Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zahwa Rezqita Aulia
"Skripsi ini membahas mengenai kegagalan pembayaran klaim karena alasan likuidasi oleh perusahaan asuransi berbentuk usaha bersama. Kegagalan pembayaran klaim oleh perusahaan asuransi berbentuk usaha bersama ini telah memicu terjadinya aksi demo di Kantor Pusat Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912. Pada skripsi ini, penulis membahas berkenaan dengan kegagalan pembayaran klaim karena alasan likuidasi oleh perusahaan asuransi berbentuk usaha bersama dengan membaginya menjadi tiga buah pembahasan. Pembahasan pertama membahas mengenai pengertian asuransi berdasarkan hasil tinjauan dari Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014, pengertian perusahaan asuransi berbentuk usaha bersama dalam Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2019, target tingkat solvabilitas internal berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2018 pengertian risiko, peril, hazard, asuransi jiwa. Kedua, penulis membahas berkenaan dengan asuransi jiwa hingga klaim asuransi. Ketiga, penulis mengenai tanggung jawab pemegang polis ketika terjadi likuidasi, alasan penanggung mengundurkan waktu pelaksanaan pembayaran klaim asuransi. Dalam hal ini dibahas berdasarkan penelitian atas Putusan Nomor 482/PDT.G/2020/PN JKT. SEL antara Alexander Phuk Tjilen melawan Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, yaitu penelitian hukum yang berdasar pada bahan hukum utama dengan cara mempelajari hal-hal yang mempunyai sifat teoretis yang berkenaan dengan asas-asas hukum, doktrin hukum di mana hal-hal tersebut memiliki kaitan dengan masalah yang diteliti. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh melalui bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Di mana dalam hal ini penulis mencapai suatu simpulan bahwa dalam perusahaan asuransi berbentuk usaha bersama, para pemegang polis harus turut bertanggung jawab atas kerugian yang dialami perusahaan asuransi berbentuk usaha bersama Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912.

This thesis discusses the failure to pay claims due to liquidation by mutual insurance. Failure to pay claims by mutual insurance has triggered a demonstration at the Head Office of Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912. In this thesis, the author discusses the failure to pay claims for reasons of liquidation by mutual insurance by dividing it into three discussions. The first discussion discusses the definition of insurance based on the results of a review of the Commercial Code and Law Number 40 of 2014, the definition of mutual insurance in Government Regulation Number 87 of 2019, the target level of internal solvency based on Financial Services Authority Regulation Number 1 /POJK.05/2018 definition of risk, peril, hazard, life insurance. Second, the author discusses life insurance and insurance claims. Third, the author discusses the failure to pay claims for reasons of liquidation by mutual insurance, the reasons for the insurer delaying the implementation of insurance claim payments. In this case, it is discussed based on research on Decision Number 482/PDT.G/2020/PN JKT. SEL between Alexander Phuk Tjilen against Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912. The method used in this study is normative juridical, namely legal research based on the main legal material by studying things that have the nature of theoretical relating to legal principles, legal doctrines where these things have to do with the problem under study. The data used in this study are secondary data obtained through primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials. Where in this case the authors reach a conclusion that in mutual insurance, the insured must also be responsible for the losses suffered by the mutual insurance Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912. 
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haura Jasmine
"Dalam dunia usaha, asuransi penting untuk dimiliki demi kelangsungan usaha yang sedang dijalankan. Perusahaan pengangkutan laut mengasuransikan muatan yang diangkut dengan Asuransi Pengangkutan Laut atau Marine Cargo Insurance. Asuransi Pengangkutan Laut merupakan asuransi yang menanggung atas terjadinya risiko selama proses pengangkutan barang dari gudang penjual sampai dengan gudang pembeli. Marine cargo insurance sebagaimana perjanjian asuransi pada umumnya, merupakan suatu perjanjian yang menyebabkan terjadi nya suatu kesepakatan antara para pihak dan menimbulkan hak dan kewajiban yang mengikat. Perjanjian asuransi yang disepakati oleh Tertanggung dan Penanggung dibuat secara tertulis dalam polis asuransi, yang mengatur syarat dan ketentuan secara lebih detail. Dalam prakteknya, Tertanggung sering kali mengajukan klaim tanpa memperhatikan ketentuan dalam polis, sehingga pada akhirnya klaim berujung ditolak karena Tertanggung telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan dalam polis. Pada akhirnya penelitian ini menjelaskan bahwa semua bentuk pelanggaran terhadap ketentuan dalam polis, baik ketentuan yang tertulis maupun tidak tertulis, akan memiliki akibat hukum yaitu pertanggungan menjadi batal dan Penanggung tidak berkewajiban untuk mengganti kerugian yang dialami oleh Tertanggung

