Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ali Hadiyanto
"ABSTRAK
Di negara kita terdapat beberapa organisasi sosial keagamaan, bentuk dan cirinya beraneka ragam, salah satunya adalah Nahdlatul Ulama (NU). Organisasi-organisasi tersebut merupakan asset bangsa dan negara yang sangat berharga. NU yang didirikan pada 31 Januari 1926 di Surabaya oleh para kyai pengasuh pondok pesantren, secara garis besar terbentuknya terdorong oleh 2 hal, pertama ; dalam rangka mewujudkan cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia dari penjajahan bangsa asing (internal), dan kedua ; dalam rangka melestarikan ajaran Islam tradisional Ahlusunnah Wal Jama'ah, khususnya dengan naiknya penguasa baru di Arab Saudi yang beraliran Wahabi penentang praktek keagamaan Islam tradisional tersebut.
Inti ajaran NU adalah Ahlusunnah Wal Jamaah yang mencakup Akidah (teologi), , Syariah (hukum) dan Ahlak ' (etika) , sedangkan pola fikirnya adalah Tawassuth (moderat), Tawazun (keseimbangan), dan Ta'addul (adil dan lurus). Ketiga Inti ajaran dan pola fikir ini senantiasa mewarnai kehidupan warga NU.
Implementasi kegiatan-kegiatan NU di masyarakat tercermin pada beberapa sayap organisasi yang jumlahnya cukup banyak, meliputi Lembaga-lembaga, Lajnah/panitia tetap dan Badan-badan otonom. Dalam gerak dinamiknya, NU telah banyak memberikan sumbangan bagi bangsa dan negara. Baik dalam kapasitasnya sebagai jam'iyyah diniyah yaitu organisasi keagamaan, sosial dan pendidikan maupun sebagai partai politik.
Dengan luasnya bidang garapan NU, maka penulis membatasi pembahasan berdasarkan 2 pertimbangan :
1. Dengan melihat bahwa pendiri, penopang dan basis NU adalah komunitas pesantren, maka membahas tentang sumbangan NU bagi negara dan bangsa akan kurang lengkap tanpa membahas pondok pesantren.
2. Cerminan miniatur gerak dinamik kehidupan NU di masyarakat, dapat terlihat pada kehidupan pondok pesantren, yaitu meliputi bentuk pembinaan warga pesantren dan pola hubungan antara kyai dengan santri.
Untuk itulah penulis mengambil studi kasus pondok pesantren, persisnya pondok pesantren Krapyak Yogyakarta.
Pada sosok NU ini terdapat sesuatu yang menarik untuk diteliti, ternyata masyarakat tradisional dengan dipelopori oleh para kyai, mampu mendirikan suatu organisasi dan berhasil menghimpun jutaan pengikut dengan basis masyarakat pedesaan dan kaum santri, dinamiknya mampu mewarnai kehidupan sosial dan politik, serta suaranya diperhitungkan oleh pemerintah. Untuk itu, inti masalah penelitiannya adalah strategi dan taktik NU dalam membina umat, masalah tersebut diteliti melalui 3 pertanyaan pokok:
1. Bagaimana cara NU membina warganya menjadi warga negara yang baik.
2. Apa yang membuat warga NU dalam bermasyarakat berpola peduli lingkungan.
3. Apakah ada hubungan antara kinerja sistem Pesantren dengan kinerja sistem Ketahanan Nasional.
Dengan berlandaskan teori yang relevan dan menggunakan observasi partisipatif dilengkapi dengan studi kepustakaan, penelitian kami menghasilkan kesimpulan sebagai berikut :
1. Cara NU membina warganya sebagai warga negara, ternyata tidak melalui saluran struktur jenjang organisasi yang ada, melainkan terselenggara melalui struktur jenjang non-formal yang dapat dibedakan menjadi dua bentuk:
a. Untuk daerah yang tidak ada pondok pesantren di dalamnya, implementasi pembinaan melalui 2 media: Kegiatan perkumpulan jama'ah tarekat yang terselenggara di Masjid-masjid, langgar, musholla dan surau, termasuk di rumah Kyai dan Kegiatan Yasinan, Tahlilan dan pembacaan Barzanji yang rutin di laksanakan minimal seminggu sekali;
b. Untuk daerah yang di dalamnya ada pesantren, di samping dua media di atas, pembinaan diberikan oleh kyai kepada warga NU melalui pengajian rutin di dalam pesantren.
