Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 27 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Widhi Harsoyo
"Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara status sosial ekonomi orang tua peserta, dengan minat peserta untuk mengikuti program pemagangan, juga hubungan antara persepsi peserta terhadap program pemagangan ke Jepang dengan minat peserta mengikuti program. Sebagai obyek penelitian adalah para peserta pelatihan Pra Pemberangkatan Magang di Jepang, Angkatan 102 (13 - 6) di BLKKP Lembang yang berjumlah 163 orang.
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner, dan data sekunder tentang program pemagangan. Kuesioner digunakan untuk mengungkap data tentang data pribadi, status sosial ekonomi, orang tua, minat peserta, dan persepsi peserta tentang program pemagangan.
Analisis yang digunakan adalah analisis korelasi secara sederhana untuk mengukur hubungan antara status sosial ekonomi orang tua dengan minat peserta, antara persepsi peserta dengan minat peserta dan antara status sosial ekonomi orang tua dengan minat peserta.
Hasil analisis korelasi adalah sebagai berikut :
1.Status sosial ekonomi orang tua peserta mempunyai hubungan negatif dengan minat peserta dengan koefisien korelasi adalah : -0,70. Sehingga sumbangan variabel status sosial ekonomi orang tua hanya dapat menjelaskan sebanyak 49 % terhadap minat peserta.
2.Persepsi peserta mempunyai hubungan positif dengan minat peserta (0,58). Sumbangan variabel persepsi terhadap minat peserta adalah 34 %.
3.Status sosial ekonomi orang tua mempunyai hubungan negatif dengan persepsi peserta (- 0,45). Sumbangan variabel persepsi terhadap minat peserta adalah 20 %.
Berdasarkan temuan dalam penelitian ini, maka disarankan untuk mempertimbangkan status sosial ekonomi dalam rekruitmen calon peserta program pemagangan, juga perlu dilaksanakan penyebaran informasi mengenai program secara lebih Iuas dan merata kepada masyarakat."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T2493
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasnah Hidayati
"Balai Latihan Kerja merupakan unit pelaksana teknis berupaya untuk mempersiapkan calon tenaga kerja dengan memberikan pelatihan agar peserta mempunyai bekal untuk bersaing di dunia kerja. Agar hasil pelatihan sesuai dengan kebutuhan pelatihan, maka perlu dievaluasi pelaksanaan pelatihannya. Oleh karena itu, dalam penelitian ini berusaha untuk menguji efektifitas pelatihan yang diselenggarakan oleh BLKKP Yogyakarta yang diperoleh dari penilaian peserta pelatihan.
Adapun tujuan penelitian adalah untuk menguji penilaian responden terhadap pelaksanaan pelatihan dan pengarah pelatihan terhadap peningkatan pengetahuan dan keterampilan. Unit analisis penelitian ini adalah peningkatan pengetahuan dan keterampilan responden selama mengikuti pelatihan. Peningkatan pengetahuan atas keterampilan responden dengan menggunakan indikator skor prates dan pastes yang diperoleh responden selama mengikuti pelatihan.
