Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 92 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maryati
"TNI AL mempunyai potensi sumber daya manusia yang harus selalu dipelihara dan ditingkatkan kemampuan fisik dan mentalnya, melalui pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Rumah Sakit Angkatan Laut. Peningkatan pelayanan kesehatan bagi pasien dinas maupun pasien umum terus dilakukan. Pelayanan medik yang merupakan primadona dalam penyembuhan pasien, tidak akan berarti jika tidak ditunjang dengan pelayanan penunjang medik, salah satunya ialah pemeriksaan radiologi. Dalam operasional pelayanan radiologi membutuhkan biaya tinggi untuk pengadaan film.
Untuk melakukan efisiensi dan meningkatkan efektiftas dalam pelayanan diperlukan suatu perencanaan yang baik. Dari unsur-unsur yang terkait dengan perencanaan, yaitu dari segi organisasi masih belum berjalan sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang ada dalam struktur organisasi. Sumber daya manusia yang ada di Subdepartemen Radiologi belum pernah mendapatkan pelatihan/penataran mengenai cara membuat perencanaan yang baik dengan menggunakan metode tertentu. Kebijakan dalam membuat perencanaan belum dibuat secara tertulis. Anggaran yang tersedia dalam pembelian film berasal dari dana APBN dan non APBN (hasil pelayanan terhadap masyarakat umum).
Proses perencanaan yang ada belum menggunakan metode tertentu, tetapi menggunakan perkiraan dari jumlah pemakaian tahun lalu dibagi 12. Proses perencanaan yang diusulkan dalam penelitian ini menggunakan metode peramalan l forecasting time series dengan sepuluh macam model. Dari hasil peramalan yang dilakukan hanya 6 jenis film saja yang dapat dibuat peramalannya. Sedangkan metode peramalan yang dipakai hanya 4, yakni rata-rata bergerak tertimbang, rata-rata bergerak dengan trend liner, single exponential smoothing, double exponential smoothing.
Dengan Analisis ABC diketahui kelompok berdasarkan pemakaian dan besarnya investasi. Semua jenis film mempunyai kekhususan sendiri-sendiri, salah satu jenis film tidak dapat digantikan oleh jenis film yang lain, untuk itu tidak dilakukan analisa VEN. Dengan mengetahui harga per item, waktu pesan, biaya pesan dan biaya penyirnpanan, maka economic order quantity dan reorder point dapat dicari. Metode yang diusulkan dalam penelitian ini diharapkan bisa diterapkan untuk persediaan yang lain.

