Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 41 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Diah Yuniati
"ABSTRAK
Ragam hias wadasan dan mega mendung merupakan ragam hias yang banyak menghiasi bangunan-bangunan di Kepurbakalaan Islam Cirebon. Dianatara bangunan_bangunan kuno di cirebon, keraton merupakan salah satu bangunan yang dihiasi oleh kedua ragam hias. Terdapat tiga keraton di Cirebon, yaitu Kasepuhan, Kanoman, dan Kacirebonan, Keraton Kacirebonan merupakan satu-satunya yang tidak dihiasi kedua ragam hias tersebut.
Ragam hias wadasan telah ada sejak masa pemerintahan Sunan Gunung Jati. Hal itu terbukti dengan adanya wadasan pada area bekas Keraton Pakungwati. Sedangkan ragam bias mega mendung, menurut para ahli, merupakan ragam hias yang bentuknya dipengaruh kebudayaan Cina.
Penelitian terhadap aspek bentuk kedua ragam hias di kedua keraton menunjukkan adanya bentuk-bentuk khas yang dimiliki oleh masing-masing keraton, di samping bentuk-bentuk yang umum ditemui di kedua keraton. Bentuk-bentuk khas wadasan di Keraton Kasepuhan adalah bentuk dasar segitiga dengan puncak membulat dan segitiga dengan puncak mendatar. Bentuk wadasan yang hanya terdapat di Keraton Kanoman adalah bentuk dasar belah ketupat dan kerucut. Bentuk wadasan yang terdapat di kedua keraton adalah bentuk dasar segitiga dengan puncak meruncing.
Bentuk mega mendung yang hanya ada di Keraton Kasepuhan adalah bentuk dasar belah ketupat dengan garis-garis pembentuk yang arahnya vertikal. Keraton Kanoman tidak mempunyai bentuk mega mendung yang khas,'karena di keraton tersebut mega mendungnya adalah mega mendung yang berbentuk dasar belah ketupat dengan garis-garis pembentuk yang arahnya horisontal yang terdapat juga di Keraton Kasepuhan.
Selain perbedaan bentuk, terdapat perbedaan pemilihan bahan pembuat mega mendung pada kedua keraton. Di Keraton Kasepuhan hanya bahan tras tang dipilih untuk membentuk mega mendung, sedangkan di Keraton Kanoman, selain bahan tras, bahan kayu dan kulit binatang (sapi) juga dipakai untuk membuat mega mendung. Perbedaan pemilihan bahan tidak terlihat pada wadasan, karena wadasan di kedua keraton sama_sama dibuat dengan menggunanakan bahan kayu, tras, dan karang.
Perbedaan yang juga terlihat antara kedua aragam hias di kedua keraton juga terlihat pada keberadaan wadasan di masing-masing keraton. Di Keraton Kasepuhan, wadasan merupakan ragam hias yang lebih banyak terlihat sebagai bagian dari satu kelompok ragam hias, seperti pada relief yang memuat berbagai bentuk ragam hias, termasuk wadasan. Di Kanoman, wadasan lebih cenderung sebagai ragam hias yang mandiri, tidak menjadi bagian dari satu kelompok ragam hias.
Persamaan yang teramati, selain persamaan pemilihan bahan wadasan, pola persebaran kedua jenis ragam hias. Baik( wadasan maupun mega mendung sama-sama tersebar pada bangunan-bangunan dan benda-benda yang terletak di halaman III (halaman paling selatan kompleks bangunan) kedua keraton, kecuali wadasan yang menempel pada tembok pembatas halaman II dan III KeratonKanoman.
Adanya perbedaan-perbedaan tersebut mungkin didorong oleh pengaruh kekuasaan raja dan penghuni masing-masing keraton. Sedangkan persamaan-persamaan yang timbul agaknya dipengaruhi oleh keberadaan kaidah-kaidah yang dijadikan pegangan oleh para seniman dalam membuat atau penempatkan ragam hias wadasan dan mega mendung di keraton Kasepuhan dan Kanoman. kaidah-kaidah tersebut bisa berupa tradisi atau kebiasaan turun temurun.