Analisis statistik t - test dipergunakan untuk menguji pengaruh pelatihan terhadap peningkatan pengetahuan dan keterampilan responden. Analisis frekuensi prosentase digunakan untuk mengkaji penilaian responden terhadap pelaksanaan pelatihan. Sedangkan analisis regresi dipergunakan untuk mengkaji hubungan masing - masing variabel prediktor. F - test dipergunakan untuk menguji signifikansi hubungan masing - masing variabel. Sedangkan analisis regresi berganda dipergunakan untuk menganalisis sumbangan keempat variabel terhadap peningkatan efektifitas pelatihan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penilaian responden terhadap pelaksanaan pelatihan cukup baik sehingga dapat disimpulkan pelaksanaan pelatihan oleh BLKKP Yogyakarta cukup efektif. Dari hasil analisis diperoleh hasil masing - masing variabel prediktor mempunyai hubungan dan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan efektifitas pelatihan. Sedangkan dari hasil regresi berganda diperoleh hasil bahwa keempat variabel prediktor mempunyai hubungan yang sangat signifikan yaitu sebesar R = 0,785 dengan nilai koefisien determinasi R2 -- 0,617 yang berarti keempat variabel prediktor memberikan kontribusi sebesar 61,7 % terhadap peningkatan efektifitas pelatihan. Dengan demikian peningkatan efektifitas pelatihan yang dapat dijelaskan oleh keempat variabel prediktor sebesar 61,7 % sedangkan sisanya sebesar 38,3 % dijelaskan oleh variabel lain yang belum diteliti dalam penelitian ini."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T2495
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nawa Nurwahyudi
"Peran BLKI yang penting adalah dalam rangka menyiapkan tenaga kerja yang mampu menghadapi tantangan di abad yang penuh dengan perubahan dan persaingan. Disamping itu adanya pertumbuhan angkatan kerja yang jauh lebih cepat dan pada pertumbuhan lapangan kerja yang tersedia, serta adanya kekurangsesuaian antara keluaran pendidikan dan pelatihan dengan keahlian dan ketrampilan yang dibutuhkan di pasar kerja. Oleh karena itu, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor kebutuhan pelatihan, sehingga hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan program pelatihan yang akan datang.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis faktorial dengan menggunakan metode ekstraksi Pincipal Component Analysis, Eigenvalues sebesar 1, Maximum Iterations for Convergence sebesar 25 serta menggunakan Rotated Method: Varimax with Kaizer Normalization. Dari populasi sejumlah 55 orang responden instruktur diambil secara random sampling. Metode pengumpulan data dengan menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner.
Selanjutnya dari penelitian ini ditemukan faktor-faktor kebutuhan pelatihan sebagai berikut, faktor-faktor yang termasuk variabel perencanaan program pelatihan adalah: faktor materi pelatihan, faktor analisis kebutuhan pelatihan, faktor rekrutmen, faktor instrumen evaluasi, faktor tujuan evaluasi dan faktor tujuan pelatihan. Adapun faktor-faktor yang termasuk dalam variabel pelaksanaan program pelatihan adalah faktor kompetensi instruktur, faktor fasilitas pelatihan, faktor peningkatan kemampuan instruktur, faktor media pengajaran, faktor metode motivatif, faktor metode isi dan faktor metode sasaran.
Berdasarkan hasil temuan penelitian, maka disarankan kepada pihak BLKI khususnya instruktur, dalam menyusun perencanaan dan melaksanakan program pelatihan memperhatikan faktor-faktor kebutuhan pelatihan seperti yang telah disebutkan di atas. Selain dari itu untuk mendukung saran pertama, disarankan pula supaya instruktur selalu meningkatkan pengetahuan tentang perkembangan kondisi kerja di perusahaan. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T5096
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Suardana
"Penelitian ini berawal dengan melihat adanya tanggapan positif dari masyarakat pedesaan untuk mengikuti pelatihan, terbukti dari jumlah pendaftar cukup tinggi antara 25 orang sampai dengan 50 orang untuk setiap paket, sedangkan setiap paket hanya memerlukan sebanyak 16 orang.
Adapun tujuan penelitian adalah untuk mengungkap huhungan antara sikap terhadap perubahan persepsi terhadap program dengan minat mengikuti pelatihan. Untuk menjawab tujuan penelitian tersebut didasarkan pada data yang diambil dari subyek penelitian sebanyak 144 orang dari peserta pelatihan non institusional BLK Denpasar tahun anggaran 1997/1998 yang dilaksanakan di Daerah Tingkat II Kabupaten Badung, di tiga kecamatan yaitu ; Kecamatan Denpasar Barat, Kecamatan Abiansemal, dan Kecamatan Mengwi.
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner. Kuesioner tersebut digunakan untuk mengungkap data berkenaan dengan sikap terhadap perubahan, persepsi terhadap program, dan minat mengikuti program .pelatihan. Data yang dihasilkan adalah data skala sikap yang menggambarkan variasi ketiga variabel tersebut. Analisis korelasi sederhana dan ganda digunakan untuk mengukur hubungan antara variabel sikap terhadap perubahan dan persepsi terhadap program sebagai independen variabel dengan minat untuk mengikuti program pelatihan sebagai dependen variabel.
