Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 41 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agus Sudiro Waspodo
"Pendahuluan
Sirosis hati (SH) telah diketahui merupakan suatu keadaan yang ireversibel di dalam perkembangannya, SH dapat berakhir dengan gagal hati, hipertensi portal, atau dapat menunjukkan aktivitas yang dapat dikelompokkan menjadi kelompok yang mengalami progresi, regresi atau menetap. Keluhan subyektif pada stadium awal penyakit SH biasanya sangat sedikit dan tidak jelas. Sedangkan pemeriksaan jasmani sering tidak dapat dipakai sebagai ukuran kecuali bila telah terjadi tanda dekompensasi. Beberapa hasil pemeriksaan laboratorium dapat dipakai untuk pegangan mengikuti perjalanan penyakit seperti transaminase, bilirubin, kolesterol, BSP, dan Indocyanin green.
Pemeriksaan tersebut mempunyai beberapa kelemahan seperti sifat tidak spesifik pada pemeriksaan transaminase, gambaran bilirubin tidak hanya mencerminkan kerusakan parenkim hati, penurunan kolesterol bare terjadi pada penyakit yang berat, sedangkan pemeriksaan BSP mengandung bahaya alergi.
Akhir-akhir ini telah diperkenalkan kegunaan pemeriksaan kadar garam empedu serum sebagai alat penyaring adanya penyakit hati dan untuk mengikuti perjalanan penyakit hati. Berbagai hasil penelitian telah membuktikan pemeriksaan kadar garam empedu serum post prandial lebih sensitif sebagai alat penyaring adanya penyakit hati bila dibandingkan dengan pemeriksaan kadar garam empedu serum puasa. Namun sebaliknya telah dibuktikan bahwa nilai kadar garam empedu serum puasa lebih spesifik untuk penyakit hati. Juga dibuktikan bahwa tinggi rendahnya nilai rata-rata garam empedu serum puasa sesuai dengan berat ringannya penyakit Sirosis hati, meskipun masih didapatkan adanya angka-angka yang tumpang tindih.
Kegunaan pengukuran kadar garam empedu serum puasa sebagai petanda prognostik penyakit SH telah dilaporkan di luar negeri dan Indonesia, meskipun penelitian di Indonesia memberikan hasil yang berbeda. Penderita SH dengan kadar garam empedu total serum puasa yang tinggi mempunyai risiko mati yang lebih besar pada tahun pertama dibandingkan dengan penderita SH dengan kadar garam empedu total serum puasa, yang rendah.
Bertolak dari hal tersebut di atas ingin dikaji kembali manfaat lebih lanjut dari kadar garam empedu serum puasa sebagai salah satu alat prognostik dan sarana untuk mengikuti perkembangan penyakit sirosis hati."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Destiana Agustin
"Laporan dari rumah sakit umum pemerintah di Indonesia rata-rata prevalensi sirosis hati adalah 47,4% dari seluruh pasien penyakit. Kematian terbesar dari sirosis hepatis pada kelompok umur 60-70 tahun. Artikel ini bertujuan untuk menggambarkan asuhan keperawatan pada klien sirosis hepatis di ruang perawatan PU 6 RSPAD Gatot Soebroto. Pemantauan berat badan dan lingkar abdomen setiap hari bertujuan untuk melihat keefektivan dari pemberian terapi diuretic. Intervensi ini penting dilakukan untuk mengetahui perkembangan asites dan edema.
Hasil dari intervensi yang sudah dilakukan selama 8 hari perawatan adalah terjadi penurunan berat badan sebesar 5 kg dan perubahan lingkar abdomen sebanyak 7,5 cm. Rekomendasi bagi masyarakat ialah untuk berhenti atau menghindari konsumsi alkohol yang dapat membahayakan organ hati. Rekomendasi dalam pelaksanaan intervensi ini adalah perawat harus rutin setiap hari menimbang berat badan dan mengukur lingkar abdomen serta mendokumentasikan hasilnya.

The report from public hospitals in Indonesia, prevalence of cirrhotic hepatic was 47,4% of all cirrhotic hepatic patients. The greatest mortality of cirrhotic hepatic in the age group 60-70 years. The aim of this report was describing nursing care for hepatic cirrhosis patient in PU 6 at RSPAD Gatot Soebroto. Monitoring of body weight and abdominal girth for noticing the effectivity of diuretic therapy. This intervention was necessary to be done to find out the progress of ascites and edema.