 

 


In the business world, insurance is important to have for the continuity of the business that is being run. Sea freight companies insure the cargo being transported with Marine Cargo Insurance. Sea Freight Insurance is insurance that covers the occurrence of risks during the process of transporting goods from the seller's warehouse to the buyer's warehouse. Marine cargo insurance as an insurance agreement in general, is an agreement that create binding rights and obligations for the parties. The insurance agreement agreed upon by the Insured and the Insurer will be written in a document called “insurance policy”, which regulates the terms and conditions of the agreement. In practice, the insured often file a claim without regard to the warranty in the policy, so that in the end the claim ends up being rejected because the insured has violated the warranty in the policy or in other words the Insured has comitted breach of warranty. In the end, this study explains that all forms of violation of the warranty in the policy, both written and unwritten warranty, will have legal consequences that eliminate the insurer's liability to compensate for losses suffered by the insured

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Andika Yudha Perkasa
"Skripsi ini membahas tentang penerapan Insurable Interest dalam sengketa klaim asuransi pengangkutan laut, khususnya kasus antara CV. Benua Swadaya Makmur dan PT Asuransi Etiqa Internasional Indonesia dalam Putusan Nomor: 861/Pdt.G/2019/PN MDN dan Nomor: 353/Pdt/2020/PT MDN. Permasalahan yang dibahas meliputi: 1) kewajiban perusahaan asuransi terhadap klaim yang diajukan oleh seseorang yang tidak mempunyai Insurable Interest terhadap objek asuransi yang mengalami kerugian dan 2) pertimbangan hukum oleh hakim dalam memutuskan perkara tentang pengangkutan laut dikaitkan dengan penerapan prinsip Insurable Interest. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode doktrinal didukung dengan data sekunder. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, kesimpulan yang dapat diambil dari kasus antara CV BSM dan PT AEII serta Chin Hai adalah bahwa CV BSM memiliki Insurable Interest yang sah terhadap kapal yang dimilikinya. Namun, CV BSM tidak dianggap memiliki Insurable Interest yang sama terhadap muatan kapal tersebut. Dalam hal ini, perlu dibedakan dan dipahami tentang konsep pertanggungan ganda dan peran serta tanggung jawab agen asuransi dalam menyampaikan informasi yang akurat dan lengkap kepada pemegang polis. Putusan ini juga menegaskan bahwa dalam menilai klaim asuransi, penting bagi hakim untuk mempertimbangkan prinsip Insurable Interest melalui pertimbangan aspekaspek seperti kepemilikan, tanggung jawab, dan risiko terkait dengan kapal serta muatan kapal. Selain itu, prinsip utmost good faith juga menjadi fokus perhatian dalam kasus ini, menuntut transparansi dan kejujuran dalam semua aspek penyampaian informasi yang terkait dengan risiko asuransi. Terakhir, prinsip indemnitas juga menjadi pertimbangan kunci dalam proses pengadilan, yang menggarisbawahi bahwa ganti rugi yang diberikan seharusnya mencerminkan kerugian finansial nyata yang dialami, dan tidak boleh melebihi nilai kerugian tersebut.