Hasil analisis korelasi menunjukkan kecendrungan sebagai berikut:
Sikap terhadap perubahan mempunyai hubungan yang positif dengan minat mengikuti pelatihan dengan koefisien korelasi composite variabel kesiapan berinteraksi, proses evaluatif dan harapan peserta. dengan kebutuhan dan keteraturan sebesar 0,193, 0,213, 0,236, dan 0,171, 0,204, 0,213.
Persepsi terhadap program mempunyai hubungan yang positif dengan minat mengikuti pelatihan dengan koefisien korelasi composite variabel kemampuan instruktur fleksibelitas program dengan kebutuhan dan keteraturan sebesar 0,226, 0,419, dan 0,226, 0,399. Sumbangan variabel sikap terhadap perubahan dan persepsi terhadap program secara bersama-sama terhadap minat mengikuti pelatihan ditunjukkan oleh koefisien determinsi composite variabel kesiapan berinterkasi, proses evaluatif, harapan peserta, kemampuan instruktur dan fleksibelitas program terhadap kebutuhan dan keteraturan sebesar 21,6% dan 19%."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Gusti Putu Sudiarna
"Balian Manak istilah lain dari dukun bayi atau dukun bersalin dalam kehidupan masyarakat Bali merupakan tenaga terpercaya dalam reproduksi dan pelayanan kebidanan. Mereka diminta bantuannya pada masa kehamilan, pertolongan persalinan serta mengurus dan melindungi ibu dan bayinya dalam masa nifas. Di Bali Balian manak pada umumnya pria yang berusia 45 tahun ke atas, dengan latar belakang cara mendapatkan keahlian secara turun-temurun, dengan berguru (aguru waktra) dan membaca lontar-lontar (usadha), serta merasa terpanggil melalui wahyu (wangsit) yang mereka dapatkan dari dewa-dewa atau kekuatan-kekuatan supranatural.
Pada umumnya tingkat pendidikan Balian rendah, demikian pula pengetahuan mereka tentang obstetri dan ginekologi sangat rendah, jika timbul komplikasi atau kelainan-kelainan dalam kasus kehamilan mereka kesulitan untuk mengatasinya. Pengetahuan pedukunan yang dipraktekkannya terkait dengan konsepsi dan kepercayaan masyarakat tentang kehamilan serta konsepsi sehat sakit dan atribusi suatu penyakit dengan latar budaya masyarakat bersangkutan.
Pada sisi lainnya keterbatasan sistem pelayanan kesehatan modern (Puskesmas) untuk menjangkau seluruh lapisan masyarakat memberikan alternatif bagi masyarakat untuk menetapkan pilihan dan kepercayaannya pada praktisi medis tradisional (prametra) dalam mendapatkan perawatan kesehatan. Intervensi Puskesmas dalam program pelatihan dan pembinaan terhadap Balian manak, merupakan usaha-usaha yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan bekerjasama dengan Unicef; Pelaksanaan programnya melalui pendekatan Puskesmas (provider) terhadap prametra (resipien) untuk turut serta secara kooperatif dan kolabobatif meningkatkan sistem pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standard kesehatan.
Evaluasi sosial merupakan suatu evaluasi atau penilaian terhadap perencanaan dan pelaksanaan program dari sudut pandang masyarakat yang menjadi sasaran program; berlandaskan pada paradigma aksioma naturalistik, sehingga dikenal dengan "naturalistic evaluation ". Evaluasi naturalistik, berkenaan dengan suatu proses evaluasi yang diawali dengan masukan-masukan program (programme inputs), yang berpengaruh terhadap keluaran-keluaran program (programme outputs), memberikan konskuensi langsung terhadap akibat-akibat program (programme ffects) dan dampakdampak program (programme impacts). Evaluasi jenis ini disamping dapat mengungkapkan hasil-hasil program (out-come) berorientasi pada target (target oriented) seperti evaluasi yang dilakukan pada umumnya, juga dapat mengungkapkan tentang akibat dan dampak program.