Planning Analysis of the Film Requirements of Radiology Subdepartment of Mintohardjo Naval Hospital JakartaThe Indonesian Navy has potential human resources who should be always maintained and improved their mental and physical ability, through health services which is given by Naval Hospital. Improvement of the health services for the member of the navy as well as the general public is done continuously. Medical service that is the most importen think in the healing process of the patient, will be meaningless without support of the Medical Supporting System, one of them is radiologic examination. The radiologic services operation requires a high cost in purchasing radiologic films.
In order to increase service efficiency and effectivity a good planning is needed. From all of the planning involved elements, the organizational aspect has not yet run as it should be in means of task and responsibility. The human resources in the Radiology Subdepartment never have any training or improvement in making good planning according to the suitable method. Policy in the making of planning has not been produced yet in writings. The available budget for the purchasing of films sources from the APBN (income from the goverment) and non APBN ( income from the public service).
The process of planning has not used certain method yet, instead using historical usage, divided by 12. The process of planning which is proposed in this research is the forecasting time series with 10 models. From the result of the forecasting there are only 6 kinds of film that can be forecast. The methods that are aplicable are only 4 i.e.: average weighed moving, average trend linear moving, single exponential smoothing and double exponential smoothing.
With ABC analyses it can recognize groups based on usage and the amount of investment. All kind of film has its own specialities, one kind-of film cannot be substitute by another kind, for this purpose the Vital Essential Non essential analyses is being used. With the knowledge of per item price, ordering time, ordering cost and storage cost, the ecoonomic order quantity and reorder point can be calculated. It is hoped that the method being proposed in this research can be applied for other purposes.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T4610
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Gamal Sukaryono
"Persepsi terhadap lingkungan terjadi karena adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya, Ittelson, dkk (1978) berpendapat bahwa persepsi terhadap lingkungan dipengaruhi oleh komponen penting seperti kognitif, afektif, dan interpretasi. Sedangkana Paul A. Bell dkk (1978) berpendapat bahwa hubungan manusia dengan objek di lingkungan akan menimbulkan kontak fisik antara individu dengan lingkungannya. Persepsi adalah suatu proses kognitif yang konkrit, yang menghasilkan suatu gambaran unik tentang sesuatu yang barangkali sangat berbeda dengan kenyataan (David Krech, 1962). Bahan berbahaya adalah rat, bahan kimia dan biologi, baik(dalam bentuk tunggal maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan hidup secara langsung atau tidak langsung yang mempunyai sifat racun, karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif dan fritasi (Dep.Kes RI, 1996). Risiko adalah suatu kejadian yang objektif dan bersifat ekstemal sekalipun seseorang yang terpapar kemungkinan tidak menyadari akan akibat kerugian itu (Kertonegoro, 1991: 9).
Adanya perbedaan persepsi pekerja kamar gelap terhadap penggunaan bahan berbahaya dan berisiko dalam kegiatan di kamar gelap, ternyata dapat memberikan dampak negatif kepada keselamatan, kesehatan, dan kenyamanan kerja. Tersedianya APD yang mencukupi , SOP yang memadai, kontrol dan evaluasi yang teratur serta desain kamar gelap yang memenuhi standar, tidak memiliki dan pengaruh apa-apa apabila persepsi pekerjanya memiliki persepsi yang cenderung negatif dan ini dapat menghambat pada upaya peningkatan keselamatan hidup pekerja melalui keselamatan dan kesehatan kerja. Kegiatan dan pekerjaan di dalam kamar gelap mengandung bahaya dan risiko oleh karenanya harus ditangani secara serius, mengingat efek samping negatif yang dapat ditimbulkannya berisifat korosif, oksidatif dan karsinogenik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor individu yang meliputi umur, pendidkan, lama kerja dan kebiasaan (variabel independen) dengan persepsi yang meliputi aspek kognitif, aspek afektif dan aspek interpretasi (variabel dependen) terhadap penggunaan bahan berbahaya dan berisiko. Penelitian dilakukan di 72 instalasi radiologi Rumah Sakit wilayah DKI Jakarta yang meliputi rumah sakit milik Dep.Kes, Pemda, BUMN dan Swasta. Pada tanggal 20 Juni sampai dengan 10 Agustus 2002 desain penelitian ini adalah Deskriptif dan Analitik dengan pendekatan Cross Sectional sampel sama dengan populasi, karena sampel terbatas dilakukan dengan metode Key Informan yang dibatasi pada pekerja yang khusus bekerja dan bertugas di kamar gelap saja, pekerja minimal 1 tahun melakukan aktifitas setiap hari rata - rata 150 lembar film, memiliki jam kerja 7 - 8 jam per hari, proses di kamar gelap dilakukan dengan 2 (dim) sistem sekaligus yaitu manual dan otomatis. Penyajian hasil penelitian dilakukan dengan 3 (tiga) jenis analisis yang diharapkan dapat menjawab hipotesis penelitian. Analisis univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi pekerja berdasarkan umur, pendidikan, lama kerja dan kebiasaan serta persepsi pekerja terhadap penggunaan bahan berbahaya dan berisiko yang meliputi kognitif, afektif dan interpretasi. Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen, sedangkan analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui variabel dependen umum yang paling kuat memperlihatkan adanya hubungan dengan variabel dependen, sekaligus untuk melihat ada tidaknya interaksi.
Hasil penelitian menunjukkan seluruh pekerja memiliki persepsi negatif yang lebih hesar prosentasenya yaitu kognitif terhadap bahan berbahaya (55,3%), kognitif terhadap bahan berisiko (72,3%). afektif terhadap bahan berbahaya (63,8%), afektif terhadap bahan berisiko (70,2%), interpretasi terhadap bahan berbahaya (57,7%), interpretasi terhadap bahan berisiko (95,7%). Dari hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa umur dan kebiasaan secara umum tidak ada hubungan dengan persepsi, sedangkan pendidikan dan lama kerja secara umum ada hubungan dengan persepsi. Sementara itu faktor individu yang paling dominan terhadap kognitif bahan berbahaya adalah pendidikan P Value = 0.042, sedangkan untuk kognitif bahan berisiko adalah lama kerja P Value = 0,070 , dan interpretasi bahan berbahaya adalah larva kerja P Value = 0,010.
Berdasarkan hasil penelitian maka saran yang diajukan meliputi : sebaiknya pekerja kamar gelap berpendidikan minimal SLTA, perlu dilengkapi catatan riwayat kesehatan kerja dari mulai masuk. perlu diadakannya pelatihan manajemen K-3 dalam rangka pengembangan SDM kamar gelap. Sebaiknya disusun program pramosi kesehatan bagi pekerja kamar gelap dan tentunya dalam upaya menjaga dan meningkatkan keselamatan hidup pekerja kamar gelap sebaiknya dilakukan pemeriksaan kesehatan minimal 1 (satu) kali dalam setahun. Untuk penelitian lanjutan sebaiknya dilakukan pada areal penelitian yang lebih luas agar memperoleh responden yang lebih banyak.