"
2001
S11844
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hilal Amirudin
"Tugas akhir ini membahas tentang bangunan bersejarah Aljazair yakni Masjid Ketchoua. Adapun tujuan penulisan ini adalah untuk menjelaskan bagaimana pembangunan Masjid Ketchoua, bagaimana alih fungsi Masjid Ketchoua menjadi Gereja Katedral St. Philipe, dan bagaimana pengembalian fungsi Masjid Ketchoua. Penulisan menggunakan metode kualitatif dengan cara mencari informasi melalui jurnal, buku, dan berita. Teori yang digunakan adalan Teori Imperialisme dan Imperialisme Kuno yang berfokus pada kepercayaan masyarakat Aljazair pada masa Turki Utsmani dan Perancis yakni bangunan Masjid Ketchoua. Adapun hasil temuan pada penelitian ini adalah Masjid Ketchoua dibangun oleh suku Rebai’ pada 1436. Masjid Ketchoua dibangun secara besar-besaran pada masa Turki Utsmani (1529-1830) Sedangkan pada masa Perancis di Aljazair, Masjid Ketchoua mengalami perubahan menjadi Gereja Katedral (1830-1962). dan Masjid Ketchoua mengalami pengembalian fungsi pada masa kemerdekaan Aljazair (1962).

This final project discusses the historical Aljazair building, namely the Ketchoua Mosque. The purpose of this paper is to explain how the construction of the Ketchoua Mosque, how the function of the Ketchoua Mosque is changed to the St. Cathedral Church. Philipe, and how to restore the function of the Ketchoua Mosque. The writing uses a qualitative method by searching for information through journals, books and news. The theory used is the Theory of Imperialism and Ancient Imperialism which focuses on the beliefs of the Algerian people during the Ottoman and France periods, namely the building of the Ketchoua Mosque. The findings of this study show that the Ketchoua Mosque was built by the Rebai 'tribe in 1436. Ketchoua Mosque was built on a large scale during the Ottoman Turks (1529-1830). 1962). and Ketchoua Mosque experienced a return to function during the independence of Algeria (1962)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Udin Human
"Berangkat dari pengamatan terhadap peta-peta dan data sejarah yang ada, penulis berasumsi bahwa Banten nampaknnya pernah roemiliki sarana pertahanan berupa tembok kota. Penelitian ini dimaksudkan sebagai upaya melacak keberadaan tembok kota sebagaimana yang pernah tampak pada peta-peta kuna tentang Banten. Mengingat penelitian ini berorientasi untuk memeperoleh kejelasan masalah tembok kota secara khusus, maka penelitian difokuskan pada tembok kota yang pernah diekskavasi oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (PUSLITARKENAS) dan Jurusan Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Ekskavasi tersebut dilakukan tahun 1985-1988. Kecuali itu dalam melengkapi analisisnya, penulis melakukan ekskavasi berupa kotak uji untuk menelusuri bagian struktur tembok kota yang belum terungkap pada penelitian sebelumnya. Landasan hipotetis yang digunakan dalam ekskavasi tersebut adalah deskripsi peta tahun 1659 dan catatan V.I. van de Wall, sedangkan penelitian-penelitian sebelumnya digunakan sebagai landasan operasional dalam menentukan lokasi kotak uji Melalui penelitiannya penulis. membuktikan kebenaran bahwa di Banten Lama terdapat tembok yang berbentuk zig-zag dan lurus dengan masing-masing ciri teknologinya. Perkiraan umur tembok kota tersebut sekitar 115 tahun. Secara lebih pasti umur ini dapat ditentukan dengan merujuk peta tahun 1596, sehingga perkiraan umur menjadi sekitar 89 tahun. Peta tahun 1659 menunjukkan adanya tembok yang berbentuk lurus, berarti umur tembok berbentuk zig-zag di misi Utara sekitar 63 tahun, sedangkan tembok yang berbentuk lurus bertahan selama 28 tahun hingga tahun 1685. Penulis juga mencatat bahwa penyertaan pagar keliling sebagai tembok kota telah dikenal sejak awal-awal Masehi, bahkan lebih awal lagi. Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa pagar keliling merupakan gejala umum, yang berguna untuk mempersiapkan pertahanan dan perlindungan di berbagai tempat. Dengan membedakan kota-kota di Jawa abad ke 16-19 secara geografis menjadi kota pantai dan kota pedalaman menunjukkan bahwa pagar keliling atau tembok kota selalu terdapat pada kota pantai, sedangkan pada kola pedalaman tembok tersebut mengelilingi istana atau keraton. Terdapatnya tembok kota pada kota pantai merupakan alasan untuk mempersiapkan pertahanan kota yang memadai, karena keletakkan kota yang lebih terbuka dari arah laut"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1991
S11418
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Yuliarti Isabella
"
ABSTRAK
Tegel adalah sebuah benda berbentuk pipih dan tipis, terbuat dari tanah liat yang dibakar, umumnya digunakan untuk bahan atap, lantai, dan perapian, juga dapat digunakan sebagai hiasan pada dinding untuk ruang dalam dan luar dari suatu bangunan. Berdasarkan jenisnya tegel dibagi menjadi, dua yaitu tegel polos dan berhias.
Hiasan yang terdapat pada tegel ada dua jenis yaitu hiasan lepas yang terdiri dari ragam hias flora, fauna, geometris, manusia serta pemandangan. Untuk jenis kedua adalah hiasan naratif berupa hiasan berisi adegan-adegan cerita yang memperlihatkan sejumlah peristiwa dari Alkitab, baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Tegel dengan hiasan naratif ini seperti yang didapati di landhuis Reinier de Klerk, Jakarta Barat.
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: memperoleh gambaran tentang tegel-tegel yang berada di landhuis Reinier de Klerk beserta kisah-kisah dari Alkitab yang dimunculkan pada tegel serta maksud keberadaannya di landhuis tersebut.
Metode yang dipakai untuk mencapai tujuan yang dikehendaki adalah: (1) studi kepustakaan, (2) pengamatan terhadap tegel dengan memperhatikan semua yang digambarkan pada keseluruhan adegan cerita yang ditampilkan. Pada saat melakukan pengamatan yang harus diperhatikan adalah: tokoh yang dimunculkan, atribut tokoh tersebut, dan sikap tokoh sehingga dapat diketahui kisah yang digambarkan pada tegel tersebut.
Hasil analisis yang telah dilakukan menunjukkan bahwa: berdasarkan hasil identifikasi terhadap 819 buah yang menghiasi dinding landhuis Reinier de Klerk didapatkan 120 adegan cerita yang berbeda dan 1 tegel yang bukan merupakan adegan cerita, yaitu sebuah tegel yang menggambarkan sumur. Adegan cerita yang dapat diketahui kisahnya sebanyak 113 adegan, sedangkan 7 adegan cerita tidak dapat diketahui kisahnya.Berdasarkan 113 cerita yang digambarkan pada tegel, 56 kisah dari Perjanjian Lama dan 57 kisah dari Perjanjian Baru. Secara keseluruhan kisah-kisah dari Perjanjian Lama terdapat pada 394 tegel, sedangkan kisah-kisah dari Perjanjian Baru terdapat pada 392 tegel. Cerita yang tidak dapat diidentifikasi terdapat pada 31 buah tegel. 2 tegel kondisinya rusak, sehingga samasekali tidak memberi informasi apapun.
,br>
Kesimpulan-kesimpulan yang dicapai dalam penelitian ini adalah: penempatan tegel-tegel yang menghiasi dinding Landhuis Reinier de FClerk tidak sesuai dengan urutan cerita yang terdapat di dalam Alkitab. Ada dua yang menyebabkannya: pertama; karena adanya perpindahan posisi tegel, yaitu scat landhuis digunakan oleh pemerintah sebagai gedung Fertambangan. Sehingga mungkin ketika perubahan terjadi, tegel tidak dipasang kembali sesuai urutan ceritanya. Kedua; karena memang tidak ada aturan yang mengharuskan tegel bergambar cerita Alkitab dipasang sesuai dengan urutan cerita.
