Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Guntara Hari
"Latar belakang: Ditemukannya peningkatan proporsi kasus psikiatri pada pasien dengan epilepsi dibandingkan dengan pasien yang tidak pernah mengalami serangan epilepsi. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan proporsi dan profil gambaran gejala psikosis episodik, serta rentang waktu antara awitan penyakit epilepsi dengan awitan gejala psikosis episodik pada pasien epilepsi.
Metode: Penefitian ini menggunakan rancangan potong lintang dengan subyek pasien rawat jaian di Paliklinik Syaraf. Pada setiap subyek dilakukan wawancara psikiatri terstruktur berdasarkan butir-butir kuesioner DIP versi Indonesia. Metode statistik deskriptif digunakan untuk menjabarkan data-data hasil penelitian.
Hasil: Dari ke-80 subyek terdapat total 20% subyek yang menyatakan mengalami gejala psikosis episodik, pada beberapa subyek terdapat lebih dari satu gejala, sementara pada subyek lain hanya satu gejala psikosis episodic saja. Angka rerata rentang waktu dari saat awitan sampai munculnya gejala pslkotik dari ke-16 subyek ini 9 tahun dengan standar deviasi 6,663 tahun.
Simpulan: Pada penelitian ini 20% pasien epilepsi mengalami gejala psikosis episodik."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T 18168
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natalia Widiasih Raharjanti
"Latar Belakang: Sebagian besar gangguan psikosis muncul pada masa remaja akhir dan dewasa muda awal, sehingga berdampak pada biaya yang besar, beban (burden), morbiditas dan mortalitas. DUP (duration of untreated psychotic) yang panjang berhubungan dengan keparahan gejala, respons yang lambat terhadap pengobatan, peningkatan kekambuhan dan penurunan kualitas hidup. Hal ini masih belum diteliti di Indonesia, padahal dengan DUP yang pendek, deteksi dini dan pengobatan akan memperbaiki outcome pada psikosis episode pertama.
Tujuan: untuk mengetahui lama mencari pertolongan medis psikiatrik (DUP) pasien psikosis episode pertama. Selain itu, melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan DUP dan tahapan pencarian pertolongan kesehatan jiwa.
Metoda: Penelitian ini mengunakan metode disain penelitian deskriptif potong lintang dengan sampel sebanyak 50 orang. Pengambilan sampel secara konsekutif. Instrumen yang digunakan adalah SCID-1V, PANSS,SUMD, IRAOS, Instrumen jalur menuju perawatan, PAS, PSST, GAF, Stigma Scale dan DAS. Analisis Statistik menggunakan program SPSS versi 11.50
Hasil: DUP adalah 32,53 minggu (SD 47,265) dan median 14 minggu. Dari analisis bivariat dan multivariat didapatkan hubungan bermakna antara DUP dengan variabel onset (p=0,009), gejala negatif(p=0,005), fungsi premorbid(p=0,016)dan fungsi posmorbid (p=0,10). Pada tahapan pencarian pertolongan pasien psikotik episode pertama didapatkan: hanya 10% yang langsung ke pelayanan kesehatan jiwa, jenis pertolongan pertama 38% pengobatan tradisional & 30% konsultasi dengan pemuka agama. Alasan ke pelayanan kesehatan jiwa adalah perilaku aneh (70%), menganggu lingkungan (32%) dan perilaku agresif subyek (26%). Halangan ke yankeswa : perasaan negatif terhadap yankeswa (62%) dan stigma 46% .
Simpulan: Berdasarkan penelitian didapatkan lama mencari pengobatan medis psikiatris pasien psikotik episode pertama adalah 14 minggu (median). Didapatkan hubungan bermakna antara DUP dengan onset penyakit, jenis gejala, fungsi premorbid dan fungsi postmorbid. Kurangnya pengetahuan mengenai gangguan jiwa di masyarakat. Peran pengobatan tradisional dan pemuka agama yang cukup prominen dalam penanganan pertama pasien psikotik episodik pertama. Terdapatnya citra negatif terhadap pelayanan kesehatan jiwa dimasyarakat.

