Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arden Gabrian
"Gangguan otonom pada penyakit Parkinson lebih banyak dialami dan berdampak pada kualitas hidup dan mortalitas pasien dibandingkan gejala motoriknya. Namun, hal tersebut jarang mendapat perhatian klinis dan data mengenai karakteristiknya masih minim di Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk menggambarkan karakteristik gangguan otonom pada pasien penyakit Parkinson serta faktor yang memengaruhinya menggunakan instrumen SCOPA-AUT INA (Scale for Outcome in Parkinson`s Disease - Autonomic bahasa Indonesia) di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM). Penelitian ini dilakukan di RSCM pada Mei 2021 hingga September 2022 dengan desain potong lintang dan melibatkan 31 pasien penyakit Parkinson sebagai subjek. Data diambil melalui wawancara menggunakan SCOPA-AUT INA dan melihat rekam medis. Uji statistik yang digunakan adalah uji univariat, chi-square, dan U Mann-Whitney. Ditemukan bahwa 100,0% subjek mengalami gangguan otonom yang terdistribusi dalam domain gastrointestinal (96,8%), urin (93,5%), termoregulasi (67,7%), seksual (51,6%), kardiovaskular (48,4%), dan pupil (12,9%). Ditemukan hubungan bermakna antara faktor usia ≥60 tahun dengan peningkatan gangguan urin, jenis kelamin laki-laki dengan peningkatan gangguan seksual, terapi levodopa dengan peningkatan gangguan gastrointestinal, dan terapi triheksifenidil dengan peningkatan gangguan pupil. Tidak ditemukan hubungan bermakna antara gangguan otonom dengan durasi dan keparahan penyakit Parkinson. Studi ini menyimpulkan bahwa gangguan otonom ditemukan pada seluruh subjek dengan penyakit Parkinson di RSCM dan dipengaruhi oleh faktor demografis dan klinis, khususnya usia, jenis kelamin, dan jenis terapi anti-Parkinson.

Autonomic dysfunctions in Parkinson’s disease are often undiagnosed or untreated and the current data regarding its profile is still limited in Indonesia despite it being more common and having more impact on their quality of life and mortality rate compared to motor symptoms of Parkinson’s disease. Therefore, research is needed on the profile and affecting factors of autonomic dysfunction in Parkinson’s disease patients using the SCOPA-AUT INA (Scale for Outcome in Parkinson`s Disease - Autonomic – Indonesian version) in RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM). This cross-sectional study is done in RSCM from May 2021 to September 2022 with 31 Parkinson’s disease patients enrolled as subjects. The results are taken from interviews using the SCOPA-AUT INA questionnaire and from the subjects’ medical records. Univariable, chi-square test, and U Mann-Whitney statistical tests are used in data analysis. This study found that 100,0% of the subjects reported having autonomic dysfunctions categorized into gastrointestinal (96,8%), urinary (93,5%), termoregulatory (67,7%), sexual (51,6%), cardiovascular (48,4%), and pupillomotor (12,9%). There is a statistically significant correlation between subject age of 60 or above and increase in urinary dysfunction, male sex with increase in sexual dysfunction, levodopa therapy with increase in gastrointestinal dysfunction, and trihexyphenidyl therapy with increase in pupillomotor dysfunction. No correlation is found between autonomic dysfunctions and Parkinson’s disease duration or clinical staging. Autonomic dysfunctions are found in all of the Parkinson’s disease patients enrolled as subjects in this study and are affected by demographic and clinical characteristics, especially age, sex, and anti-Parkinson therapy."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agatha Grace
"Latar Belakang: Penyakit Parkinson (PD) merupakan penyakit neurodegeneratif dengan jumlah penderita yang banyak, namun tatalaksana penyakit ini tidak banyak berkembang. Aktivasi sistem nuclear factor erythroid-derived-2-like 2 (Nrf2) telah dibuktikan mampu menghambat patogenesis PD. Penelitian ini bertujuan untuk melihat potensi neuroprotektif andrografolida sebagai salah satu aktivator Nrf2 paling poten pada model PD in vivo yang diinduksi 1-metil-4-fenil-1,2,3,6-tetrahidropiridin (MPTP)
Metode: Mencit C3H jantan diinduksi dengan MPTP melalui injeksi subkutan 12 mg/kgBB/kali sebanyak 4 kali dengan jarak 2 jam antar injeksi. Terapi selegilin 10 mg/kgBB/hari dan andrografolida dengan dosis 50 mg/kgBB/hari dan 5 mg/kgBB/hari diberikan per oral mulai satu hari setelah induksi selama 14 hari. Pada hari ke-15, pemeriksaan perilaku dilakukan kemudian hewan coba diterminasi dan organ otak diambil. Pemeriksaan lanjutan yang dilakukan adalah imunohistokimia terhadap tirosin hidroksilase (TH) dan Nrf2.
Hasil: Selegilin dan andrografolida memperbaiki dengan signifikan defisit motorik akibat induksi MPTP. Perbaikan ini diikuti peningkatan jumlah rerata sel TH-positif di substansia nigra yang signifikan terhadap kontrol. Pemeriksaan ekspresi Nrf2 menunjukkan bahwa kelompok andrografolida memiliki rerata sel Nrf2-positif yang secara signifikan lebih tinggi dibandingkan kelompok lainnya. Hasil ini menunjukkan bahwa andrografolida memiliki aktivitas neuroprotektif yang mampu memperbaiki gangguan motorik pada mencit model PD yang dibuktikan dengan perbaikan gambaran histopatologi berupa peningkatan ekspresi TH. Aktivitas neuroprotektif ini dimediasi kerja andrografolida sebagai aktivator Nrf2.
Kesimpulan: Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa andrografolida memiliki aktivitas neuroprotektif pada mencit model PD yang diinduksi MPTP melalui sistem yang melibatkan Nrf2.

