Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 28 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yoakin Deke Kokomaking
"Lahirnya industrialisasi di Utara, revolusi transportasi dan revolusi pasar dalam paruh pertama abad kesembilan belas membawa banyak perubahan sosial dalam kehidupan masyarakat Amerika pada waktu itu. Selain ketiga fenomena tersebut di atas, pergerakan ke wilayah Barat (Westward movement) juga merupakan sebuah fenomena yang turut mengubah kondisi kehidupan sosial.
Industrialisasi di Utara mulai mengubah pola kehidupan masyarakat di kota-kota industri dari agraris menjadi industri. Terlepas dari faktor-faktor positif yang disebabkan oleh perubahan sosial ini, seperti pertumbuhan ekonomi yang semakin pesat, berbagai persoalan sosial muncul sebagai dampaknya.
Ideologi individualisme diterapkan secara kasar (rugged) oleh para industrialis menimbulkan praktek "perbudakan" terhadap para buruh pabrik. Demi efisiensi dan peningkatan keuntungan para industrialis bekerja sama dengan pemerintah untuk menetapkan jam kerja hingga dua belas jam perhari. Upah buruh sangat rendah sehingga tidak mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Kaum buruh secara hukum dilarang melakukan pemogokan. Tempat kerja jauh dari memadai sehingga tidak menjamin kesehatan bagi para buruh. Singkatnya, industrialisasi menciptakan kemakmuran bagi para industrialis dan, sebaliknya, membawa petaka bagi para buruh.
Kebijakan pemerintah Federal dalam menjual tanah di wilayah Barat dengan harga murah serta peluang kerja yang diciptakan oleh munculnya industri-industri di Utara mengundang banyak orang Eropa berimigrasi ke Amerika. Persaingan dalam lapangan kerjapun terjadi antara orang-orang Amerika dan kaum imigran asing. Persaingan ini akhirnya menimbulkan berbagai bentrokan fisik dan prasangka buruk. Ketidakteraturan sosialpun muncul.
Kehidupan para penghuni wilayah garis depan di Barat sangat diwarnai oleh semangat yang agresif, ekspansif, bebas, mandiri, kreatif, dan inovatif. Kesemuanya ini tidak akan bermasalah kalau dalam Batas wajar. Namun demikian, pergerakan ke arah Barat melahirkan berbagai masalah sosial. Kehidupan mereka cenderung mementingkan diri sendiri, tidak mentaati aturan-aturan atau hukum yang berlaku. Banyak dari mereka terlibat dalam tindakan-tindakan kekerasan fisik, minum mabuk, hiburan-hiburan yang tidak sehat seperti pelacuran, dan yang sejenisnya.
Semua gejolak sosial yang terjadi di kota-kota industri di Utara dan di kawasan garis depan niscaya menimbulkan ketidakteraturan sosial dalam masyarakat. Semua masalah sosial ini dapat direduksi menjadi satu persoalan dasar, yaitu degradasi kehidupan moral. Hal ini terjadi karena konsep individualisme yang diterapkan pada waktu itu rugged; setiap individu mementingkan dirinya dan mengabaikan kepentingan individu-individu yang lain.
Sebagai respon terhadap gejolak-gejolak sosial ini, Ralph Waldo Emerson meramu sebuah konsep individualisme dengan mengacu pada doktrin Transendentalisme. Konsep individualisme ini merupakan respon Emerson terhadap gejolak-gejolak sosial yang terjadi pada waktu itu, khususnya di era 1820an-1840an. Dalam konsep individualisme Emerson setiap individu tidak hanya mementingkan dirinya tapi juga memperhatikan kepentingan individu-individu lainnya. Jelas bahwa konsep individualisme Emerson berbeda dengan konsep individualisme yang diterapkan di era tersebut.