Perception of Radiographer towards Hazardous Chemical Material in Hospital Radiology Installation in DKI Jakarta areasPerception towards environment happens since there is interaction between individual and its environment, Ittelson (1978) is of certain opinion that perception towards its environment is influenced by important components such as cognitive, affective and interpretation. Paul A. Bell (1978) is of certain opinion that human relation with object in their environment will emerge physical contact between individual and its environment. Perception is a concrete cognitive process resulting unique description concerning something might be truly different with the reality (David Krech, 1962). Hazardous materials is substance, chemical and biological material, both single or mixture which could be both directly or indirectly dangerous for health and environment since it is poisonous, carcinogenic, teratogenic, mutagenic, corrosive, and irritating (Dep.Kes RI, 1996). Risk is objective and external occurrence even someone getting radiation might not realize the disadvantage of it (Kertonegoro, 1991:9).
Different perception of radiographer towards hazardous chemical material in darkroom activities, apparently could give negative side effect to safety, health and pleasure of work. Availability of sufficient APD, SOP, regularly control and evaluation and standardization of darkroom design will not give any influence if the workers tend to negatif perception and it could impede the efforts of improving sun'ival chance of the workers through safety and health of work. Activities and works in darkroom have hazard and risk, thereby it should be handled seriously, considering negative side effect emerged could be corrosive, oxidative, and carcinogenic.
The study is intended to find out the relation between individual factor covering age, educational background, work period and habit (independent variable) and perception covering aspect of cognitive, affective an interpretation (dependent variable) towards usage of hazardous and risky material. The research has been done in 72 Hospital Radiology Installation in DKI Jakarta areas covering hospitals of Dep. Kes , Local Government (Penrda)_ BUMR' and Private Company. From 20 June to 10 August 2002, the research design is Descriptive and Analytic with Sample Cross Sectional Approach is same with population since limited samples was done with Key informant method. This method is limited for workers working particularly in darkroom only. The workers has minimum working period of 1 year, doing average activities everyday of 150 film sheet, having working hours of 7-8 hours per day, process in darkroom was done with 2 (two) systems, manual and automatic. Presentation of research result was done in 3 (three) analysis which hopefully can answer the study hypothesis. Analysis of Univariat is done to find out workers frequency distribution based on age, educational background, working period, habit and workers' perception towards hazardous and risky material usage covering cognitive, affective and interpretation. Analysis of Bivariat is done to find out relation between independent variable and dependent variable. Analysis of Multivariat is done to find out the strongest general dependent variable showing the relation between dependent variable, at once to find out whether there is reaction or not.
The research result shows that all of workers has bigger percentage of negative perception as follows, cognitive towards hazardous material (55,3%), cognitive towards risky material (72,3%), affective towards hazardous material (63,8%), affective towards risky material (70,2%), interpretation towards hazardous material (57,7%), interpretation towards risky material (95,7%). Result of analysis of Bivariat shows that generally age and habit has nothing to do with perception and generally educational background and working period has something to do with perception. Meanwhile, the most dominant individual factor towards cognitive of risky material is Educational Background P Value = 0,042, for cognitive of risky material is Working Period P Value = 0.070. and interpretation of hazardous material is Working Period P Value = 0.010.
Based on research result, following is the suggestions, it would be better if darkroom worker has the minimum educational background of high school, necessarily equipped with working medical record from the first time hired. It is necessary to run Training of Management of Working Safety and Health in order to develop Human Resources of darkroom_ It would be better if promotion program for darkroom workers is arranged and of course in order to keep and improve survival chance of darkroom workers, it is better to run medical check up 1 (one) time in a year at a minimum. For next research, it would be better to be done in wider scope of research to get more respondents.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T7280
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Patel, Pradip R.
Jakarta: Erlangga , 2007
616.075 7 PAT lt
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Butarbutar, Elius Tua
"TUJUAN: Mengevaluasi variasi normal kanal fallopii segmen timpani dengan high-resolution multidetector computed tomography (HR-MDCT) serta mendapatkan nilai proporsi dehisensi dan protrusi inferior kanal fallopii segmen timpani.
METODE: Seratus sampel tulang temporal diperoleh dari rekonstruksi 50 raw data subyek yang sebelumnya dilakukan pemeriksaan CT-kepala dengan menggunakan parameter rekonstruksi slice thickness 0.6 mm, increment 0.3 mm, kernel filter H70s, dan window setting mastoid (WW 4000/WL 600). Sebelumnya, data tersebut harus memenuhi kirteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi. Dengan menggunakan aplikasi rekonstruksi multiplanar, kanal fallopii segmen timpani dievaluasi ada tidaknya dehisensi dan posisi terhadap oval window yang dibagi menjadi kategori protrusi ≥50% dan <50% lebar oval window serta tidak ada protrusi. Evaluasi menggunakan potongan koronal-oblik dan sagital-oblik sedemikian rupa agar struktur kanal fallopii, oval window, dan incudo-stapes terlihat jelas. Pengukuran protrusi menggunakan garis imajiner yang dibuat sejajar dengan aksis dua titik, yaitu processus lenticularis dan di tengah lebar oval window.
HASIL: Karakateristik demogratik subyek (n=50) terdiri dari 52% laki-laki dan 48% perempuan, dengan usia 7-80 tahun (rerata=44,5). Dehisensi kanal fallopii segmen timpani ditemukan 31 dari 100 sampel (31%) predominan pada laki-laki dibandingkan perempuan. Protrusi ≥50% sebanyak 4%, protrusi <50% sebanyak 15%, dan 81% tidak terdapat protrusi. Tiga dari empat sampel dengan protrusi ≥50% terdapat dehisensi kanal fallopii segmen timpani. Menggunakan uji kemaknaan Chi-square hubungan antara dehisensi dan protrusi kanal fallopii tidak terdapat hubungan bermakna (p=0.176).
KESIMPULAN: HR-MDCT dan aplikasi MPR merupakan modalitas pencitraan yang sangat berguna dalam mengevaluasi stuktur kecil telinga tengah, terutama mengobservasi adanya dehisensi dan protrusi kanal fallopii segmen timpani sebagai evaluasi pre-operatif sebelum operasi stapes.