The results from intervention that already done during eight days care was decreasing weight loss 5 kg and abdominal girth 7,5 cm. Recommendation of doing this intervention for nurse is they should measurement of daily body weight and abdominal girth and reporting the results.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Taufik Agung Wibowo
"Latar Belakang dan tujuan: Penyakit hati kronik pada pasien pediatrik merupakan salah satu masalah utama kesehatan pada populasi anak-anak dengan angka morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi. Penilaian derajat fibrosis hati diperlukan untuk menentukan tatalaksana yang sesuai, menentukan prognosis, dan tindak lanjut pasca pengobatan. Pemeriksaan USG elastografi acoustic radiation force impulse ARFI merupakan metode penilaian derajat fibrosis hati yang bersifat tidak invasif, mudah dan cepat dikerjakan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan nilai titik potong derajat fibrosis USG elastografi ARFI pada pasien pediatrik dengan penyakit hati kronik.
Metode: Pasien pediatrik dengan penyakit hati kronik menjalani pemeriksaan USG elastografi ARFI. Didapatkan nilai shear wave velocity SWV dari pemeriksaan ARFI yang menunjukkan elastisitas jaringan hati pada 18 subjek dan dihubungkan dengan hasil biopsi hati METAVIR . Kurva receiver-operating characteristic ROC dilakukan untuk menentukan titik potong derajat fibrosis hati.
Hasil: Rerata nilai median ARFI pada pasien pediatrik dengan penyakit hati kronik tanpa fibrosis hati 1,21 m/s; fibrosis ringan F1 1,13 m/s; fibrosis signifikan F2 ; fibrosis berat F3 2,76 m/s; dan sirosis F4 3,84 m/s. Kurva ROC menunjukkan titik potong ARFI pada 1,98 m/s memiliki sensitivitas 100 untuk mendeteksi derajat fibrosis ge;F3.
Kesimpulan: USG elastografi ARFI merupakan metode yang dapat diandalkan, cepat, dan non invasif untuk menentukan derajat fibrosis berat dan sirosis pada pasien pediatrik. Hasil pemeriksaan ARFI dapat membantu klinisi dalam tindak lanjut pengobatan dan alternatif biopsi hati pada kondisi tertentu.

Background and objectives: Chronic liver disease in pediatric patients is one of the major health problems with high rates of morbidity and mortality. Assessment of the degree of liver fibrosis is needed to determine appropriate management, determine prognosis, and post treatment follow up. Ultrasound acoustic radiation force impulse ARFI elastography examination is a non invasive, easily and rapidly performed liver fibrosis assessment method. The objective of this study was to obtain the cut off value of fibrosis degree with ARFI examination in pediatric patients with chronic liver disease.
Methods: Pediatric patients with chronic liver disease underwent ARFI ultrasound measurements. Shear wave velocity SWV value obtained from ARFI examination showing elasticity of liver tissue in 18 subjects and associated with liver biopsy results METAVIR . The receiver operating characteristic ROC curve is performed to determine cut off value of degree of liver fibrosis.
Results Mean of SWV value in pediatric patients with chronic liver disease without liver fibrosis 1.21 m s mild fibrosis F1 1.13 m s significant fibrosis F2 severe fibrosis F3 2.76 m s and cirrhosis F4 3.84 m s. The ROC curve shows the cut off at 1.98 m s yielded a 100 sensitivity to detect the degree of fibrosis ge F3.
Conclusions USG elastographic ARFI is a reliable, rapid, and non invasive method for determining the degree of severe fibrosis and cirrhosis in pediatric patients. The results of the ARFI examination may assist the clinician in the follow up of treatment and alternatives of liver biopsy in certain condition.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andri Sanityoso Sulaiman
"Telah dilakukan penelitian secara potong lintang terhadap pasien sirosis hati di poli Hepatologi dan IRNA B ruang penyakit dalam Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo di Jakarta, periode Januari 2000 sampai Juli 2000. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengukur kadar endotoksin endogen pada penderita sirosis hati non alkoholik yang sedang dalam keadaan stabil serta melihat adakah hubungannya dengan derajat beratnya sirosis. Pengukuran kadar endotoksin menggunakan metode spesifik dengan alat toxinometer yang berdasarkan metode turbidimetri kinetik, telah dilakukan pada 45 kasus sirosis hati non alkoholik, dua puluh kasus termasuk klasifikasi Child-Pugh A, tujuh belas kasus termasuk Child-Pugh B sedangkan delapan kasus termasuk Child-Pugh C. Pada penelitian ini tidak didapatkan adanya peningkatan kadar endotoksin di vena perifer yang melebihi nilai normal pada semua kasus. Walaupun terlihat adanya sedikit peningkatan pada penderita sirosis hati Child-Pugh C dibandingkan pada yang ChildPugh B atau A. Namun peningkatan tersebut secara perhitungan statistik tidak bermakna.