This thesis discusses the application of Insurable Interest in maritime insurance claim disputes, specifically the case between CV. Benua Swadaya Makmur and PT Asuransi Etiqa Internasional Indonesia as adjudicated in Decision Number: 861/Pdt.G/2019/PN MDN and Number: 353/Pdt/2020/PT MDN. The issues addressed include: 1) the obligations of insurance companies towards claims filed by individuals who do not possess Insurable Interest in the insured object that suffered losses and 2) legal considerations by judges in deciding maritime transport cases in relation to the application of the Insurable Interest principle. The research methodology used in this the doctrinal method supported by secondary data. Based on the research findings, it can be concluded from the case between CV BSM, PT AEII, and Chin Hai that CV BSM has a legitimate Insurable Interest in the vessel it owns. However, CV BSM is not deemed to possess the same Insurable Interest in the ship's cargo. In this context, it is necessary to distinguish and understand the concept of double insurance and the role and responsibilities of insurance agents in providing accurate and complete information to policyholders. This decision also affirms the importance for judges to consider the principle of Insurable Interest in evaluating insurance claims, through the consideration of aspects such as ownership, responsibility, and risks associated with the ship and its cargo. Additionally, the principle of utmost good faith also becomes a focal point in this case, demanding transparency and honesty in all aspects of information disclosure related to insurance risks. Lastly, the principle of indemnity is a key consideration in the judicial process, emphasizing that compensation provided should reflect the actual financial losses incurred, and should not exceed the value of the losses."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miranda Gabriela
"ABSTRACT
Penutupan asuransi secara ko-asuransi merupakan salah satu mekanisme yang digunakan dalam hal nilai objek asuransi sangat besar karena beberapa penanggung dapat bekerja sama untuk menanggung satu objek asuransi secara bersama-sama dalam kasus per kasus. Di Indonesia, hal ini kemudian diatur melalui POJK No.23/Pojk.05/2015 dan POJK No. 69/Pojk.05/2016. Akan tetapi, pengaturan tersebut belum cukup mengatur perihal penyelesaian klaim antara ketua dan anggota ko-asuransi, serta kepada tertanggung. Di India, pengaturan penutupan asuransi secara ko-asuransi dilakukan melalui IRDA/NL/ETASS/RIN/103/05/2015 dan Coinsurance Agreement dated 5 December 2014 sebagai pedoman perilaku yang bersifat sukarela. Setelah dilakukan analisa secara normatif yuridis dan deskriptif, praktik asuransi di India memberi pedoman supaya penyelesaian klaim pada penutupan asuransi secara ko-asuransi diatur secara tegas. Selain itu, kewajiban penggunaan Electronic Transaction Administration and Settlement System di India membuat pelaksanaan penutupan asuransi secara ko-asuransi lebih transparan dan mudah diawasi.

ABSTRACT
Co-insurance is one of the mechanisms used in the terms of the value of the insurance object is whopping because some insurers can cooperate to bear an insurance object together in a case by case. In Indonesia, this mechanism is regulated in OJK Regulation No.23/Pojk.05/2015 and OJK Regulation No. 69/Pojk.05/2016/. However, the regulations are still not enough to regulate concerning the claim settlement among co-insurance leader, member(s) of co-insurance, as well as the insured. In India, regulation concerning insurance coverage by co-insurance is held through IRDA/NL/ETASS/RIN/103/05/2015 and Coinsurance Agreement dated 5 December 2014 as the guidelines for voluntary behavior. After juridical normative and descriptive analysis are done, insurance practice in India gives guidelines for claim settlement by co-insurance regulated strictly. Moreover, the obligation of using Electronic Transaction Administration and Settlement System in India makes the implementation of insurance coverage by co-insurance is more transparent and could be monitored easily."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sylvia Nurwahyuningtyas
"ABSTRAK
Kegiatan sektor perbankan penuh dengan berbagai macam risiko yang harus dihadapi, mulai dari risiko operasional, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko suku bunga, risiko kredit dan berbagai jenis risiko lainnya. Merujuk pada kejadian krisis perekonomian global tahun 1998 yang dialami industri keuangan Indonesia menyebabkan banyaknya bank-bank umum nasional yang mengalami kesulitan likuiditas dan atau solvbilitas, dan bahkan mengalami kebangkrutan akibat terganggunya Pasar Uang Antar Bank (PUAB) sehingga memicu ketidak percayaan masyarakat pada sektor perbankan pada waktu itu. Untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap sektor perbankan tersebut, salah satunya adalah dengan adanya kepastian hukum dalam pengaturan dan pengawasan bank serta penjaminan simpanan nasabah bank. Dengan kembalinya kepercayaan masyarakat terhadap sektor perbankan adalah merupakan salah satu kunci untuk memelihara stabilitas industry perbankan dan bisa menjadi pondasi yang kuat bagi sektor perbankan sehingga krisis yang pernah terjadi tidak akan terulang. Untuk meningkatkan dan memelihara stabilitas industri perbankan, Pemerintah telah membentuk Lembaga Penjamin simpanan (LPS) pada tahun 2005 yang berfungsi menjamin simpanan nasabah penyimpan. Dengan dibentuknya LPS diharapkan akan mampu meminimalisasi terjadinya berbagai permasalahan perbankan termasuk moral hazard dan mampu memberikan solusi terbaik yang bisa memberikan kenyamanan dan rasa aman bagi kedua belah pihak (nasabah dan bank) serta mampu menjaga kepercayaan masyarakat kepada industri perbankan sehingga stabilitas sektor perbankan akan selalu terjaga dengan baik. Hasil penelitian dari tinjauan aspek yuridis terhadap pembayaran klaim penjaminan tabungan hasil reklasifikasi dari pos gaji pegawai yang terutang ini akan memberikan gambaran dan bukti pentingnya peranan LPS dalam menjamin simpanan nasabah.

