Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Charismarita
"Penulisan ini dimulai dad suatu realitas kehidupan keseharian dalam keluarga. Perlakuan negatif orangtua dalam mengasuh anak memberikan pengalaman dan perasaan-perasaan negatif yang tersimpan dalam ingatan anak. Ingatan itu dapat tersimpan hingga dewasa dan menimbulkan pengaruh-pengaruh buruk yang muncul pada dua aspek. Pada aspek intrapersonal, yakni munculnya emosi-emosi negatif terhadap orangtua akibat perasaan negatif yang tersimpan dan aspek interpersonal berupa, terganggunya hubungan individu dengan orangtuanya yang menumbuhkan kesulitan-kesulitan personal individu.
Di masa dewasa gangguan-gangguan pads did individu dan hubungan dengan orangtua dirasakan sebagai kepedihan (pain) serta memberikan penderitaan pads individu. Ada satu jalan untuk mengatasinya yaitu melalui proses pemaafan. Akan tetapi dalam penderitaan diperlukan satu dorongan kuat untuk memaafkan pelaku kesalahan.
Suatu kenyataan terungkap bahwa dalam penderitaan itu dapat ditemukan suatu makna berharga bagi individu. Makna yang ditemukan itu dapat membawa individu kepada proses pemaafan.
Penemuan makna dalam penderitaan didahului oleh timbulnya pemahaman diri akan kondisi did dan menemukan makna dalam penderitaan akan membawa kepada pengubahan sikap atas keadaan itu. Hal-hal itu terdapat dalam komponen-komponen perubahan kepada kehidupan bermakna pengajuan Bastaman (1996).
Model proses pemaafan yang digunakan adalah pengembangan Enright (2002) dan kelompoknya. Model ini meliputi beberapa tahapan-tahapan dalam fase pengungkapan, fase keputusan, fase kerja dan fae pendalaman.
Berlangsungnya proses pemaafan ini pada akhirnya membawa individu pada kehidupan bermakna dalam komponen-komponen antara lain; keikatan diri pada makna penderitaannya, kegiatan yang terarah dalam kehidupan kesehariannya dan terdapatnya dukungan sosial bagi individu (B astaman,1996).
Penelitian ini menggunakan tiga orang subjek penelitian dalam variatif usia dan jenis kelamin yang memiliki pengalaman negatif perlakuan orangtua. Pendekatan kualitatif yang digunakan untuk memperoleh gambaran yang utuh dan lengkap akan keadaan nyata individu dalam penderitaannya, penemuan makna dan proses pemaafan serta kehidupan bermakna individu.
Hasil penelitian ini dapat menjelaskan bahwa suatu proses pemaafan dapat berlangsung karena adanya suatu makna yang ditemukan dalam penderitaan akibat kesalahan yang dilakukan pelaku dan berlangsungnya suatu proses pemaafan akan membawa individu kepada kehidupan bermakna."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T17826
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Current qualitative study was aimed to generate a forgiveness theoretical model of
collective culture. A grounded theory approach was applied by conducting in-depth
interviews on 8 Javanese adolescents. Data was analyzed through open coding, axial coding,
and selective coding. Results showed that relationship disruption and negative emotions
served as phenomenon emerging form the transgression. Forgiveness statement and
decisional forgiveness were given as strategies to restore relationship, and emotional
forgiveness to ease the negative emotions and reach intrapersonal peace. Harmonious value,
cooperation, and apologizing were among the intervening conditions fostering decisional
forgiveness, and the presence of efforts to retrains negative emotion, maintain positive
communication, lessening rumination were the intervening conditions accelerating emotional
forgiveness. Implications for following studies and interventions are presented."
[APIA Publications, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia], 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Zivana Sabili
"Di Asia, di mana budaya patriarki masih kuat, peran utama perempuan adalah sebagai istri sekaligus ibu dalam hubungan pernikahan heteroseksual. Mereka yang tidak melaksanakannya mendapat stigma dan didiskriminasi. Salah satunya ialah perempuan dari kelompok minoritas seksual, yakni lesbian dan biseksual. Emosi marah, sedih, dan kecewa sering muncul sebagai respon dari perlakuan buruk yang diterima oleh perempuan dari kelompok minoritas seksual. Ada yang marah pada diri sendiri, ada pula yang menyalahkan orang yang tidak paham mengenai orientasi seksual, serta situasi yang tidak ideal. Perempuan dari kelompok minoritas seksual menjadi rentan depresi, gangguan cemas, serta kecenderungan bunuh diri. Seluruhnya merupakan indikator psychological well-being (PWB) yang rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mencari tahu hubungan antara forgiveness dengan PWB pada perempuan dari kelompok minoritas seksual di Indonesia. Sebanyak 94 perempuan lesbian dan biseksual diminta mengisi kuesioner Heartland Forgiveness Scale (HFS) yang terdiri dari Forgiveness of Self, Forgiveness of Others, dan Forgiveness of Situation; serta Ryff’s Psychological Well-Being Scale (RPWB) yang terdiri dari dimensi Autonomy, Environmental Mastery, Positive Relations with Others, Personal Growth, Purpose in Life, dan Self Acceptance. Terdapat korelasi signifikan antara forgiveness dan PWB pada perempuan dari kelompok minoritas seksual. Hubungan di tingkat subskala lebih kompleks, di mana terdapat subskala yang berkorelasi dan tidak berkorelasi.

