fasa XRD, hanya ditemukan fasa Al untuk semua sampel yang mengindikasikan lapisan PEO bersifat amorf. Penggunaan ultrasonikasi menghasilkan permukaan lapisan dengan porositas yang lebih tinggi hingga 23,44%, kecuali untuk sampel dengan durasi PEO 5 menit. Hasil EDS mendeteksi 7,73 at% lebih tinggi kandungan Si pada lapisan UPEO dibanding PEO. Durasi optimum PEO adalah 3 menit karena menghasilkan ketahanan korosi terbaik berdasarkan hasil analisis uji cyclic voltammetry (CV) yang menunjukkan nilai rapat arus korosi terendah ketika polarisasi positif dan negatif masing-masing yaitu 4,87 x 10-9 A.cm-2 dan 1,9 x 10-7 A.cm-2, nilai hambatan tertinggi yaitu 18638 Ω dan 1,79 x 108 pada hasil uji electrochemical impedance spectroscopy (EIS), dan nilai rata-rata hilang berat terendah yaitu 1,38 x 10-2 mg.cm-2 pada uji hilang berat. Ketahanan aus meningkat setelah pelapisan dengan PEO yang ditunjukkan oleh turunnya nilai spesifik abrasi masing-masing sebesar 28,91% dan 22,44% dibanding substrat.

Aluminum and its alloys have been extensively explored as a material in the aviation, shipping, and automotive industries. In the Voltaic series, aluminum is a reactive metal that corrodes in a wet environment. The most effective solution to overcome these shortcomings is by coating the surface. One of the latest coating method on aluminum is Plasma Electrolytic Oxidation (PEO). In this study, PEO was carried out on an aluminum substrate in a mixed electrolyte of 30 g/l Na2SiO3, 20 g/l KOH, and 10 g/l triethanolamine (TEA) with a constant current density of 400 A/m2. The PEO process was varied with and without ultrasonication. The optimation of the PEO process time is carried out at 1, 3, and 5 min. Based on the results of the XRD phase analysis, only the Al phase was found for all samples which indicated that the PEO layer was amorphous. The use of ultrasonication resulted in a layer surface with a higher porosity up to 23.44%, except for the sample with a PEO duration of 5 min. EDS results detected 7.73 at% higher Si content in the UPEO layer than PEO. The optimum duration of PEO is 3 min because it produces the best corrosion resistance based on the results of the cyclic voltammetry (CV) test analysis which shows the lowest corrosion current density when positive and negative polarization are 4,87 x 10-9 A.cm-2 dan 1,9 x 10-7 A.cm2,  respectively, the highest resistance values ​​are 18638 and 1.79 x 108 on the results of the electrochemical impedance spectroscopy (EIS) test, and the lowest average weight loss value is 1.38 x 10-2 mg.cm-2 in the weight loss test. The wear resistance increased after coating with PEO which was indicated by the decrease in specific abrasion values ​​of 28.91% and 22.44%, respectively, compared to the substrate."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Mohammad Fahmi
"Pemesinan mikro adalah proses fabrikasi dengan skala pelepasan material puluhan mikro meter hingga beberapa meter. Salah satu metode yang digunakan untuk dapat menghasilkan produk mikro adalah dengan metode vibration assisted machining (VAM). Vibration assisted machining (VAM) merupakan metode pemesinan di mana getaran dengan amplitudo kecil dikenakan pada pahat atau benda kerja untuk meningkatkan proses fabrikasi. Untuk memberikan getaran pada proses pemesinan digunakan piezoelektrik yang bergetar pada frekuensi ultrasonic dengan amplitudo kurang dari 1 µm, yang sangat rendah untuk pemesinan. Oleh sebab itu digunakan ultrasonic horn yang juga disebut acoustic horn atau sonotrode yang memperkuat getaran pada ujung mata pahat. Karena getaran eksitasi yang diberikan beripa getaran longitudinal saja, perbesaran getaran pada ujung mata pahat juga hanya getaran longitudinal saja. Untuk menghasilkan getaran torsional ditambahkan alur pada sisi samping ultrasonic horn. Melalui pengamatan dengan simulasi 3D, penelitian ini menunjukkan dengan penambahan dan perubahan alur dapat memeperbesar amplitude getaran dengan perbesaran terbesar pada getaran longitudinal sebesar 9,46 kali lipat dan torsional sebesar 10,12 kali lipat.

