Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 836 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rozana
"Efavirenz merupakan obat anti HIV yang sukar larut dalam air dengan bioavailabilitas lebih kecil dari 45%. Kelarutan dan bioavailabilitas obat merupakan faktor penting yang mempengaruhi efektivitas terapetik. Saat ini nanoformulasi  menggunakan sistem penghantar berbasis nanopolimer banyak dikembangkan untuk meningkatkan kelarutan dan bioavailabilitas obat, salah satunya adalah kitosan yang merupakan polimer alami bersifat biokompatibel, biodegradabel dan non toksik.  Pada penelitian ini nanopartikel kitosan  sebagai sistem penghantar efavirenz dimodifikasi dengan fraksi etil asetat ekstrak daun mimba (Azadirachta indica) untuk meningkatkan sifat hidrofobik dan kapasitas pemuatan,  selanjutnya proses pemuatan efavirenz dilakukan dengan metode gelasi ionik  menggunakan tripolifosfat sebagai agen pengikat silang dengan bantuan tween 80 untuk mencegah penggumpalan. Berdasarkan optimasi proses sintesis, kondisi optimal diperoleh pada sintesis  nanopartikel yang menggunakan kitosan, ekstrak daun mimba, tween 80 dan tripolifosfat sebagai agen pengikat silang, dengan konsentrasi tween 80 0,321 mg/mL dispersan, rasio konsentrasi kitosan dan tripolifosfat 1:1, rasio konsentrasi kitosan dan efavirenz 1:1,5 yang mempunyai ukuran partikel dibawah 100 nm. Nanopartikel yang dihasilkan mempunyai efisiensi dan pemuatan sebesar 93,40% dan kapasitas pemuatan sebesar 39,92%, persen berat perolehan 91,06% dan nilai potensial zeta sebesar -42,1 mv. Hasil uji pelepasan efavirenz dalam media larutan dapar fosfat menunjukkan pelepasan maksimum pada pH 7,8 sebesar 63,93% hingga 48 jam, sedangkan dalam media larutan natrium dodesil sulfat 1% pelepasan efavirenz mencapai 90,74% hingga 24 jam. Studi spektra infra merah menunjukkan interaksi antara ekstrak daun mimba dan kitosan adalah interaksi kimia, sedangkan interaksi antara kitosan dan efavirenz adalah interaksi fisik.

Efavirenz is an anti-HIV drug with low solubility and variable bioavailability less than 45%. Solubility and bioavailability of the drug are important factors that influence therapeutic effectiveness. Nanoformulation using a nanopolymer-based delivery system is widely developed to improve the solubility and bioavailability of drugs, one of the extensively used is chitosan which is a natural polymer that is biocompatible, biodegradable and non toxic. In this study, chitosan nanoparticles as the delivery system of efavirenz were modified with the ethyl acetate fraction of mimba leaf extract (Azadirachta indica) to improve hydrophobic properties and loading capacity, then the process of loading efavirenz was carried out by ionic gelation using tripolyphosphate as a crosslinking agent and tween 80 to prevent aggregation. Based on the optimization of nanoparticle synthesis, the most satisfactory composition was obtained by nanoparticle using chitosan, neem leaf extract, tween 80 and tripolyphosphate, with tween 80 concentration 0.321 mg/mL dispersant, chitosan and tripolyphosphate concentration ratios 1: 1, chitosan and efavirenz concentration ratios 1: 1.5, because the drug nanoparticles size range was obtained as required for the nanoparticle drugs. The resulting nanoparticles have efficiency and loading capacity of 93.40% and 39,92%, practical yield percentage was 91.06%, zeta potential value was -42.1. Drug release test was carried out in vitro using paddle type dissolution test equipment in buffer phosphate solution media showed maximum drug release at pH 7.8 of 63.93% up to 48 hours, while in the medium a solution of 1% sodium dodecyl sulfate drug release reached 90.74% up to 24 hours. Thereafter, there was no further significant release seen. The FTIR spectral studies showed the interaction between mimba leaf extract and chitosan was chemical interaction, while interaction between efavirenz and chitosan was physical interaction."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
T54272
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Waworuntu, Bernardino Matthew
"Latar Belakang: Kurkumin ((1E,6E)-1,7-bis(4-hydroxy-3-methoxyphenyl)hepta- 1,6-diene-3,5-dione) adalah sebuah zat dengan efek renoprotektif. Ketika digunakan dengan cisplatin, kedua zat ini bekerja secara sinergis dengan mengurangi efek nefrotoksik dari cisplatin. Namun, kurkumin memiliki kelarutan yang rendah, metabolism yang cepat, dan farmakokinetik yang buruk. Penggunaan nanopartikel kurkumin (nanokurkumin) dapat meningkatkan ambilan obat sehingga dapat meningkatkan kedayagunaanya dalam situasi klinik. Tujuan peneliatian ini adalah untuk mengevaluasi kadar kurkumin dan nanokurkumin di jaringan ginjal tikus.
