Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Arif Darmawan
"

Pohon tengkawang (Shorea stenoptera) merupakan tumbuhan indigenous hutan Kalimantan yang memiliki potensi besar. Lemak biji pohon tengkawang memiliki potensi sebagai sumber alternatif lemak nabati karena memiliki kadar trigliserida yang tinggi. Lemak tengkawang yang umumnya diproduksi secara tradisional, memiliki kualitas di bawah standar bahan kosmetik yaitu memiliki kadar asam lemak bebas di atas 5% dan banyak pengotor. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kondisi operasi optimum pada proses degumming, netralisasi, dan bleaching sehingga memiliki kualitas sesuai standar SNI. Proses degumming  menggunakan asam fosfat 1 %; proses netralisasi  menggunakan NaOH 1 M dengan variasi 5, 7,5 dan 10 %; proses bleaching  menggunakan variasi aktivasi termal dan aktivasi asam dengan kadar 1% dan 5%.  Proses netralisasi dengan NaOH 10% menurunkan angka asam hingga 3,29 dari 11 mg NaOH/g. Bilangan peroksida diturunkan hingga 2,45 dan 2,40 untuk tengkawang Nanga Yen dan Sintang dari 9,43 dan 14,53 mek O2/Kg. Bilangan Iodin berada pada rentang 29 – 32 mg I2/100 g. Kandungan (%) asam palmitat; asam stearat; dan asam oleat masing – masing  19,710; 44,267; dan 31,894 %  untuk tengkawang Nanga Yen dan 19,687; 42,430; dan 31,409 %  untuk tengkawang Sintang. Nilai luas permukaan spesifik (m2/g) dan ukuran partikel (nm) sebagai berikut 82.27 dan 1248.3 untuk bentonite alam, 92.21 dan 1374.5 untuk bentonite komersial, 131.08 dan 1351.0 untuk bentonite aktivasi termal, 230.82 dan 1428.5 untuk bentonite aktivasi asam. Nilai SPF dari Tengkawang (Nanga Yen dan Sintang) berada pada rentang 4 – 9, sedangkan Shea butter pada rentang 12 – 19.


Tengkawang tree (Shorea stenoptera) is an indigenous plant of Kalimantan forest that has great potential. Tengkawang tree seed fat has potential as an alternative source of vegetable fat because it has high triglyceride contents. Tengkawang fat, which is generally produced traditionally, has a quality below the standard of cosmetic ingredients, which has free fatty acid levels above 5% and many impurities contents. This study aims to obtain optimum operating conditions in the process of degumming, neutralization, and bleaching to have quality in accordance with SNI standards. The degumming process was used 1% phosphoric acid; the neutralization process  used NaOH 1 M with variations of 5, 7.5 and 10%; the bleaching process used variety of thermal and acid activated of bentonite. Netralization Process with 10% NaOH reduces acid number to 3.29 from 11 mg NaOH/g sample. Peroxide numbers reduces to 2.45 and 2.40 for tengkawang Nanga Yen and Sintang from 9.43 and 14.53 mek O2 / Kg. Iodine numbers are in the range 29-32 mg I2 / 100 g. Palmitic acid ; stearic acid; and oleic acid content  (%) respectively 19.7104, 44.2674, and 31.8944  for tengkawang Nanga Yen and 19,687; 42.43; and 31.4097  for tengkawang Sintang. Specific surface area values (m2 / g) and particle size (nm) are as follows 82.27 and 1248.3 for natural bentonite, 92.21 and 1374.5 for commercial bentonite, 131.08 and 1351.0 for thermal activated bentonite 230.82 and 1428.5 for acid activated bentonite. The SPF values of Tengkawang butter are in the range of 4 – 9, while the Shea butter in the range of 12 – 19.