"
1997
S11575
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manik, John Barny
"
ABSTRAK
Bangunan benteng menara merupakan salah satu bentuk bangunan benteng yang dibangun oleh Belanda di Indonesia. Ada empat buah bangunan benteng menara di Indonesia dan keempatnya berada di perairan Teluk Jakarta. Sisa bangunan benteng menara yang dapat kita jumpai hingga saat ini ada di Pulau Onrust, Pulau Cipir, Pulau Bidadari, dan Pulau Kelor. Sisa bangunan benteng menara yang ada di Pulau Kelor kemudian dijadikan obyek penelitian ini.
Melihat kondisi bangunan benteng menara Pulau Kelor yang sudah tidak utuh lagi, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk utuh bangunan benteng menara di Pulau Kelor sebelum mengalami kerusakan dengan menguji kembali pendapat yang diajukan oleh Francois Valentijn tentang konsep pendirian bangunan Belanda di Indonesia. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui fungsi serta peranan bangunan benteng menara di Pulau Kelor dalam sistem pertahanan di perairan Teluk Jakarta pada saat bangunan-bangunan benteng menaranya masih berfungsi.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian arkeologi keruangan (spatial archaeology), Penelitian ini juga menggunakan pendekatan komparatif dan analogi sejarah dalam proses pengolahan data dan penafsiran data. Pada pendekatan komparatif, bangunan benteng menara Pulau Kelor dibandingkan dengan sisa bangunan benteng menara di Pulau Onrust, Pulau Cipir dan Pulau Bidadari serta beberapa bangunan benteng menara di Belanda. Sedangkan analogi sejarah digunakan untuk menjawab permasalahan yang timbul pada saat melakukan analisis khusus dan analisis konstektual ataupun pendekatan komparatif dengan menggunakan data atau sumber sejarah.
Dari analisis yang dilakukan dengan metode-metode yang ada maka disimpulkan bahwa bentuk bangunan benteng menara Pulau Kelor sebelum mengalami kerusakan adalah berdenah lingkaran dengan diameter sisi luar dinding lingkar 14 meter. Dinding terbuat dari bata dan memiliki ketebalan 2,5 meter. Bangunannya terdiri dari dua lantai dengan pintu masuk berada di lantai kedua pada sisi Tenggara. Lantai pada tingkat kedua terbuat dari kayu berbentuk balok dan papan. Tidak ditemukan adanya pembagian ruang dalam bangunan, parit keliling, dan kakus. Fungsi bangunan benteng menara pada umumnya adalah sebagai bagian dari sistem pertahanan, demikian pula dengan bangunan benteng menara di Pulau Kelor, Pulau Bidadari, Pulau Cipir, dan Pulau Onrust yang terletak di perairan Teluk Jakarta. Bangunan benteng menara di keempat pulau di perairan Teluk Jakarta dibangun antara tahun 1851-1853 dan memiliki tugas mengamankan Pulau Onrust, yang saat itu berfungsi sebagai galangan kapal Belanda (VOC).