Micro machining is a fabrication process with a material release scale of tens of micro meters to several meters. One of the methods used to produce micro products is the vibration assisted machining (VAM) method. Vibration assisted machining (VAM) is a machining method in which small amplitude vibrations are applied to the tool or workpiece to enhance the fabrication process. To provide vibration in the machining process, a piezoelectric vibrating at ultrasonic frequency with an amplitude of less than 1 m is used, which is very low for machining. Therefore, an ultrasonic horn is used which is also called an acoustic horn or sonotrode which amplifies the vibrations at the tip of the tool. Since the excitation vibration is only a longitudinal vibration, the magnification of the vibration at the tool tip is also only a longitudinal vibration. To produce torsional vibrations, grooves are added to the side of the ultrasonic horn. Through observations with 3D simulations, this study shows that by adding and changing the grooves, the amplitude of the vibrations can be increased with the largest magnification in longitudinal vibrations by 9,46 times and torsional by 10,12 times."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2005
TA745
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Cahya Chairunisa
"Perubahan mikroflora kulit memainkan peran penting dalam kondisi seperti dermatitis atopik, psoriasis, jerawat dan kanker kulit. Untuk mengatasi masalah tersebut, saat ini telah banyak digunakan lisat bakteri sebagai bahan baku produk kesehatan kulit. Lisat bakteri yang banyak dimanfaatkan untuk produk kesehatan kulit adalah lisat dari bakteri asam laktat. Salah satu bakteri asam laktat yang diketahui memiliki aktivitas antimikroba adalah Streptococcus macedonicus MBF10-2. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memproduksi lisat kering Streptococcus macedonicus MBF10-2 dalam medium MRS soy peptone dan pelisisan ultrasonikasi dengan jumlah besar, serta memperoleh konfirmasi aktivitas antimikroba lisat Streptococcus macedonicus MBF10-2 berdasarkan nilai kadar hambat minimal (KHM) terhadap beberapa bakteri kulit. Hasil perolehan serbuk kering lisat Streptococcus macedonicus MBF10-2 dalam medium MRS soy peptone dengan pelisisan ultrasonikasi menggunakan probe ¼ (6 mm) dalam tabung 50 mL yaitu sebanyak 0,5657 gram, 0,5797 gram, dan 0,5818 gram dan perolehan rendemen yaitu sebesar 3,57%, 4,52% dan 4,84%. Lisat yang diperoleh kemudian ditentukan nilai KHM-nya menggunakan metode mikrodilusi secara kolorimetri terhadap beberapa bakteri kulit Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, dan Corynebacterium diphteriae. Nilai KHM lisat S. macedonicus MBF10-2 terhadap bakteri kulit S. aureus dan S. epidermidis adalah sebesar > 200.000 μg/mL, sedangkan terhadap bakteri C. diphteriae adalah sebesar 200.000 μg/mL. Cell-free supernatant (CFS) S. macedonicus MBF10-2 dengan nilai KHM 100.000 μg/mL memiliki aktivitas antimikroba terhadap bakteri kulit S. aureus, S. epidermidis, dan C. diphteriae yang lebih baik daripada lisat S. macedonicus MBF10-2.