Kedua bentuk media komunikasi tersebut yang berjalan secara intensif telah menjadi sarana pembinaan yang efektif dan melahirkan rasa persaudaraan yang erat.
2. Pola peduli lingkungan dalam bermasyarakat, tertumbuhkan oleh inti ajaran Ahlussunnah Wal Jama'ah dan asas berfikir Tawassuth (jalan tengah/moderat), Tawazun (keseimbangan) dan Ta'addul (keadilan/lurus). Tiga asas ini dalam implementasinya telah melahirkan sikap muslim yang non-sektarian yang di butuhkan bagi sistem ketahanan nasional.
3. Di tinjau dari masukan instrumental, masukan mentah, masukan lingkungan, proses dan keluaran, terdapat adanya sifat Isomorphic (kemiripan bentuk) antara kinerja sistem pesantren dengan sistem ketahanan nasional. Out put pendidikan pesantren berupa manusia yang berwatak dan bersifat non-sektarian, merupakan pendukung bagi sistem ketahanan nasional.
4. Pola hubungan antara para pimpinan NU dengan warganya tidak mengikuti kaidah rasional formal organisasi, namun hubungan yang terjadi adalah hubungan patronase yang tertumbuhkan oleh serba ajaran etik keagamaan, dan ternyata bentuk struktur organisasi NU telah menjadi sumber genetik dari budaya kultur patronase di lingkungan NU tersebut."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wakhid Kozin
"Penelitian ini berjudul "Studi tentang Peran Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Kurukunan Umat Beragam?. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pelaksanaan demokrasi dan partisipasi, implementasi Ham dan anti kekerasan, semangat kebersamaan dan kesetaraan di MUI. Metode yang dipergunakan adalah kualitatif dengan mengandalkan wawancara mendalam sebagai teknik pengumpulan data.
Setelah melakukan penelitian, secara factual, MUI telah melaksanakan demokrasi dan partisipasi yang dilembagakan dalam setiap pengambilan keputusan. Keputusan jangka pendek diambil melalui Rapat Pengurus Paripurna, Rapat Pleno Dewan Pimpinan, Rapat Pimpinan Harian Sedangkan instrumen pengambilan keputusan jangka panjang terwadahi dalam Musyawarah Nasional yang diadakan lima tahun sekali, dan Rapat Kerja Nasional yang dilakukan sekurang-kurangnya satu kali dalam dua tahun.
HAM dan anti kekerasan yang dikembangkan MUI adalah rumusan yang didasarkan pada ajaran agama Islam. Dalam konteks beragama, HAM dimaknai sebagai hak kebebasan yang dimiliki setiap manusia. Karena kebebasannya itu, manusia dituntut pertanggungjawabannya atas segala tindakannya. Berdasarkan landasan kebebasan tersebut, MUI secara kelembagaan menolak semua kekerasan yang bernuansa agama. Penolakan tersebut dibarengi upaya untuk ikut meredakan konflik dengan ikut aktif terlibat dalam dialog-dialog keagamaan, bersama dengan Majelis-Majelis agama lainnya.
Semangat kebersamaan yang dianut MUI juga mengabil dasar dari ajaran agama Islam, meliputi persaudaraan sesama umat Islam (ukhwah lslamiyah), persaudaraan sebangsa (ukhwah wathaniyah) dan persaudaran antar atau sesama manusia (ukhwah basyariah). Untuk membangun semangat kebersamaan harus melalui saling percaya antar lembaga keagaman. Konsep MUI tentang saling percaya ini dirumuskan dalam bahasa agama yaitu masing-masing lembaga keagamaan harus memiliki rasa keikhlasan untuk saling menghargai dan tidak saling mengganggu. Semangat kebersamaan dijunjung oleh MUI melalui cara-cara formal dan informal. Secara formal, semangat kebersamaan diwadahi melalui Komisi Kerukunan Antar Umat beragama yang salah satu programnya adalah meningkatkan kerja sama dan konsultasi dengan Majelis-Majelis Agama lain. Secara informal, dilakukan dengan melihat perkembangan dan tuntutan masyarakat. Ketika masalah Ambon mencuat, MUI aktif melakukan upaya penyelesaian konflik melalui diskusi dan pertemuan-pertemuan. Sementara konsep kesetaraan yang dianut adalah konsep yang didasarkan pada ajaran agama Islam. Oleh karena itu, menurut pandangan MUI, kesetaraan tidak bisa diartikan semua sama. Dalam ajaran Islam ditetapkan bahwa saksi terdiri dari satu laki-laki dan dua perempuan. Ini tidak bisa dirubah. Ada batasan-batasan yang sifatnya kodrati dan sunnatullah. Jadi, kesetaraan merupakan keseimbangan sesuai dengan bakat alamiah yang ada.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa MUI telah menjalankan demokrasi dengan baik, menjunjung nilai-nilai HAM, dan kesetaraan. Harus diakui masih ada konsep-konsep yang sifatnya local dengan mendasarkan pada ajaran agama (Islam) yang barangkali bisa menimbulkan perbedaan persepsi bila dilihat dari kacamata demokrasi, Ham dan Kesetaraan universal. Tapi ini adalah kekhasan MUI yang sekaligus menjadi titik lemahnya.
