Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aldershot: Ashgate, 1998
R 364.13 STA I
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Sekar Maretta
"ABSTRAK
Tugas karya akhir ini membahas mengenai kinerja Komisi Kejaksaan RI yang tidak efektif dari tahun 2015-2017 sebagai pemicu terjadinya kejahatan negara. Ketidakefektifan ini akan ditinjau menggunakan perspektif kriminologi kritis. Kriminologi kritis akan melihat negara sebagai kelompok yang berkuasa telah membuat aturan instrumental dan melakukan kejahatan. Berdasarkan laporan tahunan pengaduan masyarakat yang diterima oleh Komisi Kejaksaan terdapat 812 laporan pada tahun 2015, 1048 laporan tahun 2016 dan 878 laporan pada tahun 2017. Jumlah laporan pengaduan ini akan penulis analisis untuk melihat efektifitas dari kinerja Komisi Kejaksaan dalam mengawasi pelanggaran jaksa. Penulis akan menggunakan konsep crime triangle untuk menganalisis Komisi Kejaksaan yang memiliki pengawasan tidak mumpuni. Selain itu, penulis juga akan mengaitkan kinerja Komisi Kejaksaan dengan state crime yang berupa crime dan hubungannya dengan masyarakat sebagai korban kejahatan. Tugas karya akhir ini diharapkan dapat menjelaskan signifikansi kelemahan dari Komisi Kejaksaan yang mempengaruhi efektivitas dan kaitannya dengan state crime.

ABSTRACT
The task of this final paper discusses the performance of the Indonesian Prosecutors Office which was ineffective between 2015-2017 as a trigger for the occurrence of state crime. This ineffectiveness will be reviewed using a critical criminology perspective. Critical criminology will see the state as a ruling group making instrumental rules and committing crimes. Based on the annual report of publik complaints received by the Prosecutors Commission, there were 812 reports in 2015, 1048 reports in 2016, and 878 reports in 2017. The number of complaints reports will be analyzed by the author to see the effectiveness of the Prosecutors Commission in monitoring prosecutors violations. The author will use the Crime Triangle to analyze the Prosecutor's Commission that has inadequate supervision. In addition, the author will also link the performance of the Prosecutor's Commission to state crime in the form of crime of omission and its relationship with the society as victims of crime. The task of this final work is expected to explain the significance of the weaknesses of the Prosecutor's Commission that affect its effectiveness and relation to state crime."
2019
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rio Chandra Kesuma
"ABSTRAK
Polemik terkait fenomena preman dan praktik premanisme yang terjadi akhir-akhir ini menjadi sorotan dan perhatian dari berbagai pihak (stakeholder). Hal ini dapat dilihat di mana banyaknya praktik premanisme yang dituangkan dalam berbagai bentuk (tindakan) kriminal ataupun berbagai tindakan lainnya yang mengganggu ketertiban umum dan rasa aman masyarakat serta gencarnya upaya yang dilakukan oleh semua stakeholder dalam menanggulangi praktik premanisme tersebut. Dapat dilihat bahwasannya tidak ada pengertian, batasan ataupun arti yang pasti akan arti dari preman dan premanisme. Pada dasarnya terminologi preman dan premanisme hanya merujuk pada pengertian sosiologis dan tidak dikenal dalam arti secara yuridis. Di dalam penelitian (thesis) ini akan fokus pada beberapa permasalahan yang terkait dengan bagaimanakah bentuk-bentuk praktik premanisme yang ada dan terjadi di masyarakat; bagaimanakah kebijakan kriminal (criminal policy) yang ada di dalam upaya pencegahan dan penanggulangan praktik premanisme; serta apa saja yang menjadi faktor penghambat bagi semua stakeholder di dalam menanggulangi fenomena preman dan praktik premanisme di masyarakat. Penelitian (thesis) ini akan menggunakan metode penelitian yang bersifat normatif, dengan pendekatan konseptual (conceptual approach) dan pendekatan perundang-undangan (statue approach). Hasil penelitian (thesis) ini melihat bentuk-bentuk praktik premanisme yang terjadi di masyarakat secara umum dapat dilihat ke dalam 2 (dua) bagian besar, yakni bentuk praktik premanisme yang dilihat dari sisi level atau tingkatan (levelitiy) dan bentuk praktik premanisme yang dilihat dari sisi