A cross-sectional study has been conducted on liver cirrhosis patients at the Hepatology and IRNA B polyclinic in the internal medicine room of the Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital in Jakarta, the period of January 2000 to July 2000. The study aims to measure endogenous endotoxin levels in patients with non-alcoholic liver cirrhosis who are in a stable state and see if there is The relationship is with the severity of cirrhosis. Endotoxin levels were measured using a specific method with a toxinometer based on the kinetic turbidimetry method, which has been carried out in 45 cases of non-alcoholic liver cirrhosis, twenty cases including Child-Pugh A classification, seventeen cases including Child-Pugh B while eight cases included Child-Pugh C. In this study, there was no increase in endotoxin levels in the periver veins that exceeded normal values in all cases. Although there was a slight increase in patients with Child-Pugh C liver cirrhosis compared to ChildPugh B or A. However, the increase was statistically meaningless."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Susana Somali
"LATAR BELAKANG : Sirosis hati merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia. Penyakit ini merupakan penyakit hati yang sering dijumpai selain hepatitis virus akut dan kanker hati. Komplikasi sirosis hati yang tersering adalah asites. Adanya asites merupakan prognosis yang buruk karena hanya sekitar 50% penderita sirosis hati dengan asites dapat bertahan hidup dalarn waktu 2 tahun. Asites juga merupakan faktor predisposisi terjadinya komplikasi berbahaya seperti Peritonitis Bakteri Spontan (PBS).
BAHAN DAN METODE : 74 subyek penelitian penderita sirosis hati dengan asites. Pada cairan asites dilakukan biakan aerob-anaerob, pemeriksaan hitung leukosit dengan alat hitung sel otomatis Sysmex XT2000i®, hitung jenis leukosit dengan mikroskop dan uji leukosit esterase carik celup urin sedangkan pemeriksaan albumin, protein dan LDH dilakukan untuk serum dan cairan asites.
HASIL : Pada penelitian ini didapatkan penderita PBS sebanyak 14 orang (18.92%). Pada kelompok PBS didapatkan netrositik asites sebanyak 12 orang (85.71%). Dari hasil biakan yang positif pads kelompok penderita PBS berhasil diisolasi dua jenis kuman golongan Enterobacteriaceae yaitu Escherichia call dan Enterobacter aerogenes. Kedua kuman ini diduga menghasilkan Extended Spectrum Beta Lactamase (ESBL). Dengan menggunakan cara perhitungan stastistik menurut Bland-Altman didapatkan bahwa hasil hitung jumlah leukosit pada cairan asites dengan menggunakan alat otomatis Sysmex XT2000P tidak berbeda bermakna dengan cara manual. Untuk memperkirakan jumlah PMN cairan asites ? 250 sellpL maka cut off point untuk MuitistixlOSG® adaiah pada skala trace sedangkan untuk Comburl4M® adalah pada skala positif-2. Sebagian besar cairan asites pada penderita PBS termasuk transudat berdasarkan kriteria Light (85.71 %). Pada 92.86 % penderita PBS mempunyai SAAG > 1.1 g/dL.
KESIMPULAN : Pada penelitian ini diperoleh proporsi PBS sebesar 18.92 % dan proporsi netrositik asites sebesar 85.71%. Kedua jenis kuman batang Gram negatif diduga menghasilkan ESBL sehingga resisten terhadap Sefotaksim. Hitung leukosit cairan asites dapat dilakukan dengan alat penghitung sel otomatis Sysmex XT2000i. Leukosit esterase carik celup urin Multistixi OSG® dan Comburl0M@ dapat digunakan untuk memperkirakan jumlah PMN cairan asites > 250 sellpL. Cairan asites pada penderita PBS temasuk transudat menurut modifikasi kriteria Light. PBS tidak mempengaruhi SAAG.