Dalam hal peran MUI untuk mewujudkan kerukunan umat beragama, MUI sebagai organisasi yang memiliki tugas memberi nasehat, tidak bisa berkiprah langsung pada tataran masyarakat (praktis). MUI bisa berperaan dalam tataran moral, misalnya memberi fatwa, himbauan, ajakan, memberi rekomendasi dan saran terhadap organisasi keagamaan sejenis, lembaga-lembaga pemerintah dan DPR. Bila peran ini dijalankan oleh MUI secarra maksimal, terutama berkenaan dengan masalah-masalah kerukunan umat beragama, tentu MUI telah memerankan dirinya dengan baik."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14046
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Najiburrohman Al Mahmudi
"Sebagai salah satu bentuk ibadah muamalah maaliyah wakaf memiliki potensi yang sangat besar untuk meningkatkan kemakmuran umat. Lembaga pengelola wakaf sebagai salah satu faktor yang menentukan produktivitas wakaf dituntut bersikap profesional dan akuntabel dengan menerapkan ilmu manajemen kontemporer untuk mencapai produktivitas wakaf yang diharapkan.
Metode balanced scorecard sebagai alat ukur kinerja manajemen yang komprehensif dan juga sistem manajemen strategis berupaya membentuk budaya organisasi yang fokus pada strategi dan responsif terhadap perkembangan dan turbulensi global.
Dengan menerapkan metode 'Balanced Scorecard pada Yayasan Darunnajah sebagai lembaga pengelola wakaf di bidang pendidikan diharapkan terbentuk sebuah lembaga pengelola wakaf yang profesiona! dan akuntabel dan mampu memenuhi tuntutan produktivitas wakaf dan turut berperan membangun pendidikan dan ekonomi umat."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T19427
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zaid Abdurrahman Fuady
"Organisasi berbasis keyakinan, atau faith based organisation (FBO) merupakan organisasi yang menjadikan agama sebagai dasar dalam kegiatan berorganisasi dan sudah lazim berdiri dan ada di negara manapun. Di Indonesia, salah satu organisasi berbasis keyakinan di Indonesia yang memiliki payung hukum adalah Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kota Depok yang kegiatan utamanya adalah menghimpun harta zakat dan mendistribusikannya. Dalam menjalankan fungsinya, BAZNAS Kota Depok melakukan sejumlah strategi komunikasi. Makalah ini mendeskripsikan upaya-upaya BAZNAS Kota Depok dalam mengoptimalisasi penghimpunan dana zakat dalam prinsip-prinsip strategi pemasaran sosial sesuai bauran pemasaran dari Kotler terutama dari aspek integrasi website dan media sosial yang dimiliki. Dengan sejumlah studi literatur yang dilakukan dari website BAZNAS Kota Depok dan di media sosial yang dimiliki, ditemukan bahwa strategi yang paling utama dilakukan BAZNAS Kota Depok adalah strategi produk (Product) yaitu menjual core produk yaitu membayar zakat untuk menunaikan kewajiban sebagai muslim dan strategi harga (Price) yaitu non-monetary benefit yang mengutamakan keuntungan membayar zakat untuk membersihkan hartanya sebagai umat muslim. Adapun dalam strategi promosi (promotion) melalui integrasi pesan website dan media sosial belum cukup terintegrasi, baik dalam hal konten maupun periode penayangan pesan. Belum cukup terintegrasi, yaitu belum terpadu saling menguatkan konten yang sama dan searah kemutahiran (update)nya maupun materi pesan yang terkandung. Belum ada benang merah kesinambungan pesan antara konten website dengan media sosial.