Tesis ini ditulis berdasarkan penelitian dari sumber kepustakaan dan menggunakan pendekatan kualitatif dan antar bidang. Selain itu, kajian dalam beberapa bidang, seperti sosiologis, historis, dan filosofis dirangkaikan untuk menciptakan suatu pemahaman yang koheren dan holistik."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11071
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Murti Andriastuti
"Tesis ini merupakan kajian kepustakaan yang bertujuan meneliti unsur nilai budaya dalam novel karya Ken Kesey One Flew Over the Cuckoo 's Nest. Penelitian ini mengkaji teori untuk menjelaskan keterkaitan alegoris antara semangat individualisme non-konformis dari pemeran protagonis dalam Cuckoo's Nest dengan perlawanan kaum muda terhadap nilai-nilai kemapanan teknokrasi pada akhir masa 1950-an dan permulaan tahun 1960-an.
Tahun 1950-an dan permulaan 1960-an merupakan suatu kurun masa yang mempunyai karakteristik tersendiri dalam sejarah Amerika. Masa itu adalah masa Affluence, di mana negara Amerika mengalami perkembangan dan kemajuan di bidang ilmu pengetahuan, ekonomi, sosial dan stabilitas politik. Teknokrasi mengalami kemapanan. Namun di tengah kemapanan teknokrasi itu terdapat suatu gejala yang sangat kontroversial. Stabilitas dan kemajuan yang dicapai di segala bidang ternyata membawa perubahan nilai, yang ditentang oleh sebagian warganya, terutama golongan intelektual, mahasiswa dan kaum mudanya. Salah satu di antara mereka ialah Ken Kesey, yang mengarang One Flew Over the Cuckoo's Nest, yang terbit sukses pada tahun 1962. Novel ini menceriterakan keadaan di suatu rumah sakit jiwa, dimana pasien-pasiennya, dipimpin oleh Randle Patrick McMurphy, ingin mengusulkan pembaharuan sistem dan suasana di dalam rumah sakit tersebut.
Metode penelitian yang saya pakai ialah metode deskriptif analisis. Saya melakukan analisa terhadap nilai-nilai budaya masyarakat Amerika, khususnya nilai individualisme, kemandirian dan non-konformisme. Saya juga melakukan analisa terhadap bentuk, cerita dan tokoh-tokoh Cuckoo's Nest sebagai suatu karya alegori, di mana terdapat simbol-simbol dan perumpamaan metafora, guna memahami konflik dan perilaku tokoh serta peristiwa dalam novel tersebut.
Tesis ini memperlihatkan bahwa ceritera dalam Cuckoo's Nest menjadi simbol pandangan dan sikap kritis kaum muda, yang ingin mempertahankan nilai-nilai individualisme, kemandirian dan otonomi, terhadap konformisme dalam kemapanan teknokrasi.
Hasil analisis teori menunjukkan bahwa ada keterkaitan alegoris antara peranan tokoh protagonis dalam novel One Flew Over the Cuckoo's Nest dengan perilaku serta sikap kritis mahasiswa dan orang muda masa itu, yang didasari atas konflik nilai individualisme dengan konformisme, sebagai dampak kemakmuran dan kemajuan teknologi masyarakat otomatisasi (automatic society) Amerika pada masa permulaan 1960-an.

One Flew Over the Cuckoo 's Nest As a Social Critique Allegory On Technocracy Establishment : Individualism and NonconformityThis thesis is a library study which aims at examining theoretically the cultural values conveyed in Ken Kesey's novel, One Flew Over the Cuckoo 's Nest. It tries to explain the allegorical relation between the nonconforming individuality of the protagonist in the novel and the rebel of American youngsters against the established technocracy of the late 50's and the early `60s.
The turn of the `505 into the `60s comprises a remarkable period in American history. This was a time of affluence, during which America had made enormous progress in science, economic wealth, social life and political stability. Technocracy got firmly established. However, the established technocracy and the economic abundance of the country ironically led to a controversy.
Stability and progress in all fields resulted in shifts and changes of values, which were criticized by parts of the citizens--mostly intellectuals, university students and people of the younger generation--among whom was Ken Kesey. Kesey wrote One Flew Over the Cuckoo 's Nest, which, at its publication in 1962, immediately became a success.
The novel is about people in a mental hospital where its inmates, led by Randle Patrick McMurphy, strive to reform and bring innovation to its system.
This research is a qualitative research, which employs a descriptive analysis method. I examined American cultural values, particularly individualism, self-reliance and nonconformity, and I analyzed Cuckoo's Nest in terms of its form, its theme and its characters. Rich in metaphors, this story provides sets of analogies and symbols, which makes it easier for us to see through the events and the conflicts, and to explain the characters' attitudes.