Background: Parkinson’s disease (PD) is a neurodegenerative disease with abundant number of sufferers but without any progress in therapeutics development. Activation of nuclear factor erythroid-derived-2-like 2 (Nrf2) system has been proven to halt PD pathogenesis. This study aims to discover the neuroprotective potential of andrographolide as one of the most potent Nrf2 activator in in vivo PD model induced by 1-methyl-4-phenyl-1,2,3,6-tetrahydropyridine (MPTP).
Methods: Male C3H mice were induced using MPTP 12 mg/kgBW/injection via 4 subcutaneous injections 2 hours apart. Selegiline 10 mg/kgBW/day, andrographolide 50 mg/kgBW/day and andrographolide 5 mg/kgBW/day were given orally starting from the day after induction for 14 days. On the 15th day, behavior analysis was done then study animlas were sacrificed and brains collected. Further analyses done were immunohistochemistry using antibodies against tyrosine hydroxylase (TH) and Nrf2
Results: Both selegiline and andrographolide ameliorates the MPTP-induced motoric deficits. This amelioration was followed by significant increase of number of TH-positive cells in the substantia nigra. Nrf2 expression examination revealed that both of the andrographolide groups had significantly higher number of Nrf2-positive cells compared to other groups. These results showed that andrographolide has neuroprotective activities which are capable of ameliorating motoric deficits in PD mice model, proven by improvement of histopathologic results of TH-expression. This neuroprotective activity was mediated by andrographolide mechanism of action as an Nrf2 activator.
Conclusion: This study showed that andrographolide has neuroprotective activities in MPTP-induced PD mice model via Nrf2-involving system.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Alyaa Salma Ghozali
"Pengetahuan mengenai PD memainkan peran penting dalam mempengaruhi sikap pengasuh. Diketahui bersama bahwa meningkatkan taraf pengetahuan dapat membantu pengasuh mengatasi beban tertentu yang berkaitan dengan perawatan Pasien PD. Penelitian ini membahas tentang mengidentifikasi hubungan antara pengetahuan dan perilaku di antara para perawat pasien PD. Delapan belas sampel diambil dari Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo. Setiap individu telah diwawancara melalui panggilan suara dan pembagian kuesioner. Di awal pengambilan survei, pihak yang diwawancara diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan biodata pengasuh dan informasi pasien; usia, jenis kelamin, pekerjaan, tingkat pendidikan, hubungan dengan pasien, stadium PD Hoehn & Yahr, dan tanggal diagnosis PD. Diikuti dengan 10 pertanyaan benar atau salah tentang pengetahuan dasar PD dan diakhiri dengan 10 pertanyaan empat-skala Likert yang mencakup sikap dari para perawat pasien PD. Secara keseluruhan, para pengasuh mendapatkan hasil yang cukup tinggi (> 40%) di kedua kuesioner yang telah diberikan. Tidak ada signifikansi statistik dalam kaitannya dengan hubungan antara pengetahuan dan sikap. Secara keseluruhan, penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan sikap pengasuh. Namun, hal itu bertentangan dengan penelitian lain. Perbedaannya mungkin karena ukuran sampel. Diperlukan studi lebih lanjut untuk mengidentifikasi hubungan dan dampak Pendidikan.

Knowledge may play an important role in influencing the caregivers’ attitudes and the overall quality of care towards PD patients. It was known that improving knowledge can help caregivers overcome certain burdens, relative to PD care. This study identifies and discusses the relationship between knowledge and the attitude amongst caregivers of PD patients in RSCM. 18 samples were collected from Dr. Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital. Individuals were interviewed with a questionnaire via voice call. Caregivers were initially asked for their biodata and patient’s information; age, gender, occupation, education level, relationship to the patient, patient’s Hoehn & Yahr PD stage, and date of onset PD diagnosis. Afterward, they have given 10 true or false questions about basic PD knowledge and 10 four-point Likert Scale questions that covered the attitudes of the caregivers. Caregivers overall mostly achieved “moderate-high” (>40%) levels from both attitude and knowledge questionnaires given. It was found that there no statistical significance in the relationship between knowledge and attitude (p=0.316). The study shows that there is no significant relationship between knowledge and attitude of caregivers. The distinction may be due to the sample size. Further studies in regards to identifying the relationship and well the impact of education are needed."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library