Penelitian ini menekankan pada pendekatan kualitatif (naturalistic) dengan menggunakan metode triangulasi. Dalam pada itu penggunaan pendekatan kualitatif menjadi lebih dominan, dengan ditunjang oleh metode kuantitatif, dalam upaya untuk dapat meningkatkan validitas dan trustworthiness. Temuan-temuan yang dapat diungkapkan berkenaan dengan hal tersebut, mencakup sistem pelayanan yang diberikan oleh 42 orang balian terlatih (Balian Kit), dengan mengintegrasikan pengetahuan tentang perawatan kesehatan modern dengan pengetahuan budaya pedukunannya. Integrasi sistem pelayanan kesehatan tersebut disamping berfungsi sebagai "label" bagi balian itu sandhi, dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mendapatkan dua jenis perawatan pada seorang balian.
Walaupun perwujudan pengetahuan dan sikap dalam perilaku berkenaan dengan sistem pelayanan kesehatan modern tidak secara sempurna, namun dapat diintegrasikan dalam pengetahuan budaya pedukunan, terwujud sebagai perawatan sekala-niskala (fisik dan mental). Pengintegrasian pengetahuan baru dengan pengetahuan budaya pedukunan, yang dikonsepsikan sebagai perawatan sekala-niskala, merupakan suatu wujud keterpaduan model penjelasan suatu penyakit (explanatory model) dari dua sistem pelayanan kesehatan modern dan balian. Balian dengan Kit Dukun sebagai wujud keterpaduan tersebut memang diyakini oleh masyarakat, balian dan praktisi media modern dapat peningkatan derajat kesehatan ibu dan anak.
Berbagai macam kendala dan potensi (barrier-stimulant) yang ditemukan baik pada budaya provider maupun resipien, merupakan hambatan dalam "komunikasi inovasi kesehatan", yang dikenal dengan "komunikasi budaya". Hambatan-hambatan yang berasal dari budaya provider (dokter dan bidari Puskesmas) berkaitan dengan budaya profesionalisme dan birokratisme, merupakan hambatan mendasar yang menghambat terjadinya koordinasi dan kolaborasi program. Demikian pula ketidak mampuan provider dalam menterjemahkan program dengan bahasa, konsep-konsep dan simbol-simbol dalam budaya setempat, juga merupakan hambatan dalam komunikasi budaya. Dilain pihak kendala yang berasal dari budaya resipien (balian dan masyarakat) yang sering diungkapkan oleh praktisi medis, modern sebagai sifat yang kaku dan tertutup, kebodohan dan keterbelakangan, hambatan geografis dan ekonomi masyarakat, yang kalau dapat dipahami secara lebih baik dapat merupakan potensi dalam mengatasi kendala yang ada pada resipien itu sendiri.
Pemantauan prosesual untuk menemukan hambatan dan kekurangan yang berasal dari organisasi birokrasi penyelenggara program (delivery system), demikian pula hambatan dan kekurangan dalam proses pencapaian program, berkenaan dengan pemahaman budaya resipien, menterjemahkan program dengan bahasa dan konsep yang dapat dipahami oleh balian, mengikut sertakan balian dalam organisasi instruktur pelaksanaan program serta melibatkan institusi formal dan informal di desa sebagai media dalam mensosialisasikan program. Pembenahan atau perbaikan-perbaikan kearah kelengkapan program tidak dapat dilaksanakan dengan baik oleh provider, berkenaan dengan beban tugas yang dikatan melebihi kemampuan (over-load), serta kontinuitas pendanaan yang tidak stabil, merupakan. hambatan dan kekurangan yang dialami oleh provider.
Dampak program berkaitan dengan peningkatan derajat kesehatan ibu dan anak, yang dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat dapat dikatakan terjadi peningkatan. Peningkatan ini terlihat dari komponen "status kesehatan" yang menggambarkan tingkat sehat, sakit dan mati dari penduduk. Komponen "status lingkungan" menggambarkan penataan lingkungan fisik, biologik dan sosiobudaya yang berpengaruh terhadap status kesehatan penduduk. Peningkatan status kesehatan dan status lingkungan terjadi relatif cepat, baik sebagai dampak langsung dari intervensi program maupun sebagai dampak dan program-program lainnya yang saling berhimpitan.