perbuatan atau tindakan (action). Adapun terkait kebijakan kriminal (criminal policy) saat ini dalam upaya pencegahan dan penanggulangan praktik premanisme belumlah memiliki sebuah kebijakan kriminal (criminal policy) yang strategis dan integratif, karena saat ini semua stakeholder masih menitikberatkan pada upaya atau sarana penal (refresif), tanpa diimbangi dengan upaya atau sarana non-penal (preventif). Adapun faktor-faktor penghambat di dalam menanggulangi praktik premanisme yang dilakukan oleh preman secara umum ialah karena belum adanya koordinasi yang integral dan terpadu antar stakeholder; belum adanya kesamaan cara pandang dari semua stakeholder di dalam melihat fenomena preman dan praktik premanisme, adanya perbedaan program kerja prioritas antar semua pihak (stakeholder), faktor masyarakat itu sendiri serta faktor sarana dan prasarana. Selanjutnya adapun faktor penghambat fenomena preman dalam konteks organized crime, ialah karena belum adanya aturan atau dasar hukum yang jelas yang mengatur mengenai organized crime yang dilakukan oleh preman serta tingkat kesulitan yang tinggi di dalam pengungkapan organized crime itu sendiri yang dilakukan oleh preman.

ABSTRACT
The polemic of Premanism (street thug) practice and phenomenon that occurs recently had become a highlights and paid many parties (stakeholder) on their attention. Many of this law violators can be found in a form of criminal action or that similar with disrupting publicly order and people security and strong effort that stakeholder ever conducted to overcome this law violators. There are no comprehension, certain, limited and meaning that consist of preman and street thug. Preman (street thug) and its terminology is only refers to sense of sociology view and unknown in a meaning juridically. This thesis will focus in on several issues that relate to on what the form of violators exist and practice in society, and how is the criminal policy that already exist in an effort to prevent and overcome of this practice, so as to what become an inhibited factor to all stakeholder in overcoming a thug phenomenon in society. The research shall apply to normative research method with a conceptual approach and statue approach. The result of this research is shown many street thug practice that generally occurs in society and it could be seen in 2 (two) part of section, namely street thug form practice that looked at of level side or levelity and street thug practice if looked at action. In an effort to make a prevention and solution in this matter has not yet a strategical and integrative criminal policy. Since today all stakeholders are still imposing on an effort or penal facility (repressive), without an effort or non-penal facility (preventive). Generally, Inhibition factors to overcoming street thugs practice is comprise of no integral and integrated coordination between stakeholders, different way of view of all stakeholder in looking at street thug‟s phenomenon and practice, working program priority differentiation between all parties (stakeholder), society factors itself and prefacility and facility factors. Furthermore, inhibition factors of a street thugs phenomenon in a contex of organized crime has happened since there are no regulation or clearly basic law that regulates organized crime which conducted by street thug and highly complicated in revealing the case of organized crime itself which had been done by them."
2014
T38996
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risal Imanuel Umar
"[ABSTRAK
Tugas Karya Akhir ini akan menjelaskan dan menganalisis kasus anak dengan disabilitas fisik yang ditolak di sekolah periode sebelum 2011 dan setelahnya. Dalam penulisan ini, bentuk diskriminasi yang ditemukan akan dikaji menggunakan konsep state crime. Hasil penulisan ini menemukan bahwa negara terbukti telah melakukan state crime, karena telah mengabaikan hak anak dengan disabilitas serta melanggar undang-undang internasional dan nasional. Seharusnya negara dapat menjamin hak anak dengan disabilitas dalam undang-undang CRPD. Sehingga inklusif yang dijamin dalam UU CRPD, yaitu dengan prinsipnya non-diskriminasi, dapat berjalan dengan baik di Indonesia.