SARAN : Parasentesis diagnostik harus dilakukan sebelum pemberian antibiotik empirik. Leukosit esterase carik celup urin dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk memdiagnosis PBS secara "bedside". Penelitian lanjutan untuk mendapatkan pola dan kepekaan antibiotika kuman penyebab PBS.

Cirrhosis is identified as one of major health problems in Indonesia. It is found to be the most prevalent liver disease in addition to acute viral hepatitis and liver cancer. Ascites is the most common complication associated with cirrhosis. About 50% of patients with cirrhosis who develop ascites die within 2 years of diagnosis. Ascites also predisposes life-threatening complication such as Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP).
Materials and Methods. 74 cirrhosis patients who develop ascites were included in the study. The ascitic fluid was cultured in aerobic and anaerobic media. Leukocytes were evaluated for leukocytes count using Sysmex XT2000iT"" automatic cell counter, leukocytes differential count was observed under the microscope, and dip stick urine of leukocyte esterase test. Moreover, albumin, protein, and LDH level were assessed for both serum and ascitic fluid.
Results. Spontaneous Bacterial Peritonitis was diagnosed in 14 subjects (18.92%). Twelve subjects (85.71%) within this group developed neutrocytic ascites. Enterobacteriaceae pathogens, i.e. Eschericiiia coil and Enterobacter aerogerles, had been isolated from the ascitic fluid culture. These pathogens were suspected for producing Extended Spectrum Beta Lactamase (ESBL). Using Bland-Altman test, it was discovered that there were no significant differences in leukocytes count of ascitic fluid either measured with Sysmex XT2000iT"' automatic cell counter or conventional method. The cut-off point for MultistixlOSGTm was set on trace scale, whereas the ComburlOMTM was set on scale positive-2 to obtain a number of PMN leukocytes count of more than 250 cellslpL. Based on Light criteria, 85.71% of ascitic fluid from the SBP patients were considered as transudates. Meanwhile, 92.86% of SBP group showed an SHAG ? 1.lg/dL.
Conclusions. The study reveals that the proportion of SBP is 18.92% and neutrocytic ascites is 85.71%. Both of the Gram-negative bacteria are considered producing ESBL that induce resistance to Cefotaxime. Leukocytes count of ascitic fluid can be measured using Sysmex XT2000iTM automatic cell counter. To predict PMN leukocyte count of more than 250 cells/pL, the dip stick urine leukocytes esterase test using MultistixlOSGT"^ and ComburlOMTM are available. The ascitic fluid in SBP patients are classified as transudates, based on Light criteria. SBP has no effect against SAAG.
Suggestions. A diagnostic paracentesis should be performed prior to empirical antibiotics therapy. The dip stick urine leukocytes esterase test can be use as an alternative method to diagnose SBP along with the other bedside techniques. Further study is required to attain pattern and sensitivity of SBP pathogens.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T 18018
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Faisal
"Tujuan :
Untuk meningkatkan peran radiodiagnostik dalam mendeteksi adanya varises esofagus yang belum berdarah serta menilai ketepatan diagnostik pemeriksaan barium esofagogram dalam mendiagnosis varises esofagus pada pasien dengan sirosis hati.
Bahan dan Cara :
Pemeriksaan esofagogram dilakukan pada 25 pasien, dengan usia antara 23 tahun-80 tahun. Jenis kelamin terbanyak laki-laki 17 orang (68 %) sedangkan perempuan 8 orang (32%), semua pasien dengan kelainan sirosis hati yang belum berdarah (hematemesisl melena) dan hipertensi portal. Varises esofagus yang belum berdarah telah diperlihatkan dengan baik dengan pemeriksaan esofagogram yang hasilnya dikorelasikan dengan temuan endoskopi sebagai bake emas.
Hasil dan Kesimpulan
Pada uji statistik didapat hasil sensitifitas pemeriksaan esofagogram 84% dengan spesifisitas 0%, nilai PPV 100%. dan NPP 0%. Nilai Kappa dari pemeriksaan ini 0,79 didapat kesesuaian baik. Hasil penelitian ini memperlihatkan esofagogram dapat dipergunakan untuk menilai adanya varises esofagus pada pasien sirosis hati yang belum berdarah. Dari penelitian ini juga didapat kesesuaian yang baik antara pemeriksaan endoskopi dan esofagogram.

Purpose :
To improve the role of radiodiagnosis in detecting unruptured esophageal varices and to evaluate the accuracy of barium esophagogram in establishing the diagnosis of esophageal varices in patients with liver cirrhosis.
