Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 82 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Patar Kristiono
"Istilah Parodi banyak dikenal dalam Hak Cipta namun seiring perkembangan zaman tidak hanya Hak Cipta yang menjadi target Parodi melainkan juga Merek. Saat ini semakin banyak pelaku usaha yang menggunakan Parodi Merek dalam produknya dan sebagian besar Parodi Merek tersebut dengan sengaja menirukan Merek pihak lain. Penggunaan Parodi Merek seperti itu berpotensi merugikan pihak pemilik merek. Saat ini Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (UUMIG) belum mengatur secara eksplisit tentang Parodi Merek. Penulisan Tesis ini mengkaji mengenai bagaimana suatu Parodi Merek dapat dikategorikan sebagai pelanggaran merek berdasarkan Undang-Undang Merek Indonesia dan Undang-Undang Merek di Amerika Serikat beserta putusan-putusan pengadilannya serta perlindungan hukum terhadap pemilik merek atas tindakan Parodi Merek. Metode penerapan penulisan tesis ini adalah yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan. Metode yuridis normative digunakan untuk melakukan pengkajian terhadap kaidah-kaidah hukum yang berlaku terutama yang berkaitan dengan permasalahan Parodi Merek. Parodi Merek yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran merek berdasarkan UUMIG adalah Parodi Merek yang memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek terdaftar/merek terkenal dan digunakan sebagai merek dalam barang/jasa sejenis. Berbeda dengan Indonesia, di Negara Amerika tetap dapat dikategorikan sebagai pelanggaran merek meskipun tidak digunakan pada kelas barang/ jasa yang sama. Berdasarkan UUMIG, pemilik merek yang dirugikan karena tindakan Parodi Merek dapat menempuh upaya hukum perdata, upaya hukum pidana, dan/atau upaya hukum melalui alternatif penyelesaian sengketa. Sedangkan di Negara Amerika terdapat upaya hukum tambahan bagi pemilik merek terkenal terhadap permasalahan Parodi Merek ini yaitu gugatan perusakan merek (tarnishment). Para Regulator sebaiknya menambahkan ketentuan tentang pelanggaran merek untuk barang/jasa tidak sejenis dan juga untuk merek/elemen merek yang penggunaannya bukan sebagai merek dan gugatan pelanggaran merek terkenal untuk barang/jasa tidak sejenis dalam UUMIG mendatang. Hal ini bertujuan agar UUMIG mendatang dapat mengakomodasi permasalahan Parodi Merek yang sebagian besar penggunaannya bukan sebagai merek. Perlu juga diatur konsep dilusi merek terutama tentang gugatan perusakan merek (tarnishment) sebagai tambahan upaya hukum untuk merek terkenal terhadap permasalahan Parodi Merek.

The term parodi is widely known in copyright, but over time it is not only copyright that is the target of parodi but also trademarks. Currently, more and more business actors are using Brand Parodies in their products and most of these Brand Parodies are deliberately imitating other parties' trademarks. The use of such Brand Parodi has the potential to harm the brand owner. Currently, Law Number 20 of 2016 concerning Marks and Geographical Indications (UUMIG) does not explicitly regulate Trademark Parodi.

This thesis examines how a trademark parodi can be categorized as a trademark infringement based on the Indonesian trademark law and United States trademark law and its court decisions as well as legal protection for trademark owners for trademark parodi actions. The application method of writing this thesis is normative juridical with a statutory approach. The normative juridical method is used to conduct an assessment of the applicable legal rules, especially those relating to the issue of Trademark Parodi. Trademark Parodi which can be categorized as a trademark infringement under UUMIG is a Trademark Parodi which has similarities in principle with a registered mark/famous mark and is used as a mark in similar goods/services. In contrast to Indonesia, in America it can still be categorized as a trademark infringement even though it is not used in the same class of goods/services. Based on UUMIG, brand owners who are harmed by Trademark Parodi's actions can take civil legal action, criminal law efforts, and/or legal remedies through alternative dispute resolution. Meanwhile, in America, there are additional legal remedies for well-known brand owners against this trademark parodi problem, namely a trademark tarnishment lawsuit. Regulators should add provisions regarding trademark infringement for dissimilar goods/services and also for brands/brand elements whose use is not as a mark and lawsuits for infringement of well-known marks for dissimilar goods/services in the upcoming UUMIG. This is intended so that the upcoming UUMIG can accommodate the problem of Trademark Parodi, most of which are not used as brands. It is also necessary to regulate the concept of trademark dilution, especially regarding a trademark tarnishment lawsuit as an additional legal remedy for well-known brands against the issue of Trademark Parodi."

Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1996
S23188
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
"Arti penting merek dalam dunia periklanan dan
pemasaran dapat menimbulkan sengketa antara pelaku usaha,
yaitu mengenai gugatan pembatalan atau penghapusan merek.
Ketentuan mengenai penghapusan ada pada pasal bagian
pertama, Bab VIII dalam Undang-Undang Merek Nomor 15 Tahun
2001. Penghapusan dapat dilakukan melalui prakarsa Kantor
Merek, permintaan pemilik merek serta pihak ketiga melalui gugatan penghapusan di Pengadilan Niaga. Gugatan
penghapusan dapat dilakukan apabila merek terdaftar
tersebut tidak digunakan selama tiga tahun berturut-turut
dalam perdagangan barang dan/atau jasa sejak tanggal
pemakaian terakhir dan pemakaian merek yang tidak sesuai
dengan apa yang telah didaftarkan pada Kantor Merek.
Doktrin mengenai intent to use pada pemakaian merek
merupakan dasar bagi penghapusan merek dengan alasan nonuse. Doktrin mengenai distinctiveness dan likelihood of confusion dapat dijadikan tolak ukur suatu pemakaian yang tidak sesuai. Pada studi kasus yang pertama, yaitu Top One vs Megatop, PT. Lumasindo Perkasa telah memperdagangkan oli dengan menggunakan merek MEGATOP dengan tulisan kata MEGATOP dalam elips, penggunaan angka 1, kata ”New Formula” dalam angka 1, serta lukisan dan unsur warna merah dan kuning, yang tidak sesuai dengan yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek, yang berupa kata MEGATOP dengan uraian warna biru dan kuning didaftarkan pada tanggal 10 Maret 1998 dengan nomor 411000. Pada studi kasus kedua, yaitu Krisma vs Karisma, dapat dikatakan terjadi pembalikan paradigma dasar dari perumusan ketentuan Undang-Undang Merek mengenai penghapusan dimana PT. Astra Honda Motor telah tidak menggunakan merek Karismanya sesuai dengan yang
didaftarkan pada Kantor Merek. Namun, awal mulanya gugatan penghapusan oleh PT. Tossa Shakti ini karena ia mendapatkan somasi dan pelaporan polisi oleh pihak Astra Honda Motor."
[Universitas Indonesia, ], 2006
S23576
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2004
S24232
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iva Shofiya
"ABSTRAK
Geliat pertumbuhan ekonomi semakin hari semakin
kompetitif. Setiap pengusaha berusaha menjadi pemenang dalam
kompetisi mendapatkan konsumen guna mencapai kesuksesan
dalam pendapatan. Dengan adanya kompetisi menyebabkan usaha
menjadi lebih berkembang, sehingga setiap pengusaha berusaha
memenangkan kompetisi yang ada.
Adanya merek terhadap suatu produk barang/jasa
inilah yang menjadikan ajang persaingan dari pengusaha untuk
memasarkan produknya. Hal ini kerap kali memunculkan adanya
persaingan yang tidak sehat diantara para pengusaha dalam
penggunaan merek pada produk barang atau jasa yang
diproduksinya. Antara lain dengan memalsu, meniru, ataupun
membonceng reputasi dari suatu merek dari produk barang/jasa
yang telah dikenal baik oleh konsumen guna mendapatkan
keuntungan yang semuanya itu merupakan hal yang tidak
baik/tidak etis.
Pendaftaran dan penggunaan merek yang didasari
dengan itikad tidak baik selayaknya tidak mendapatkan
perlindungan, sehingga banyak sengketa yang timbul
diakibatkan adanya penyimpangan terhadap asas itikad baik.
Sedangkan pendaftaran dan penggunaan merek didasari dengan
itikad baiklah yang seharusnya mendapatkan perlindungan
hukum.
Melalui skripsi ini penulis melakukan pembahasan
bagaimana sebuah kompetisi dibidang merek yang mengakibatkan
adanya penyimpangan asas itikad baik dan menimbulkan
sengketa merek. Bagaimana penerapan peraturan hukum merek di
Indonesia dalam mengantisipasi timbulnya pelanggaran
dibidang merek.