ABSTRACT
The Concern of this study is to attempt explaining and examining the cases of children with disabilities, this major case examine about children with physical disabilities those got no chances to attending reguler school previously at 2012 ? 2014. In this study, the form of discrimination those found will analyzed by the concept of state crime. The result of this study found that the state was provenly did state crime, that kind of state crime related to fact the state neglected or omission the children?s right indirectly. Thus, the cases represented that the stated has broken the international and national intruments., The Concern of this study is to attempt explaining and examining the cases of children with disabilities, this major case examine about children with physical disabilities those got no chances to attending reguler school previously at 2012 – 2014. In this study, the form of discrimination those found will analyzed by the concept of state crime. The result of this study found that the state was provenly did state crime, that kind of state crime related to fact the state neglected or omission the children‘s right indirectly. Thus, the cases represented that the stated has broken the international and national intruments.]"
2015
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Luthfia Nursya’bani
"Praktik ekonomi gig terus berkembang di Indonesia tanpa adanya regulasi yang mampu mengontrolnya. Salah satu bentuk implementasinya adalah hubungan kemitraan yang mulai merambah ke berbagai bidang pekerjaan, termasuk jasa pengantaran barang. Ketiadaan regulasi mengakibatkan pekerja mitra kurir berada pada kondisi kerja yang tidak layak dan tereksploitasi oleh perusahaan ekspedisi. Padahal, negara memiliki tanggung jawab di bidang hak asasi manusia untuk memastikan terwujudnya kesejahteraan pekerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana kejahatan terhadap pekerja kurir terjadi dalam ekonomi gig serta apa yang melatarbelakangi keterlibatan negara dan korporasi dalam kejahatan ini. Menggunakan pendekatan kritis dengan pengumpulan data primer berupa wawancara terhadap pekerja mitra kurir, ahli ketenagakerjaan, serta Kementerian Ketenagakerjaan RI, didukung oleh data sekunder berupa regulasi ketenagakerjaan di Indonesia, dokumen lembaga, serta penelitian terdahulu, kejahatan negara dalam ekonomi gig terungkap. Penelitian ini menemukan bahwa pekerja kurir dalam hubungan kemitraan mengalami pelanggaran sejumlah hak pekerja sehingga tereksploitasi. Melalui ketiadaan regulasi, korporasi dapat dengan bebas melakukannya. Kejahatan negara terjadi melalui pembiaran terhadap eksploitasi pekerja mitra dalam ekonomi gig serta pemfasilitasan korporasi untuk dapat terus melakukan eksploitasi. Ini semua dimungkinkan oleh hegemoni neoliberal. Sebagai produk dari paham neoliberal, ekonomi gig dipandang sebagai suatu keniscayaan. Hegemoni neoliberal kemudian mengakibatkan negara terperangkap sehingga menaruh keberpihakan kepada korporasi, alih-alih pada perlindungan pekerja. Kondisi ketiadaan regulasi terus dipertahankan negara karena pembentukan regulasi yang menjamin hak pekerja gig akan merugikan korporasi. Kejahatan negara yang terjadi lahir dari pilihan negara untuk tidak melakukan apa-apa. Oleh karena itu, negara harus keluar dari perangkap neoliberalisme dengan mengontrol praktik ekonomi gig secara tegas dan ketat melalui regulasi dan penguatan pengawasan ketenagakerjaan.

