Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Budi Ermanto
"Pertumbuhan janin terhambat sebagai komplikasi kehamilan berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas perinatal dibandingkan janin normal, dengan angka mortalitas perinatal berkisar dari empat sampai sepuluh kali lebih besar.
Bayi dengan berat lahir rendah untuk usia kehamilan memiliki risiko tiga sampai sepuluh kali lipat dibanding bayi dengan berat lahir normal untuk terjadinya penyakit seperti hipertensi, resistensi insulin dan gangguan metabolisme kolesterol. Secara epidemiologi telah terbukti bahwa diabetes mellitus, hipertensi, penyakit jantung koroner (PJK) lebih sering terjadi pada orang dewasa dengan berat lahir rendah. Yang menarik adalah bahwa gangguan tersebut merupakan efek jangka panjang pada orang dewasa sebagai konsekuensi gangguan nutrisi saat janin.
Hubungan antara berat lahir rendah dan prevalensi penyakit jantung koroner telah ditunjukkan dengan penelitian di India Selatan tahun 1996. Di antara pria dan wanita usia 45 tahun atau lebih, prevalensi penyakit jantung koroner ialah l1% pada yang berat lahir 2,5 kg, dan hanya 3% pada yang berat lahir 3,2 kg.
Penelitian di Inggris memperiihatkan juga bahwa neonatus dengan ukuran tubuh yang kecil dibandingkan dengan ukuran kepala, walau dalam rentang berat lahir normal, memi!iki gangguan metabolisme, kolesterol dan pembekuan darah. Salah satu organ visera yang terganggu adalah hepar yang mengakibatkan terjadinya gangguan fungi sel hepar terrnasuk metabolisme kolesterol serta pembekuan darah secara permanen, yang merupakan faktor risiko terjadinya PJK.
Pada penelitian ini ingin diketahui apakah telah terjadi disfungsi hepar infra uterin berupa kelainan kadar AST, ALT, kolesterol serta panjang hepar pada bayi kecil masa kehamilan. Sehingga dengan data ini dapat nantinya menjadi dasar untuk memulai suatu intervensi 1 terapi.
Rumusan Masalah
Adakah hubungan antara gangguan fungsi hepar dengan diagnosis klinis bayi kecil masa kehanti Ian?
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum: Membandingkan gangguan fungsi hepar dengan panjang hepar pada janin PJT
Tujuan Khusus:
1. Membandingkan kadar AST pada PJT dengan bayi normal.
2. Membandingkan kadar ALT pada PJT dengan bayi normal
3. Membandingkan kadar kolesterol pada PJT dengan bayi normal
4. Membandingkan panjang hepar pada PJT dengan bayi normal
5. Mengetahui hubungan kadar AST dengan panjang hepar pada PJT
6. Mengetahui hubungan kadar ALT dengan panjang hepar pada PJT
7. Mengetahui hubungan kadar kolesterol dengan panjang hepar pada PJT"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T21400
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shanty Olivia Febrianti Jasirwan
"Pengantar: Zigot tiga pronukleus (3PN) merupakan salah satu hasil dari fertilisasi abnormal yang sering yang diamati dalam teknologi fertilisasi in vitro, dan biasanya tidak dikultur dan ditransfer atas pertimbangan risiko kelainan kromosom. Namun, informasi mengenai perkembangan dan komposisi genetik embrio 3PN tersebut bermanfaat untuk mempertimbangkan apakah embrio tersebut dapat ditransfer atau tidak apabila tidak didapatkan embrio 2PN ataupun embrio yang dihasilkan sangat sedikit.
Tujuan: Untuk mengetahui status kromosom embrio 3PN dan menganalisis hubungan antara morfologi embrio 3PN dan status kromosomnya.