Background : Most of psychotic disorder is found in late adolescence or early adult life, thus related to bigger cost, burden, morbidity and mortality. Longer DUP is related to severity of symptoms, increasing recurrence and decreasing quality of life. So far no research on DUP has been conducted in Indonesia, although shorter DUP combined with early detection and treatment will improve outcome in first episode psychosis.
Purpose : To find the average DUP in first episode psychosis, its related factors and pathways in seeking mental health service.
Methods : This was a descriptive cross sectional study with 50 respondents, using consecutive sampling method. Instruments used in this study were SCID If , PANSS, SUMD, IRAOS, Health Seeking Action Pathway Instrument, PAS, PSST, GAF, Stigma Scale and DAS Statistical analysis was performed using SPSS version 11.50
Result : Average DUP were 32,53 weeks (SD 47,265) with median 14 weeks. Bivariate & multivariate analysis found significant association between DUP and onset (p=0.009), negative symptoms (p=0.005), premorbid function (p=0.016), and post morbid function (p=0.10). First intervention was traditional treatment (38%) and counseling with religious figures (30%), and only 10% went directly to mental health service. The main reason was strange behavior (70%), social environment disturbance (32%) and aggressive behavior (26%). Negative feeling (62%) and stigma (46%) were the reason of avoiding mental health service.
Contusion : DUP of first episode psychosis are 14 weeks (median). There were significant association between DUP and onset of the disease, type of symptoms, premorbid and post morbid function. There was lack of understanding about mental illness, while traditional approach and counseling to religious figures played prominent role in the intervention of first episode psychosis. There are negative perceptions in mental health service in the society.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18164
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Depkes , 1989
362.26 IND p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Beatrix Oktaviani Sesario
"ABSTRAK
Kejadian traumatik dapat menimbulkan berbagai dampak dalam hidup manusia yang mengalami salah satunya adalah adanya perkembangan pasca kejadian traumatik Post traumatic Growth Pasca kejadian traumatik individu juga melakukan berbagai cara untuk kembali pulih salah satunya dengan menggunakan religi sebagai proses coping Penelitian ini berusaha untuk melihat gambaran hubungan religious coping yang diukur menggunakan Brief RCOPE terhadap Post traumatic Growth yang diukur menggunakan PTGI Revised for Children and Adolescent Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 276 remaja berumur 13 19 tahun di Indonesia menunjukkan bahwa positive religious coping memiliki korelasi positif dan signifikan dengan Post traumatic Growth r 0 460 p 0 01 dan negative religious coping juga memiliki korelasi positif dan signifikan dengan Post traumatic Growth r 0 232 p 0 01 Lebih lanjut penelitian ini menunjukkan bahwa positive religious coping lebih banyak dilakukan dan memiliki pengaruh lebih besar terhadap Post traumatic Growth pada remaja di Indonesia dibandingkan negative religious coping

ABSTRACT
Traumatic events may engender various outcomes in the life of individuals facing such events not excluding post traumatic growth After traumatic events individuals do a lot of things in order to recover one of them using religion as a source of coping This study examined the effects of religious coping measured with Brief RCOPE on post traumatic growth measured with PTGI Revised for Children and Adolescent The results carried out among 276 adolescents aged 13 19 years old in Indonesia showed that there was a positive and significant correlation found between positive religious coping and post traumatic growth r 0 460 p 0 01 Positive and significant correlation was also found between negative religious coping and post traumatic growth r 0 232 p 0 01 Further this study showed that positive religious coping was used more and a stronger predictor of post traumatic growth on Indonesian adolescents than negative religious coping "
2015
S59099
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agustina Rahayu
"Prodroma early psychosis merupakan perubahan-perubahan sebelum mengalami psikotik yang banyak terjadi pada remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tindakan keperawatan ners, terapi kognitif dan psikoedukasi keluarga terhadap prodroma early psychosis, ansietas dan harga diri remaja di panti asuhan. Desain penelitian ini quasi eksperimental pre-post test with control group dengan sampel 77 remaja yang dipilih menggunakan teknik purposive sampling, 38 remaja mendapatkan tindakan keperawatan ners, terapi kognitif dan psikoedukasi keluarga dan 39 remaja mendapatkan tindakan keperawatan ners. Uji analisisnya menggunakan ANNOVA Repeated Measure dan Independent t-test. Hasil penelitian menunjukkan pemberian tindakan keperawatan ners, terapi kognitif dan psikoedukasi keluarga menurunkan gejala prodroma early psychosis dan ansietas serta meningkatkan harga diri remaja secara bermakna p value < 0,05 . Prodroma early psychosis berhubungan dengan ansietas dan harga diri p value < 0,05 . Terapi kognitif dan terapi psikoedukasi keluarga direkomendasikan pada remaja panti asuhan yang mengalami prodroma early psychosis, ansietas dan harga diri rendah.