Gig economic practices continue to flourish in Indonesia without any regulation capable of controlling them. One form of implementation is a partnership model that has begun to spread into various fields of employment, including delivery services. The absence of regulations results in courier workers in partnership models being in inadequate working conditions and being exploited by expedition companies. In fact, the state has a responsibility in the area of human rights to ensure the welfare of workers. The study aims to examine how crimes against courier workers occur in the gig economy and what is behind the involvement of the state and corporations in these crimes. Using a critical approach to collecting primary data in the form of interviews with courier partners, employment experts, as well as the Indonesian Ministry of Manpower, supported by secondary data in the form of Indonesian employment regulation, institutional documents, and previous research, state crimes in the gig economy were revealed. This research found that courier workers in partnership relationships experienced violations of a number of workers' rights and were therefore exploited. Through the absence of regulation, corporations can freely do so. State crimes then occur through allowing the exploitation of partner workers in the gig economy as well as facilitating corporations to continue to carry out the exploitation. This is all made possible by neoliberal hegemony. As a product of neoliberal understanding, the gig economy is seen as an inevitability. Neoliberal hegemony then results in the state being captured into taking sides with corporations, rather than protecting the workers. The condition of non-regulation continues to be maintained by the state because the creation of regulations that guarantee the rights of gig workers will be detrimental to corporations. The state crimes that occur arise from the state's choice not to do anything. Therefore, the state must get out of the neoliberalism capture by firmly and strictly controlling gig economy practices through regulations and strengthening labor inspections."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mas Ahmad Yani
"Kebijakan pemberian bailout atau dana talangan dengan penamaan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) kepada Bank Century, sejak digulirkan tahun 2008, hingga saat ini, telah menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat. Kontroversi itu, karena adanya pandangan bahwa kebijakan tersebut dinilai sebagai tidak layak dan menimbulkan kerugian bagi keuangan negara karena hanya menguntungkan salah satu pihak/kelompok tertentu saja.
Dalam tinjauan kriminologi, kebijakan tersebut dapat dipandang sebagai kejahatan yang berada dalam ruang lingkup White Collar Crime (WCC), dilakukan oleh korporasi birokrasi negara. Berdasarkan hal tersebut, pertanyaan penelitiannya adalah:
1. Mengapa di dalam mensikapi kasus Bank Century, di antara berbagai alternatif pemecahan masalah, kebijakan yang diambil oleh KSSK adalah bailout yang ternyata dikemudian hari disalah gunakan oleh Bank Century.
2. Kebijakan baru apa yang diperlukan untuk mencegah terulangnya kasus Bank Century. Dengan pendekatan metode kualitatif, sifat kejahatan dari kebijakan FPJP Bank Century, ternyata tidak bisa hanya dilihat dari aspek pengambilan kebijakannya saja. Tetapi, perlu dilihat dari seluruh rangkaian kegiatan yang menunjukkan terjadinya kejahatan baik di Unit Operasional Bank Century, unit pengambilan kebijakan (KSSK-BI-LPS), dan unit pelaksana kebijakan (LPS).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa:
1. Peristiwa atau bentuk kejahatan di Unit Operasional Bank Century dan LPS selaku pelaksana kebijakan FPJP Bank Century, merupakan peristiwa/bentuk kejahatan yang menghimpit (beririsan) atau bersinggungan satu sama lain. Menyebabkan pengambilan kebijakan FPJP Bank Century oleh otoritas berwenang, memiliki kandungan/ sifat-sifat jahat (kriminogenik), sebagai kejahatan yang dilakukan oleh birokrasi Negara/kejahatan negara.
2. Peristiwa atau bentuk kejahatan yang terjadi di Unit Operasional Bank Century merupakan “penyebab” mengapa pengambilan kebijakan FPJP mengandung gen atau sifat-sifat kriminal. Sedangkan peristiwa/bentuk kejahatan yang terjadi di Unit Pelaksana Kebijakan, yakni LPS, adalah sebagai “akibat” yang membentuk FPJP Bank Century menjadi kejahatan Negara yang dapat dilihat secara nyata.
3. Memisahkan satu sama lain dari peristiwa/bentuk kejahatan yang terjadi pada masingmasing Unit Operasional tersebut di atas, mengakibatkan bentuk dan sifat kejahatan negara dalam pengambilan kebijakan FPJP Bank Century tidak terlihat secara sempurna/tidak kasat mata/tersamar karena peristiwa atau bentuk kejahatannya menyebar (diffusion) sesuai tugas pokok, fungsi dan kewenangan masing-masing.
4. Hal itulah yang menyebabkan pembuat kebijakan pemberian FPJP kepada Bank Century terisolasi dari pandangan bahwa kebijakan yang salah dan merugikan adalah kejahatan.
5. Untuk mencegah terulangnya perbuatan serupa, direkomendasikan perlu ada mekanisme kontrol sosial yang melibatkan peran serta masyarakat yang lebih luas, misal optimalisasi peran DPR-RI melalui pemberian izin prinsip sebelum kebijakan digulirkan.

