Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yamitema TJ Laoly
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai hak pekerja/buruh PT. Panen Lestari Internusa yang terkena pemutusan hubungan kerja. Penelitian ini adalah penelitian normatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian ini menemukan peranan-peranan hukum dalam mencegah terjadinya pemutusan hubungan kerja. Hukum mengatur dan membatasi alasan-alasan apa uang dapat menjadi dasar terjadinya pemutusan hubungan kerja. Pemberi kerja tidak dapat melakukan pemutusan hubungan kerja dengan semen-mena terhadap karyawannya sendiri. Pekerjaan sebagai hak setiap warga negara harus dilindungi oleh hukum. Pemutusan hubungan harus merupakan langkah terakhir dalam perselisihan hubungan kerja. Dan semua pihak wajib melakukan segala upaya untuk menyesuaikan perselisihan sebelum melakukan pemutusan hubungan kerja.
ABSTRAK
The focus of this study is about labor right in PT. Panen Lestari Internusa that has been terminated from employment. This research found that law could act as an instrument to prevent termination of employment. Law controls and limits the reasons for termination employment. Employers can't easily terminate employment of their own employee. Job as a right for all citizens must be protected by the law. Termination of employment must be a last resort in settling employment disputes. All parties must do all possible efforts to settle a dispute before terminating employment."
2008
T25729
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sondang Anggraeni
"Tesis ini membahas Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dengan alasan pensiun yang terjadi terhadap seorang Direktur di PT. X. Penelitian ini bersifat normatif dan deskriptif. Penelitian ini untuk mengetahui pentingnya peranan hukum dalam mengatasi terjadinya pemutusan hubungan kerja di perusahaan. Bila terjadi PHK, pekerja mempunyai hak yang diatur Undang-Undang Ketenagakerjaan. Pemberi kerja dalam melakukan PHK agar mengikuti prosedur sebagaimana diatur Undang-Undang Ketenagakerjaan. Pekerja, khususnya di level senior, agar lebih berhati-hati dalam menandatangani perjanjian yang diajukan oleh pemberi kerja dan lebih memahami aturan hukum yang berlaku di negara Republik Indonesia. Baik pemberi kerja maupun pekerja mempunyai kedudukan yang sama di mata hukum. Dan, semua pihak mempunyai hak untuk melakukan segala upaya untuk menyelesaikan perselisihan pada saat terjadi pemutusan hubungan kerja.

This thesis is about the Employment Termination (PHK) by reason of retirement which happens to a Director of PT. X. This research is normative and descriptive. This research is to know the importance of the role of law in overcoming the termination of a working relationship in the company. In the event of layoffs, workers have the right to set the Employment Act. Employers in layoffs have to follow the procedures as stipulated Employment Act. Workers, especially at senior levels, to be more cautious in signing the agreement submitted by the employer and a better understanding of the rules of law in force in the Republic of Indonesia. Both employers and workers have the same status in the eyes of the law. And, all parties have the right to make every effort to resolve disputes in the event of termination of employment."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T43807
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Enggartiasti Sherly Anggraini
"Tesis ini membahas mengenai keberhasilan proses pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh PT. X dengan adanya pemberian hak tambahan dalam rangka menghindari perselisihan. Pembahasan ini timbul karena maraknya praktik pemutusan hubungan kerja yang berlangsung di Indonesia. Beberapa perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja dengan beragam alasan, banyak yang disebabkan oleh kerugian yang sudah dialami perusahaan lebih dari 2 tahun, dan ada pula yang menerapkan pemutusan hubungan kerja yang dimaksudkan untuk mencegah kerugian pada perusahaan. Dalam melaksanakan pemutusan hubungan kerja, terdapat hal-hal yang harus diperhatikan seperti penyebab dilakukannya pemutusan hubungan kerja, proses pengakhiran hubungan kerja, serta pemenuhan hak ketika terjadi pemutusan hubungan kerja. Sebagaimana yang terjadi pada PT. X sendiri, pemutusan hubungan kerja terjadi untuk mencegah terjadinya kerugian yang berkepanjangan. Dasar hukum mengenai pemutusan hubungan kerja ini bisa dilihat pada Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja. Selain sudah diatur oleh Pemerintah, seharusnya pengaturan mengenai pemutusan hubungan kerja juga sudah diatur di dalam peraturan perusahaan. Saat pemutusan hubungan kerja terjadi di suatu perusahaan, tentunya hal tersebut menjadi keputusan yang sulit bagi suatu perusahaan karena selain melakukan pengakhiran hubungan kerja, perusahaan perlu memastikan prosesnya berjalan sesuai dengan peraturan dan menghindari terjadinya perselisihan pemutusan hubungan kerja. Dengan adanya hak tambahan yang diberikan kepada pekerja, diharapkan hal tersebut dapat membantu proses pemutusan hubungan kerja berjalan lebih baik tanpa adanya perselisihan.