ABSTRACT
Activities of the banking sector full of with different kinds of risk to be faced on ranging from operational risk market risk the risk of liquidity, risk the interest rate, credit risk and the different kinds of risk other. Based on the global economic crisis 1998 financial industry in Indonesia causes a lot of banks which had national funds and difficulties or solvbilitas, and even to collapse due to disruption interbank money market causing disbelief people in the banking sector at that time. To restore public trust in the banking sector, one is with the legal certainty in the regulation and supervision of banks and guarantee customer deposits bank. With the return of public trust in the banking sector is is one of the keys to maintain the stability of banking industry and could become the foundation is strong for the banking sector so that the crisis that has happened will not happen. To improve and maintain the stability of the banking industry the government has formed the Indonesian Deposit Insurance Corporation (IDIC) in 2005 that serves guarantee customer deposits the depositary. The formation of the IDIC is expected to minimize problems related to the banking sector, including moral hazard and able to offer the best solution to give secure and comfort to both parties (customers and bank) to maintain public trust in the stability of the banking sector, that would always be maintained well. The results of research review of juridical aspects of the claims to guarantee savings reclassification of the results of post of salaries owed this will give a description and proof of the importance of the role of LPS in guaranteeing customer deposits."
Jakarta: [Fakultas Hukum Universitas Indonesia, ], 2014
T42892
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuda Meizar Pratama Sopandi
"Skripsi ini membahas mengenai penerapan prinsip utmost good faith pada peraturan internal PT AXA Mandiri Financial Service Cabang Banjarmasin, yaitu Ketentuan Teknis Klaim Major dikarenakan penolakan klaim yang diajukan oleh ahli waris dari Alm. Rahmani, S.H., yaitu Risma Wardah dan Hanif Azhar pada polis Antara PT AXA Mandiri Financial Services dan Alm. Rahmani, S.H. didasarkan oleh ketentuan internal tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Ketentuan Teknis Klaim Major atau peraturan internal PT AXA Mandiri Financial Service Cabang Banjarmasin sebagai dasar penolakan klaim polis asuransi jiwa dalam Putusan No. 3/Pdt.G/2021/PN.Bjm dan Putusan No. 50/PDT/2021/PT BJM apakah sudah sesuai dan tepat menerapkan prinsip utmost good faith dan bagaimana Majelis Hakim menerapkan prinsip ini dalam pertimbangan hukumnya sehingga memperoleh amar putusan dalam Putusan No. 3/PDT.G/2021/PN.BJM dan Putusan No. 50/PDT/2021/PT BJM. Penelitian ini, menggunakan metode yuridis-normatif, dimana data penelitian sebagian besar berasal dari studi kepustakaan. berupa perundang-undangan, buku-buku, artikel-artikel, dan jurnal hukum untuk menjawab permasalahan yang timbul dari rumusan masalah. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Ketentuan Teknis Klaim Major merupakan peraturan yang dibuat oleh PT AXA Mandiri Financial Service Cabang Banjarmasin dalam memproses klaim, dimana memiliki kedudukan sebagai acuan yang memberikan kewajiban kepada PT AXA Mandiri Financial Services Cabang Banjarmasin dalam mengumpulkan fakta-fakta material dan sebagai implementasi dari ketentuan yang terdapat dalam polis asuransi jiwa Alm. Rahmani, S.H. dengan PT AXA Mandiri Financial Services Cabang Banjarmasin. Kemudian, putusan Majelis Hakim pada Putusan No. 3/PDT.G/2021/PN.BJM dan Putusan No. 50/PDT/2021/PT BJM kurang cermat dan tidak menerapkan prinsip utmost good faith sebagaimana yang diatur dalam Pasal 251 KUHD, sehingga putusan yang dihasilkan sangat merugikan perusahaan asuransi yang telah sesuai dan mempunyai dasar untuk menolak klaim yang diajukan oleh pihak tertanggung.