Faith-based organization (FBO) is an organization that makes religion the basis for organizational activities and is commonly established and exists in any country. In Indonesia, one of the faith based organizations in Indonesia that has a legal standing is the Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kota Depok whose main activity is collecting zakat assets and distributing them. In carrying out its functions, BAZNAS Kota Depok carries out a number of communication strategies. This paper describes the efforts of BAZNAS Kota Depok in optimizing the collection of zakat funds in the principles of social marketing strategies according to Kotlers marketing mix, especially the website and social media integration aspect of it. With a number of literature studies carried out from the BAZNAS Kota Depoks website and social media, it was found that the most important strategy carried out by BAZNAS is product strategy that is selling core products, namely paying zakat to fulfill obligations as Muslims and the price strategy of non-monetary benefits which prioritize the benefits of paying zakat to cleanse their wealth as Muslims. As for the promotion strategy through the integration of website and social media messages has not been sufficiently integrated, both in terms of content and message delivery period. It is not yet integrated enough, that is, it is not yet integrated with each other to strengthen the content and in the direction of the continuity of updates and the message that is contained within. Also, there was no red thread on the continuity of the message between website and social media content."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
"In the context of improving the quality of echelon IV, Research and Development Agency and Education and Training on the Ministry of Religious Affairs of The Republic of Indonesia through Education and Training Center for Religious Matters as a Technical Implementing Unit (UPT) at regional level organizes among other a Training and Education program for echelon IV Officials (Diklatpim IV). This evaluation study is a strategic measure taken to improve the effectiveness of the future Diklatpim IV program. It is aimed to identify the performance of alumni of Diklatpim IV and the determining factors in the performance of alumni of Diklatpim IV. The finding indicate among other that the level pf performance alumni of Diklatpim IV based on work discipline, leadership, cooperation and initiative had been good, although they have not reached very satisfactory or ideal level. The factors obstructing the achievement of level of performance of the alumni of Diklatpim IV include among other the lack of proper space arrangement and the absence of follow-up program to Diklatpim IV through monitoring activities, and the fact that the communication forum among alumni of Education and Training which is able to provide assistance in addressing technical issues at work place has not been established."
EDJPPAK
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Candra Nur Imamah
"Tesis ini membahas kaderisasi politik yang dilakukan Dewan Pengurus Pusat Partai Kebangkitan Bangsa Periode 2009-2014 dengan organisasi keagamaan Nahdlatul Ulama NU sebagai basis massanya dalam rangka menyiapkan calon-calon pemimpin tingkat nasional. Ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis deskriptif, dengan informan sebanyak sepuluh orang yang berasal dari PKB dan NU, serta pakar politik. Kesimpulan dari penelitian ini adalah kaderisasi politik PKB yang mengalami stagnasi, sementara dalam hubungan kaderisasi politik PKB dengan NU memberi keuntungan bagi PKB. Sedangkan dalam penyiapan pemimpin nasional, PKB memiliki blueprint dengan tiga belas agenda politik tentang kemandirian dan kedaulatan bangsa yang salah satu isinya adalah tentang kepemimpinan nasional. Hasil penelitian menyarankan bahwa PKB ke depan harus melakukan kaderisasi lebih serius, dan untuk menjadi partai terbuka, PKB harus keluar dari zona aman dengan mengembangkan basis massanya yang selama ini masih berkutat dengan warga NU. PKB juga harus menyiapkan calon-calon Pemimpin Nasional masa depan dengan perencanaan yang sistematis dan terstruktur.

This thesis discusses about the political cadres who carried out the Central Board of Partai Kebangkitan Bangsa Period 2009 2014 with religious organizations Nahdlatul Ulama NU as its mass base in order to prepare candidates for national level leaders. It is a qualitative research with descriptive phenomenological approach, the informant as many as ten people from PKB and NU, and political experts. The conclusion from this research is that PKB political cadres stagnated, while in a political cadres relationship PKB with NU provides benefits to PKB. Whereas in the preparation of a national leader, PKB has thirteen blueprint with the political plan of the independence and sovereignty of the nation is one of the contents is about national leadership. Results of the study suggest that in the future PKB must do more serious about the political cadres, and to be open party, PKB had to get out of the comfort zone to develop a mass base, which is still struggling with the NU community. PKB also have to prepare candidates for future national leaders with a systematic and structured planning.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library