This thesis discusses the success of the termination process carried out by PT. X with the provision of additional rights in order to avoid disputes. This discussion arose because of the widespread practice of termination of employment that took place in Indonesia. Several companies have terminated employment for a variety of reasons, many of which were caused by losses the company had experienced for more than 2 years, and some implemented terminations intended to prevent losses to the company. In carrying out termination of employment, there are things that must be considered such as the causes of termination of employment, the process of terminating employment, and the fulfillment of rights when termination of employment occurs. As happened to PT. X himself, termination of employment occurs to prevent prolonged losses. The legal basis for termination of employment can be seen in Government Regulation No. 35 of 2021 concerning Work Agreements for Specific Time, Outsourcing, Working Time and Rest Time, and Termination of Employment. Apart from being regulated by the Government, arrangements regarding termination of employment should also be regulated in company regulations. When termination of employment occurs in a company, of course this is a difficult decision for a company because in addition to terminating employment, the company needs to ensure that the process goes according to regulations and avoid disputes over termination of employment. With the additional rights given to workers, it is hoped that this can help the process of terminating employment go better without any disputes."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sabrina Harvestia Oriszasativa
"Pemanggilan kerja kembali kepada pekerja yang dirumahkan dapat menjadi penyebab terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dengan alasan mangkir kerja yang menimbulkan terjadinya perselisihan PHK. Penelitian Direpresentasikan melalui pengkajian pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 159K/Pdt.Sus-PHI/2023, Permasalahan yang dikaji adalah ketentuan pemanggilan kembali pekerja yang dirumahkan dan proses penyelesaian PHK dengan alasan mangkir. Penelitian dilakukan dengan metode doktrinal dengan tipe deskriptif-analisis menggunakan data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan dan dianalisis secara kualitatif. Simpulan diperoleh bahwa ketentuan mengenai pemanggilan kerja secara patut tidak terdapat dalam ketentuan khusus, akan tetapi telah diatur sebagai unsur pemenuhan kualifikasi pekerja mangkir pada Pasal 154A Ayat (1) Huruf J Undang-Undang Cipta Kerja yang harus dilakukan dalam mekanisme tertulis dan dikirim kepada alamat masing-masing pekerja sebanyak dua (2) kali. Kemudian dalam proses penyelesaian perselisihan PHK dengan alasan mangkir masih ditemukan ketidaksesuaian dikarenakan masih terdapat inkonsistensi dalam penggunaan perundang-undangan sebagai dasar hukum penyelesaian perselisihan PHK tersebut.