Prodroma early psychosis is the changes before psychotic occurs in adolescents. This study aims to determine the effect of nursing actions ners, cognitive therapy and family psychoeducation towards prodroma early psychosis, anxiety and Self esteem and of adolescents in orphanages. The research design was quasi experimental pre post test with control group with 77 adolescent samples selected using purposive sampling technique, 38 adolescents got nursing action ners, cognitive therapy and family psychoeducation and 39 adolescent got nursing action ners. Test analysis using ANNOVA Repeated Measure and Independent t test. The results showed that nursing care, cognitive therapy and family psychoeducation decreased prodroma early psychosis and anxiety symptoms as well as increased adolescent self esteem significantly p value "
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
T48806
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Wulandari
"Pengalaman-menyerupai-psikotik (Psychotic-like experience/PLE) merupakan pengalaman serupa halusinasi/delusi, bersifat non – klinis, dan cukup umum ditemui pada populasi sehat. PLE muncul sebagai hasil dari interaksi aspek kognitif dan aspek emosi yang diketahui berfluktuasi secara cepat. Namun, penelitian longitudinal terdahulu kurang dapat menangkap fluktuasi tersebut karena jeda waktu antar pengukuran yang panjang. Selain itu, belum banyak penelitian mengenai mekanisme terbentuknya PLE pada kelompok dengan kerentanan biopsikososial tinggi. Penelitian ini akan menguji peran afek negatif sebagai mediator atas pengaruh skema negatif-mengenai-diri terhadap PLE pada anggota keluarga pasien psikosis. Sebanyak 36 individu berpartisipasi dalam pengambilan data secara Experience Sampling Method (ESM). Pada hari pertama, pengukuran mencakup gejala depresi (PHQ – 9), kecemasan (GAD – 7), dan psikotik (CAPE – 42). Pada hari kedua sampai kelima belas dilakukan pengukuran skema negatif (BCSS), afek negatif (Momentary Affect Scale), dan PLE (Index of PLE). Data harian dianalisis dengan Multilevel Mediation Modeling. Skema negatif-mengenai-diri ditemukan memprediksi PLE, b = 0,378, p < 0,001, dan afek negatif memediasi secara parsial hubungan kedua variabel tersebut, b = 0,401, 95% CI [0,2501; 0,5714]. Fluktuasi harian dari skema yang disertai dengan keberadaan afek negatif akan mendorong interpretasi maladaptif atas pengalaman sehari – hari, sehingga memicu PLE, yang pada keluarga pasien dapat dijelaskan melalui tingginya behavioral sensitization.

Psychotic-like experience (PLE) is hallucination/delusion – like experiences, nonclinical, and quite common in healthy normal population. PLE is shaped by the interplay of cognitive and emotional aspects which are found to be fluctuated in daily life. However, most of the longitudinal studies have yet to capture the dynamic, due to the longer time gap between measurements. Studies in higher-than-average genetic risk-group were also still limited. This study examines the role of negative affect as a mediator to the effect of negative-self schema on PLE in first-degree relatives of psychotic patients. Data was collected from 36 individuals using Experience Sampling Method (ESM). On the first day, depression (PHQ – 9), anxiety (GAD – 7), and psychotic symptoms (CAPE – 42) were measured. On day two until fifteen, daily measurements on negative-self schema (BCSS), negative affect (Momentary Affect Scale), and PLE (Index of PLE) were completed twice a day. Multilevel Mediation Modeling was performed to analyze the data. Negative-self schema was found to predict PLE, b = 0,378, p < 0,001, and this effect was partially mediated by negative affect, b = 0,401, 95% CI [0,2501; 0,5714]. Day-to-day fluctuation of negative-self schema accompany by negative affect would induce maladaptive interpretation which then result in the PLE symptoms. In first-degree relatives, vulnerability to PLE could be explained by behavioral sensitization."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sucipto
"Latar Belakang: Evaluasi insanity defense merupakan pemeriksaan yang kompleks dan membutuhkan ketelitian. Evaluasi insanity defense sering dilakukan pada terdakwa kekerasan fisik dengan gangguan psikotik. Namun, rekomendasi evaluasi insanity defense pada terdakwa kekerasan fisik dengan gangguan psikotik masih terbatas. Tujuan: mengulas rekomendasi evaluasi insanity defense pada terdakwa pidana kekerasan fisik yang mengalami gangguan psikotik Metode: penelitian mencari artikel penelitian tanpa batasan waktu dari lima pangkalan data menggunakan kata kunci mencakup insanity defense, psychotic, dan evaluation. Peneliti kemudian menyaring hasil studi berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi Hasil: Dari 992 literatur, sembilan studi dilibatkan dalam analisis. Hasil analisis menunjukkan bahwa masih terdapat berbagai tantangan dalam mengevaluasi insanity defense berdasarkan hukum yang berlaku serta alat maupun instrumen yang digunakan. Pemeriksaan yang tidak inadekuat akan memberikan dampak negatif bagi pemeriksa maupun terdakwa. Simpulan: beberapa aspek penting perlu diperhatikan dalam evaluasi insanity defense yang masih menjadi tantangan untuk menegakkan hukum dengan tepat.

