Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Soenardi Moeslichan
"ABSTRAK
Perkembangan transplantasi organ saat ini telah mencapai keberhasilan yang sangat memuaskan. Di dalam buku Transplantation Proceedings 1979 telah dibahas keberhasilan transplantasi ginjal, hati, pankreas, jantung, dan sumsum tulang. Di samping kemampuan ketrampilan yang diandalkan dari para ahli bedah dalam teknik operasi, maka kemampuan lain yang bersifat multidisiplin juga diperlukan (Cortesini, 1979; Rapaport, 1979).
Salah satu disiplin yang akan dikemukakan dalam penelitian ini adalah laboratorium HLA (Human Leukocyte Antigen). Peran utamanya adalah mencocokkan antigen jaringan donor dan resipien dengan cara pemeriksaan HLA. Hal tersebut didasari oleh penelitian van Rood dkk., yang mengemukakan bahwa ketahanan transplantasi kulit di antara saudara, yang memiliki sistem HLA dan golongan darah ABO yang identik, secara bermakna akan berlangsung lebih lama, dibandingkan dengan yang tak identik. Hal itu menggambarkan bahwa sistem HLA (ditambah dengan sistem golongan darah ABO) merupakan suatu sistem histokompatibilitas mayor (van Rood dkk., 1966). Demikian pula Mathe dkk. (1967) mengemukakan, bahwa untuk mencapai suatu keberhasilan transplantasi sumsum tulang diperlukan golongan HLA donor dan resipien yang identik. Selanjutnya data keberhasilan van Rood pada tahun 1967 menyatakan, bahwa keberhasilan transplantasi ginjal sangat dipengaruhi oleh kecocokan sistem HLA donor dan resipien. Atas dasar keberhasilan tersebut, van Rood untuk pertama kalinya mendirikan suatu organisasi internasional Eurotransplant, yaitu suatu organisasi yang mengatur pertukaran organ tubuh manusia, untuk keperluan transplantasi, terutama transplantasi ginjal. Organisasi ini mencatat orang yang potensial akan menjadi resipien ginjal, dan orang yang mencatatkan diri sebagai donor ginjal. Mereka ditentukan sistem HLA-nya. Apabila oleh karena sesuatu musibah seorang donor meninggal, maka dicarikanlah melalui komputer resipien yang paling cocok sistem HLA-nya untuk menerima transplantasi ginjal tersebut (van Rood, 1967).
Mengenai besarnya jumlah kasus yang mendambakan transplantasi organ di Jakarta tidak sedikit. Misalnya Wahidiyat pada tahun 1985 melaporkan terdapatnya 40 kasus baru talasemia mayor setiap tahun di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSCM-FKUI. Sebenarnya diperkirakan akan terdapat 115 kasus baru talasemia mayor setiap tahun. Semuanya itu mendambakan kualitas hidup yang lebih baik. Salah satu usaha pengobatannya yang dinilai baik pada saat.ini adalah transplantasi sum-sum tulang (Thomas dkk., 19$2; Modell dan Petrou 1983; Markum dkk., 1987).
Sebenarnya usaha untuk memeriksa HLA tersebut telah mulai dirintis oleh Markum di Jakarta sejak tahun 1970, dengan menggunakan tekn i k leukoaglutinasi (Markum dkk., 1971). Teknik ini sudah ditinggal kan pada saat ini. Publikasi pertama tentang frekuensi antigen HLA pada suatu populasi Indonesia di Jakarta telah dilaporkan oleh Abdulsalam dkk. 1975, tetapi sarana laboratorium yang digunakan pada saat itu adalah laboratorium imunohematologi St. Louis, Paris. Sedangkan nomenklatur HLA pada publikasi tersebut saat ini sudah ditinggalkan.