Calling workers who have been laid off to work again can be the cause of Termination of Employment on the grounds that they are absent from work. The research focuses on the Supreme Court Decision Number 159K/Pdt.Sus-PHI/2023. The issues are about the provisions for calling back laid-off workers and the process of resolving termination of employment for reasons absenteeism. The research was carried out using a doctrinal method with a descriptive-analysis type using secondary data obtained through literature study and analyzed qualitatively. The conclusion is that the provisions regarding proper calling for work are not contained in special provisions, but have been regulated as qualifications of absent workers in Article 154A Paragraph (1) Letter J of the Job Creation Law which must be carried out in a written mechanism and sent to the address for each worker two (2) times. Then, in the process of resolving layoffs due to absenteeism, discrepancies were still found because there were still inconsistencies in the use of statutory regulations as the legal basis for resolving layoffs."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fiqriya Hesti Andari
"Hubungan kerja merupakan manifestasi dari perjanjian kerja. Pada praktiknya hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja sering dihadapkan permasalahan dan perselisihan sehingga dapat menimbulkan Pemutusan Hubungan Kerja. Pemutusan hubungan kerja seringkali dilakukan secara sepihak oleh pengusaha terhadap pekerja. Berbagai macam alasan selalu dijadikan dalil bagi pengusaha untuk melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap karyawannya, salah satunya adalah ketika pekerja dianggap melakukan kesalahan berat seperti yang tercantum dalam pasal 158 ayat 1 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam hal pekerja melakukan kesalahan berat, pengusaha acapkali melakukan Pemutusan Hubungan Kerja secara sepihak, menurut putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 012/PUU-I/2003, tertanggal 28 Oktober 2004 pasal 158 tersebut dinyatakan bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Pada dasarnya kesalahan berat yang diatur dalam pasal 158 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan diatas termasuk kategori perbuatan melanggar hukum atau kejahatan yang diatur dalam buku kedua Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Penelitian ini dilaksanaka di PT. CHP dimana pekerja pada perusahaan tersebut melakukan kesalahan berat mencuri dan melakukan tindakan kriminal lainnya

Employment relations are a manifestation of employment agreements. In practice, the relationship between employers and employees often faces issues and disputes, which can lead to termination of employment. Termination of employment is frequently carried out unilaterally by employers against employees. Employers always cite various reasons to justify the termination of employment, one of which is when an employee is deemed to have committed a serious offense as stipulated in Article 158, Paragraph 1 of Law Number 13 of 2003 concerning Employment. In cases where an employee commits a serious offense, employers often unilaterally terminate employment. According to the Constitutional Court's decision Number 012/PUU-I/2003, dated October 28, 2004, Article 158 was declared contrary to the 1945 Constitution and has no binding legal force. Essentially, the serious offenses regulated in Article 158 of Law Number 13 of 2003 concerning Employment fall into the category of unlawful acts or crimes as outlined in the second book of the Criminal Code (KUHP). This study was conducted at PT. CHP, where employees of the company committed serious offenses such as theft and other criminal acts."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zinedine Mufti Hisbullah
"Pekerja pada umumnya maupun masyarakat di indonesia masih banyak yang tidak menyadari tentang hak yang mereka miliki ketika terjadi adanya pelanggaran perjanjian kerja juga pemutusan hubungan kerja, Pengusaha sendiri pun banyak yang tidak menyadari hak dari para pekerja. Hal ini mengakibatkan permasalahan seperti diabaikannya perlindungan hukum terhadap pekerja, sebagaimana yang terjadi pada kasus putusan Pengadilan Hubungan Kerja yang terjadi di padang. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah tentang pengaturan mengenai perlindungan hukum bagi Pekerja Harian Lepas ketika dilakukan pemutusan hubungan kerja karena adanya pelanggaran perjanjian kerja, juga bagaimana dampak bagi Pekerja Harian Lepas ketika terjadi Pemutusan Hubungan Kerja, dua permasalahan ini dibahas menggunakan putusan Pengadilan Hubungan Industrial sebagai rujukan kasus nyata. Metode yang digunakan dalam skripsi ini berupa metode penelitian yuridis normatif, yang melibatkan kajian terhadap norma-norma hukum tertulis dan studi dokumen dengan memanfaatkan sumber utama berupa referensi tertulis, penelitian ini berupa laporan yang bersifat deskriptif analitis, yang memberikan analisis terkait rumusan masalah. Kesimpulan yang diberikan skripsi ini bahwa pengaturan hukum mengenai Pekerja Harian Lepas telah diatur pada Kepmenakertrans 100/2004 dengan perubahan pada Permenaker 23/2021 akibat diundangkannya UU 11/2020, hubungan kerja Pekerja Harian Lepas yang terdapat pelanggaran pada perjanjian kerjanya dapat beralih karena hukum menjadi PKWTT. Oleh karena itu dalam skripsi ini diberikan saran bahwa penting bagi para Pengusaha untuk lebih memperhatikan batasan serta kewajiban yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku terkait dengan pembuatan perjanjian kerja, juga penting untuk diberikan edukasi dari pihak dinas ketenagakerjaan atau kementerian terkait baik kepada Pengusaha maupun para pekerja

