Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aniendita Rahmawati
"Skripsi ini membahas mengenai tanggung jawab hukum dokter dan rumah sakit terhadap pasien gawat darurat yang dinyatakan Dead on Arrival. Permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana tanggung jawab dokter dan rumah sakit dalam hal terjadi kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh seorang dokter dalam menangani pasien Dead on Arrival. Metode penelitian yang penulis gunakan ialah yuridis normatif dengan tipologi deskriptif. Data yang penulis gunakan diperoleh melalui studi kepustakaan dan wawancara dengan narasumber terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pasien Dead on Arrival berlaku ketentuan hukum tentang pasien gawat darurat. Sehingga, dokter tidak memiliki kewajiban informed consent sebelum melakukan pertolongan, namun tetap harus melakukan pencatatan rekam medis pasien. Rumah sakit bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pelayanan gawat darurat, rekam medis, serta atas kesalahan dokter yang dipekerjakannya. Penulis menggunakan Putusan Nomor 248/Pdt.G/2015/PN. Jkt. Sel terkait pasien Dead on Arrival. Majelis Hakim dalam memutus perkara seharusnya dapat mempertimbangkan seluruh pokok permasalahan dan ketentuan hukum terkait secara agar putusan yang dihasilkan dapat memenuhi rasa keadilan dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

This thesis discusses the legal responsibilities of physician and hospital towards emergency patients who are declared dead on arrival. Problems in this thesis are the liabilities of physician and hospital in case of errors or omissions done by the physician while dealing with dead on arrival patients. The research method used in this research is normative with descriptive typology. The data in this research are obtained through literature study and interview with relevant experts. The results showed that on dead on arrival patients apply the legal provisions of emergency patients. Thus, physicians do not have informed consent obligation prior to rescuing, but still have to record the treatments given on patient 39 s medical record. The hospital is responsible for the provision of emergency services, administration of medical records, as well as the errors of the physicians they employed. The author uses verdict number 248 Pdt.G 2015 PN. Jkt. Sel related to dead on arrival patient. The Panel of Judges should be able to consider all the issues and related legal provisions in order to make an equitable verdict which achieves justice and legal certainty.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ivo Mesakh Gramikha
"ABSTRAK
Pokok permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah pengaturan mengenai peranan dokter dan perawat dalam tim operasi, tanggung jawab hukum dokter dan perawat dalam tim operasi, dan analisis tanggung jawab dokter dan perawat dalam tim operasi berdasarkan putusan nomor 109/Pid. B/2006/PN. BNA, 455/K/Pid/2010, 113/PK/Pid/2012. Penelitian ini berbentuk yuridis-normatif dengan menggunakan tipe penelitian deskriptif-analitis. Berdasarkan hasil dari penelitian ini, dokter dan perawat memiliki peranan dan kewenangan masing-masing, termasuk dalam suatu tim operasi. Tanggung jawab dokter dan perawat dalam tindakan medis meliputi tanggung jawab hukum secara pidana, perdata dan administratif, yang mana di dalamnya dapat diterapkan beberapa pasal dalam KUHP, KUHPerdata dan peraturan perundang-undangan terkait. Dalam kaitannya dengan tanggung jawab dokter dalam putusan yang dianalisis, penulis setuju dengan putusan Majelis Hakim yang menghukum dr. Taufik karena terbukti bersalah telah melakukan kealpaan dalam tindakan operasi. Saran dalam penelitian ini adalah sebaiknya Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan bersama dengan organisasi profesi dalam bidang kesehatan dan akademisi perlu merumuskan dan membahas lebih lanjut mengenai mekanisme pelimpahan kewenangan dari dokter kepada perawat. Terutama mengenai bagaimana tanggung jawab hukum antara dokter dan perawat apabila ada kondisi darurat.