PURPOSE: Evaluate normal variation of tympanic segment fallopian canal through high-resolution multidetector computed tomography (HR-MDCT) of which proportion of dehiscence and inferior protrusion of tympanic segmen fallopian canal can be obtained.
METHODS: One hundred sample of temporal bone which were obtained by reconstruction from raw data of 50 subjects previously performed head CT examination using parameters slice thickness 0.6 mm, increment 0.3 mm, kernel filter H70s, and window setting of mastoid (WW 4000/WL 600). Beforehand, subject data have to fulfil inclusion criteria and there?s no exclusion criteria. Using multi-planar reconstruction (MPR) application, tympanic segment fallopian canal were evaluated from the presence of dehiscence and its position towards oval window which were categorized into ≥50% protrusion oval window width, <50% protrusion oval window width, and no protrusion. Evaluation were using coronal-oblique and sagittal-oblique planes so that fallopian canal, oval window, and incudo-stapes superstructures can be fine depicted. Measurement of protrusion using imaginary lines which were made parallel to axis of two points, processus lenticularis and the middle of oval window width.
RESULTS: Subjects demographic characteristics (n=50) consist of 52% men and 48% women, aged from 7 untill 80 years old (mean= 44.5). Presence of tympanic segment fallopian canal dehiscensce were found in 31 of 100 samples (31%) predominantly in men than women. Presence of ≥50% protrusion were found 4%, <50% protrusion 15%, and the remaining 81% samples do not have protrusion. Three of four samples of ≥50% protrusion were dehiscent, while one samples was not dehiscent. Using Chi-square significance test, there?s no significant relationship between fallopian canal dehiscence and protrusion (p=0.176).
CONCLUSION: HR-MDCT and application of MPR were invaluable imaging tools to evaluate middle ear superstructures, especially in this study to observe presecence of dehiscence and protrusion of tympanic segment fallopian canal as a pre-operative evaluation before stapes surgery.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Rahma Hidayati
"[ABSTRAK
Latar belakang: Penggunaan media kontras pada pemeriksaan radiologi dengan kondisi pasien mengalami insufisiensi fungsi ginjal dapat menyebabkan resiko terjadinya CIN pada kontras iodine dan NSF pada kontras paramagnetik. Oleh karena itu, penilaian fungsi ginjal penting dilakukan sebelum pemeriksaan radiologi kontras. Permasalahannya untuk menilai fungsi ginjal dengan baku emas sulit dilakukan sehingga digunakan formula MDRD dan CKD-EPI untuk menghitung eGFR. Faktor ras menjadi salah satu variabel dalam formula penghitungan eGFR, belum ada untuk populasi Indonesia yang termasuk ras Melanesia dan Malayan-Mongoloid. Tujuan: Menilai apakah terdapat korelasi antara pengukuran eGFR metode MDRD dan CKD-EPI dengan pengukuran GFR 99mTc-DTPA metode Gates pada pasien CKD. Metode: Penelitian potong lintang menggunakan data sekunder pasien yang menjalani pemeriksaan skintigrafi renal di RSUPN Cipto Mangunkusumo serta pemeriksaan kreatinin serum bulan Februari 2012-Januari 2015. Data kasar dinilai ulang GFR skintigrafi renal menggunakan metode Gates dari pesawat Siemens Symbia T2 dan dihitung nilai eGFR menggunakan formula MDRD dan CKD-EPI. Analisa data dilakukan untuk mendapatkan nilai korelasi eGFR formula MDRD dan CKD-EPI dengan GFR skintigrafi renal sebagai baku emas. Hasil: Jumlah subjek penelitian 47 orang, dengan hasil terdapat korelasi positif, kekuatan korelasi baik antara nilai eGFR MDRD dengan GFR skintigrafi renal dengan persamaan:nilai GFR skintigrafi renal=16,60+0,70xnilai eGFR MDRD. Terdapat korelasi positif, kekuatan korelasi baik antara nilai eGFR CKD-EPI dengan GFR skintigrafi renal dengan persamaan:nilai GFR skintigrafi renal=12,74+0,78xnilai eGFR CKD-EPI; nilai GFR dalam ml/menit/1,73m2. Kesimpulan : Formula persamaan eGFR MDRD dan CKD-EPI dapat digunakan dalam klinis untuk memperkirakan nilai GFR skintigrafi renal.