Metode: Penelitian ini adalah studi eksperimental pada tikus yang diberikan cisplatin dan kurkumin 100 mg/kgbb (Cur100) atau cisplatin dan nanokurkumin 100 mg/kgbb (Nanocur100) atau cisplatin dan nanokurkumin 50mg/kgbb (Nanocur50). Masing-masing kelompok terdiri dari 4 ekor tikus. Kurkumin dan nanokurkumin diberikan selama 7 hari. Sampling dilakukan 24 jam setelah pemberian dosis kurkumin atau nanokurkumin terakhir. Konsentrasi kurkumin dan nanokurkumin dianalisa menggunakan UPLC/MS-MS.
Hasil: Data terkumpul disajikan dalam mean ± SEM. Rata-rata konsentrasi dari kurkumin pada grup Cur100 adalah 14.773 (CI: 8.904 – 20.642) pg/mg. Rata-rata konsentrasi dari nanokurkumin pada grup Nanocur100 adalah 11.631 (CI: 0.000 – 25.009) pg/mg. Rata-rata konsentrasi dari nanokurkumin pada grup Nanocur50 adalah 12.548 (CI: 0.563 – 24.534) pg/mg. Hasil dari tes one-way ANOVA adalah 0.805 (p>0.05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ditemukan signifikansi pada ketiga kelompok.
Kesimpulan: Kurkumin dalam bentuk nanopartikel (nanokurkumin) yang diberikan bersama cisplatin tidak menghasilkan kadar dalam jaringan yang berbeda dibandingkan kurkumin konvensional.

Background: Curcumin ((1E,6E)-1,7-bis(4-hydroxy-3-methoxyphenyl)hepta-1,6- diene-3,5-dione) is a substance with renoprotective effect. When used together with cisplatin, it works synergistically by reducing the nephrotoxic effects of cisplatin. However, it has low solubility, rapid metabolism, and poor pharmacokinetics. Usage of curcumin nanoparticle (nanocurcumin) should increase the uptake of the drug thus improving its viability for clinical use. The aim of our study is to evaluate the concentration of curcumin and nanocurcumin in rat kidney tissue.
Methods: This research is an experimental study on rats that were given cisplatin and curcumin 100 mg/kgbw (Cur100) or cisplatin and nanocurcumin 100 mg/kgbw (Nanocur100) or cisplatin and nanocurcumin 50 mg/kgbw (Nanocur50). Each group consists of 4 rats. Curcumin and nanocurcumin were given for 7 days. Sampling were done 24 hours after the last dose of curcumin or nanocurcumin. Concentration of curcumin and nanocurcumin were analyzed using UPLC/MS-MS detection.
Result: Collected data was expressed in mean ± SEM. Mean concentration of curcumin in the first group (Cur100) was 14.773 (CI: 8.904 – 20.642) pg/mg. Mean concentration of nanocurcumin in the second group (Nanocur100) was 11.631 (CI: 0.000 – 25.009) pg/mg. Mean concentration of nanocurcumin in the third group (Nanocur50) was 12.548 (CI: 0.563 – 24.534) pg/mg. The result of one-way ANOVA test was 0.805 (p>0.05) thus concluded that there is no significance difference between the three groups.
Conclusion: Concentration of curcumin in nanoparticle form (nanocurcumin) that were given with cisplatin did not show distinguishable difference in kidney tissue in comparison to conventional curcumin.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Inayah Rahmani
"Latar belakang: Mortalitas yang tinggi pada kanker ovarium utamanya disebabkan oleh progresi, kemoresistensi, dan rekurensinya. Diketahui progresivitas dan kemoresistensi kanker ovarium dipengaruhi oleh aksis endothelin, yang melibatkan endothelin-1 dan reseptor endothelin melalui proses epithelial-to-mesenchymal transition (EMT), sehingga menargetkan aksis ini merupakan prospek yang menjanjikan dalam pengembangan agen sensitisasi yang efektif. Kurkumin, senyawa herbal yang banyak di Indonesia, berpotensi menjadi agen ko-kemoterapi kanker ovarium, namun mekanismenya masih belum banyak diketahui. Penelitian sebelumnya menemukan bahwa kurkumin mampu menekan jalur endothelin di beberapa galur sel.