The policy of providing bailouts with the naming of the Short Term Funding Facility (STFF) to the Century Bank, since it was rolled out in 2008, until now, has caused controversy among the people. The controversy was due to the view that the policy was considered inappropriate and caused losses to the state finances because it was seen to only benefit one particular party/group.
In a criminological review, the controversy can be seen (assumed) as a crime within the scope of the White Collar Crime (WCC), committed by the state bureaucratic corporation. Based on this, the research questions are:
1. Why is responding to the Century Bank case, among the various alternative solutions to the problem, the policy taken by the KSSK was a bailout that was later misused by Century Bank?
2. What new policies are needed to prevent a repeat of the Century Bank case? With a qualitative method approach, the nature of crime from Century Bank's STFF needs to be seen from the whole series of activities that show the occurrence of crime both in the Century Bank Operational Unit, the policy making unit (KSSK-BI-LPS), and the policy implementation unit (LPS).
The research showed that:
1. Phenomenon or forms of crime in Century Bank Operational Units and LPS as implementing Century Bank STFF policies are events/forms of crime which coincide or intersect with each other. Causing the decision making of Century Bank's STFF policy by the competent authority, containing evil / criminogenic properties, such as a crime committed by the State bureaucracy/state crime.
2. Events or forms of crime that occurred in Century Bank Operational Units are the 'causes' why STFF policymaking contains genes or criminal traits. While the events/forms of crime that occurred in the Policy Implementation Unit, namely LPS, are as a 'result' that formed the Century Bank STFF into a state crime that can be seen clearly.
3. Separating each other from the events/forms of crime that occurred in each of the Operational Units mentioned above, resulting in the form and nature of state crime in making Century Bank STFF policies not seen perfectly / invisible / disguised because events or forms of crime spread ( diffusion) according to the main tasks, functions and respective authorities.
4. These factors have caused policymakers to provide STFF to Bank Century with isolation from the view that wrong and harmful policies are crimes.
5. To prevent the recurrence of similar actions, it is recommended that there is a need for social control mechanisms that involve broader community participation, for example optimizing the role of the house of representatives (DPR-RI) through granting principle permission before the policy is rolled out.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
New York: Cambridge University Press, 2016
363.8 HOW s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Widyaningrum
"ABSTRACT
Skripsi ini membahas mengenai privatisasi tanah di dalam proyek pertambangan dan pembangunan pabrik semen di Kawasan Pegunungan Kendeng Utara, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Penelitian ini ditulis dengan menggunakan perspektif kriminologi kritis state crime dan welfare criminology , penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tipe penelitian studi kasus. Pada akhirnya, penelitian ini menemukan bahwa telah terjadi berbagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia terkait pemanfaatan dan perlindungan sumber daya alam karst, kekerasan dan intimidasi terhadap warga yang dilakukan oleh aparat negara dan preman, serta kriminalisasi terhadap warga. Tidak terwujudnya kesejahteraan warga dan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia merupakan sebuah kejahatan negara

ABSTRACT
This thesis discusses the privatization of land in the mining project and the construction of a cement plant in the North Kendeng Mountain Area, Rembang Regency, Central Java. This study was authored by using critical perspectives in criminology state crime and welfare criminology, this study used a qualitative approach with case study research type. Ultimately, the study found that there have been various forms of human rights violations related to the utilization and protection of karst natural resources, violence and intimidation against citizens committed by state apparatus and civilian, and criminalization of citizens. No realization of the welfare of citizens and the occurrence of violations of human rights is a state crime. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hurin Fidyafi
"ABSTRAK
Penelitian ini menemukan adanya kejahatan yang dilakukan oleh negara, terhadap anak dari perempuan pekerja migran yang mengalami kekerasan seksual. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan melakukan wawancara terhadap S, M dan A. Ke tiga subjek adalah anak yang lahir dari perempuan pekerja migran yang mengalami kekerasan seksual. Peneliti menggunakan teori feminis sosialis oleh Rosermarie Putnam Tong, dalam menjelaskan permasalahan perempuan pekerja migran terkait kapitalisme dan patriarki. Kemudian teori ekologi milik Bronfenbrenner, dalam menjelaskan lapisan-lapisan terjadinya kekerasan pada anak. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kekerasan yang terjadi pada anak dari perempuan pekerja migran, tidak dapat terpisahkan dari permasalahan yang terjadi pada ibu mereka. Sedangkan negara tidak hanya abai terhadap permasalahan kekerasan yang terjadi pada anak. Tetapi juga melakukan diskriminasi terhadap pencatatan administrasi negara dalam bentuk akta kelahiran, melihat latarbelakang anak yang dilahirkan tidak dalam status pernikahan.