Changes in skin microflora play an important role in conditions such as atopic dermatitis, psoriasis, acne and skin cancer. To overcome this problem, currently many bacterial lysates have been used as raw material for skin care products. Bacteria lysate that are widely used for skin care products are lysates from lactic acid bacteria. One of the lactic acid bacteria that has antimicrobial activity is Streptococcus macedonicus MBF10-2. The purpose of this study was to produce large amounts of Streptococcus macedonicus MBF10-2 dry lysate in MRS soy peptone medium by ultrasonication lysis, and to get antimicrobial activity confirmation of Streptococcus macedonicus MBF10-2 lysate based on the minimum inhibitory concentration (MIC) against several indicator bacteria and skin bacteria. The results of dry powder obtained from Streptococcus macedonicus MBF10-2 lysate in MRS soy peptone medium by ultrasonication lysis using probe ¼ (6 mm) in 50 mL tube were 0,5657 grams, 0,5797 grams, dan 0,5818 grams with yields of 3,57%, 4,52% and 4,84%. The lysate obtained was then determined the MIC value using the colorimetric microdilution method against several skin bacteria, such as Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, and Corynebacterium diphteriae. The MIC value of the S. macedonicus MBF10-2 lysate against S. aureus and S. epidermidis was > 200.000 μg/mL, whereas for C. diphteriae was 200.000 μg/mL. The cell-free supernatant (CFS) of S. macedonicusMBF10-2 with MIC value 100.000 μg/mL had antimicrobial activity against S. aureus, S. epidermidis, and C. diphtheria which was better than S. macedonicus MBF10-2 lysate."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Putu Satwika
"Alat Ultrasonografi (USG) merupakan alat yang paling sering digunakan untuk melakukan pemeriksaan janin dalam kandungan. Hal ini dikarenakan selain mampu memberikan gambaran terhadap keadaan janin dengan baik, alat ini bebas dari radiasi ionisasi sehingga tergolong aman.
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode yang mampu melakukan proses deteksi dan pengukuran biometri janin secara otomatis khususnya biometri kepala janin. Adapun biometri tersebut adalah head circumference (HC) dan biparietal diameter (BPD) yang merupakan salah satu parameter yang sering digunakan oleh dokter untuk mengetahui umur serta pertumbuhan janin dalam kandungan. Kedua biometri ini dapat diukur dengan melakukan aproksimasi terhadap bentuk elips. Untuk melakukan proses ini maka diperlukan tahapan dimulai dengan melakukan segmentasi citra dengan teknik thresholding. Selanjutnya dilakukan proses deteksi menggunakan metode Particle Swarm Optimization (PSO) dengan memanfaatkan fitness function yang diperoleh dari hasil vote menggunakan metode Randomized Hough Transform (RHT).
Hasil pengukuran oleh sistem dibandingkan dengan hasil pengukuran secara manual oleh pakar. Uji coba juga dilakukan terhadap data sintetis dengan density noise 0,1 hingga 0,7. Dari hasil eksperimen diperoleh bahwa metode yang dikembangkan lebih baik daripada metode RHT, IRHT dan mEPSOHT untuk melakukan deteksi elips pada citra tersebut.
Hasil eksperimen terhadap data sebenarnya yaitu USG 2D kepala janin diperoleh hasil rata-rata nilai hit dari metode yang dikembangkan lebih tinggi daripada metode lainnya namun hasil interrun dan interobserver variation tidak lebih baik dari metode lainnya. Hal ini dikarenakan metode yang dikembangkan lebih cenderung untuk terjebak pada local best dan tidak selalu tepat untuk melakukan deteksi pada citra kepala janin.

The application in ultrasonography (USG) is a tool that most often used to examine fetus in the womb. At this study will perform image processing on biomedical images especially for fetus in the womb using two dimensional ultrasound device (USG 2D).
The aim of this study is to develop a system that is capable to perform detection and measurement of fetal biometry automatically. The biometric used in this research consists of head circumference (HC) and biparietal diameter (BPD) analysis. BPD and HC are parameters which are often used by doctors to determine the state of the fetus in the womb. Both biometric parameters can be measured by performing an approximation of the elliptical shape. To do this process, it is necessary to start from segmentation images by thresholding techniques. After preprocessing is completed then the next stage of the detection process is carried out by using Particle Swarm Optimization (PSO). PSO fitness function is obtained from voting in Randomized Hough Transform (RHT) method.
The measurement results by proposed method are then compared with the results obtained manually by experts. A trial has also been conducted on the synthetic data with noise density 0.1 to 0.7. Experiment results show that the proposed method is better than the other methods e.g. RHT, mEPSOHT and IRHT in detecting ellipse. Further trials have been conducted on actual data i.e. 2D ultrasound fetal head data.
From the experiement we have found that the average hit value of our proposed method is higher than other methods. However, the results of interrun and interobserver variation are not better than others. This is because our developed method is more likely to be trapped in local best and doest not always correctly detect ellipse of the fetal head images.