"
2020
T55087
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nafisa Thahira
"Lemak biji tengkawang berpotensi digunakan sebagai basis supositoria karena kelebihan yang dimiliki yaitu, titik leleh lemak biji tengkawang berada pada rentang 35-39°C yang dapat meleleh pada suhu tubuh manusia, mengeras pada suhu kamar, dan tidak mudah teroksidasi. Lemak biji tengkawang termasuk kedalaman bahan baku yang berasal dari dalam negeri dan merupakan keuntungan terbesar dari segi biaya maupun non biaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakterisasi dan konsentrasi lemak biji tengkawang sebagai basis supositoria serta untuk mengembangkan formula sediaan supositoria dengan lemak biji tengkawang sebagai basisnya dan parasetamol sebagai model obatnya. Terdapat tiga formula (F1,F2, F3) sediaan supositoria yang dibuat dengan metode cetak tuang, yaitu metode pembuatan supositoria dimana basis supositoria yang sudah dilelehkan di dispersikan dengan zat aktif kemudian dituang kedalam cetakan supositoria, dibiarkan mendingin, dan dikeluarkan dari cetakan setelah mengeras. Kemudian, dilakukan karakterisasi lemak biji tengkawang sebagai basis supositoria dan sediaan supositoria. Berdasarkan pengujian, lemak biji tengkawang dapat digunakan sebagai basis supositoria karena jarak lebur lemak biji tengkawang berada pada rentang 31-39℃ sehingga dapat melunak dan meleleh pada suhu rektal, pH 6,6-6,7, stabil pada penyimpanan, tidak cepat teroksidasi, dan tetap dalam bentuk solid pada suhu ruang. F1 (parasetamol 250 mg, lemak biji tengkawang 81,48%, cera alba 4%, tween 2%, alfa tokoferol 0,02%) dipilih sebagai formula yang paling optimal untuk supositoria dengan model obat parasetamol karena sesuai dengan persyaratan dan memiliki karakteristik yang diinginkan yaitu, melunak dan meleleh pada suhu rektal, pH 6,8-6,9, dari aspek organoleptis yang paling baik, dan memiliki kesesuaian kadar paling tinggi yakni 100,39±0,09%.

Tengkawang seed fat has the potential to be used as a suppository base because of its advantages, such as, the melting point of tengkawang seed fat is in the range of 35-39°C which can melt at human body temperature, solidfy at room temperature, and resists oxidation. As a domestically sourced raw material, tengkawang seed fat offers significant cost and non-cost benefits. This study aims to determine the characterization and concentration of tengkawang seed fat as the basis of suppository and to develop a formula for suppository preparations with tengkawang seed fat as the base and paracetamol as the drug model. There are three formulas (F1, F2, F3) of suppository preparations made by the pour molding method, a suppository manufacturing method where the melted suppository base is dispersed with the active substance, poured into the suppository mold, allowed to cool, and removed from the mold after solidfication. Then, the characterization of tengkawang seed fat as a suppository base and the resulting suppository formulations were conducted. Based on the test, tengkawang seed fat can be used as a suppository base because the melting distance of tengkawang seed fat is in the range of 31-39 °C so that it can soften and melt at rectal temperature, pH 6.6-6.7, stable in storage, resists oxidation, and remains in solid form at room temperature. F1 (paracetamol 250 mg, tengkawang seed fat 81.48%, cera alba 4%, tween 2%, alpha-tocopherol 0.02%) was chosen as the most optimal formula for suppositories with the paracetamol drug model because it meets the requirements and has the desired characteristics, namely, softening and melting at rectal temperature, pH 6.8-6.9, from the best organoleptic aspect, and showed the highest content uniformity at 100.39±0.09%."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Arif Darmawan
"Tengkawang (Shorea sp) adalah tanaman endemik Kalimantan yang memiliki potensi besar, namun hingga saat ini hasil olahannya masih diproduksi secara tradisional. Profil asam lemak dari empat tengkawang didominasi oleh asam palmitat (16 - 24%), asam stearat (40 - 47%), dan asam oleat (31 - 33%). Nilai keasaman (%) dan angka peroksida (meq O2/kg), adalah 6,88 dan 0,41 untuk Bengkayang, 9,68 dan 0,56 untuk Nanga Yen, 10,7 dan 4,33 untuk Sintang, dan 15,94 dan 8,27 untuk Kapuas Hulu. Titik leleh (oC) dan SFC pada 35 oC (%) dari tengkawang Bengkayang, Nanga Yen, Sintang dan Kapuas Hulu masing-masing adalah 36,8 dan 0,03; 36,7 dan 0,97; 36,6 dan 0,03; dan 36,7 dan 3,11. Bilangan asam (mg NaOH / g lemak) dapat dikurangi dari 11,00 menjadi 3,36 dengan pemutihan aktivasi termal dan 3,61 dengan pemutihan aktivasi asam. Angka peroksida (meq O2 / kg) dapat dikurangi dari 9,45 menjadi 4,84 dengan pemutihan aktivasi termal dan 3,47 dengan pemutihan aktivasi asam. Kinetika model asam dan peroksida lemak tengkawang mengikuti reaksi orde nol dengan nilai energi aktivasi masing-masing sebesar 11,139 kJ.mol-1 dan 12,320 kJ.mol-1 . Model prediksi keasaman adalah Acidity = 4,417 – 7,903t exp (-11,139/RT) dan model peroksida adalah peroksida = 2,155 – 10,998t exp (-12,320/RT). Nilai OSI pada suhu 22 oC dan Q10 lemak tengkawang (TB), lemak tengkawang dengan asam askorbat (TB+AA), lemak tengkawang dengan tokoferol (TB+TC) dan lemak tengkawang dengan lignin (TB+Lignin) masing-masing adalah 66.896 dan 2,815; 224.680 dan 1,993; 106.120 dan 2,725; 81.658 dan 2,961. Peningkatan nilai SPF Calignosulfonate, Mg-lignosulfonate dan Na-lignosulfonate masing-masing adalah 13,12 ± 0,26 (224%), 13,05 ± 0,11 (223%) dan 16,98 ± 0,95 (320%). NPV sebesar 4.055.000 USD untuk aktivasi termal dan 3.634.000 USD untuk aktivasi asam. IRR sebesar 45,86 % untuk aktivasi termal dan 39,92 % untuk aktivasi asam dengan nilai MARR sebesar 17,07%. ROI sebesar 66,66% untuk aktivasi termal dan 59,71 % untuk aktivasi asam. PBP sebesar 1,5 tahun untuk aktivasi termal dan 1,67 tahun untuk aktivasi asam.