"
1998
S11747
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Utaminingsih
"ABSTRAK
Penelitian mengenai bangunan-bangunan sitinggil pada kompleks keraton Kasepuhan ini bertujuan untuk menjelaskan dan memberi gambaran lengkap mengenai bentuk bangunan-bangunan sitinggil yang terdapat pada kompleks kraton Kasepuhan dan bangunan-bangunan serupa yang telah ada pada masa sebelumnya, berupa penggambaran pada relief di candi-candi masa Majapahit. Metode yang digunakan dalam penelitian ini dapat dibagi dalam beberapa tahap, yaitu pertama, tahap penggumpulan data: dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung yang di dalamnya dilakukan kegiatan-kegiatan seperti pencatan, pengukuran, penggambaran dan pemotretan; serta studi kepustakaan yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan .penelitian. Kedua, tahap pengolahan data: dilakukan dengan melakukan pemeriari dan analisis terhadap bentuk bangunan_bangunan sitinggil yang terdapat pada halaman kraton Kasepuhan tersebut. Sclanjutnya, ketiga, yaitu tahap penafsiran data: dilakukan dengan melakukan perbandingan bentuk bangunan-bangunan sitinggil dengan bangunan-bangunan yang rnempunyai bentuk serupa yang terdapat pada relief di candi-candi Majapahit. Selain itu juga digunakan juga sumber-sumber sejarah sebagai data penunjang. Hasilnya menunjukkan bahwa, terdapat banyak persamaan bentuk antara bangunan-bangunan sitinggil dengan gambaran bangunan-bangunan yang terdapat pada relief di candi-candi dari masa Majapahit. Ternyata persamaan-persamaan itu menunjukan terdapatnya suatu kesinambunganan konsepsi maupun gaya seni bangunan Jawa-Hindu, khususnya dari periode Jawa Timur dalam hal ini Majapahit yang tetap berlanjut hingga ke masa Jawa-Islam, dalam hal ini Cirebon.

"
1996
S12029
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Rizal A.
"Upaya pelestarian bangunan cagar budaya seringkali berbenturan dengan pembangunan kota Jakarta yang selalu mengalami perkembangan. Demikian pula yang terjadi dengan gedung PLN Gambir, di mana pada awalnya gedung ini dipergunakan sebagai perusahaan listrik milik pemerintah Belanda. Kebutuhan akan ruangan membuat pihak PLN melakukan penambahan dan pengurangan pada bangunannya, hai ini justru akan mengancam gedung PLN sebagai bangunan cagar budaya yang dilindungi. Di dalam penelitian ini akan dilihat bagaimana upaya penyelamatan dan pelestarian yang telah dilakukan terhadap gedung PLN, dan juga akan dilihat upaya pelestarian yang telah berlangsung di gedung PLN apakah sesuai dengan prinsip-prinsip pemugaran dan asas pemanfaatan yang terdapat di dalam undang-undang no. 5 tahun 1992 tentang bangunan cagar budaya. Tujuan dari penelitian ini ialah mencoba mengevaluasi hasil pemugaran yang telah dilakukan, dan memberikan saran yang berkaitan dengan upaya pelestarian gedung PLN. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa perkembangan kota Jakarta menimbulkan berbagai masalah bagi kelestarian bangunan cagar budaya. Hal ini dikarenakan banyaknya pihak yang berkepentingan terhadap bangunan cagar budaya, mereka menginginkan adanya penambahan maupun pengurangan terhadap bangunan yang dikelola. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan suatu penyelesaian jalan tengah atau kompromi agar bangunan cagar budaya dapat dilestarikan sekaligus dimanfaatkan"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2007
S11520
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farid Ma`ruf
"ABSTRAK
Pembahasan dalam skripsi ini berkaitan dengan adanya gangguan terhadap pelestrarian Situs dan Bangunan Jalan Kakap 5, Jakarta. Bangunan yang didirikan pada masa kolonial ini merupakan bangunan yang dilindungi oleh Benda Cagar Budaya.Bangunan ini mengakibatkan timbulnya kerusak-kerusakan di situs dan bangunan Kakap 5. Kerusakan tersebut ditimbulkan sebagai akibat dari pembangunan situs dan bangunan Kakap 5 yang tidak mengikuti prosedur perijinan dan kaidah-kaidah baku pemugaran.

"
2001
S11840
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kristanto Januardi
"Penelitian mengenai kajian pertimbangan pembuatan kolam bersuci ini dilakukan meliputi seluruh wilayah di Jawa yang masih menyisakan beberapa mesjid yang berkolam kuno. Tujuannya adalah untuk mengetahui pertimbangan-pertimbangan apa saja yang diperkirakan dijadikan acuan dalam pembuatan kolam bersuci. Penulis mengajukan empat hipotesa yang diperkirakan menjadi pertimbangan yang penting, tanpa menutup kemungkinan adanya pertimbangan lainnya. Pertimbangan itu adalah: Pertimbangan hukum fikih, teknologi bangunan air, tradisi, dan fungsi.