Di Laboratorium Bagian Ilmu Kesehatan Anak sendiri, baru tahun 1979 mulai dilakukan penelitian tentang HLA dengan menggunakan teknik mikrolimfositotoksisitas. Antiserum yang digunakan adalah sumbangan dari Akademische Ziekenhuis Leiden (van Rood, 1979). Mula-mula disusun calon anggota panel antigen HLA yang terdiri dari para anggota staf pengajar dan peserta program studi Bagian Ilmu Kesehatan Anak. Berbagai kesulitan dialami, terutama terbatasnya antiserum yang dimiliki, sehingga diperoleh kesan bahwa kelangsungan laboratorium HLA ini tidak terjamin apabila tidak ditunjang dengan kemampuan untuk memperoleh antibodi HLA secara mandiri. Dukungan ke arah tersebut selanjutnya diperoleh dari Cornain, sebagai Konselor Asia Oceania Histocompatibility Workshop Conference (AOHWC). Pada tahun 1985 diperoleh satu set baterai antiserum asal AOHWC, untuk pemeriksaan HLA-A, B, C, dan DR. Selanjutnya Colombani pada tahun 1986 telah ikut menyumbang baterai antiserum asal Paris. Sementara itu berbagai pihak mulai menggunakan sarana pemeriksaan HLA ini untuk berbagai pemeriksaan penunjang klinis, antara lain untuk keperluan transplantasi ginjal, pemeriksaan HLA-B27 dalam kaitannya dengan penyakit sendi, dan beberapa permintaan uji paterniti yang dapat menguji garis keturunan. Untuk pelayanan masyarakat tersebut antiserum yang digunakan adalah antiserum komersial dari Behring dan Biotest, Jerman Barat. Harga antiserum tersebut sangat mahal. Terbatasnya antiserum sumbangan dan mahalnya antiserum komersial, menimbulkan pemikiran untuk mulai meneliti kemungkinan memperoleh antibodi HLA secara mandiri. Antibodi inilah nantinya diharapkan menjadi modal dasar penyusunan baterai antiserum untuk pemeriksaan HLA selanjutnya."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1990
D213
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Ken Ritchie
"Resipien yang mendapat transfusi berulang berisiko membentuk aloantibodi anti-HLA Kelas I karena masih adanya leukosit dalam komponen darah dan upaya pengurangan jumlah leukosit tersebut dengan filter atau radiasi belum merata tersedia di Indonesia. Antibodi anti-HLA Kelas I dapat bereaksi dengan trombosit donor pada transfusi berikutnya menyebabkan platelet refractoriness. Untuk mencegah terjadinya platelet refractoriness, pasien harus mendapat trombosit yang HLA-match atau antigen negative cell, namun belum memungkinkan karena keterbatasan jumlah donor darah yang telah diketahui antigen HLA Kelas I. Untuk itu, dilakukan pemilihan trombosit donor yang memiliki CREG HLA Kelas I yang sama dengan resipien dan selanjutnya dipastikan bahwa inkompatibilitas trombosit tidak terjadi dengan uji silang serasi trombosit pre-transfusi.
Dua puluh delapan sampel pasien anemia aplastik yang mendapat transfusi berulang dilakukan skrining antibodi trombosit dengan metode whole-platelet ELISA dan dilanjutkan dengan identifikasi antibodi trombosit dengan metode MAIPA (Monoclonal Antibody Immobilization Platelet Antigen). Sampel yang terdeteksi antibodi HLA Kelas I dianalisis genotip HLA-A dan HLA-B dan dilakukan uji silang serasi dengan trombosit donor yang dipilih berdasarkan kelompok alel CREG HLA.
Dari hasil skrining antibodi, terdeteksi 8 dari 28 sampel terdapat antibodi anti-trombosit. Tujuh dari 8 sampel tersebut atau 7 dari keseluruhan sampel (25%) yang memiliki antibodi HLA Kelas I. Trombosit donor yang CREG HLA Kelas I nya sama dengan resipien cocok berdasarkan hasil uji silang serasi trombosit pre-transfusi dan sebaliknya trombosit donor yang CREG HLA Kelas I nya tidak sama dengan resipien dapat menghasilkan ketidakcocokan atau inkompatibilitas pada uji silang serasi trombosit pre-transfusi. Terdapat antibodi HLA Kelas I pada 25% penderita anemia aplastik yang mendapat transfusi berulang. Dengan melakukan pemilihan trombosit yang berasal dari kelompok CREG HLA Kelas I yang sama antara donor dengan pasien maka didapatkan hasil uji silang serasi yang cocok. Studi ini sebaiknya dilanjutkan untuk melihat respon transfusi trombosit pasien yang medapat trombosit yang cocok ini.

Allo-immunization risk to HLA class I antigen is very high in multi-transfusion patients because leukocyte contamination in blood components and At next transfusion, the patients could have platelet refractoriness due to HLA antigen and alloantibody reaction. To avoid platelet refractoriness, he should be transfused with HLA-match platelet or HLA negative-cell but the blood centre doesn`t have enough donors who have been HLA class I typed. Therefore, in this study we want to know whether donor`s platelet with the same CREG HLA class I with patients is compatible.
Whole-platelet ELISA for platelet antibody screening was conducted on 28 samples of Aplastic Anemia patients from Hematology-Oncology Clinic of Cipto Mangunkusumo Hospital. We identify the samples with MAIPA (Monoclonal Antibody Immobilization Platelet Antigen). Positive sample were amplified using PCR-ssp method to analyze the genotype of HLA class I. We also analyze the platelet cross-match.
With ELISA method we found 8 of 28 samples have platelet antibody. Seven of those positive samples or 7 of all samples (25%) have HLA class I antibodies. From platelet crossmatch, we found that if CREG HLA Class I between donor and patient are same, the result is compatible. 25% of aplastic anemia who received blood transfusion routinely have antibody to HLA class I. With selected platelet based on the same CREG between donor and patient, we can provide compatible platelet to those patients. But this compatible platelet must be evaluated in patients."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library