Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aditya Hardyanto
"Penempatan jabatan penyidik pembantu di Polda Banten selama ini lebih dominan berdasarkan subjektivitas seperti lebih senior, kedekatan emosional dengan pimpinan, rasa suka dan tidak suka serta tatanan politik, sebagaimana dinyatakan oleh banyak studi sebelumnya tentang meritokrasi. Jalannya sistem rekrutmen dan penempatan SDM pada jabatan tertentu sesuai kebutuhan yang ada dapat tercapai jika merit system dan transparansi publik, model dan metodenya dilakukan sesuai kebutuhan zaman. Namun, ketika tuntutan terhadap pemenuhan kebutuhan profesionalisme, transparansi, dan sistem merit yang semakin meningkat, ternyata tidak serta merta mampu mengubah pola pikir pimpinan organisasi dalam mengelola SDM kepolisian di Polda Banten. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguraikan analisis implementasi merit system jabatan penyidik pembantu di Kepolisian Daerah Banten. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam dengan informan penelitian yang didukung observasi dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi sistem merit dalam penempatan jabatan penyidik pembantu di Direktorat Kriminal Khusus belum optimal. Seperti yang kita ketahui bahwa tujuan dan sasaran kebijakan dalam penempatan jabatan penyidik pembantu sangat diperlukan adanya sistem merit dalam memanajemenkan personel kepolisian sesuai latarbelakang pendidikan seseorang. Sasaran dari penerapan sistem merit dalam penempatan jabatan penyidik pembantu di Direktorat Kriminal Khusus itu sendiri masih belum sepenuhnya diterapkan dikarenakan masih ada hak serta seluruhnya dipegang oleh yang memiliki wewenang penuh. Mengisi kekosongan yakni atas wewenang tanpa didasari oleh kompetensi seseorang hanya oleh karena peluang untuk berjabatan dan mengisi kekosongan kerja, dan dapat mempengaruhi baik buruknya kinerja anggota, bahkan tidak tahu menahu soal tugas pokok dan fungsi dalam bekerja di Direktorat Kriminas Khusus Polda Banten. Dalam mengimplementasikan sistem merit dalam penempatan jabatan penyidik pembantu di Direktorat Kriminal Khusus Polda Banten sikap para implementor sangat dibutuhkan dalam menjalankan kebijakan. Namun, dalam hal ini sikap komitmen anggota dalam menjalankan kebijakan masih kurang, serta kurangnya kualitas Sumber Daya Aparatur. Hal ini dapat dilihat dalam penempatan jabatan penyidik pembantu, Adanya penempatan tidak didasari latar belakang pendidikan seseorang, melainkan karena kosongnya jabatan yang ada.

The position of assistant investigator at the Banten Police has so far been more dominant based on subjectivity such as being more senior, emotional closeness to the leader, likes and dislikes and political order, as stated by many previous studies on meritocracy. The recruitment and placement system of HR in certain positions according to existing needs can be achieved if the merit system and public transparency, models and methods are carried out according to the needs of the times. However, when the demands for meeting the needs of professionalism, transparency, and a merit system are increasing, it is not necessarily able to change the mindset of organizational leaders in managing police human resources at the Banten Police. The purpose of this study is to describe the analysis of the implementation of the merit system for the position of assistant investigator in the Banten Regional Police. This study used descriptive qualitative method. Data were collected through in-depth interviews with research informants supported by observation and documentation. The results showed that the implementation of the merit system in the placement of assistant investigator positions at the Special Crimes Directorate was not optimal. As we know that the goals and objectives of the policy in the placement of assistant investigator positions are very necessary for a merit system in managing police personnel according to one's educational background. The target of implementing the merit system in the placement of assistant investigator positions at the Special Crimes Directorate itself is still not fully implemented because there are still rights and all of them are held by those who have full authority. Filling vacancies, namely on authority without being based on one's competence only because of the opportunity to hold positions and fill work vacancies, and can affect the good and bad performance of members, even not knowing anything about the main tasks and functions in working at the Banten Police Special Crimes Directorate. In implementing the merit system in the placement of assistant investigator positions at the Special Criminal Directorate of the Banten Police, the attitude of the implementers is very much needed in carrying out the policy. However, in this case the commitment of members in carrying out the policy is still lacking, as well as the lack of quality of Apparatus Resources. This can be seen in the placement of assistant investigator positions. The placement is not based on a person's educational background, but because the position is vacant"
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggi Angelia Putri
"Kebijakan sistem merit merupakan sebuah pendekatan pengelolaan kepegawaian yang berfokus pada kompetensi, kualifikasi dan kinerja. Kebijakan sistem merit memiliki proses formulasi yang dinamis sehingga tercermin dalam implementasinya sejak tahun 2014. Kebijakan Sistem Merit diamanatkan melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Permasalahan seperti pembagian kewenangan yang beririsan hingga distorsi kebijakan menjadi poin penting untuk menilik lebih jauh mengenai proses dalam implementasi kebijakan sistem merit. Berdasarkan implementasinya, kebijakan sistem merit tidak terlepas dari berbagai dinamika yang dikelola oleh empat aktor kelembagaan meliputi Kementerian PANRB, KASN, BKN dan LAN. Oleh karena itu, peneliti membahas implementasi kebijakan melalui proses relasi antar aktor kelembagaan dan faktor yang menentukan keberhasilan dalam menggerakan kebijakan sistem merit. Adapun penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan faktor yang menentukan keberhasilan relasi antar aktor kelembagaan dan menggambarkan bentuk jaringan dalam implementasi kebijakan sistem merit dalam perspektif network governance yang dikemukakan oleh Provan dan Kenis (2008). Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivist. Data yang digunakan berasal dari wawancara mendalam serta beberapa studi kepustakaan pada data sekunder. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa pada analisis faktor keberhasilan terdapat empat indikator keberhasilan dalam proses implementasi kebijakan sistem merit, yakni kepercayaan yang kuat, jumlah partisipan yang tidak kompleks, aktor memiliki kondisi yang sama untuk mencapai tujuan bersama, serta kompetensi antar aktor yang saling menguatkan dan kemampuan merespon permintaan eksternal. Selain itu, ditemukan faktor lain yang menjadi kendala yakni, kebutuhan aktor belum dapat diakomodasi dengan baik, konsensus yang belum begitu kuat, penerimaan informasi antar aktor kelembagaan yang belum terdistribusi dengan baik, persamaan persepsi yang belum kuat, kurangnya keterampilan koordinasi antar aktor kelembagaan karena perbedaan persepsi, informasi hingga perilaku ego sektoral. Dapat disimpulkan bahwa relasi aktor kelembagaan dalam proses implementasi kebijakan sistem merit memenuhi karakteristik yang dimiliki pada bentuk shared-governance. Rekomendasi yang dapat diberikan pada penelitian ini adalah Kementerian PANRB, KASN, BKN dan LAN untuk meningkatkan intensitas koordinasi baik dengan internal maupun eksternal kelembagaan. Adapun kegiatan koordinasi dapat dilakukan setiap masa triwulan untuk memfasilitasi lintas aktor dalam melakukan sinkronisasi kebijakan terkait dengan pelaksanaan tugas dan fungsi yang dijalankan.