Background: The evaluation of insanity defense is a complex examination that requires precision. Insanity defense evaluations are often performed on offenders with psychotic disorders who commit physical violence. However, recommendations for evaluating the insanity defense for offenders with psychotic disorders who commit physical violence remain limited Objective: To review recommendations for evaluating insanity defense for offenders with psychotic disorders who commit physical violence Methods: The study searched for research articles without time limits from five databases using keywords including insanity defense, psychotic, and evaluation. Researchers then filter the study results on the basis of the inclusion and exclusion criteria Results: Of 992 pieces of literature, nine studies were included in the analysis. The results of the analysis show that there are still various challenges in evaluating insanity defense based on applicable law and the tools and instruments used. Inadequate examination will have a negative impact on both the examiner and the defendant. Conclusions: Several important aspects need to be considered in evaluating insanity defense for offenders with psychotic disorders who commit physical violence, which is still a challenge to enforce the law appropriately."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Adelia Alexandra
"Latar Belakang: Individu dengan gangguan psikotik lebih rentan terhadap masalah kesehatan gigi dan mulut, yang dapat menurunkan kualitas hidup mereka. Oral Health-Related Quality of Life (OHRQoL) mencakup kenyamanan saat makan, tidur, berinteraksi sosial, harga diri, dan kepuasan terhadap kesehatan gigi. Tujuan: Membandingkan OHRQoL pada individu dengan gangguan psikotik dengan populasi umum atau individu dengan gangguan jiwa lainnya, serta mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhinya. Metode: Pencarian literatur dilakukan pada lima electronic base, yaitu ProQuest, Scopus, ScienceDirect, EBSCO, dan PubMed, menggunakan kata kunci “OHIP,” “OHRQoL,” “Psychosis,” dan “Psychotic.” Artikel yang disertakan berbahasa Inggris dan dipublikasikan pada 2020–2024. Hasil: Lima studi yang memenuhi kriteria inklusi, terdiri atas tiga studi ross-sectional satu studi case-control, dan satu studi kualitatif, dengan jumlah partisipan antara 20 hingga 735 orang. Dua studi menunjukkan OHRQoL pasien gangguan psikotik lebih buruk dibandingkan populasi umum. Sementara, dua studi lain menunjukkan hasil bertolak belakang terkait perbedaan OHRQoL antara pasien gangguan psikotik dan gangguan jiwa lainnya. Kesimpulan: Individu dengan gangguan psikotik cenderung memiliki OHRQoL yang lebih buruk dibandingkan populasi umum atau individu dengan gangguan jiwa lainnya. Keluhan utama meliputi xerostomia, halitosis, dan gangguan indera perasa. Faktor yang berpengaruh meliputi gangguan kognitif, penggunaan obat antipsikotik, serta status sosiodemografi.

Background: Individuals with psychotic disorders are at increased risk of oral health problems, which can negatively affect quality of life. Oral Health-Related Quality of Life (OHRQoL) encompasses comfort while eating, sleeping, social interactions, self-esteem, and oral health satisfaction. Aim: To compare the OHRQoL between individuals with psychotic disorders and the general population or individuals with other mental disorders and to identify factors influencing OHRQoL. Methods: A literature search was conducted across five electronic databases: ProQuest, Scopus, ScienceDirect, EBSCO, and PubMed using the keywords “OHIP,” “OHRQoL,” “Psychosis,” and “Psychotic.” Only English-language articles published between 2020 and 2024 were included. Results: Five studies met the inclusion criteria, consisting of three cross-sectional studies, one case-control study, and one qualitative study, with sample sizes ranging from 20 to 735 participants. Two studies found that individuals with psychotic disorders had poorer OHRQoL than the general population. However, two other studies reported conflicting findings regarding differences in OHRQoL between individuals with psychotic disorders and those with other mental disorders. Conclusion: Individuals with psychotic disorders tend to have a poorer OHRQoL. The main oral health complaints include xerostomia, halitosis, and altered taste. Contributing factors include cognitive impairment, antipsychotic medication use, and sociodemographic factors."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
London: Routledge, Taylor & Francis Group, 2009
616.89 BEY
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Joko Cahyo Baskoro
"Psikosis adalah salah satu gangguan jiwa berat yang dapat memperburuk memori kerja. Teori mengatakan bahwa lama pencarian pengobatan psikosis duration of untreated psychosis, DUP yang panjang menyebabkan memori kerja yang lebih buruk. Namun, hasil penelitian pada pasien dewasa tidak konsisten sementara penelitian pada pasien anak belum pernah dilakukan. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara lama waktu pencarian pengobatan psikosis dengan memori kerja pada anak. Penelitian ini menggunakan studi cross-sectional dengan 45 subjek yang dibagi ke dalam dua kelompok pasien dengan DUP pendek.

Psychosis is a morbid mental disorder which impairs working memory. Theory suggests that longer duration of untreated psychosis DUP results in worse working memory. However, results of previous studies remain inconsistent whereas no study has been conducted in children. This study aims to find out the association between duration of untreated psychosis and working memory in children. This is a cross sectional study with 45 subjects who were divided to two groups of patients with short DUP "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>