Tengkawang (Shorea sp) is a potential endemic plant of Kalimantan, anyhow its production process is currently still carried out traditionally. The fatty acid profile of the four tengkawang was dominated by palmitic acid (16 - 24%), stearic acid (40 - 47%), and oleic acid (31 - 33%). The acidity values (%) and peroxide value (meq O2/kg), were 6.88 and 0.41 for Bengkayang, 9.68 and 0.56 for Nanga Yen, 10.7 and 4.33 for Sintang, and 15.94 and 8.27 for Kapuas Hulu, respectively. Melting points (oC) and SFC at 35 oC (%) of tengkawang Bengkayang, Nanga Yen, Sintang and Kapuas Hulu are 36.8 and 0.03; 36.7 and 0.97; 36.6 and 0.03; and 36.7 and 3.11, respectively. The acid number (mg NaOH/g fat) can be reduced from 11.00 to 3.36 by thermal activation bleaching and 3.61 by acid activation bleaching. The peroxide value (meq O2/kg) can be reduced from 9.45 to 4.84 by thermal activation bleaching and 3.47 by acid activation bleaching. The kinetics of the tengkawang fatty acid and peroxide model followed a zero-order reaction with activation energy values of 11.139 kJ.mol-1 and 12.320 kJ.mol-1, respectively. Acidity prediction model is Acidity = 4.417 – 7.903t exp (-11.139/RT) and peroxide model is peroxide = 2.155 – 10.998t exp (-12.320/RT). The OSI values at 22 oC and Q10 of tengkawang fat (TB), tengkawang fat with ascorbic acid (TB + AA), tengkawang fat with tocopherol (TB + TC) and tengkawang fat with lignin (TB + Lignin) were 66,896 and 2.815; 224,680 and 1.993; 106,120 and 2.725; 81,658 and 2.961, respectively. The increase in SPF values of Ca-lignosulfonate, Mg-lignosulfonate and Na-lignosulfonate were 13.12 ± 0.26 (224%), 13.05 ± 0.11 (223%) and 16.98 ± 0.95 (320%). NPV of 4,055,000 USD for thermal activation and 3,634,000 USD for acid activation. IRR of 45.86% for thermal activation and 39.92% for acid activation with a MARR value of 17.07%. ROI of 66.66% for thermal activation and 59.71% for acid activation. PBP is 1.5 years for thermal activation and 1.67 years for acid activation"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library