Dalam pada itu partisipsi aktif masyarakat dalam peningkatan derajat kesehatan, baik dalam kehidupan diri, kelompok keluarga, serta dalam kehidupan masyarakat secara lebih luas, berpedoman pada falsafah hidup Tri Nita Karma (tiga cara untuk mencapai kesejahteraan hidup), serta penyebarluasan program-program kesehatan dengan menggunakan institusi-institusi formal dan informal di desa sebagai media komunikasi dan interaksi."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Overfield, Karen
"Content:
Program life cycles: Tinker, Taylor
Program development process
System defined
Research
Analysis
Design and development
Research tools
Implementation
Alternatives to training
Media comparison
Monitoring and eveluation
An information systems case study
Administrative worksheet
References & resources
Job aid"
Alexandria, VA: [American Society For Training & Development;, ], 1997
e20440147
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Etik Noor Rochmah
"Dalam menjalnnkan fungsinya Balai Besar Nasional X (BBN X) mengacu pada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (selanjutnya disingkat SKKNI). SKKNI merupakan standar nasional di bidang ketenagakerjaan yang disusun dan mendapatkan pengakuan dari para pemangku kepentingan (stake holders). Saat ini pengembangan kompetensi instruktur di BBN X belum optimal karena belum ada perencanaan yang sistematis dalam upaya mengembangkan kompetensi instruktur dan masih banyak instruktur yang belum tersertifikasi baik dalam bidang kompetensi teknis maupun metodologis.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari bentuk pengembangan kompetensi instruktur yang sesuai dengan kondisi obyektif instruktur BBN X dan untuk menyusun Training Needs Analysis instruktur BBN X. Penelitian ini bersifat kualitatif yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata lisan dan tertulis yang diamati dari orang-orang yang diteliti, teknik pengumpulan datanya dilakukan melalui wawancara mendalam, observasi dan penelusuran dokumen.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa instruktur BBN X yang telah mendapatkan sertifikasi kompetensi sebanyak sepuluh orang atau 13% dari jumlah instruktur dan belum mencapai kualifikasi yang ditetapkan oleh Ditjen Bina Intala. Adapun pengembangan yang dapat dilaksanakan dibedakan menjadi tiga yaitu (1) instruktur sudah mengikuti UJK tetapi belum mendapatkan sertifikasi, pengembangannya adalah dengan memberikan pelatihan sehingga instruktur tersebut memperoleh sertifikasi, (2) instruktur belum mengikuti UJK karena belum memiliki penguasaan terhadap SKKNI pengembangannya adalah memberikan pelatihan agar menguasai SKKN! dan memperoleh sertifikasi, dan (3) instruktur sudah memiliki kemampuan tetapi belum mengikuti sertifikasi pengembangannya adalah memfasilitasi instruktur untuk mengikuti sertifikasi.
Untuk menyelenggarakan pelatihan yang efektif dan sesuai dengan kebutuhan instruktur perlu diadakan Training Needs Analysis sehingga pelatihan yang diselenggarakan akan menghasilkan peningkatan skill knowledge dan attitude yang akan mendorong peningkatan kinerja instruktur. Analisis kebutuhan pelatihan dapat memberikan informasi yang berguna untuk menentukan tujuan-tujuan yang tepat sehingga hasil program pelatihan yang dirancang akan relevan dengan kebutuhan yang nyata. Untuk mendapatkan hasil yang optimal TNA sebaiknya dilaksanakan secara berkala untuk mengantisipasi perkembangan jaman yang terus maju.

On the way to perfonn the limction, BBN X refers to the National Competency Standard of Indonesia (called SKKNI). SKKNI is the national competency standard in labor sector that was being composed and got the stake holder recognition. At the present time, thc instructors competency development in BBN X is not so optimal, because there is not a systematically planning in the meaning to develop the instructor competency and there are still a lot of instnicters who have not certilied yet neither in the technical nor methodological competency.