In Asia, where patriarchy is still a problem, a woman’s main role is to be a devoted wife and mother, usually within a heterosexual marriage. Those who do not follow the common ways are stigmatized and discriminated. One of them are females from sexual minority group, namely lesbians and bisexuals. Anger, sadness, and disappointment often become the natural responses of those discrimination. Some females from sexual minority group blame themselves for all the difficulties that came with their sexual orientation. Others blame people who do not understand about human sexuality. The rest blame the horrible situation which put them in an uncomfortable position. Females from sexual minority group are more prone to depression, anxiety, and suicidal tendencies, which are all the indicators of low psychological well-being (PWB). This research was conducted to find out the relationship between forgiveness and PWB in females from sexual minority groups in Indonesia. As much as 94 female participants from sexual minority groups have filled out the Heartland Forgiveness Scale (HFS), consisting of several subscales: Forgiveness of Self, Forgiveness of Others, and Forgiveness of Situation; as well as Ryff’s Psychological Well-Being Scale (RPWB) consisting of six distinct dimensions, namely Autonomy, Environmental Mastery, Positive Relations with Others, Personal Growth, Purpose in Life, and Self-Acceptance. Results showed that there’s a significant correlation between forgiveness and PWB on females from sexual minority groups in Indonesia. In the subscale level, however, not all measures were related to one another.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S63795
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fionna Gracia
"Beberapa studi terdahulu menjelaskan bahwa perselingkuhan dalam perkawinan merupakan salah satu pelanggaran yang sulit untuk dimaafkan terutama pada individu dengan trait neuroticism. Mindfulness diketahui mampu membantu meningkatkan pemaafan pada individu yang diselingkuhi oleh pasangan dalam perkawinan. Penelitian dilakukan untuk menguji efek mindfulness sebagai moderator dalam hubungan antara trait neuroticism dengan pemaafan pada individu yang mengalami perselingkuhan rumah tangga. Data diambil menggunakan convenience sampling pada partisipan laki-laki dan perempuan berusia ≥ 18 tahun, heteroseksual, sudah menikah, pernah atau masih mengalami diselingkuhi oleh pasangan. Partisipan penelitian sebanyak 329 orang mengisi kuesioner Marital Offence-Specific Forgiveness Scales (MOFS) untuk mengukur variabel pemaafan, International Personal Pool-Big Five Model 50 (IPIP-BFM50) dimensi emotional stability untuk mengukur variabel trait neuroticism, dan Cognitive-Affective Mindfulness Scales- Revised (CAMS-R) untuk mengukur variabel mindfulness. Melalui moderated regression analysis diketahui bahwa mindfulness tidak berperan secara signifikan dalam memoderatori hubungan antara trait neuroticism dan pemaafan. Meski demikian terdapat trend perubahan dalam bentuk pemaafan pada partisipan dengan trait neuroticism apabila ditinjau dari tingkat mindfulness. Hal ini mengindikasikan adanya potensi yang mengarah pada proses dinamis yang kemudian mampu membantu individu neuroticism untuk memaafkan.

Recent studies describe Infidelity in marriage as a serious offense and is difficult to forgive, especially for individuals with the neuroticism trait. Mindfulness is known to be able to help increase forgiveness in individuals who have been cheated on by their partners in marriage. The study was conducted to examine the effect of mindfulness as a moderator in the relationship between the neuroticism trait and forgiveness in individuals who experience marriage infidelity. Data were taken using convenience sampling on male and female participants aged ≥ 18 years, heterosexual, married, had or still experienced being cheated on by their partner. Research participants as many as 329 people filled out the Marital Offence-Specific Forgiveness Scales (MOFS) questionnaire to measure forgiveness, the International Personal Pool-Big Five Model 50 (IPIP-BFM50) dimensions of emotional stability to measure the neuroticism trait variable, and Cognitive-Affective Mindfulness Scales- Revised (CAMS-R) to measure the mindfulness variable. Through moderated regression analysis, it was found that mindfulness did not play a significant role in moderating the relationship between the neuroticism trait and forgiveness. However, there is a trend of change in the form of forgiveness in participants with the neuroticism trait when viewed from the level of mindfulness. This indicates the potential that leads to a dynamic process which is then able to help neuroticism individuals to forgive."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gita Dwi Praramadhanti
"

Keterlibatan figur publik dalam skandal dapat membuat hubungan antara penggemar dan publik figur melemah. Beberapa cara dapat dilakukan figur publik untuk tetap mempertahankan hubungan tersebut dengan penggemarnya, salah satunya adalah permintaan maaf. Studi eksperimental ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh efek moderasi permintaan maaf dan hubungan parasosial terhadap parasocial breakup dan pemaafan parasosial setelah terjadinya skandal seorang idol K-Pop. Partisipan merupakan individu yang mengidentifikasikan diri sebagai penggemar K-Pop dan dibagi ke dalam kelompok eksperimen (n = 97) dan kelompok kontrol (n = 96). Analisis regresi berganda menunjukkan bahwa hubungan parasosial tidak memoderasi pengaruh permintaan maaf terhadap parasocial breakup dan pemaafan parasosial.