ABSTRACT
It was found that there are cases of crime committed by state towards children of women migrant workers who had occurred sexual violence. This study uses qualitative method and in-depth interview technique on S, M, and A. Each subject is children who are born from women migrant workers who had occurred sexual violence. We use socialist feminist theory by Rosemarie Putnam Tong to explain the female migrant workers? issues on capitalism and patriarchy and ecological theory by Bronfenbrenner to explain some levels of violence against children. The results show that the children?s issue cannot be separated from their mother?. Meanwhile, state is not only neglects them, but also discriminates them. Especially in way of birth certificate making. State tends to problematize them, related to their ?status? as children who were not born under the marriage status."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S62689
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asifa Kurnia Putri
"ABSTRACT
Penyalahgunaan kekuasaan negara pada beberapa rezim pemerintahan melalui aparat-aparatnya menghasilkan beberapa bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan. Terlebih lagi, pengabaian penyelesaian kasus-kasus pelanggaran berat HAM juga dilakukan oleh negara. Hal ini mengakibatkan munculnya reaksi sosial non-formal berupa gerakan sosial yang yang dikenal dengan ldquo;Aksi Kamisan rdquo; atau ldquo;Aksi Payung Hitam. rdquo; Gerakan ini muncul untuk menuntut dan mendorong negara menyelesaikan kasus pelanggaran berat HAM masa lalu. Dalam hal ini, penelitian berfokus pada penyelesaian tiga kasus secara hukum, yaitu Trisakti, Semanggi 1, dan Semanggi 2. Pada dasarnya, gerakan ini bertujuan untuk mengungkap kebenaran, mencari keadilan dan menolak lupa atas berbagai pelanggaran berat HAM masa lalu dan kekerasan yang terjadi secara terus-menerus. Berbagai upaya yang dilakukan korban/keluarga korban untuk mencari keadilan didampingi beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat LSM, salah satunya Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan KontraS dalam melakukan advokasi. Dengan menggunakan metode penelitian in-depth interview yang melibatkan beberapa stakeholder, peneliti berusaha untuk menjelaskan mengapa hingga 11 tahun umur Aksi Kamisan masih belum dapat mencapai keberhasilan. Dilihat dari beberapa indikator perubahan reformasi hukum, penelitian ini menunjukkan bahwa ketidakberhasilan upaya advokasi oleh Aksi Kamisan menandakan ketidakefektifan reformasi hukum yang berdampak kepada ketidakefektifan gerakan sosial.

ABSTRACT
Abuse of powers in some government regimes through its apparatus produced some form of crime against humanity. As a further matter, the state also neglected the settlement of gross human rights violation cases, resulting an informal social reaction in the form of social movement known as ldquo Aksi Kamisan rdquo or ldquo Aksi Payung Hitam. rdquo This movement insists and urges the state to solve gross human right violation cases of the past. This study focuses on the settlement of three legal cases, namely Trisakti, Semanggi 1, and Semanggi 2. In principle, Aksi Kamisan aims to reveal the truth, seek justice, and refuse to forget the gross human rights violations and perpetual violence that happened in the past. Various efforts have been made by victims families of victims accompanied by several NGOs, including KontraS, to seek justice, for example doing advocacy in several institution. Using an in depth interview method involving several stakeholders, researcher attempts to explain why Aksi Kamisan which has been running for 11 years met with no success. Based on some indicators of legal reform, this study shows that unsuccessful advocacy by Aksi Kamisan indicates the ineffectiveness of legal reforms that lead to the ineffectiveness of social movements. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library