Hasil: Tiga puluh zigot 3PN dari 16 pasangan/siklus intracytoplasmic sperm injection (ICSI) diperoleh selama periode 6 bulan. Biopsi dilakukan pada embrio 3PN hari ke-5/6 dan selanjutnya dilakukan skrining genetik menggunakan metode Next Generation Sequencing (NGS). Dari 30 embrio 3PN tersebut, 66,7% memiliki kromosom yang abnormal. Pada tahap pembelahan, tidak didapatkan hubungan antara semua parameter morfologi embrio 3PN dengan status kromosomnya. Sebaliknya, pada tahap blastokista, derajat ekspansi blastokista <3 memiliki kelainan kromosom yang lebih tinggi secara bermakna daripada derajat ekspansi lainnya (90%, P = 0,05). Begitu pula dengan derajat intracellular mass (ICM) dan trofektoderm (TE), embrio dengan derajat ICM bukan A dan TE bukan A memiliki kelainan kromosom yang lebih tinggi secara signifikan (masing-masing 100,0%, P = 0,001 dan 93,3%, P = 0,001).
Kesimpulan: status kromosom embrio 3PN berhubungan secara bermakna dengan parameter morfologinya pada tahap blastokista, sehingga penilaian morfologi embrio 3PN pada tahap blastokista dapat digunakan bersama-sama dengan preimplantation genetic screening (PGS) dalam menyeleksi embrio yang euploid supaya dapat ditransfer apabila tidak didapatkan embrio 2PN lainnya.

Introduction: Three pronuclear (3PN) zygote is one of the most frequently abnormal fertilization observed in IVF/ICSI technology, which are usually discarded as there are concerns about their abnormal chromosomal constitution. However, because in certain cases there are no other embryos available, new information would be valuable to consider transferring or discarding them.
Aim: To analyze the chromosomal constitution 3PN embryos and to investigate the relationship between its morphology and the chromosomal status.
Results: Thirty 3PN zygotes from 18 cycles were reviewed during a 6-month period. Biopsy was performed on day 5/6 which were subsequently screened for chromosomal status by Next Generation Sequencing (NGS) method. Of the 30 3PN embryos, 66.7 % were chromosomally abnormal. At the cleavage stage, there were no association between all morphological features and chromosomal status. In contrast, at blastocyst stage, a grade <3 blastocyst expansion had significantly higher chromosomal abnormality than the other grade of expansions (90%, P=0.05). As regards to intercellular mass (ICM) and trophectoderm (TE), embryos with grade non-A ICM and TE had a significantly higher chromosomal abnormality (100.0%, P=0.001 and 93.3%, P=0.001 respectively).
Conclusion: chromosomal status and 3PN embryo morphology are linked at the blastocyst stage, and thus morphology asessment of 3PN blastocysts can be used in conjunction with PGS to select which embryo should be transferred when no other embryos from 2PN ICSI zygotes are available.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anjani Larasati
"ABSTRAK
Latar Belakang: Sejak para ilmuwan telah sukses dalam mengekstraksi sel punca dari embrio manusia pada tahun 1998, riset mengenai sel punca menjadi sangat popular hingga sekarang. Kini, sel punca dapat dibedakan menjadi dua: Embryonic Stem Cells (ESC) dan Somatic Stem Cells dua tipe sel punca ini berbeda dalam kepuncaan mereka. Embryonic Stem Cell (ESC) adalah sel punca yang pluripoten, hal ini membuat ESC menjadi kandidat yang ideal untuk terapi regeneratif menggunakan sel punca. Akan tetapi, ESC jarang digunakan karena konsiderasi etis. Maka dari itu, kemungkinan menggunakan sel punca lainnya, termasuk Adipose Derived Stem Cells (ADSC) dan Umbilical Cord Derived Stem Cells (USC) sedang dipelajari. Sebab informasi mengenai pluripotency dari kedua sel punca ini masih terbatas, penelitian ini bertujuan untuk menganalisa tingkat pluripotency dari ADSC dan USC, melalui ekspresi gen Sox2, salah satu faktor transkripsi yang penting dalam menjaga pluripotency suatu sel.
