Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M Wildan Abiyyi
"Kulit sensitif merupakan salah satu tipe kulit yang dapat didiagnosis secara subjektif melalui Indikator tipe kulit Baumann (BSTS). Orang dengan tipe kulit sensitif memiliki potensi yang tinggi untuk dapat mengalami gangguan kulit yang mempengaruhi kualitas hidupnya. Meskipun Mikrobioma kulit telah terbukti memiliki korelasi terhadap beberapa penyakit dan kelainan kulit, namun hubungannya dengan tipe kulit sensitif belum banyak dilaporkan. Sehingga, pada penelitian ini bertujuan untuk Melakukan analisis metagenomik pada kulit wajah dan korelasinya dengan kondisi kulit sensitif dengan metode 16S rRNA. Sampel pulasan kulit wajah diambil dari 144 responden yang terdiri dari 54 orang dengan tipe kulit sensitif dan 90 orang dengan tipe kulit normal. Dari 144 sampel yang dikumpulkan kemudian dilakukan analisis metagenomik berdasarkan hasil sekuensing amplikon 16S rRNA. Didapatkan hasil bahwa analisis diversitas alfa menggunakan indeks Chao1 dan Shanon menujukkan kelimpahan Mikrobioma lebih rendah secara signifikan (P-value = 0,04008) pada kelompok dengan tipe kulit sensitif. Analisis korelasi dengan Uji Spearman menunjukkan bahwa terdapat korelasi kelimpahan Mikrobioma kulit wajah dengan kondisi tipe kulit sensitif dimana kelimpahan Mikrobioma dengan genus Corynebacterium lebih rendah secara signifikan pada kelompok dengan tipe kulit sensitif (P-value = 0,04462) yang diiringi dengan kelimpahan genus Staphylococcus (P-value = 0,01235) dan Streptococcus (P-value = 0,02184) yang lebih tinggi secara signifikan pada kelompok ini. Pada tingkat spesies, bakteri Propionibacterium humerusii memiliki kelimpahan yang lebih tinggi secara signifikan pada kelompok dengan tipe kulit sensitif (P-value = 0,04967). Dengan demikian, kelimpahan Mikrobioma kulit memiliki korelasi dengan kondisi tipe kulit sensitif khususnya pada kasus yang ditemukan di Indonesia. Hal ini dapat dijadikan Pustaka dalam pengembangan produk perawatan kulit yang spesifik untuk kondisi kulit sensitif. Namun adanya analisis lebih lanjut yang dapat mengetahui kelimpahan dan keragaman Mikrobioma hingga ke tingkat spesies akan lebih membantu dalam perkembangan penelitian ini.

People with sensitive skin types have a high potential to have skin disorders that affect their quality of life. Although the skin microbiotmehas been shown to have a correlation with several skin diseases and disorders, but its relationship with sensitive skin type has not been widely reported. Thus, this study aims to perform metagenomics analysis on facial skin and its correlation with sensitive skin conditions. Samples of facial skin swab were taken from 144 respondents consisting of 54 people with sensitive skin types and 90 people with normal skin types. The 144 samples collected were then subjected to metagenomics analysis based on the sequencing results of the 16S rRNA amplicon technique. The results showed that alpha diversity analysis using the Chao1 and Simpson Index showed significantly lower microbiota abundance in the group with sensitive skin types (P-value = 0,04008).. Correlation analysis with the Spearman test showed that there was a correlation between the abundance of facial skin microbiota and conditions of sensitive skin types where the abundance of microbiota with the genus Corynebacterium was significantly lower in the group with sensitive skin types (P-value = 0,04462), accompanied by the abundance of the genera Staphylococcus (P-value = 0,01235) and Streptococcus (P-value = 0,02184) which were significantly higher in this group. At the species level, Propionibacterium humerusii had a significantly higher abundance in the group with sensitive skin types (P-value = 0,04967). Thus, the abundance of skin microbiota has a correlation with the condition of sensitive skin types, especially in cases found in Indonesia. This can be used as a library in the development of specific skin care products for sensitive skin conditions. However, further analysis that can determine the abundance and diversity of microbiota down to the species level will be more helpful in the development of this research."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Uly Aanda Maria Nugraheni