Scandals involvement of public figures may weaken the relationship between the public figures and their fans. Various ways can be done by public figures to maintain those relationships, one of which is an apology. This experimental study was conducted to determine the moderation effects of apology and parasocial relationships on parasocial breakup and forgiveness after the scandal of a K-Pop idol. Participants are individuals who identify themselves as a K-Pop fan and were divided into experimental (n = 97) and control groups (n = 96). Multiple regression analysis shows that parasocial relationship do not moderate the effects of apology on parasocial breakup and parasocial forgiveness.

"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Athaya Rizky Budiman
"Agama adalah suatu komponen yang penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Salah satu nilai dalam Agama Islam yang mempengaruhi kehidupan sosial pemeluknya adalah perilaku memaafkan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara religiositas dan forgiveness pada remaja akhir yang beragama Islam. Partisipan penelitian ini adalah 74 remaja akhir berusia 16-22 tahun dan beragama Islam. Pengambilan data dilakukan menggunakan kuesioner online. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah The Revised Muslim Religiosity Personality Inventory R-MRPI untuk megukur religiositas dan alat ukur Transgression-Related Interpersonal Motivations 18 TRIM-18 untuk mengukur forgiveness . Hasil penelitian menunjukan nilai signifikansi berjumlah 0,285, P>0,05. Hasil ini menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara religiositas dengan forgiveness pada remaja akhir.

Religion is an important aspect of Indonesian rsquo s social life. One of the values in Religion affecting the social life of its adherents is forgiveness. This study was conducted to determine the relationship between religiosity and forgiveness in late adolescence Muslim. Participants of this study were 74 late adolescences aged 16 22 years and Muslim. The data were collected using an online questionnaire. The measuring tool used in this research is The Revised Muslim Religiosity Personality Inventory R MRPI to measure religiosity and Transgression Related Interpersonal Motivations 18 TRIM 18 to measure forgiveness. The results showed significance value amounted to 0.285, P 0.05. These results show that there is no significant relationship between religiosity with forgiveness in late adolescences.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S68487
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monika Danastri
"ABSTRACT
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengampunan dan persepsi dukungan sosial, serta interaksi keduanya dapat memprediksi keparahan gejala Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) pada korban kekerasan dalam hubungan romantis oleh pasangan atau intimate personal violence (IPV). Sebanyak 58 individu berusia minimal 18 tahun, pernah menjadi korban IPV, serta sudah keluar dari hubungan yang penuh kekerasan diminta untuk mengisi kuesioner. Hasil analisis metode regresi berganda menunjukkan bahwa meskipun tidak terdapat interaksi diantara keduanya (β = -0,104, F (5,52) = 6,106, p < 0,05), namun pengampunan (β = -0,355, F (5,52) = 6,106, p < 0,05) dan persepsi dukungan sosial (β = - 0,326, F (5,52) = 6,106, p < 0,05) secara signifikan memengaruhi gejala PTSD (R2 = 0,370, p < 0,05). Dengan demikian, pengampunan dan persepsi dukungan sosial yang tinggi pada korban IPV dapat memprediksi rendahnya gejala PTSD. Temuan ini dapat dimanfaatkan sebagai landasan perancangan intevensi pascatrauma yang berfokus pada pengampunan dan persepsi dukungan sosial bagi korban IPV.

ABSTRACT
This study aims to analyze how forgiveness and perceived social support, and the interactions between both can predict the severity of Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) symptoms in intimate personal violence (IPV) victims. A total of 58 samples aged at least 18-year old, who had a history of IPV and no longer involved in the abusive relationship were asked to fill questionnaires. Using multiple regression analysis method, the result shows that even there is no interactions between both (β = -0,104, F (5,52) = 6,106, p < 0,05), forgiveness (β = -0,355, F (5,52) = 6,106, p < 0,05) along with perceived social support (β = -0,326, F (5,52) = 6,106, p < 0,05) significantly predicts PTSD symptoms (R2 = 0,370, p < 0,05). In conclusion, high level of forgiveness and perceived social support can predict low severity of PTSD symptoms. This finding may prove useful in designing post-traumatic intervention methods that focuses on forgiveness and perceived social support for IPV survivors."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library