Metode: RNA diekstraksi dari ADSC dan USC. One-Step Real-Time RT-PCR dilakukan untuk mendapatkan ekspresi relatif gen Sox2 yang menggambarkan tingkat pluripotency sel induk tersebut. Kemudian, electrophoresis dilakukan untuk mengkonfirmasi hasil amplifikasi gen dari One-Step Real-Time RT-PCR.
Hasil: Ekspresi relatif gen Sox2 ditemukan 1.10 kali lebih tinggi pada USC dibandingkan ADSC, suatu perbedaan yang tidak cukup signifikan.
Konklusi: USC dan ADSC memiliki tingkat ekspresi gen Sox2 relatif yang serupa. Tidak ada perbedaan yang signifikan yang ditemukan diantara keduanya, sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua sel ini memiliki tingkat pluripotency yang mirip, membuat keduanya sumber sel punca yang sesuai."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wael Oemar Al Jaidy
"Latar belakang: Infertilitas merupakan gangguan dalam sistem reproduksi berupa tidak tercapainya kehamilan secara klinis setelah hubungan seksual dilakukan secara reguler selama minimal 12 bulan tanpa menggunakan kontrasepsi. Salah satu pilihan tatalaksana adalah fertilisasi in vitro. Dalam melakukan FIV, salah satu tahap yang menunjang keberhasilan adalah stimulasi ovarium terkendali dengan menggunakan gonadotropin seperti rekombinan FSH atau human menopausal gonadotropin.
Tujuan: Mengetahui hubungan stimulasi ovarium terkendali yang mendapatkan sediaan gonadotropin berupa rFSH dan hMG dengan luaran FIV berupa jumlah oosit, jumlah embrio, dan fertilization rate pada periode 2013– 2019
Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang menggunakan data rekam medis yang menjalani program FIV di Klinik Melati Harapan Kita tahun 2013 – 2019. Data yang digunakan adalah data pasien yang menjalani program dengan protokol rFSH dan hMG dibandingkan dengan luaran jumlah oosit, fertilization rate, dan jumlah embrio.
Hasil: Dari 454 pasien yang memenuhi kriteria, 309 pasien menggunakan rFSH sebagai obat stimulasi ovarium dan 145 pasien menggunakan hMG sebagai obat stimulasi ovarium. Hasil uji non parametrik lebih tinggi pada kelompok pengguna rFSH dengan ketiga variabel yang diteliti ditemukan bermakana secara signifikan dengan hasil p < 0,05.
Kesimpulan: Terdapat perbedaan yang signifikan antara jumlah oosit, fertilization rate, dan jumlah embrio pada kelompok rFSH dan hMG (P < 0,05) dengan rata-rata oosit, fertilization rate, dan jumlah embrio kelompok rFSH lebih besar daripada kelompok hMG

Background: Infertility is a reproductive disorder characterized by inability of a married couple to be clinically pregnant after regular sexual intercourse of 12 months duration without using any contraceptive method. One of the therapeutic options to solve the problem is in vitro fertilization. Controlled ovarian stimulation is one of the most important steps which determine the success of the procedure. Gonadotropin has been used as the drug which stimulates the ovary to produce egg. Recombinant FSH and human menopausal gonadotropin are extensively used as the drug of choice.
Aim: This research aimed to explore the relationship between gonadotropin which is used in the process of controlled ovarian stimulation, rFSH and hMG, and the in vitro fertilization outcome, which are oocyte number, embrio number, and fertilization rate during the period of 2013 – 2019.
Methods: This research was a cross sectional study. Data from medical record of patients who underwent the in vitro fertilization procedure at Melati Clinic, Harapan Kita Child and Mother Hospital were obtained. This research collected the oocyte number, embryo number, and fertilization rate of eligible patients who received rFSH or hMG stimulation.
Results: 454 patients were eligible for the research, further divided into 309 patients who received rFSH and 145 patients who received hMG. Non-parametric test revealed that patients who belong to the rFSH group had a statistically significant oocyte number, embryo number, and fertilization rate compared to hMG group with p < 0.05.