This thesis discusses the application of the principle of utmost good faith in the internal regulations of PT AXA Mandiri Financial Service Banjarmasin Branch, namely the Major Claims Technical Provisions due to the rejection of claims filed by the heirs of the late Rahmani, S.H., namely Risma Wardah and Hanif Azhar on the policy between PT AXA Mandiri Financial Services and the late Rahmani, S.H. based on these internal provisions. This study aims to determine the Major Claims Technical Provisions or internal regulations of PT AXA Mandiri Financial Service Banjarmasin Branch as the basis for rejecting life insurance policy claims in Decision No. 3/PDt.G/2021/PN.Bjm and Decision No. 50/PDT/2021/PT BJM whether it is appropriate and appropriate to apply the principle of utmost good faith and how the Panel of Judges applies this principle in its legal considerations so as to obtain the verdicts in Decision No. 3/PDT.G/2021/PN.BJM and Decision No. 50/PDT/2021/PT BJM. This research, using the juridical-normative method, where the research data mostly comes from literature studies. in the form of legislation, books, articles, and law journals to answer problems arising from the formulation of the problem. The results of this study indicate that the Major Claims Technical Provisions are regulations made by PT AXA Mandiri Financial Services Banjarmasin Branch in processing claims, which have a position as a reference that gives an obligation to PT AXA Mandiri Financial Services Banjarmasin Branch in collecting material facts and as an implementation of the provisions contained in the life insurance policy of Alm. Rahmani, S.H. with PT AXA Mandiri Financial Services Banjarmasin Branch. Then, the decision of the Panel of Judges in Decision No. 3/PDT.G/2021/PN.BJM and Decision No. 50/PDT/2021/PT BJM is less careful and does not apply the principle of utmost good faith as stipulated in Article 251 of the KUHD, so that the resulting decision is very detrimental to the insurance company which is appropriate and has a basis for rejecting the claim submitted by the insured party."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Hilman Bagaskara
"Dalam suatu perjanjian asuransi Prinsip Utmost Good Faith merupakan salah satu hal yang penting, karena prinsip ini mengatur bahwa Kedua Pihak dalam perjanjian asuransi yaitu penanggung dan tertanggung wajib memberikan informasi yang benar dan jujur. Penelitian ini membahas 2 Permasalahan yaitu 1. Mengenai Pengaturan Prinsip Utmost Good Faith dalam Hukum Asuransi Indonesia dan, 2. Bagaimana Penerapan prinsip utmost good faith Dalam putusan Nomor 182/Pdt.G/2020/Yyk . Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder, data yang dilakukan adalah secara kualitatif. Hasil dari Penelitian menyatakan bahwa (1) Prinsip Utmost Good Faith diatur dalam KUHD pasal 251 untuk pihak tertanggung supaya secara jujur menyampaikan informasi dan data mengenai objek yang diasuransikan dalam proses membuat perjanjian asuransi, dan untuk pihak tertanggung diatur dalam Undang-Undang no 40 tahun 2014 Pasal 26 yang mengatur kewajiban penanggung asuransi. (2) Putusan Majelis Hakim masih belum tepat dan tidak ada pertimbangan terkait pelanggaran prinsip utmost good faith dalam pertimbangan hukumnya. Hakim tidak mempertimbangkan ketentuan yang terdapat dalam KUHD dan juga Undang-Undang no 40 tahun 2014 dalam memutus perkara ini dimana Penanggung tidak melaksanakan kewajibannya dalam perjanjian asuransi berdasarkan Undang-Undang tersebut. Dari Penelitian ini saran yang dapat diberikan adalah Hakim diberi materi hukum asuransi termasuk prinsip Utmost Good Faith dalam pelatihan hakim, sehingga para hakim akan memahami prinsip Utmost Good Faith.

In an insurance agreement, the Utmost Good Faith Principle is one of the most important things, because this principle stipulates that the two parties to the insurance agreement, namely the insurer and the insured, must provide correct and honest information. This study discusses 2 problems, namely 1. Concerning the Regulation of the Principle of Utmost Good Faith in Indonesian Insurance Law and, 2. How is the application of the principle of utmost good faith in decision Number 182/Pdt.G/2020/Yyk. The research method used is normative juridical using secondary data, the data used is qualitative. The results of the study state that (1) The principle of Utmost Good Faith is regulated in the Criminal Code article 251 for the insured to honestly convey information and data regarding the insured object in the process of making an insurance agreement, and for the insured party it is regulated in Law No. 40 of 2014 Article 26 which regulates the liability of the insurer. (2) The decision of the Panel of Judges is still not correct and there is no consideration regarding the violation of the principle of utmost good faith in its legal considerations. The judge did not consider the provisions contained in the Criminal Code and also Law No. 40 of 2014 in deciding this case where the Insurer did not carry out its obligations in the insurance agreement based on the Law. From this research, the advice that can be given is that judges are given material on insurance law, including the principles of Utmost Good Faith in the training of judges, so that judges will understand the principles of Utmost Good Fait"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library