Pengumpulan data dilakukan melalui sumber-sumber tertulis, laporan pemugaran dinas-dinas arkeologi, dan meneliti data langsung ke lapangan. Cara kerja penentuan data, deskripsi, klasifikasi dan penafsiran dijelaskan.
Hasilnya menunjukkan bahwa kolam bersuci pads mesjid kuno di Jawa memang mempertimbangkan empat faktor tersebut, baik dalam hal bentuk maupun keletakannya. Jumlah data yang kurang memadai dalam membuat klasifikasi yang berperan dalam membantu penafsiran, sering menjadi kendala tersendiri dalam mencocokan dengan pertimbangan yang memerlukan jumlah Iebih dari satu. Penting diketahui bahwa model penelitian ini dapat diterapkan pada komponen mesjid lainnya, sehingga tentunya akan dapat membantu menggambarkan perkembangan proses budaya pada masa Islam."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1997
S11796
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Adham Aditianto Rifky
"ABSTRAK
Situs Gresik Kota yang terletak di Kabupaten Gresik, Propinsi Jawa Timur, merupakan sebuah situs kota pelabuhan yang telah diokupasi semenjak paruh kedua abad XIV Masehi. Tetapi struktur fisik yang masih tersisa hingga kini di situs tersebut, kebanyakan berupa bangunan-bangunan peninggalan masa kolonial Belanda. Diantara banyak jenis bangunan masa kolonial yang terdapat di situs ini, bangunan hunian tampak mendominasi persebaran jenis bangunannya. Padatnya persebaran bangunan hunian di situs ini, tentunya memiliki dampak terhadap pendaya gunaan lahan bangunan di situs tersebut, hal ini dapat terlihat dari banyaknya bangunan yang berukuran kecil dan bertingkat di situs tersebut. Persebaran dari bangunan-bangunan hunian tersebut yang terkonsentrasi pada wilayah-wilayah tertentu, dapat diasumsikan berorientasi pada suatu kebutuhan. Karakter dari Situs Gresik Kota sebagai sebuah situs kota perdagangan yang terletak di pesisir, menyebabkan timbulnya asumsi lebih lanjut bahwa persebaran tersebut dilatari oleh kebutuhan akan kedekatan dengan pusat perekonomian, dalam hal ini pelabuhan serta pasar. Dengan berlandaskan asumsi diatas, maka dilakukanlah penelitian terhadap tingkat efisiensi pemanfaatan lahan bangunan dan persebaran dari bangunan-bangunan hunian di situs ini. Kesulitan dalam mengungkapkan nilai kronologis dari data penelitian ini, menyebabkan dilakukan tahapan justifikasi data dengan melakukakan perbandingan gaya bangunan terhadap bangunan_bangunan yang memiliki data kronologi pendirian dan basil penelitian-penelitian terdahulu terhadap bangunan-bangunan kolonial di Indonesia. Landasan dari tahapan ini adalah UURI No: 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya, terutama pasal 1 ayat la. Data-data dari penelitian ini lalu dianalisis dengan menggunakan metode analisis bentuk, metode analisis tingkat efisiensi penggunaan lahan bangunan dan metode analisis hubungan tetangga terdekat serta analisis visual terhadap persebaran fitur berdasarkan pada sebuah peta persebaran fitur di situs ini.Setelah melampaui tahapan analisis-analisis tersebut, didapat kesimpulan bahwa bangunan- bangunan hunian di situs ini memiliki tingkat efisiensi pemanfaatan lahan bangunan yang cukup baik, karena umumnya memiliki denah yang sederhana, serta telah melakukan pemanfaatan lahan secara vertikal. Persebaran bangunan-bangunan hunian di situs ini, pada umumnya berorientasi terhadap jaringan jalan baik jalan primer maupun jalan sekunder, hal ini dibuktikan dengan adanya pola persebaran bangunan yang teratur.

"
1996
S11823
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>