Merit system policy is a management approach that focuses on competence, qualification and performance. Merit system policy has a dynamic formulation process that has been reflected in its implementation since 2014. The Merit System Policy is mandated through Law No. 1. 5 of 2014 on the State Civil Apparatus. Problems such as the distribution of authorities that range from policy distortion to policy distortion become important points for further consideration of the process in the implementation of the merit system policy. Based on its implementation, the merit system policy is independent of various dynamics managed by four institutional actors including the Ministry of PANRB, KASN, BKN and LAN. Therefore, researchers discuss policy implementation through the process of relationships between institutional actors and the factors that determine success in mobilizing merit system policies. This study aims to illustrate the factors that determine the success of the relationship between institutional actors and to illustrate the network form in the implementation of the merit system policy in the perspective of network governance proposed by Provan and Kenis (2008). This study used a post-positivist approach. The data used came from in-depth interviews as well as several library studies on secondary data. The findings of this study show that in the analysis of success factors there are four indicators of success in the process of implementing merit system policy: strong trust, non-complex number of participants, actors have the same conditions for achieving common goals, as well as competence between actors that strengthen each other and respond to external requests. In addition, there are other factors that become obstacles namely, the needs of actors cannot be properly accommodated, the consensus that is not yet so strong, the information acquisition between institutional actors that has not been well distributed, the perceptual similarities that have not been strong, lack of coordination skills between institutional actors due to differences in perceptions, information, and sectoral ego behavior. It can be concluded that the institutional actor relationship in the process of implementing the merit system policy meets the characteristics it has in the shared-government form. Recommendations that can be given in this study are the Ministry of PANRB, KASN, BKN and LAN to increase the intensity of coordination with both internal and external institutions. Coordination activities can be carried out every quarter to facilitate cross-actors in synchronizing policies related to the implementation of their duties and functions."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siagian, Nicholas Martua
"

Aparatur Sipil Negara sebagai profesi yang memiliki kewajiban mengelola dan mengembangkan dirinya dan wajib mempertanggungjawabkan kinerjanya dan menerapkan prinsip merit dalam pelaksanaan manajemen aparatur sipil negara. Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 pengawasan sistem merit dilaksanakan oleh Komisi Aparatur Sipil Negara. Pengawasan tersebut diharapkan dapat mewujudkan aparatur sipil negara yang memiliki integritas, profesional, netral dan bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan peran sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Era berikutnya adalah adanya revisi terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014, perubahan signifikan dalam tata kelola aparatur sipil negara di Indonesia terjadi dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023, yaitu menghapus keberadaan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Pasal dalam undang-undang baru tersebut semakin memperjelas bahwa hilangnya keberadaan KASN, bahkan tinggal menunggu terbitnya peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023. Padahal salah satu pokok pengaturan dalam undang-undang baru tersebut adalah penguatan pengawasan sistem merit.

 


The State Civil Apparatus as a profession has the obligation to manage and develop itself and is obliged to be accountable for its performance and apply the merit principle in the implementation of state civil apparatus management. In Law Number 5 Year 2014, the supervision of the merit system is carried out by the State Civil Apparatus Commission. The supervision is expected to realize a state civil apparatus that has integrity, is professional, neutral and free from political intervention, clean from corrupt practices, collusion, and nepotism, and is able to organize public services for the community and be able to carry out the role as an adhesive element of national unity and integrity based on Pancasila and the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. The next era was the revision of Law Number 5 Year 2014, a significant change in the governance of the state civil apparatus in Indonesia occurred with the enactment of Law Number 20 Year 2023, which abolished the existence of the State Civil Apparatus Commission (KASN). The article in the new law makes it clear that the disappearance of KASN's existence is just waiting for the issuance of implementing regulations from Law Number 20 of 2023. In fact, one of the main arrangements in the new law is to strengthen the supervision of the merit system.

 

"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library