ABSTRACT
Background: The use of contrast media for radiology examination in patients with renal function insufficiency can lead to the risk of CIN (Contrast Induced Nephropathy) on contrast iodine and NSF (Nephrogenic Systemic Fibrosis) on paramagnetic contrast. Therefore, assessment of renal function is important to be done prior to contrast radiology. The problem is assessing renal function with a gold standard, clinically difficult, therefor using MDRD and CKD-EPI formula to calculate eGFR. Factors race became one of the variables in the formula calculating eGFR, yet for Indonesian population included in the Melanesian and Malayan-Mongoloid race.Objective. To evaluate correlation value between eGFR measurement using MDRD and CKD-EPI methods with GFR Gates methods using 99mTc-DTPA in patients with CKD.Method: Cross sectional research using secondary data of patients who underwent renal scintigraphy in Cipto Mangunkusumo and serum creatinine examination in February 2012 to January 2015. The raw data then reassessed GFR renal scintigraphy using the Gates of Siemens Symbia T2 machine and eGFR values calculated using the formula MDRD and CKD-EPI. Data analysis was used to obtain a correlation value formula MDRD eGFR and CKD-EPI with GFR renal scintigraphy as the gold standard. Result: Total subject is 47 people. There is a positive correlation with good correlation value between MDRD eGFR value and renal scintigraphy GFR using this approach:renal scintigraphy GFR value=16,60+0,70xMDRD eGFR value. There is also a positive correlation with good correlation value between MDRD eGFR value and renal scintigraphy GFR value using this approach:renal scintigraphy GFR value=12,74+0,78xCKD=EPI eGFR value. Conclusion : Formula equation MDRD and CKD-EPI eGFR can be used clinically to estimate renal scintigraphy GFR, Background: The use of contrast media for radiology examination in patients with renal function insufficiency can lead to the risk of CIN (Contrast Induced Nephropathy) on contrast iodine and NSF (Nephrogenic Systemic Fibrosis) on paramagnetic contrast. Therefore, assessment of renal function is important to be done prior to contrast radiology. The problem is assessing renal function with a gold standard, clinically difficult, therefor using MDRD and CKD-EPI formula to calculate eGFR. Factors race became one of the variables in the formula calculating eGFR, yet for Indonesian population included in the Melanesian and Malayan-Mongoloid race.Objective. To evaluate correlation value between eGFR measurement using MDRD and CKD-EPI methods with GFR Gates methods using 99mTc-DTPA in patients with CKD.Method: Cross sectional research using secondary data of patients who underwent renal scintigraphy in Cipto Mangunkusumo and serum creatinine examination in February 2012 to January 2015. The raw data then reassessed GFR renal scintigraphy using the Gates of Siemens Symbia T2 machine and eGFR values calculated using the formula MDRD and CKD-EPI. Data analysis was used to obtain a correlation value formula MDRD eGFR and CKD-EPI with GFR renal scintigraphy as the gold standard. Result: Total subject is 47 people. There is a positive correlation with good correlation value between MDRD eGFR value and renal scintigraphy GFR using this approach:renal scintigraphy GFR value=16,60+0,70xMDRD eGFR value. There is also a positive correlation with good correlation value between MDRD eGFR value and renal scintigraphy GFR value using this approach:renal scintigraphy GFR value=12,74+0,78xCKD=EPI eGFR value. Conclusion : Formula equation MDRD and CKD-EPI eGFR can be used clinically to estimate renal scintigraphy GFR]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmad Mulyadi
Jakarta: UI Publishing, 2024
616.075 7 RAH p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"Radiology fundamentals is a concise introduction to the dynamic field of radiology for medical students, non-radiology house staff, physician assistants, nurse practitioners, radiology assistants, and other allied health professionals. The goal of the book is to provide readers with general examples and brief discussions of basic radiographic principles and to serve as a curriculum guide, supplementing a radiology education and providing a solid foundation for further learning. Introductory chapters provide readers with the fundamental scientific concepts underlying the medical use of imaging modalities and technology, including ultrasound, computed tomography, magnetic resonance imaging, and nuclear medicine. The main scope of the book is to present concise chapters organized by anatomic region and radiology sub-specialty that highlight the radiologist’s role in diagnosing and treating common diseases, disorders, and conditions. Highly illustrated with images and diagrams, each chapter in Radiology Fundamentals begins with learning objectives to aid readers in recognizing important points and connecting the basic radiology concepts that run throughout the text. It is the editors’ hope that this valuable, up-to-date resource will foster and further stimulate self-directed radiology learning—the process at the heart of medical education."
New York: Springer, 2012
e20426415
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Purnomo Wara Agung
"Instalasi Radiologi merupakan salah satu unit penunjang yang penting dalam membantu menegakkan diagnosa sehingga mutu pelayanannya harus memenuhi bahkan melebihi harapan dokter perujuk. Bahkan keberadaannya dapat menjadi produk unggulan atau kebanggaan rumah sakit sesuai dengan teknologi peralatan yang digunakannya.
RSUD Sekarwangi yang mempunyai peluang dengan posisi strategis dan cukup banyak pemasok dari perusahaan di sekitar, ditambah kekuatan dari kenaikan unit produksi (Rawat Jalan, Rawat Inap, UGD, dsb), data epidemiologi serta tarif yang relatif murah. Ternyata kurang dapat menghadapi tantangan unit radiologi di luar RSUD Sekarwangi yang relatif lebih baik dan cepat hasilnya. Hal ini dibuktikan dengan kelemahan pemanfaatan pelayanan radiologi di RSUD yang belum optimal dan adanya rujukan keluar rumah sakit.
Dua hal yang menjadi fokus penelitian ini yaitu mutu pelayanan radiologi dan dokter perujuk. Sehingga tujuan dari penelitian ini, untuk mengetahui kepuasan dokter perujuk terhadap mutu pelayanan dan minat untuk merujuk kembali ke Instalasi Radiologi RSUD Sekarwangi.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode survey, yang akan melihat hubungan kepuasan dokter perujuk dengan minat merujuk kembali dan mutu pelayanan dimensi servqual. Untuk kepentingan manajemen rumah sakit, kepuasan dokter perujuk akan dianalisis dengan importance performance matrix dan tingkat kesesuaiannnya.
Kesimpulan hasil penelitian ditemukan kualitas pelayanan yang belum memuaskan ada 6 faktor yang berada dalam kuadran I dari importance performance matrix. Prioritas yang perlu ditingkatkan atau koreksi pada faktor kecepatan pelayanan dengan tingkat kesesuaiannya paling rendah yaitu 47,59 %. Secara deskriptif, sebagian besar kepuasan dokter perujuk keseluruhan terhadap pelayanan radiologi rendah 52,78 % dengan minat merujuk sedang 44,44 %.
Terdapat hubungan antara minat merujuk kembali dengan kepuasan dokter perujuk keseluruhan maupun tiap dimensi Servqual. Demikian juga terdapat hubungan antara kepuasan dokter perujuk dengan mutu pelayanan Servqual. Oleh sebab itu perlu ditingkatkan dan diperbaiki faktor-faktor mutu pelayanan yang berada dalam kuadran I atau tingkat kesesuaiannya rendah agar meningkatkan kepuasan dokter perujuk dan minat merujuk kembali.