Material and method :
Esophagogram is performed in 25 patients (23-80 years old). 17 patients (68%) are male and 8 patients (32%'- are female. All patients are suffering from uncomplicated liver cirrhosis (no hematemesis or nrelena) and portal hypertension. Unruptured esophageal varices is visualized well using esophagogram, and the result is compared to endoscopic finding as gold standard.
Result and conclusion :
Statistical analysis concluded that esophagogram has 84% sensitivity, 0% spesfficity, 100% PPV value and 0% NPP value. Kappa score from this examination is 0,79 with good correlation. This study shows that esophagogram can be used to evaluate esophageal varices in patients with uncomplicated liver cirrhosis. There is good correlation between esophagogram and endoscopic examination.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T20868
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hesti Rahayu
"Sirosis hepatis adalah gangguan fungsi hati tahap akhir dengan angka kejadian nasional yang cukup tinggi. Praktik profesi dilakukan di ruang perawatan umum 6 RSPAD Gatot Soebroto pada pasien Tn B dengan sirosis hepatis pada tanggal 15 Mei hingga 28 Mei 2013. Masalah keperawatan pasien adalah pola napas tidak efektif, kelebihan volum cairan, dan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Intervensi keperawatan yang telah dilakukan adalah teknik napas dalam, monitor berat badan, diet putih telur, dan diet nutrisi tinggi kalori dan protein. Masalah keperawatan pola napas tidak efektif dan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan teratasi, sedangkan kelebihan volum cairan teratasi sebagian.

Cirrhosis hepatic is the end stage liver disorder that has high enough incident in national. Profession practice was done in the patient Mr B with cirrhosis hepatic in the general care room 6th RSPAD Gatot Soebroto during May 15 until May 28, 2013. The nursing problems were breathing pattern ineffective, fluid overload, and imbalanced nutrition: less than body requirement. The nursing interventions were done were pursed lip breathing, weight monitoring, egg white and high calori-protein diet. The nursing problems: breathing pattern ineffective and imbalanced nutrition less than body requirement were solved, but the fluid overload was solved a part."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Daunwati
"Malnutrisi merupakan hal yang umum terjadi pada pasien sirosis hati Tata laksana nutrisi yang optimal bertujuan mempertahankan dan meningkatkan status gizi memperbaiki keadaan klinis dan meningkatkan kualitas hidup pasien Tatalaksana nutrisi pasien sirosis hati mencakup pemberian makronutrien mikronutrien dan nutrien spesifik serta cairan Pasien pada serial kasus ini terdiri atas tiga orang laki laki dan satu orang perempuan dengan rentang usia antara 30 sampai 57 tahun Tiga orang pasien menderita malnutrisi dan satu orang pasien berisiko malnutrisi Berdasarkan skrining seluruh pasien membutuhkan dukungan nutrisi Kebutuhan energi total KET pasien dihitung dengan menjumlahkan kebutuhan energi basal KEB yang didapat dengan menggunakan persamaan Harris Benedict dan faktor stres yang sesuai kondisi klinis pasien Pemberian nutrisi dimulai dengan 80 dari KEB sampai KEB kemudian ditingkatkan secara bertahap hingga mencapai KET Kebutuhan protein dan lemak disesuaikan dengan kondisi pasien Protein yang diberikan mempunyai kandungan asam amino rantai cabang AARC yang tinggi dan lemak jenis medium chain triglyceride MCT trigliserida rantai sedang Makanan diberikan dalam porsi kecil dengan jadwal pemberian sering dan malam hari diberikan late evening snack sebanyak 10 dari asupan harian total mengandung karbohidrat dan AARC Pada pasien dengan hiponatremia dilusional asupan cairan direstriksi Selama pemantauan dengan bertambah baiknya keadaan klinis maka asupan makan pasien dapat mencapai KET Serial kasus ini menunjukkan bahwa pada pasien sirosis hati dengan berbagai komplikasi tata laksana nutrisi yang baik dapat meningkatkan status gizi memperbaiki keadaan klinis dan meningkatkan kualitas hidup pasien