Regarding to the above situation, this research aimed to look for the suitable fonn of instructor competency development for the objective condition of BBN X instructors and to organize the BBN X instructors Training Needs Analysis (TNA). This is the qualitative research which is resulting descriptive data in term of both spoken and written languages ol' research subjects. 'l`he data was collected through depth interviews, observation and documentation technique.
The result indicate that there are 10 (ten) instructors or equal to 13% of total instructors in BBN X who was certified, which have not reached the qualification that decided by Directorate of Dina Intala yet. As for the implemcntable developments were divided into 3 (three), which are (1) provide the training for the instructor who had already took the assessment but have not certified yet until they are competent; (2) provide the training to master the SKKNI and being certified for the inslmctor who have not took the assessment because their lack capability of SKKNI; (3) facilitate the instructor to be certified for thc one who has ability but has not take the awcssment yet.
It is important to do TNA to organize the effective and suitable training for instructor needs, so the implemented training produce skill knowledge and attitude development to increase the instructor productivity. TNA can give the information that are importance to determine the right aim so the result of planned training program will be relevant with real needs. To get the optimal result of TNA it is better to be pcrlbrmed periodically to anticipate the technological advance.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T34006
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Disna Gusmaladevi
"Keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya tergantung dari performance
para manajemya. Keberhasilan seorang manajer sangat ditemukan oleh
kemampuan yang dimilikinya dan program pelatihan merupakan cara yang paling
cost efektif untuk meningkatkan kemampuan. Secara efektif pelatihan merupakan
suatu keharusan bila organisasi menghendaki hasil yang semakin baik seliap
Iahunnya dan manajer ingin membuat perbaikan kinerja. Dengan pelatihan para
manager dapat melaksanakan tanggung jawabnya sesuai dengan persyaratan yang
ditentukan.
Demikian pula halnya dengan perusahaan ? X" yang bergerak dalam bidang
percetakan security papers, pelatihan mempakan solusi yang paling tepat umuk
meningkatkan kemampuan para Kepala Seksi. Pelatihan tersebut diperlukan
karena dari hasil assessment centre terhadap para Kepala Seksi yang dilakukan
pada tahun 1999, tingkat kemampuan yang dimiliki masing-masing individu para
Kepala Seksi rata-rata dibawah standar yang dipersyaratkan yaitu minimal 3
sehingga memerlukan banyak perubahan perilaku. Kesenjangan yang tampak
adalah pada kemampuan analisis masalah, coaching, pendelegasian wewenang
dan tanggung jawab dan kerjasama tim.
Supaya efektif pelatihan harus direncanakan dan didesain sebagai jawaban atas
kebutuhan akan pelatihan. Desain pelatihan adalah rancangan yang akan dijadikan
pegangan, pedoman atau acuan pada walctu melaksanakan pelatihan. Desain
pelatihan analisis masalah, coaching, pendelegasian wewcnang dan tanggung
jawab serta keljasama tim yang disusun bagi Kepala Seksi bermjuan untuk
memberikan pengetahuan, keahlian, pengalaman untuk meraih perubahan
perilaku dalam meiaksanakan tugas-tugasnya. Dengan pelatihan yang dirancang
berdasarkan kebutuhan saat ini diharapkan terjadi perubahan sikap dan tingkah
laku. Para Kepala Seksi diharapkan akan meningkatkan keefektifan dalam
menjalankan tugas-tugasnya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heru Cokro
"Tugas akhir ini merupakan laporan kegiatan penulis dalam upaya rnmberikan usulan rancangan evaluasi pelatihan Sales Gold Customer Servicing (SGCS) bagi PT ABC. Hal ini merupakan upaya penulis unluk membantu manajemen PT ABC mendapatkan infonnasi yang lebih alcurat tentang efektivitas pelatihan yang bertujuan mengembangkan kinerja posisi Service Advisor dalam melayani dan berkomunikasi dengan pelanggan.