Penulis berusaha menjelaskan mengenai permasalahan
ini dengan mencoba melihat pada praktek yang terjadi pada
Direktorat Merek yang merupakan bagian dari Direktorat
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, dibawah Departemen
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia."
2006
S24254
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nabila Azzahra Abdul Kadir Said Alwini
""upcycling" dalam tren fesyen untuk mendukung kehidupan yang lebih berkelanjutan. Upcycling adalah kegiatan mengubah atau memodifikasi barang bekas menjadi barang baru dengan nilai tambah. Diharapkan upcycling dapat memperlambat produksi limbah fashion yang mencemari lingkungan dan mengurangi fast fashion. Dalam industri fesyen, upcycling dianggap sebagai tren yang revolusioner karena produk upcycling menawarkan nilai keunikan dan kreativitas. Meskipun gerakan upcycling dianggap bermanfaat bagi lingkungan dan industri fesyen, tetapi muncul isu hukum kekayaan intelektual ketika barang bekas merek terkenal digunakan untuk upcycling. Penggunaan barang bekas bermerek terkenal dianggap dapat merusak citra, reputasi, dan kredibilitas merek terkenal. The Agreement on Trade-Related of Intellectual Property Rights Pasal 6 mengatur bahwa negara anggota dapat menggunakan prinsip exhaustion untuk menyelesaikan sengketa kekayaan intelektual. Skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif untuk menganalisis apakah kegiatan upcycling terhadap barang bekas merek terkenal dapat berakibat pelanggaran merek terkenal dan apakah doktrin exhaustion dapat digunakan sebagai pembelaan oleh penjual produk upcycling untuk mempertahankan kedudukannya.Melemahnya kemampuan bumi untuk menampung pertumbuhan populasi dunia telah mendorong munculnya gerakan "upcycling" dalam tren fesyen untuk mendukung kehidupan yang lebih berkelanjutan. Upcycling adalah kegiatan mengubah atau memodifikasi barang bekas menjadi barang baru dengan nilai tambah. Diharapkan upcycling dapat memperlambat produksi limbah fashion yang mencemari lingkungan dan mengurangi fast fashion. Dalam industri fesyen, upcycling dianggap sebagai tren yang revolusioner karena produk upcycling menawarkan nilai keunikan dan kreativitas. Meskipun gerakan upcycling dianggap bermanfaat bagi lingkungan dan industri fesyen, tetapi muncul isu hukum kekayaan intelektual ketika barang bekas merek terkenal digunakan untuk upcycling. Penggunaan barang bekas bermerek terkenal dianggap dapat merusak citra, reputasi, dan kredibilitas merek terkenal. The Agreement on Trade-Related of Intellectual Property Rights Pasal 6 mengatur bahwa negara anggota dapat menggunakan prinsip exhaustion untuk menyelesaikan sengketa kekayaan intelektual. Skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif untuk menganalisis apakah kegiatan upcycling terhadap barang bekas merek terkenal dapat berakibat pelanggaran merek terkenal dan apakah doktrin exhaustion dapat digunakan sebagai pembelaan oleh penjual produk upcycling untuk mempertahankan kedudukannya.

The declining capability of the earth to support the world's population has led to the emergence of the sustainable fashion trend of "upcycling". Upcycling involves modifying used goods to create new ones with added value, with the goal of slowing down the fashion industry's disposal of waste and reducing the fast fashion movement. Although upcycling is considered revolutionary, there is a legal issue when using second-hand goods from well-known trademarks. Although the upcycler legally owns the product, the use of goods from well-known trademarks in their upcycling product could damage the well-known trademark reputation and cause consumer confusion when they sell it. The exhaustion principle is outlined in the Agreement on Trade-Related of Intellectual Property Rights Article 6 and said it may be used to settle intellectual property disputes. With juridical normative research method, this thesis will analyze whether there is a trademark infringement in the activity of upcycling using used goods from well-known trademarks. This thesis will also analyze whether the exhaustion doctrine can be used to solve the matter that arises. Moreover, can it be utilized as a defense argument for the upcycler in court."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gatot Supramono
Jakarta: Djambatan, 1996
346.048 8 GAT p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9   >>