The discussion in this thesis proves that Cuckoo 's Nest presents the assumptions and critical views of the youth, who tried to preserve individualism, self-reliance and automomy in complying with conformity within a wealthy society.
An analysis on the novel proves that, indeed, there is an allegorical relation between the protagonist's role in the novel and that of the students and the youth of the sixties, in terms of individualism and conformity, two conflicting cultural values which reflect the impact of the prosperity and the technological achievement of the automatic society of America in the late 1950s.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11089
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Supangkat, Harya
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999
T-7091
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rangkuti-Hasibuan, Sofia
"Dalam desertasi ini, penulis meneliti individualisme dalam pengalaman bangsa Amerika. Dari penelitian terbukti bahwa individualisme, dalam pengalaman bangsa tersebut, mempunyai makna yang terpuji. Individualisme berarti mengedepankan kepentingan pribadi yang sejalan dengan kepentingan umum. Individualisme yang demikian disebut oleh Alexis deToqueville "individualism properly understood" (individualisme yang tepat) Penelitian juga membuktikan bahwa bangsa Amerika amat menghayati individualisme yang terpuji tersebut. Bahkan, individualisme merupakan sebagian dari jatidiri bangsa tersebut di samping nilai-nilai budaya lainnya seperti materialisme dan sekulerisme. Individualisme juga berkembang menjadi "self-reliant individualism" dalam budaya bangsa Amerika atau disebut juga individualisme yang menekankan kemandirian.
Namun, di akhir-akhir abad ke-20an, individualisme telah berubah kembali ke individualisme yang tidak terpuji. Hal ini terjadi karena berbagai unsur. John Locke, dengan pemikixan dasarnya yang amat mengandalkan manusia telah membawa pengaruh besar dalam budaya bangsa tersebut. Kedua, penelitian juga membuktikan bahwa filosof-filosof Amerika seperti Ralph Waldo Emerson, Henry David Thoreau, dan Walt Whitman, antara lain, turut membentuk pribadi bangsa tersebut karena luasnya tulisan mereka memasyarakat. Bahkan, tulisan mereka pun digunakan sebagai bahan ajar di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi di Amerika. Seperti telah dipahami, ketiga filosof tersebut sangat mengandalkan pentingnya individu atau "aku". Oleh sebab dalamnya penghayatan bangsa Amerika terhadap "aku", maka individualisme berkemandirian dan individualisme yang tepat pun bergeser maknanya menjadi individualisme yang sempit. Individualisme yang sempit amat menekankan pentingnya "aku." Maka, di akhir-akhir abad ke-2Oan ini timbul gejala, hedonisme, narsisisme, skeptisisme, kenisbian nilai dan sekulerisme dalam budaya bangsa Amerika. Sebagian besar faham tersebut menekankan bahwa segala sesuatunya itu adalah individu atau "aku" sumbernya.
Penelitian juga menyimpulkan bahwa materialisme adalah jatidiri bangsa Amerika. "The pusuit of happiness" yang mengawali Deklarasi Kemerdekaan bangsa tersebut telah menjadi dasar dari kehidupan mereka sehingga terjadilah "pendewaan kebendaan". Berbagai kejahatan seperti perjudian, pelacuran, perdagangan minuman keras, dan obat bius, dsb. telah menjadi sumber mencari keuntungan tinggi. Orang-orang yang berkecimpung di bidang tersebut telah mengaadalkan berbagai cara untuk tujuan mereka.
Paradoks juga adalah sebagian dari jatidiri bangsa Amerika. Salah satu wujud paradoks yang nyata dalam budaya bangsa tersebut adalah perbudakan. Bangsa tersebut amat meyakini kesucian fitrah manusia, kemandirian, kehandalan dan keutuhannya. Namun hal tersebut tidak diakui untuk para keturunan budak, orang-orang ras kulit hitam dari Afrika. Walaupun perbudakan telah dianggap punah setelah presiden A. Lincoln mengeluarkan peraturannya "the Proclamation Act" tahun 1861, hingga sekarang sisa-sisa perbudakan tersebut masih ada dalam bentuk-bentuk yang lain pula.