ABSTRACT
The subject matter discussed in this thesis is the regulation of the role of doctors and nurses in the operations team, the legal responsibilities of doctors and nurses in the operations team, and the analysis of physician and nurse responsibilities in the operations team based on decision number 109 Pid. B 2006 PN. BNA, 455 K Pid 2010, 113 PK Pid 2012. This research is in the form of juridical normative by using type of descriptive analytical research. Based on the results of this study, doctors and nurses have their respective roles and authorities, including in an operating team. The responsibilities of doctors and nurses in medical acts include criminal, civil and administrative liability, in which several articles of the Criminal Code, Civil Code and related laws and regulations apply. In relation to the responsibilities of physicians in the decision analyzed, the authors agree with the decision of the Panel of Judges who punish dr. Taufik for being found guilty of negligence in operation. Suggestions in this study should be that the Government together with professional organizations in the field of health and academia need to formulate and discuss more about the mechanism of delegation of authority from the doctor to the nurse."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Janur Fadhilah
"Tanggung jawab hukum rumah sakit selalu menjadi topik menarik untuk diperbincangkan, khususnya mengenai tanggung jawab hukum rumah sakit terkait sengketa medis. Rumusannya yang terdapat dalam Pasal 46 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit masih dianggap umum sehingga berpotensi menimbulkan salah penafsiran. Adapun penelitian ini berusaha untuk membahas dan menganalisis mengenai penerapan tanggung jawab hukum di rumah sakit syariah dengan melakukan studi di RSI Sultan Agung Semarang sebagai rumah sakit syariah pertama di Indonesia.
Bentuk penelitian ini adalah yuridis normatif yang mana akan banyak mengacu pada norma hukum yang berasal dari peraturan perundang-undangan dan bahan bacaan terkait rumah sakit, dokter dan pasien. Selain itu sifat penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang akan menggambarkan tanggung jawab hukum rumah sakit syariah terhadap dokter dan pasien, yang kemudian akan ditinjau berdasarkan hukum kesehatan.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan RSI Sultan Agung sudah cukup baik menerapkan tanggung jawab hukumnya terhadap dokter dan pasien, namun masih ada satu hal yang tidak sesuai karena masih dimungkinkan terlibatnya dokter dalam gugatan ganti rugi dari pasien. Oleh karena itu Peneliti memberikan saran agar RSI Sultan Agung menyesuaikan bentuk pertanggungjawaban hukumnya sesuai ketentuan yang ada, dan juga akan lebih baik jika RSI Sultan Agung menerapkan hak regres dan mewajibkan setiap dokternya ikut program asuransi risiko.

Hospital legal responsibility has always been an interesting topic to be discussed, especially regarding hospital legal responsibilities related to medical dispute. Its regulation that is contained in Article 46 of Law No. 44/2009 concering to Hospital is still considered too general, so that it has the potential causing misinterpretation. This research seeks to discuss and analyze how the application of legal responsibilities in sharia hospital by studies at RSI Sultan Agung Semarang as the First Sharia Hospital in Indonesia.
The form of this research is normative juridical which will mostly refer to legal norms derived from legislation and reading materials related to hospitals, doctors and patients, in additio this research also used descriptive type of typology to describe the legal responsibilities of sharia hospital towards doctors and patients and then its will be reviewed by health law.
The results of this study indicate that RSI Sultan Agung is quite good at implementing its legal responsibilities, but there is still one thing not appropriate because it is still possible for doctors to be involved in compensation claims from patients lawsuit. Therefore, the researcher gives suggestions that RSI Sultan Agung must adjustthe regulation, and it would be better if RSI Sultan Agung applies Hak Regres and requireseach doctor to take part in risk insurance program.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
D. Veronica Komalawati
Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999
344.041 2 VER p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
D. Veronica Komalawati
Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002
344.041 2 VER p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Ananda Putri
"Penolakan tindakan medis pada dasarnya adalah hak asasi seseorang untuk menentukan apa yang hendak dilakukan terhadap dirinya sendiri. Penolakan tindakan medis sama pentingnya dengan persetujuan tindakan medis, namun belum banyak orang yang memahaminya karena hanya terfokus pada persetujuan tindakan medis saja. Skripsi ini meneliti mengenai pengaturan penolakan tindakan medis, tanggung jawab hukum dokter dan rumah sakit terhadap pasien jika terdapat penolakan tindakan medis di rumah sakit serta pengaturan dan tanggung jawab hukum dokter dan rumah sakit terkait penolakan tindakan medis di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo RSCM.
Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yaitu penelitian yang mengacu pada hukum positif yaitu UU No. 36 Tahun 2009, UU No. 29 Tahun 2004, UU No. 44 Tahun 2009 dan PERMENKES No. 290 Tahun 2008. Di RSCM, ketentuan penolakan tindakan medis mengacu pada hukum positif tersebut dan diatur pula dalam peraturan internal yaitu Keputusan Direktur Utama KEPDIRUT RSCM Nomor HK 02.04/XI.3/0015/2017 dan petunjuk pelaksanaan atas peraturan internal tersebut yaitu KEPDIRUT RSCM Nomor HK 02.04/XI.3/20341/2015 dan Standar Prosedur Operasional Penolakan Tindakan Kedokteran No. Dokumen 55/TU.K/79/2012. Tanggung jawab hukum dokter dan rumah sakit terhadap pasien yang melakukan penolakan tindakan medis gugur sepanjang pasien tersebut sebelumnya sudah sepenuhnya memahami penjelasan dokter mengenai tindakan medis tersebut.
Di akhir penelitian ini, penulis menyarankan bahwa pemerintah perlu menetapkan batas usia dewasa bagi pasien yang dapat melakukan penolakan tindakan medis yaitu 18 tahun ke atas dan penolakan tindakan medis seharusnya juga dapat dilakukan dengan advance care directive, RSCM perlu mengganti penggunaan frasa ldquo;tingkat keberhasilan tindakan kedokteran supaya tidak bertentangan dengan makna perjanjian terapeutik, serta Majelis Kehormatan Etik Kedokteran MKEK sebaiknya lebih sering melaksanakan seminar, simposium, pelatihan maupun penyuluhan untuk membuat para dokter lebih memahami substansi Kode Etik dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Hukum Kesehatan. Selain itu, dokter juga sebaiknya selalu berusaha untuk memperbaharui ilmu pengetahuan yang dimilikinya yakni dengan cara rajin mengikuti seminar, simposium, pelatihan maupun penyuluhan yang dibuat oleh MKEK tersebut.

Informed refusal in fact is human rights of someone to determine what will be done to themselves. Informed refusal is as important as informed consent, nonetheless not a lot of people really understand about such concept because they only focus to informed consent. This thesis examines the regulation of informed refusal, legal responsibility of the doctor and the hospital if there are some informed refusals that are done in the hospital and the regulation and legal responsibility of the doctor and the hospital related to informed refusal in Cipto Mangunkusumo Hospital RSCM .
The research method is normative juridical which is based on the positive norms which are UU No. 36 Tahun 2009, UU No. 29 Tahun 2004, UU No. 44 Tahun 2009 and PERMENKES No. 290 Tahun 2008. In RSCM, informed refusal is based on those positive norms and is also regulated in the internal regulation which is Keputusan Direktur Utama KEPDIRUT RSCM Nomor HK 02.04 XI.3 0015 2017 and the operational guidelines of the internal regulation which are KEPDIRUT RSCM Nomor HK 02.04 XI.3 20341 2015 and Standar Prosedur Operasional Penolakan Tindakan Kedokteran No. Dokumen 55 TU.K 79 2012. The doctor and the hospital will no longer be legally responsible of the patient who has done an informed refusal, as long as earlier the patient has understood very well the informed of the medical treatment.
By the end of this research, the writer suggests that the government should regulate that the legal age of a patient who will do an informed refusal is 18 years old and informed refusal should also be able to be done by advance care directive, RSCM needs to change the use of the phrase 'the successful rate of the medical treatment' so it won rsquo t be against the definition of Therapeutic Contract, and Honorary Council of Medical Ethics MKEK should hold a seminar, simposium, training or counseling session more often to make the doctors more aware of the substance of Code of Ethics and the regulations of Health Law. Besides, the doctors should also make effort to update their knowledges by attending some seminars, symposiums, trainings or counseling sessions held by MKEK.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library