The radiology instancy has been getting either to back up helping to rise up diagnosa, so as to the qualified service must qualify, while the existency could become the superior product or the hospital pride to get suitable with the technology to be used it.
RSUD sekarwangi has been having the strategistive position and has been getting enough the backers up from firms, it has been added the strength from the unit production, epidemiology data also the chepest price. It has been really, not to stand against the unit chillence of radiology out of RSUD Sekarwangi which has better and quickest. Result, well, it has been improofed with radiology weakness benefit service at RSUD that hasn't been getting optimal and it has been available to replace the hospital.
Two cases has been becoming the research focus namely : the qualified radiology service and a doctor. So far as the aim from this research has been knowing the doctor's satisfaction through the qualified service and wishing to replace to Radiology Sekarwangi RSUD.
This research has been getting the quantitative with survey methode, the doctor's satisfaction will be dianalysis with the importance-performance matrix and the big one ofadaptation between the qualified work as well as the doctor's importance. The connection the qualified service with the doctor's satisfaction, also the connection of doctor's satisfaction by wishing to replace dianalysis with the statistic test.
The conclusion of research result had been found the qualified service that hasn't been getting satisfactive to have six factors to be available in the first quadrant from importance-performance matrix. The priority to need to be branched up or the correction on the speed service factor because of the adoptation has been getting the lowest one namely 47,59 %.
It has been getting descriptively which has been getting the biggest one of the doctor's satisfaction all of services of the lowest radiology 52,78 % by wishing to replace to get enough 44,44 %. Double regression test result has been showing to get exist the connection between the qualified sevice of servqual dimension by the doctor's satisfaction but the test result qualifaction couldn't explain the emphaty doctor's satisfaction. The doctor's connective satisfaction through the subrnittive wishing with crostabulation and Che square Analysis result to get affective each other. Therefore to require to be rised up and to be betterened the qualified factors of service that has been getting in the first quadrant or the low adoptation level, in order to branching up doctor's satisfaction and the wishing to replace.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12636
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sudarmo Saleh Purwohudoyo
"

Kemajuan tehnologi yang pesat membawa kemajuan dibidang radiologi. Pada saat ini banyak diproduksi pesawat radiologi yang baru, baik haru dalam disainnya maupun baru dalam sifat-sifatnya dan cara pemakaian dari pesawat itu. Hal sudah tentu memberi manfaat yang besar sekali dalam penentuan diagnosa dari penyakit dan juga bermanfaat untuk pengobatannya.

Perkenankanlah saya pada kesempatan ini untuk menguraikan peranan radiologi dalam diagnostik tumor pada umumnya dan kanker pada khususnya. Sejak dipakainya sinar-X dalam kedokteran oleh Roentgen dalam tahun 1895, pemeriksaan terhadap tumor telah dimulai dengan menggunakan foto polos. Tumor tulang yang ganas dan jinak lebih banyak diketahui perangai-perangainya pada pemeriksaan ini. Tumor di dalam abdomen juga dapat diketahui lokalisasinya dengan foto polos ini, tetapi diagnosa yang tepat belum dapat dipastikan.