Workers in general and the community in Indonesia still largely do not realize the rights they have when there is a breach of employment agreements or termination of employment. Employers themselves also often do not realize the rights of the workers. This results in issues such as the neglect of legal protection for workers, as seen in the case of the Labor Court decision that occurred in Padang. The problems discussed in this thesis are about the regulations regarding legal protection for Daily Workers when there is a termination of employment due to a breach of employment agreement, as well as the impact on Daily Workers when there is a termination of employment. These two issues will be discussed using the Industrial Relations Court decision as a reference for real cases. The method used in this thesis is the normative juridical research method, which involves studying written legal norms and document studies using primary sources in the form of written references. This research will be a descriptive analytical report, which will provide an analysis related to the problem formulation. The conclusion provided by this thesis is that the legal regulations regarding Daily Workers are stipulated in Kepmenakertrans 100/2004 with amendments in Permenaker 23/2021 due to the enactment of Law 11/2020. The employment relationship of Daily Workers where there is a breach of the employment agreement can legally transition to a Permanent Employment Agreement. Therefore, this thesis suggests that it is important for employers to pay more attention to the limits and obligations stipulated in the prevailing laws and regulations related to the drafting of employment agreements, and it is also important to provide education from the labor office or related ministries to both employers and workers."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rachel Evalyn
"Syarat jabatan merupakan metode yang digunakan oleh pengusaha untuk mendapatkan tenaga kerja yang terbaik dan tersesuai untuk suatu jabatan. Disamping fakta bahwa penyusunan syarat jabatan merupakan hak prerogatif pengusaha, keberadaan syarat jabatan memang penting bagi keberlangsungan perusahaan. Namun demikian, di sisi lain, syarat jabatan tersebut dapat menjadi alasan pemutusan hubungan kerja. Adapun skripsi ini akan membahas mengenai pengaturan syarat jabatan sebagai alasan pemutusan hubungan kerja serta penerapan dari pengaturan tersebut. Jenis penelitian ini adalah penelitian yuridis-normatif dengan alat pengumpulan data studi pustaka. Berdasarkan sifatnya, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitis dan dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Pada akhirnya, penelitian ini menghasilkan kesimpulan yaitu syarat jabatan dapat dijadikan alasan pemutusan hubungan kerja apabila syarat tersebut merupakan syarat yang bonafide bagi suatu perusahaan. Penerapan dari pengaturan tersebutpun telah diterapkan dengan baik oleh Mahkamah Agung melalui putusan yang dianalisis.

Job requirement is a method used by employers to get the best and the most proper manpower to work at a job. Beside the fact that the job requirement drafting is the employers rsquo prerogative right, job requirement is essential to the company. On the contrary, job requirement can be used as a cause of employment termination. This following thesis will be discussing about the regulation of employment termination based on the unfulfillment of job requirement and the implementation of that regulation. This research is a juridical normative research and will be collecting data through documentary study. The nature of this research is analitical descriptive with qualitative approach. Eventually, this research concludes that the unfulfillment of job requirements can be used as a cause of employment termination. That regulation is properly implemented by the Supreme Court in the decision that is used in this research."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S63596
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alevia Putri Rizqullah
"Tulisan ini menjelaskan dan menganalisis penyelesaian perselisihan hak dan pemutusan hubungan kerja serta keberlakuan pemberian upah proses. Sejatinya mengenai perolehan upah proses tidak selalu dihadapi oleh penyelesaian yang sama mengingat definisi dari upah proses sendiri tidak dicantumkan secara jelas dalam regulasi. Demikian yang terjadi pada Putusan Nomor 1027K/Pdt.Sus-PHI/2022 yang tidak memberikan upah proses kepada pekerja. Oleh karena itu, akan dicakup penjelasan bagaimanakah mekanisme penyelesaian perselisihan hak dan pemutusan hubungan kerja serta bagaimana pemenuhan hak dan kewajiban selama proses pemutusan hubungan kerja termasuk dengan adanya pemberian upah proses bagi pekerja merujuk pada Putusan Nomor 1027K/Pdt.Sus-PHI/2022. Tulisan ini disusun berdasarkan penggunaan metode penelitian doktrinal dengan data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan. Dalam praktiknya, ditemukan perselisihan hak yang disertai dengan perselisihan pemutusan hubungan kerja beserta permohonan pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak berselisih beserta dengan permohonan pemberian upah proses. Pada Putusan Nomor 1027K/Pdt.Sus-PHI/2022, terdapat pemenuhan hak dan kewajiban yang tidak terlaksana sebagaimana mestinya dan peniadaan pemberian upah proses. Putusan mengenai upah proses dan hak lainnya mencerminkan adanya ketidakselarasan mengacu pada ketentuan serta keadilan yang ada sehingga diperlukan perbaikan dalam praktiknya.