Malnutrition is common in patients with liver cirrhosis Optimal nutrition support in patients with liver cirrhosis is required to maintain and improve clinical condition nutrition status and quality of life by providing macronutrient micronutrient specific nutrient and fluid according to the recommendation Patients in this case series were three males and one female with age ranged from 30 to 57 years old Three patients were malnourished while one was on risk of being malnourished Based on the screening conducted to these patients while their admission all four patients needed nutrition support therapy Total energy requirements were determined using Harris Benedict equation to calculate basal energy requirements and multiplied by stress factor Nutrition provision initiated from 80 basal energy requirement and increased gradually according to patient rsquo s tolerance until total energy requirements were achieved Protein and lipid were given in accordance with the patients clinical condition with protein contain high branched chain amino acid BCAA and fat which high in medium chain triglyceride MCT The diets delivered in small portion six times per day with late evening snack as much as 10 of total energy intake contained carbohydrate and BCAA Fluid restrictions were applied to patients with dilutional hyponatremia During hospitalization nutrition intake increased as general conditions improved Nutrition status clinical condition and quality of life of liver cirrhotic patients with various complications in this case series were improved by appopriate nutrition support ;Malnutrition is common in patients with liver cirrhosis Optimal nutrition support in patients with liver cirrhosis is required to maintain and improve clinical condition nutrition status and quality of life by providing macronutrient micronutrient specific nutrient and fluid according to the recommendation Patients in this case series were three males and one female with age ranged from 30 to 57 years old Three patients were malnourished while one was on risk of being malnourished Based on the screening conducted to these patients while their admission all four patients needed nutrition support therapy Total energy requirements were determined using Harris Benedict equation to calculate basal energy requirements and multiplied by stress factor Nutrition provision initiated from 80 basal energy requirement and increased gradually according to patient rsquo s tolerance until total energy requirements were achieved Protein and lipid were given in accordance with the patients clinical condition with protein contain high branched chain amino acid BCAA and fat which high in medium chain triglyceride MCT The diets delivered in small portion six times per day with late evening snack as much as 10 of total energy intake contained carbohydrate and BCAA Fluid restrictions were applied to patients with dilutional hyponatremia During hospitalization nutrition intake increased as general conditions improved Nutrition status clinical condition and quality of life of liver cirrhotic patients with various complications in this case series were improved by appopriate nutrition support "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Azzaki Abubakar
"Pendahuluan: Prevalensi sirosis tinggi di Indonesia yang mayoritas populasinya adalah muslim. Pada saat menjalani puasa Ramadhan yang merupakan kewajiban umat muslim terjadi berbagai proses metabolik yang dapat mempengaruhi keadaan klinis, nutrisi dan bokimiawi pasien sirosis hati . Penelitian tentang efek puasa Ramadhan pada pasien sirosis hati di Indonesia belum pernah dilakukan.
Tujuan: Untuk mengetahui perubahan status nutrisi, status fungsi hati, pembentukan badan keton dan keseimbangan nitrogen pada pasien sirosis hati yang menjalankan puasa Ramadhan.
Metode: Penelitian "pre dan post" dengan consecutive sampling dilakukan pada pasien sirosis hati yang berpuasa Ramadhan. Penilaian status fungsional hati dengan skor Child-Pugh (CP), antropometrik dengan mengukur indeks massa tubuh (IMT), ketebalan triceps skinfold (TSF) menggunakan kaliper Holtain, mid-arm muscle circumference, asupan makanan 24 jam, kadar 3-β-hidroksi butirat darah, serta pengukuran ekskresi nitrogen urin 24 jam, dilakukan pada minggu ke-4 Ramadhan dan 4 minggu pasca Ramadhan.
Hasil: Didapatkan 24 pasien sirosis hati, 16 orang (66,7%) laki-laki dan 8 orang (33,3%) perempuan yang menjalankan puasa Ramadhan dengan rerata umur 60 tahun. Etiologinya virus hepatitis B 54,2%, hepatitis C 20,8%, dan penyebab yang tidak diketahui 25%. Status fungsi hati CP A 19 orang (79,2%), CP B 2 orang (8,3%), dan CP C 3 orang (12,5%). Tidak ada perubahan skor CP pasca Ramadhan. Rerata (SD) IMT, ketebalan TSF, MAMC saat puasa Ramadhan berturut-turut adalah 25,112 (4,05) kg/m2, 7,40 (3,61) mm, 25,77 (3,077) cm dan pasca Ramadhan berturut-turut 25,25 (4,01) kg/m2 (p = 0,438), 7,89 (4,33) mm (p=0,024), 25,96 (3,42) cm (p=0,228). Kadar 3-β-hidroksi butirat darah saat Ramadhan adalah 0,14 (0.07) mmol/L, pasca Ramadhan 0,11 (0.09) mmol/L (p=0,166). Rerata (SD) keseimbangan nitrogen saat puasa Ramadhan 2,44 (2,93) gram/24 jam, pasca Ramadhan 0,51 (3,16) gram/24 jam (p=0,037).