"Pendahuluan : Akhir-akhir ini penelitian terkait mikrobiom kulit manusia menjadi fokus di bidang dermatologi dan kosmetik karena mikrobiota kulit yang memiliki fungsi vital dalam menjaga homeostasis kulit. Sudah banyak laporan disbiosis mikrobiom yang berhubungan dengan beberapa kondisi kulit, baik patologis maupun nonpatologis, contohnya pada penuaan atau aging. Pada kulit menua terdapat perubahan struktural dan fungsional kulit yang menyebabkan perubahan habitat mikrobiom, sehingga terjadi perubahan komposisi mikrobiota. Hal tersebut dapat menyebabkan disbiosis, sehingga dapat pula menjadi faktor predisposisi dalam proses penuaan kulit. Tujuan Penelitian : Menilai korelasi antara mikrobiom kulit dengan parameter penuaan kulit wajah perempuan Indonesia dan juga mengetahui gambaran mikrobiom pada kulit dewasa muda, lansia perempuan Indonesia, serta menilai perbedaan shannon index serta relative abundance mikrobiom kulit antara perempuan dewasa muda dan lansia. Metodologi Penelitian : Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain potong lintang. Pengambilan sampel dilakukan pada bulan Februari – Maret 2023 di Poliklinik Dermatologi dan Venereologi (DV) RSCM. Subjek penelitian berjumlah 48 orang yang terdiri dari 24 orang perempuan sehat usia dewasa muda (21–37 tahun) dan 24 orang lansia (60–76 tahun) yang melewati kriteria penerimaan dan penolakan. Subjek penelitian yang terpilih melakukan kunjungan ke Poliklinik DV RSCM, dan dilakukan anamnesis, pemeriksaan klinis, pemeriksaan wajah menggunakan skin analyzer JANUS™ III, serta pengambilan apusan kulit (swab) pada kedua pipi. Hasil sampel apusan kulit kemudian dilakukan ekstraksi DNA menggunakan DNeasy PowerSoil Kit™ dan dilakukan sekuensing pada region V3-V4 16s rRNA dengan alat Next Generation Sequencing (NGS), MiSeq Illumina™. Total didapatkan 39 sampel DNA yang dapat diidentifikasi oleh alat MiSeq Illumina™. Hasil Penelitian : Abundance filum firmicutes dan genera staphylococcus secara bermakna lebih besar pada kelompok lansia. Shannon index kelompok dewasa muda lebih tinggi daripada kelompok lansia namun tidak berbeda bermakna dan hanya berkorelasi lemah terhadap usia (P>0,05). Terdapat korelasi positif antara Staphylococcus dengan usia, serta Paracoccus dengan porfirin. Terdapat korelasi negatif antara Shannon index dengan pori-pori, dan Cutibacterium dengan porfirin (P≤0,05) Kesimpulan : Hasil penelitian akhir didapatkan dari 39 sampel apusan kulit yang berhasil diidentifikasi oleh alat NGS, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian yang membandingkan metode pengambilan sampel mikrobiom kulit wajah untuk standarisasi penelitian selanjutnya dan perlu dilakukan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih banyak serta multi-centered untuk mewakili daerah Indonesia di pedalaman dengan iklim dan lingkungan yang berbeda dengan masyarakat urban.

Introduction: Recently research related to the human skin microbiome has become a focus in the fields of dermatology and cosmetics because skin microbiome has a vital function in maintaining skin homeostasis. There have been many reports of microbiome dysbiosis associated with several skin conditions, both pathological and non-pathological, for example aging. In aging skin, there are structural and functional changes in the skin that cause alterations in the microbiome habitat, resulting changes in the composition of the microbiota. This condition can cause dysbiosis, and it may also be a predisposing factor for the skin aging process. Objectives: To assess the correlation between the skin microbiome and the facial aging score of Indonesian women and also to determine the description of Indonesian young adults and elderly's women microbiomes, as well as addressing the differences in Shannon index and the relative abundance of skin microbiomes between young adult and elderly women. Methods: This research is an analytical observational study with cross-sectional design. Samples were taken in February – March 2023 at Cipto Mangunkusumo Hospital (RSCM), Dermatology and Venereology (DV) clinic. The research subjects were 48 people consisting of 24 healthy young adult women (21–37 years) and 24 elderly people (60–76 years) who passed the inclusion and exclusion criteria. The selected research subjects visited DV RSCM clinic, and underwent anamnesis, clinical examination, and facial examination using the JANUS™ III skin analyzer, also took skin swabs on both cheeks. The resulting skin swab samples were subjected to DNA extraction using DNeasy PowerSoil Kit™ and sequenced at V3-V4 16s rRNA region using the NGS (Next Generation Sequencing) tool, MiSeq Illumina™. Total were 39 DNA samples were obtained which could be identified by MiSeq Illumina™. Results: Abundance of the phylum Firmicutes and the genera Staphylococcus was significantly higher in elderly group. Shannon index of the young adult group was higher than the elderly group but was not stastistically ignificant and only weakly correlated with age (P>0.05). There is positive correlation between Staphylococcus and age, as well as Paracoccus and porphyrins. There is negative correlation between Shannon index and pores, Cutibacterium with porphyrins (P≤0.05) Conclusion: The final research results were obtained from 39 skin swab samples that were successfully identified by NGS tool. It is necessary to carry out future research that compares facial skin microbiome sampling methods to standardize further skin mikrobiome research and also to carry out research with a larger number of samples and multi-centered to represent rural areas of Indonesia with different climates and environments from urban communities (Jakarta)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library