This writing explains and analyzes the settlement of rights disputes and termination of employment and the applicability of process wages. Indeed, the acquisition of process wages is not always faced by the same resolution considering that the definition of process wages itself is not clearly stated in the regulations. Such is the case in Decision Number 1027K/Pdt.Sus-PHI/2022 which does not provide process wages to workers. Therefore, it will include an explanation of how the mechanism for resolving rights disputes and termination of employment and how the fulfillment of rights and obligations during the process of termination of employment including the provision of process wages for workers refers to Decision Number 1027K/Pdt.Sus-PHI/2022. This writing is prepared based on the use of doctrinal research methods with secondary data obtained through literature studies. In practice, there is a dispute over rights accompanied by a dispute over termination of employment along with a request for termination of employment carried out by one of the disputing parties along with a request for the provision of process wages. In Decision Number 1027K/Pdt.Sus-PHI/2022 there is a fulfillment of rights and obligations that are not properly implemented and the omission of the provision of process wages. Decisions regarding process wages and other rights reflect a misalignment with reference to existing provisions and justice so that improvements are needed in practice."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Hanizah Mahatri
"Kompensasi sebagai hak yang harus diterima oleh pekerja yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dengan alasan Pelanggaran Disiplin sebagai alasan yang dibenarkan dalam Undang-undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 sebagaimana diubah menjadi Undang-undang Cipta Kerja Nomor 6 Tahun 2023. Penelitian Direpresentasikan melalui pengkajian pada Putusan Mahkamah Agung Nomor No.389 K/Pdt.Sus-PHI/2023. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis ketentuan hukum mengenai Pemutusan Hubungan Kerja dengan Alasan Pelanggaran Disiplin dan Kompensasi pada Pemutusan Hubungan Kerja dengan alasan Pelanggaran Disiplin berdasarkan ketentuan hukum ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia. Metode penelitian doktrinal melalui penelusuran kepustakaan menggunakan data sekunder dan di olah secara kualitatif. Simpulan dari penelitian ini, Pemutusan Hubungan Kerja dengan Alasan Pelanggaran Disiplin dilakukan setelah perusahaan memberikan Surat Peringatan sebanyak ketiga kali dengan tujuan sebagai pencegahan Pemutusan Hubungan Kerja sekaligus untuk memperbaiki kinerja pekerja. Dalam kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor No.389 K/Pdt.Sus-PHI/2023 dimana perusahaan hanya memberikan surat peringatan ketiga (SP-3) atas pelanggaran disiplin pekerja. Majelis Hakim menyatakan surat peringatan tidak sah dan batal demi hukum. Namun, Pemutusan Hubungan Kerja di setujui dengan alasan pekerja melakukan pelanggaran yaitu penukaran shift tanpa koordinasi pimpinan keamanan dan kompensasi mengenai pemutusan hubungan kerja ini telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku saat ini.

Compensation is a right that must be received by workers who experience Termination of Employment (PHK) for reasons of Disciplinary Violation as a justified reason in Employment Law Number 13 of 2003 as amended into Job Creation Law Number 6 of 2023. Research is represented through studies in Supreme Court Decision Number No.389 K/Pdt.Sus-PHI/2023. This research was conducted to analyze the legal provisions regarding Termination of Employment for Reasons of Disciplinary Violations and Compensation for Termination of Employment for Reasons of Disciplinary Violations based on the provisions of labor law in force in Indonesia. Doctrinal research method through literature searches using secondary data and processed qualitatively. The conclusion of this research is that termination of employment for reasons of disciplinary violations was carried out after the company gave a warning letter three times with the aim of preventing termination of employment as well as improving employee performance. In case of Judgment Supreme Court Number No.389 K/Pdt.Sus-PHI/2023 where the company only gave a third warning letter (SP-3) for violations of worker discipline. The Panel of Judges declared the warning letter invalid and null and void. However, the termination of employment was approved on the grounds that the worker committed a violation, namely changing shifts without coordination from the security leadership and compensation regarding the termination of employment was in accordance with the current provisions in force."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>