Permasalahan yang muncul bagi manajemen PT ABC, seusai penyelenggaraan pelatihan SGCS tersebut, adalah tidak memadainya lagi alat evaluasi pelatihan yang umumnya digunakan oleh PT ABC untuk mengevaluasi hasil pelatihan SGCS. Hal ini disebabkan perbedaan karakteristik pelatihan SGCS dibanding pelatihan-pelatihan yang umum diselenggarakan PT ABC. Hal ini terjadi karena pelatihan PT ABC sebelumya berkisar pada hal-hal teknis atau hard-skill, sementara di pelatihan SGCS terutama sekali melatih soft-skill.
Untuk menjawab permasalahan ini, penulis kemudian merujuk pada pendekatan Donald Kirkpatrick terhadap evaluasi pelatihan. Kirkpatrick (1996) menyebutkan tentang 4 (empat) tingkatan pelatihan yang masing-masing mensyaratkan metode dan proses yang berbeda.
Tingkatan pertama, adalah tingkat Reaksi, di mana tujuan evaluasi tingkat ini untuk rnengetahui apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh para peserta pelatihan berkaitan dengan program termasuk di dalamnya instruklur, metodologi, isi dan fasilitas.
Tingkatan kedua, adalah tingkat pembelajaran, di mana tujuan evaluasi di tingkat ini adalah untuk mengetahui sejauh mana para peserta pelatihan dapat menyerap pengetahuan dan keterampilan yang diajarkan selama pelatihan.
Tingkatan ketiga, adalah tingkat perilaku kerja, di mana tujuan evaluasi di tingkat ini adalah untuk mengetahui sejauh mana para peserta dapat merubah perilaku mereka di tempat kerja sesuai dengan apa yang telah diberikan selama pelatihan. Tingkatan keempat, adalah tingkat hasil, di mana tujuan evaluasi di tingkat ini adalah untuk mengetahui sejauh mana suatu pelatihan dapat memberi niIai tambah bagi unit kerja, unit bisnis atau organisasi secara keseluruhan.
Berangkat dari analisis kondisi nyata yang terjadi di PT ABC dan rujukan pada pendekatan Kirkpatrick, penulis merekomendasikan evaluasi tingkat ketiga yaitu evaluasi tingkat perilaku kerja scbagai pendekatan evaluasi yang memadai untuk pelatihan SGCS. Hal ini berangkat dari pemahaman bahwa kebutuhan manajemen PT ABC adala.h mendapatkan inforrnasi tentang implementasi hasil pelatihan pada aktivitas kerja Service Advisor sehari-hari."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T38816
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Sugianto
"Bank XYZ dalam rangka mewujudkan Visi sebagai "Bank Nasional Pilihan Nasabah" dan Misi " Memberlkan Kepuasan Pada Nasabah". Memfokuskan perhatian pada tiga strategi vital. Salah satu strategi vital itu adalah manajemen organisasi dan peningkatan kompetensi sumber daya manusia (SDM). Dalam kaitan dengan kebijakan sumber daya manusia, Bank XYZ menyadari bahwa sebagai perusahan yang menjual jasa pelayanan publik, kualitas pelayanan yang diberikan oleh karyawan kepada nasabah adalah utama. Oleh karena itu gagasan untuk memberikan "Pelatihan Pelayanan Prima" kepada segenap karyawan menjadi prioritas untuk dilakukan. Sejak awal tahun 2000 sampai dengan akhir tahun 2001 pelatihan pelayanan prima yang dilakukan telah mencapai hampir 75 % dari Seluruh pegawai cabang yang ada, atau sejumlah 8.3 84 orang dari jumlah 11.079 orang. Upaya yang telah dilakukan itu temyata belum dapat meningkatkan kualitas pelayanan secara optimal. Hal ini dapat dilihat dari masih rendahnya tingkat kepuasan nasabah atas pelayanan yang diberikan. Alternatif solusi untuk mengetahui efektivitas pelayanan prima dalam meningkatkan pelayanan kepada nasabah dengan rinci dapat dibaca pada bab Evaluasi terhdap efektifitas Pelatihan Pelayanan Prima yang difokuskan pada pengukuran perubahan prilaku peserta sangat tepat untuk dilakukan. Uraian rinci atas desain evaluasi ini dapat dilihat pada bagian akhir tulisan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>