Akibat dari penekanan yang amat kuat pada "aku' tersebut yang dibarengi dengan berbagai unsur-unsur buruknya seperti materialisme dan paradoks, timbullah kekosongan rohani dalam bangsa tersebut. Dari hasil penelitian sulit akan disimpulkan yang manakah yang terdahulu, kekosongan rohani atau individualisme berkemandirian dan individualisme yang tepat. Tetapi, memang kehampaan rohani tersebut pun mempunyai akar dalam sejarahnya. Kekakuan kaidah-kaidah Puritanisme telah membuat umatnya lari dari keyakinan tersebut dan mencari keyakinan yang lebih praktis di luar kubu Puritanisme.
Oleh karena akibat sampingan tersebut di atas, maka individualisme yang terpuji perlu diteliti apabila is akan digunakan sebagai landasan pembangunan bangsa Indonesia dalam (PJP It). Seperti telah dimaklumi program pemerintah dalam pengembangan sumberdaya insani ini menekankan pengembangan manusia yang sejahtera rohani dan jasmani dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Untukmemahami individualisme tersebut dalam suasana Indonesia, maka penelitian mengenai Individualisme di Indonesia diadakan juga untuk bahan pembahasan agar penulis mengetahui letak individualisme yang terpuji tersebut dalam budaya bangsa Indonesia. Terbukti bahwa individualisme di Indonesia mempunyai warna yang tidak terpuji karena dua unsur. Pertama, feodalisme turut memberi makna yang jelek pada individualisme. Kaum feodal telah mematikan kemandirian dan kehendak rakyat jelata. Mereka menganggap diri mereka sebagai "titisan dewa di bumi", menurut istilah mantan presiden Indonesia Sukarno. Kehendak mereka adalah kehendak dewa dan harus ditaati oleh rakyat jelata.
Kedua, kolonialisme juga turut menambah makna yang tidak terpuji pada individualisme. Dari semenjak awal berdirinya republik ini, pendiri-pendiri bangsa tidak menyetujui faham-faham dari barat untuk digunakan sebagai dasar INdonesia merdeka. Hal ini disebabkan, penelitian membuktikan, oleh penindasan dan kekerasan yang dipaksakan oleh pemerintah kolonial pada bangsa pribumi demi keuntungan kaum penjajah. Individualisme adalah faham dari barat yang menggambarkan keserakahan kaum kolonial atas kekayaan Nusantara.
Namun, penelitian juga menguraikan dan menyimpulkan bahwa pendiri-pendiri bangsa Indonesia seperti Ki Hajar Dewantara, H.O.S. Cokroaminoto, Sukarno, M. Hatta, M. Yamin, dan lain-lain merupakan pengejawantahan dari individualisme berkemandirian dan individualisme yang tepat. Mereka telah berjuang keras memajukan rakyat dan bangsanya dan membawakan kesejahteraan bagi mereka.
Tulisan ini juga menyimpulkan bahwa individualisme berkemandirian dan individualisme yang tepat dapat digunakan sebagai landasan pembangunan bangsa. Dengan demikian penelitian ini ada manfaatnya bagi negara dan bangsa karena akan sia-sialah suatu studi atau penelitian apabila is tidak bisa dimanfaatkan bagi tanah air yang tercinta ini.
Dari penelitian dapat diraih kesimpulan bahwa individualisme yang terpuji sejalan dengan budaya dan agama sebagian besar masyarakat Indonesia. Faham tersebut dapat dilaksanakan di Indonesia dengan nilai-nilai agama sebagai landasan spiritual, Pancasila sebagai dasar filosofis dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusionalnya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1995
D293
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Catharina Dewi Murni Limansubroto
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1985
S2351
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Honolulu: University of Hawaii Press, 1968
141.4 STA
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Lane, Robert E.
New York: The Free Press, 1972
323.4 Lan p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Oxford : Oxford University Press , 2002
320.512 Com
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Russell, Bertrand, 1872-1970
London: Unwin Paperback, 1977
301 RUS a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Lukes, Steven
New Jersey: Columbia University Press, 1977
301 LUK e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>