Simpulan: Tidak ada pebedaan status fungsi hati dan kadar 3-β-hidroksi butirat darah pada saat dan pasca Ramadhan. Indeks massa tubuh dan ketebalan TSF membaik pasca Ramadhan. Keseimbangan nitrogen lebih positif saat Ramadhan. Puasa Ramadhan tampaknya tidak membahayakan pasien sirosis hati terutama pada kondisi fungsi hati yang terkompensasi.

Introduction: The prevalence of cirrhosis is high in Indonesia which most of are predominantly moslems. There were various metabolic changes happened in Ramadhan fasting that obligated for moslems that could influence clinical, nutritional, and biochemistry condition of cirrhotic patients.The study of effects of Ramdhan fasting in cirrhotics patients (pts) in Indonesia has never been investigated.
Aim of Study: To evaluate changes of liver functional status, nutritional status, serum 3-β-hidroxy butyric and nitrogen balance in cirrhotic patients during Ramadhan fasting.
Methods: This was a ‘pre and post’ study with consecutive sampling conducted in cirrhotic patients during Ramdhan fasting. Assessment of liver functional status by Child-Pugh (CP) score, anthropometric by measuring body mass index (BMI), triceps skinfold (TSF) thickness measured by Holtain caliper, and mid-arm muscle circumference, 24-hours food intake, serum 3-β-hidroxi butyric, and 24-hours urine nitrogen excretion, were performed at fourth week and four weeks after the end of Ramadhan fasting.
Results: Of 24 cirrhotic patients, 16 male (66,7%) dan 8 female (33,3%) who performed Ramadhan fasting were 60 years old in this study. Etiologies were hepatitis B viral (54,2%), hepatitis C ( 20,8%), and unknown (25%). Liver functional status were CP A 19 pts (79,2%), CP B 2 pts (8,3%), and CP C 3 pts (12,5%). No changes of this status after Ramadhan. Mean (SD) of BMI, TSF thickness, MAMC at Ramadhan concecutively were 25,112 (4,05) kg/m2, 7,40 (3,61) mm, 25,77 (3,077) cm and after Ramadhan 25,25 (4,01) kg/m2 (p = 0,438), 7,89 (4,33) mm (p=0,024), 25,96 (3,42) cm (p=0,228). Mean (SD) of serum 3-β-hidroxy butyric at Ramadhan was 0,14 (0.07) mmol/L, after Ramadhan 0,11 (0.09) mmol/L (p=0,166). Mean (SD) of nitrogen balance at Ramadhan was 2,44 (2,93) gram/24 hour, after Ramadhan 0,51 (3,16) gram/24 hour (p=0,037).
Conclusion: No difference of liver functional status and serum 3-β-hidroxy butyric during and after Ramadhan. Body mass index and triceps skinfold were better after Ramadhan. Nitrogen balance was more positive during Ramadhan compared to after Ramadhan. Ramadhan fasting is likely harmless especially in compensated liver cirrhosis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rinawati
"Sirosis hepatis merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat perkotaan. Penyakit ini biasanya disebabkan oleh hepatitis virus, zat hepatotoksik (alkoholisme), atau hemokromatosis. Masalah yang sering terjadi pada pasien sirosis hepatis adalah asites, dan memunculkan diagnosa keperawatan kelebihan volume cairan.
Tujuan dari penulisan ini adalah melakukan analisis tindakan pembatasan asupan cairan pada asuhan keperawatan klien dengan masalah kelebihan volume cairan. Hasil dari asuhan keperawatan, pembatasan cairan cukup membantu dalam mengurangi asites.

Liver cirrhosis is one of the problems of urban public health. The disease is usually caused by viral hepatitis, hepatotoxic substances (alcoholism), or hemochromatosis. The problem that often occurs in patients with liver cirrhosis is ascites that result in excess fluid volume in nursing diagnoses.
The purpose of this paper is to analyze fluid restriction on nursing care for clients with problems of excess fluid volume. The results of nursing care, fluid restriction is quite helpful in reducing ascites.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>