Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Peri Andrian
"ABSTRAK
Berangkat dari bencana ekologis Lumpur Lapindo, film Anak-anak Lumpur 2009 mengangkat cerita tragis kehidupan anak-anak Porong, Sidoarjo, Jawa Timur dalam menghadapi dampak Lumpur Lapindo, bencana yang telah berusia satu dekade hingga sekarang. Anak-anak Lumpur menempatkan anak-anak sebagai tokoh utama dalam narasi. Film ini memiliki posisi yang penting karena anak-anak korban Lumpur Lapindo belum banyak direpresentasikan di media. Mereka seperti dibungkam, saat suara mereka seharusnya didengar. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui representasi interaksi anak dalam menghadapi bencana ekologis Lumpur Lapindo dalam film Anak-anak Lumpur sehingga di masa yang akan datang pemerintah dapat menentukan kebijakan mitigasi dan adaptasi bencana yang tepat untuk anak- anak. Metode yang digunakan adalah dengan menggunakan pendekatan kualitatif, serta analisis dilakukan dengan menggunakan analisis semiotika naratif Greimas. Dalam film ini, anak-anak menempati berbagai skema aktan, seperti aktan subjek, aktan penolong, serta aktan penentang, serta dengan posisi yang signifikan dalam penuturan cerita. Tokoh anak muncul di setiap narasi dan tahap model fungsional Greimas sebab anak merupakan tokoh utama dalam film ini. Anak-anak direpresentasikan sebagai manusia yang memiliki kepolosan dan tujuan yang moral yang mulia, seperti menyelamatkan ibu tokoh utama yang sedang sakit. Anak-anak juga direpresentasikan kokoh dan mampu menyelesaikan berbagai masalahnya. Penulis juga menemukan bahwa representasi interaksi anak juga merepresentasikan kondisi lingkungan, kemanusian, dan sosial yang mereka hadapi. Di kesimpulan, anak-anak direpresentasikan sebagai kelompok yang polos dan bermoral tinggi, berbakti kepada orang tua, serta mengalami pendewasaan yang cepat karena direnggutnya masa kanak-kanak mereka akibat bencana ekologis Lumpur Lapindo.

ABSTRACT
Based on an ecological disaster Lapindo mudflow, Child of Mudflow 2009 film told a tragic story about the life of Porong rsquo s children in Sidoarjo, East Java, in facing the aftermath of Lapindo mudflow, which has entered a decade years old. Child of Mudflow potrayed children as main characters in the story. This film has an important position because children affected by Lapindo Mudflow have not been represented many times yet. It seemed like they were muted, when they should be heard. The purpose of this journal is to analyse the representation of children interacton in facing ecological disaster such as Lapindo mudflow in Child of Mudflow Anak anak Lumpur film, this journal hopefully can contribute for government in mitigation policy making purposes for kids. Equipped with qualitative method approach, writer analyze the film using Greimas narative semiotics. In this film, children are placed in numerous actans, such as subject, adjuvant, and traitor, moreover children play significance role as part of the narrative. Their characters appeared in every stage of story of Greimas functional model, it is because they played main characters on this film. The children were represented as innoncence human beings with high moral purpose, for instance saving the main character rsquo s ill mother. Furthermore, they were represented as strong and capable in solving their problems. The writer found that representations of child rsquo s interaction were also representing environmental, humanity, and social condition, faced by them. In conclusion, children were represented as innocent and high moralist, devoted to their parents, and they matured too quickly because their childhood were taken from them by ecological disaster Lapindo mudflow."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Thasya Adillah
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis konten pacaran dalam aplikasi TikTok sebagai wujud dari fenomena Public Display of Affection (PDA) di dunia digital. Penelitian ini berangkat dari keterbatasan studi-studi sebelumnya mengenai PDA yang lebih banyak dianalisis dalam perspektif komunikasi dan psikologi, serta melihat PDA hanya dalam konten media sosial secara umum sebagai wujud eksistensi diri akan status hubungan. PDA menggambarkan fenomena baru yang disebut sebagai intimasi digital, dimana dewasa ini intimasi difasilitasi dan dimobilisasi melalui teknologi. Secara sosiologis berdasarkan teori interaksionisme simbolik, budaya dan kewajaran tersebut dihasilkan melalui interaksi sosial, dimana dalam prosesnya individu saling bertukar simbol dan makna dalam interaksi yang terjalin. Aktor yang terlibat dalam proses ini tidak hanya terbatas pada individu di dalam hubungan saja, melainkan juga melibatkan pengguna lain sebagai audiens, serta lingkungan terdekat seperti teman dan keluarga. Peneliti menemukan bahwa feedback dari pengguna lain menjadi indikator atau simbol utama dari keberhasilan individu dalam menggambarkan hubungannya. Peneliti juga menemukan bahwa feedback yang diperoleh dari konten tersebut dapat dimonetisasi melalui kegiatan endorsement, sehingga PDA yang dilakukan tidak hanya terbatas pada keintiman dan relationship. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif studi kasus dengan observasi dan wawancara mendalam bersama beberapa informan yang memproduksi konten PDA di aplikasi TikTok.

This research aims to analyze dating content on the TikTok application as a manifestation of the phenomenon of Public Display of Affection (PDA) in the digital world. The study departs from the limitations of previous studies on PDA, which were mostly analyzed from communication and psychology perspectives, and considers PDA only in the context of social media content in general as a manifestation of self-existence in relationship status. PDA illustrates a new phenomenon referred to as digital intimacy, where intimacy is currently facilitated and mobilized through technology. Sociologically, based on symbolic interactionism theory, this culture and rationality are generated through social interaction, wherein individuals exchange symbols and meanings in the process of interaction. The actors involved in this process are not limited to individuals in the relationship alone but also include other users as the audience and the immediate environment such as friends and family. The researcher found that feedback from other users serves as the primary indicator or symbol of an individual's success in portraying their relationship. The researcher also found that feedback obtained from such content can be monetized through endorsement activities, expanding the scope of PDA beyond mere intimacy and relationship. This study was conducted using a qualitative case study method with observations and in-depth interviews with several informants who produce PDA content on the TikTok application."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library