Setahun kemudian dimulai pemeriksaan terhadap pembuluh-pembuluh darah dengan memasukkan kontras media yaitu Thorium ke dalam pembuluh darah mayat. Pembuluh darah ini tampak jelas pada foto sinar-X. Setelah lama diolah, barulah pemeriksaan semacam ini dapat dilakukan pada manusia, karena bahan kontras yang dipakai untuk pemeriksaan pembuluh darah ini harus memenuhi sarat yaitu: tidak toxis terhadap tubuh manusia, mudah dimasukkan dan mudah dikeluarkan kembali dari badan. Dalam waktu 20 tahun terakhir ini pemeriksaan pembuluh darah dengan sinar-X yang disebut angiografi, mengalami kemajuan yang pesat, setelah diproduksi kateter dengan bermacam-macam bentuk untuk memasukkan kontras media itu ke dalam pembuluh darah. Pada saat ini semua pembuluh darah dalam tubuh dapat diperiksa dengan angiografi, balk dengan memakai single foto atau detigan serial foto sinar-X.

Tumor ganas pada umumnya mempunyai pembuluh darah dalam jumlah yang banyak (hipervaskularisasi), bahkan juga terbentuk pembuluh-pembuluh darah yang abnormal (neovaskularisasi). Pembuluh darah arteri pada tumor ganas sering berhubungan langsung dengan pembuluh-pembuluh darah vena. Di tengah-tengah masa tumor sering dijumpai jaringanjaringan yang nekrotik. Jaringan ini kadang-kadang dapat menahan bahan kontras lebih lama, sehingga pada angiografi tumor ganas itu tampak lebih opak (putih) dan disertai dengan pembuluh darah yang banyak disekitarnya.

Tumor ganas di dalam hepar (hepatoma), tumor ganas dari ginjal (hypernefroma) dan beberapa tumor ganas di dalam otak mempunyai perangai seperti ini pada pemeriksaan angiografi. Tumor-tumor yang jinak pada umumnya tidak memiliki pembuluh darah yang banyak. Pembuluh darah yang ada tampak terdesak kesamping oleh masa tumor, menjadi tegang, lurus bahkan kadang-kadang terjepit. Tidak semua tumor ganas itu mempunyai tanda-tanda hypervaskularisasi dan neovaskularisasi, tetapi ada yang bersifat hypovaskular, sehingga diagnosa sering menjadi sulit.;Kemajuan tehnologi yang pesat membawa kemajuan dibidang radiologi. Pada saat ini banyak diproduksi pesawat radiologi yang baru, baik haru dalam disainnya maupun baru dalam sifat-sifatnya dan cara pemakaian dari pesawat itu. Hal sudah tentu memberi manfaat yang besar sekali dalam penentuan diagnosa dari penyakit dan juga bermanfaat untuk pengobatannya.

Perkenankanlah saya pada kesempatan ini untuk menguraikan peranan radiologi dalam diagnostik tumor pada umumnya dan kanker pada khususnya. Sejak dipakainya sinar-X dalam kedokteran oleh Roentgen dalam tahun 1895, pemeriksaan terhadap tumor telah dimulai dengan menggunakan foto polos. Tumor tulang yang ganas dan jinak lebih banyak diketahui perangai-perangainya pada pemeriksaan ini. Tumor di dalam abdomen juga dapat diketahui lokalisasinya dengan foto polos ini, tetapi diagnosa yang tepat belum dapat dipastikan.

Setahun kemudian dimulai pemeriksaan terhadap pembuluh-pembuluh darah dengan memasukkan kontras media yaitu Thorium ke dalam pembuluh darah mayat. Pembuluh darah ini tampak jelas pada foto sinar-X. Setelah lama diolah, barulah pemeriksaan semacam ini dapat dilakukan pada manusia, karena bahan kontras yang dipakai untuk pemeriksaan pembuluh darah ini harus memenuhi sarat yaitu: tidak toxis terhadap tubuh manusia, mudah dimasukkan dan mudah dikeluarkan kembali dari badan. Dalam waktu 20 tahun terakhir ini pemeriksaan pembuluh darah dengan sinar-X yang disebut angiografi, mengalami kemajuan yang pesat, setelah diproduksi kateter dengan bermacam-macam bentuk untuk memasukkan kontras media itu ke dalam pembuluh darah. Pada saat ini semua pembuluh darah dalam tubuh dapat diperiksa dengan angiografi, balk dengan memakai single foto atau detigan serial foto sinar-X.

Tumor ganas pada umumnya mempunyai pembuluh darah dalam jumlah yang banyak (hipervaskularisasi), bahkan juga terbentuk pembuluh-pembuluh darah yang abnormal (neovaskularisasi). Pembuluh darah arteri pada tumor ganas sering berhubungan langsung dengan pembuluh-pembuluh darah vena. Di tengah-tengah masa tumor sering dijumpai jaringanjaringan yang nekrotik. Jaringan ini kadang-kadang dapat menahan bahan kontras lebih lama, sehingga pada angiografi tumor ganas itu tampak lebih opak (putih) dan disertai dengan pembuluh darah yang banyak disekitarnya.