"
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raisa Hajraeni
"Magnesium dan paduannya telah menjadi salah satu fokus menarik dalam penelitian di bidang material, khususnya untuk aplikasi implan biomedis karena bersifat biodegradable. Namun, tantangan utama dari magnesium ialah ketahanan korosinya yang rendah. Modifikasi permukaan yang dapat digunakan karena efektif untuk meningkatkan ketahanan korosi pada magnesium adalah Plasma Electrolytic Oxidation (PEO). Namun, lapisan PEO menunjukkan bioaktivitas yang rendah, sehingga pertumbuhan apatit berlangsung lambat. Dalam penelitian ini, proses PEO dilakukan menggunakan elektrolit berbasis fosfat, yaitu Na3PO4-KOH dan penambahan ion Ca berupa Ca(OH)2. Untuk meningkatkan mobilitas ion khususnya ion Ca agar dapat masuk ke dalam lapisan oksida, proses PEO dimodifikasi menggunakan ultrasonikasi. Proses PEO dilakukan dalam dua kondisi, yaitu tanpa (PEO) dan dengan ultrasonikasi (UPEO), serta waktu oksidasi divariasikan 10, 15, dan 20 menit. Berdasarkan hasil analisis fasa XRD, terdapat fasa kristalin Mg dan Mg3(PO4)2 pada masing-masing lapisan, serta tambahan fasa C5(PO4)3OH atau HA pada lapisan UPEO. Penggunaan ultrasonikasi cenderung meningkatkan persentase pori pada permukaan lapisan oksida hingga 26% dibandingkan lapisan PEO. Kekerasan lapisan PEO meningkat hingga 6 kali dari substrat, sedangkan lapisan UPEO meningkat hingga 2-4 kali dari substrat. Hasil uji polarisasi menunjukkan bahwa sampel lapisan PEO memiliki ketahanan korosi yang lebih baik dibandingkan sampel lapisan UPEO, dengan nilai Icorr terendah yang didapat dari pengujian PDP dan nilai hambatan total (Rp) yang lebih besar yang didapat dari hasil uji EIS. Hasil uji bioaktivitas menunjukkan adanya penumbuhan lapisan baru akibat dari endapan putih yang menutupi pori-pori pada permukaan sampel yang didukung dengan bertambahnya kandungan Ca pada masing-masing sampel dari hasil analisis EDS. Penambahan Ca(OH)2 dalam elektrolit PEO terbukti dapat meningkatkan bioaktivitas lapisan.

Magnesium and its alloys have become an attractive focus of research in materials science, especially for biomedical implant applications, because they are biodegradable. However, the main challenge of magnesium is its low corrosion resistance. The surface modification method that can effectively increase the corrosion resistance of magnesium is Plasma Electrolytic Oxidation (PEO). However, the PEO layer showed low bioactivity, so the apatite grew slowly. In this study, the PEO process used of phosphate-based electrolyte, namely, Na3PO4-KOH and the addition of Ca ions in the form of Ca(OH)2. To increase the mobility of ions, especially to enter the Ca ion into the oxide layer, a PEO process was modified using ultrasonication. The PEO process was carried out in two conditions, namely without (PEO) and with the ultrasonication (UPEO), and time variations were carried out for 10, 15, and 20 minutes. Based on the results of XRD phase analysis, there are crystalline phases of Mg and Mg3(PO4)2 detected in each layer and additional Ca5(PO4)3OH or HA phase detected in the UPEO layer. The use of ultrasonication tends to produce the oxide layer with a higher percentage of pores until 26%. The hardness value of the PEO layer was increased up to 6 times higher than the substrate, while the UPEO layer only reached 2 – 4 times. The results of the polarization test show that the PEO coatings have better corrosion resistance than the UPEO coatings, with the lowest Icorr values obtained from the PDP test and a higher total resistance (Rp) value obtained from the EIS test results. The results of the bioactivity test showed the growth of a new layer because white particles covered the pores on the sample surface, which is supported by the increasing content of the Ca from the EDS analysis in each sample. The addition of Ca(OH)2 in the electrolyte was proven to increase the bioactivity of the PEO coatings."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>