Tujuan: Penelitian eksperimental dilakukan untuk menganalisis aktivitas kurkumin sebagai agen ko-kemoterapi cisplatin dalam memodulasi aksis endothelin pada sel SKOV3.
Metode: Sampel terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok kontrol (hanya diberikan vehicle), kelompok cisplatin 3,75 μM, serta kelompok kurkumin 5 μM dan cisplatin 3,75 μM. Sel diinkubasi selama 48 jam setelah pemberian perlakuan. Setelah 48 jam, dilakukan pemeriksaan ekspresi mRNA endothelin-1, reseptor endothelin A, dan reseptor endothelin B menggunakan metode qRT-PCR.
Hasil: Terdapat penurunan signifikan ekspresi mRNA endothelin-1 pada sel SKOV3 yang diberikan kurkumin bersama cisplatin (0,55±0,32; p=0,005) dibandingkan dengan kelompok kontrol (3,35±2,80). Tidak ditemukan perbedaan dalam ekspresi mRNA reseptor endothelin A dan B yang signifikan antar kelompok.
Kesimpulan: Kurkumin sebagai agen ko-kemoterapi cisplatin mampu memodulasi aksis endothelin melalui penekanan ekspresi mRNA endothelin-1, namun tidak melalui penekanan ekspresi mRNA reseptor endothelin A maupun B.

Background: The high mortality of ovarian cancer is mainly attributed to its progression, chemoresistance to cisplatin, and recurrence. This progression and chemoresistance is mediated by the endothelin axis, which involves endothelin-1 and endothelin receptors through epithelial-to-mesenchymal transition (EMT) process, so targeting this axis is a promising prospect in developing an effective chemosensitizer. According to previous studies, curcumin, a ubiquitous herbal compound in Indonesia, has the potential to be a co-chemotherapeutic agent in ovarian cancer, but its mechanism in cancer progression is still unknown. Previous studies show that curcumin has the ability to modulate endothelin axis in non cancer cells.
Objective: To analyze the activity of curcumin as a co-chemotherapeutic agent with cisplatin in modulating endothelin axis in SKOV3 cells.
Methods: Sample is divided into three groups: control group (only given vehicle), cisplatin 3,75 μM group, and curcumin 5 μM and cisplatin 3,75 μM group. Cells are then incubated for 48 hours. After 48 hours, expression of endothelin-1, endothelin receptor A, and endothelin receptor B mRNAs are measured by qRT-PCR.
Results: There is a significant decrease in endothelin-1 mRNA expression in SKOV3 cells treated with curcumin and cisplatin (0,55±0,32; p=0,005) compared to control group (3,35±2,80). There is no significant difference of endothelin receptor A and B mRNA expression between each group.
Conclusion: Curcumin as a co-chemotherapeutic agent with cisplatin potentially modulates endothelin axis through repression of endothelin-1 mRNA expression, but not endothelin receptor mRNA A or B expression.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cooper, Wendy
London: Hutchinson , 1975
618.175 COO n
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
McIntyre, Anne
London: Goin Books, 1992
615.321 MCL h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Lacroix, Nitya
London: Dorling Kindersley , 1994
615.822 LAC m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Keeton, Joe
London: Hale , 1989
615.851 2 KEE p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
May, Rollo, 1909-
New York: W.W. Norton, 1991
616.891 4 MAY c (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Effendi
"ABSTRAK
Latar Belakang
Cisplatin adalah obat yang sering dipakai sebagai kemoterapi kanker ganas padat. Akan tetapi, efek nefrotoksisitas masih merupakan salah satu masalah. Telah banyak usaha untuk mengurangi nefrotoksisitas ini, antara lain pemberian cairan yang adekuat, pemakaian diuretik, dan amifostin. Senyawa sulfur sudah dikenal mengurangi toksisitas terhadap logam. Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari tumbuhan asli Indonesia yang berkhasiat mengurangi efek toksisitas terhadap cisplatin.
Metode dan Cara
Penelitian ini memakai hewan coba taus jenis Sprague Dawley. Penelitian dibagi menjadi 2 tahap yaitu, penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Tujuan penelitian pendahuluan adalah untuk mengidentifikasi tumbuhan berkhasiat obat (TBO), sedangkan penelitian utama bertujuan untuk uji renoprotektif.