Tumor ganas di dalam hepar (hepatoma), tumor ganas dari ginjal (hypernefroma) dan beberapa tumor ganas di dalam otak mempunyai perangai seperti ini pada pemeriksaan angiografi. Tumor-tumor yang jinak pada umumnya tidak memiliki pembuluh darah yang banyak. Pembuluh darah yang ada tampak terdesak kesamping oleh masa tumor, menjadi tegang, lurus bahkan kadang-kadang terjepit. Tidak semua tumor ganas itu mempunyai tanda-tanda hypervaskularisasi dan neovaskularisasi, tetapi ada yang bersifat hypovaskular, sehingga diagnosa sering menjadi sulit.

"
Jakarta: UI-Press, 1984
PGB 0115
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Tri Budi Widyanto
"Pendahuluan
Karsinoma serviks uterus merupakan satu di antara keganasan pada wanita yang penting. Di negara-negara maju ia menduduki urutan setelah kanker payudara, kolorektum dan endometrium, sedangkan di negara negara yang sedang berkembang kanker serviks uterus menempati urutan pertama (2,26).
Di Amerika Serikat, The American Cancer Society memperkirakan kasus-kasus baru karsinoma serviks uterus yang invasif, selama tahun 1981 ditemukan sebanyak 16.000 kasus dengan kematian 7.200 kasus (dikutip dari 13,39). Pada tahun 1987, angka ini sedikit berubah, ialah ditemukan 14.000 kasus baru dengan 6.800 kasus kematian (dikutip dari 17).
Di Indonesia, walaupun kita belum mempunyai sistem registrasi dan pelaporan yang baik, Departemen Kesehatan Republik Indonesia memperkirakan penderita kanker sekitar 50 per 100.000 penduduk, dengan karsinoma serviks uterus menduduki urutan pertama (dikutip dari 30).
Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, dari tahun 1978-1982 ditemukan kanker ginekologik sebanyak 3.874 dan 73% di antaranya ialah karsinoma serviks uterus. Dari angka angka yang dikumpulkan Bagian Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta, dari tahun 1979-1980, tampak bahwa karsinoma serviks uterus menempati urutan pertama, yang disusul kanker payudara dan kulit (2). Selama tahun 1985, di tempat yang sama, MANGUNKUSUMO dkk. melaporkan bahwa di antara 10 tumor ganas primer yang tersering menurut lokasi, kanker serviks uterus tetap menduduki urutan pertama (24,4%), disusul kanker payudara 20,1% dan rektum 6,6% {22).
Karsinoma serviks uterus pada umumnya terjadi pada wanita golongan sosial ekonomi rendah (2,26).
Pada umumnya penderita datang pada stadium yang sudah lanjut. WAGGONER dan SPRATT (1969), menemukan 374 dari 945 kasus karsinoma serviks uterus {39,58%) berada pada stadium III (36).
Telah disepakati oleh para ahli, bahwa dalam penentuan tingkat klinik penyakit karsinoma serviks uterus diperlukan pemeriksaan pemeriksaan rutin ialah pemeriksaan fisik, pelvis, pemeriksaan radiologik foto toraks dan urografi intravena, sistoskopi serta rektosigmoidoskopi (2,4,13,15,17,26,29,36, 37,38,39).
Akhir akhir ini, dengan ditemukannya alat alat canggih seperti Tomografi Komputer dan Magnetic Resonance Imaging, pusat-pusat kedokteran di luar negeri telah mencoba untuk mengevaluasi perluasan kanker serviks uterus dengan alat-alat tersebut (4,12,13,17,19,28,37,38,39). Pemeriksaan dengan alat alat tersebut masih mahal, apalagi penderita penderita karsinoma serviks uterus umumnya berasal dari kalangan sosial ekonomi rendah. Sehingga untuk penentuan perluasan penyakit, pemeriksaan urografi intravena tetap merupakan pemeriksaan radiologik yang tidak ditinggalkan (2,4,13,15,17,26,29,36,37,38,39).
Pemeriksaan urografi intravena merupakan bagian pemeriksaan yang penting dalam evaluasi awal kanker serviks uterus oleh karena dapat memperlihatkan adanya obstruksi ureter yang menunjukkan bahwa tingkat penyakit telah lanjut, yaitu stadium IIIB dan keadaan tersebut menentukan harapan hidup penderita (dikutip dari 13). Gambaran abnormal urogram intravena yang ditemukan sebelum pengobatan berhubungan erat dengan prognosis yang buruk (dikutip dari 36). Pada stadium lanjut, dengan pemeriksaan urografi intravena dapat ditemui adanya obstruksi traktus urinarius/hidronefrosis. FRIEDLAND dkk.(1983), menemukan 15-35% kasus dengan hidronefrosis unilateral maupun bilateral {11). Sedangkan MESCHAN dkk. {1984) menemukan
hidronefrosis pada 20% kasus (24). Adanya hidronefrosis menunjukkan prognosis yang buruk (7). Sebab utama kematian penderita karsinoma serviks uterus ialah gagal ginjal akibat obstruksi ureter bilateral (11)?
"
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>