Conclusion: Significant difference of oocyte number, embryo number, and fertilization rate exists between rFSH and hMG group (p < 0.05) with the mean oocyte number, embryo number, and fertilization rate are consistently observed higher in the rFSH group compared to hMG group.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sadler, Thomas W.
"Offering exceptional full color diagrams and clinical images, this book helps medical, nursing, and health professions students develop a basic understanding of embryology and its clinical relevance. Concise chapter summaries, captivating clinical correlates boxes, clinical problems, and a clear, concise writing style make the subject matter accessible to students and relevant to instructors. The new edition is enhanced by over 100 new and updated illustrations, additional clinical images and photos of early embryologic development, and an expanded chapter on the cardiovascular system. In addition, online teaching and learning resources include the fully searchable text online, as well as an interactive Quiz Bank for students and an image bank."
Philadelphia: Wolters Kluwer, 2015
612.64 SAD l
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Firman
"Skripsi ini membahas mengenai legalitas rekayasa genetika embrio pada manusia berdasarkan studi komparasi Indonesia, Amerika Serikat, dan Tiongkok. Dalam skripsi ini memunculkan dua pokok permasalahan. Pertama, bagaimana perbandingan pengaturan eksperimen medis di Indonesia, Amerika Serikat, dan Tiongkok. Kedua, bagaimana perbandingan legalitas rekayasa genetika embrio pada manusia ditinjau berdasarkan hukum Indonesia, Amerika Serikat, dan Tiongkok. Permasalahan ini ditinjau dari perbandingan hukum dengan metode penelitian yuridis normatif dan penulisan bersifat deskriptif. Data dalam penelitian ini diperoleh dari studi dokumen sebagai data utama dari penulisan kualitatif. Hasil penelitian bahwa di Indonesia, Amerika Serikat, dan Tiongkok untuk melakukan eksperimen medis yang melibatkan manusia sebagai subjek penelitiannya harus mendapatkan persetujuan dari Komite Etik. Namun, terdapat perbedaan dan ini menjadi kekurangan bahwa di Amerika Serikat hal tersebut berlaku untuk penelitian yang didanai oleh dana federal, oleh karena itu penelitian yang didanai pribadi tidak tunduk pada prosedur IRB. Selanjutnya dalam aspek legalitas Indonesia, Amerika Serikat, dan Tiongkok tidak melarang dilakukannya penelitian rekayasa genetika embrio pada manusia (pengeditan gen embrio). Namun, dalam konteks untuk tujuan reproduksi Indonesia, Amerika Serikat, dan Tiongkok melarang tindakan tersebut. Penulis menyarankan kepada pemerintah dan legalislatif untuk merevisi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dengan menambahkan pasal terkait dengan penelitian dan penerapan rekayasa genetika embrio pada manusia. Serta kepada Kementerian Kesehatan untuk membuat pedoman penelitian yang melibatkan embrio manusia.

This thesis discusses the legality of genetic engineering on human embryo, a comparation between Indonesia, United States of America, and China. This thesis raises two main problems. First, how do the medical experiment arrangements compare in Indonesia, the United States, and China. Second, how the comparison of legality of embryo genetic engineering in humans is reviewed based on the laws of Indonesia, the United States, and China. This problem is viewed from the comparison of law with normative juridical research methods and descriptive writing. The data in this study were obtained from document studies as the main data from qualitative writing. The results of research that Indonesia, the United States, and China to carry out medical experiments involving humans as research subjects must obtain approval from the Ethics Committee. However, there is a difference and it is a drawback that in the United States it applies to federally funded research, therefore privately funded research is not subject to IRB procedures. Indonesia, the United States, and China do not prohibit embryo genetic engineering research in humans (human embryo gene editing). However, in the context of reproductive purposes in Indonesia, the United States and China prohibit such actions. The author advises the government and the legislature to revise Law Number 36 Year 2009 on Health, by adding articles related to research and application of embryonic genetic engineering in humans. And to the Ministry of Health to make research guidelines involving human embryos."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library