Pada penelitian pendahuluan dipakai 3 bahan, yaitu petai, bawang putih, dan jengkol. Berdasarkan angka kematian pada penelitian pendahuluan, ditetapkan bahwa petai yang akan dipakai pada penelitian renoprotektif.
Pada penelitian utama dipakai 30 ekor tikus SD yang mendapat dosis petai 200 mg/kg BB, 800 mg/kg BB, dan 3200 mg/kg BB yang diberikan selama 14 hari berturutturut secara oral, dan pada hari ke-15 diinduksi dengan cisplatin 5 mg/kg BB T. Pada penelitian ini dipakai amifostin sebagai kontrol positif dan cisplatin sebagai kontrol negatif. Pada hari ke-18 diperkirakan terjadi gagal ginjal akut (GGA), selanjutnya dilakukan nekropsi dan pengukuran parameter ureum, kreatinin, MDA, GSH, dan histopatologi ginjal.
Hasil
Pada penelitian uji renoprotektif ditemukan bahwa pada dosis 3200 mg ekstrak petai mempunyai daya renoprotektif yang setara dengan pemberian amifostin 200 mg. Hasil pengukuran menunjukkan kadar MDA lebih rendah dan GSH yang lebih tinggi, serta kadar ureum dan kreatinin yang tetap normal pada dosis 3200 mg yang berbeda bermakna dengan kontrol negatif.
Simpulan
Ekstrak petai dosis 3200 mg mempunyai efek renoprotektif.

ABSTRACT
Background
Cisplatin is a frequently used chemotherapeutic agent on solid tumor. But in the other side, nephrotoxicity of cisplatin is still a major problem. Many efforts have been applied in order to reduce this nephrotoxicity, e.g. adequate fluid rescusitation, diuretic agent, and amifostin. Sulphur compound is known to reduce metal toxicity. The aim of this study is to find an Indonesian origin plants, which is effective to reduce nephrotoxicity effect of cisplatin.
Methods
This study use Sprague Dawley rats, and is divided into 2 phases, preliminary and main-study. The aim of the preliminary research is to identify medicine effective plants (MEP) and the main-study is to proof renoprotective effect of the plants. Plants that were used in the preliminary study were petai, garlic and jengkol. According to the death prevalence in the preliminary study, petai is used in the renoprotective study.
Thirty rats were used in the main study which were given petai 200 mg/kg BW, 800 mg/kg BW, and 3200 mg/kg orally for 14 days, and in the 15th day were induced with cisplatin 5 mg/kg BW IP. In the main study, amifostin were used as positive control and cisplatin were used as negative control. ARF was predicted in the 18th day, necropsy were performed and level of ureum, creatinin, NIDA, GSH and histopathology of the kidney were taken as parameter.
Result
On the renoprotective study were found that 3200 mg petai, extract has renoprotective effect equivalent to 200 mg amifostin. Low level of MDA, higher level of GSH and normal range of ureum and creatinine from the 3200 mg group were found significantly differ from negative control group.
Conclusion
3200 mg petai extract has renoprotective effect.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
D597
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siswati Setiasih
"Tanaman Aloe vera, lidah buaya, telah diketahui memiliki manfaat dan khasiat yang mengagumkan baik untuk kesehatan dan kosmetik, maupun sebagai bahan baku obat-obatan. Khasiat tersebut disebabkan karena lidah buaya selain mengandung vitamin, asam amino dan mineral, juga mengandung senyawa polisakarida seperti, mukopolisakarida (MPS) yang diduga merupakan komponen utama yang memiliki aktivitas biologik. Pada penelitian in! telah dilakukan analisis MPS yang terkandung dalam daun lidah buaya segar-dengan berbagai perlakuan yang dibandingkan dengan kandungan MPS dalam produk hasil olahannya (produk minuman sehat) baik secara kualitatif (FTIR, KLT, dan KCKT) maupuin kuantitatif (metode gravimetri dan Folin Wu). Hasil analisis mengarahkan pada dugaan adanya kandungan MPS yang dapat dipertahankan pada produk minuman tersebut. Kadar MPS dalam lidah buaya segar dengan perlakuan I. II, ill, IV. dan dalam produk minuman berturut-turut sebesar 0,34%; 0,20%; 0,32%; 0,81%; dan 0,28%. Sedangkan, kadar gula pereduksi yang terkandung dalam lidah buaya segar dengan perlakuan I, II, III, IV sena produk minuman berturut-turut adalah sebesar 16,83%; 17.62%; 20,20%; 20,49 %, dan 19,01%."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
SAIN-11-2-2006-25
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>