Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andre Rinaldy Fakhruddin
"Propaganda dapat berpengaruh terhadap sikap ldeologi seseorang, karena propaganda umumnya bersifat psikologis bagi seseorang. Tetapi propaganda itu sendiri tidak akan mempunyai pengaruh yang efektif. apabila tidak disertai faktor-faktor Iain seperti : faktor ekonomis, faktor hubungan, faktor alat-alat propaganda lain, seperti ; media massa dan sebagainya.
Film sering dibuat sebagai propaganda, karena sebagai bagian dari media massa, film dinilai memiliki pengaruh yang besar dalam membentuk opini umum. Terlebih Iagi dengan kemajuan teknologi Serta meluasnya penggunaan media audio-visual saat ini, film dapat dikemas sedemikian rupa hingga dapat membawa emosi serta persepsi penontonnya kepada keinginan para pembuat film. Oleh karena itu film dan informasi televisi dinilai lebih berpengaruh dalam menyampaikan propaganda, dibandingkan dengan media cetak.
Dalam konteks Indonesia, film yang berunsur propaganda memang tidak banyak dan tidak semaju film dari luar negeri, terutama dengan terpuruknya film-film Indonesia beberapa tahun yang lalu. Namun saat ini film Indonesia menunjukkan perkembangan kearah positif, indikasi ini diikuti dengan mulai banyaknya genre film Indonesia yang diproduksi dan diputar di bioskop-bioskop seluruh Indonesia. Salah satu yang menarik perhatian adalah diputarnya film dokumenter bertemakan politik yang berjudul Tragedi Jakarta 1998 (Gerakan Mahasiswa di Indonesia) di bioskop.
Film dokumenter mengenai politik juga berperan dalam memberikan pendidikan politik bagi masyarakat. Malia peneliti mencoba melihat hal tersebut lebih spesifik, oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk melihat peran propaganda lilm dokumenter Tragedi Jakana 1998 dalam mempengaruhi sikap politik mahasiswa pasca refonnasi. Peneliti menggunakan Focus Group Discussion dalam pengambilan datanya Peserta mahasiswa yang merupakan subjek peserta peneliti merupakan mahasiswa yang masuk universitas mereka setelah peristiwa tahun 1998. Peneliti menganggap subjek peserta tidak mempunyai pengalaman empiris pada saat situasi reformasi bergulir, agar mereka dapat memberikan keterangan yang lebih objektif.
Dari hasil penelitian dan analisanya, didapat dua hal penting yaitu pertama terjadinya perubahan pandangan politik mahasiswa, dimana keingintahuan Serta keperdulian terhadap kasus-kasus yang terjadi saat itu relatif Iebih meningkat dibandingkan sebelumnya. Kritikan tajam pun terlontar pada cara aparat menangani aksi mahasiswa. Maka secara umum pandangan politik peserta terlihat Iebih berkembang.
Sedangkan yang kedua mengenai peran propaganda dalam film dokumenter Tragedi Jakarta 1998 yang cukup efektif dalam mempengaruhi pandangan peserta akan peristiwa yang terjadi pada tahun 1998. Perannya terlihat ketika berhasil membangun emosi peserta FGD setelah menonton Elm dokumenter ini. Dan ini juga memperlihatkan bahwa propaganda merupakan salah satu pendekatan kepada persuasi politik selain periklanan dan retorika. yang seluruhnya ini mempunyai tujuan (purposif), disengaja dan melibatkan pengaruh, serta semuanya menghasilkan berbagai tingkat perubahan dalam persepsi, kepercayaan, nilai dan pengharapan pribadi.
Seperti diketahui bahwa kondisi utama yang mendukung keberhasilan propaganda adalah adanya monopoli terhadap informasi. Selain itu karakteristik propaganda yang berusaha mengontrol arus informasi juga turut memberikan pengaruh pada penonton, dimana apabila arus komunikasi hanya dikendalikan oleh komunikator maka situasi tersebut dapat menunjang persuasi yang efektif.

Propaganda can make influence to someone ideology, because propaganda generally act psychology to someone. But the propaganda it self cannot effectively make influence without support from other factors, such as : economic factor, relationship factor, and other propaganda tools factor, including mass media and others.
Lots of tilm being made for propaganda, because it part of mass media, film usually have a big influence in creating public opinion. Especially in advance of technology and the function of audio-visual spreads everywhere this time. The packaging of film can bring emotion and perception of the audience to a filmmaker desire. That is why film and television infomation more influence in presenting propaganda, if we compare it with printed media.
In Indonesia context, not much film with propaganda issue and not like in advance of other countries, especially when the down of Indonesian cinema. But now Indonesian cinema is growing to a positive situation. This indication follow by grow of many genre in producing Indonesian cinema and viewed in movie theater all over Indonesia. One thing that gets an attention is viewing a political documentary film in movie theater, the titfe is berjudul Tragedi Jakarta 1998 (Gerakan Mahasiswa di Indonesia).
A political documentary film also can make a contribute in the political education for all society. So the researcher try to see that issue more specific, that is why this research have a purpose to see the function of propaganda in Tragedi Jakarta 1998 documentary film to influence the political believes of a college student after the refomration. Researcher using Focus Group Discussion to collect data from a student. A college student participant is students who enter their University after the reformation in Indonesia. Researcher think the participant not have an experience when a following of reformation in Indonesia, to give an objective opinion.
From a result of this research, we get two important things such as; first there is change in a politi l believes of a college student participant, their seems more care of this tragedy then before. So generally their political believes seems to grow. And the second one is about the function of propaganda in Tragedi Jakarta 1998 documentary film is effectively influence to a political believes of a this tragedy. The propaganda work in building an emotion of all college student participant after watching this documentary film. This also showing that propaganda is one of part from political persuasion besides advertising and rhetoric, and all of this have a purpose, deliberate and include influence, and all of it have a result in many level of change in perception, believes, value and personal hope.
As we know that a main condition of propaganda is the monopoly of information. Besides that a propaganda characteristic who try to control the flow of information also gave a contribute to influence an audiences. Because if a flow of information only control by a communicator, this situation can make an effective persuasion."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T17365
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Usman Ismail
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1983
791 430 9 USM u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Shadia Imanuella Pradsmadji
"Sensor film di Indonesia telah hadir dari sejak zaman Hindia Belanda, dan selama itu pula sensor telah menjadi pertarungan berbagai pemangku kepentingan perfilman. Pandangan terhadap sensor film tidak tunggal karena terdapat perbedaan nilai di antara para pemangku kepentingan perfilman. Penelitian ini berusaha melihat pertarungan wacana sensor film dalam perfilman Indonesia melalui perspektif sosiologi komunikasi. Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme dan metode studi kasus. Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan pemberitaan media mengenai empat film yang terkena kasus sensor setelah UU No. 33 Tahun 2009 tentang Perfilman disahkan yaitu The Act of Killing, The Look of Silence, Naura & Genk Juara dan Kucumbu Tubuh Indahku serta mewawancarai empat orang pemangku kepentingan perfilman dari empat bidang yang berbeda yaitu pihak bioskop alternatif, pihak Lembaga Sensor Film (LSF), pihak Badan Perfilman Indonesia (BPI) yang dulu terlibat dalam Masyarakat Film Indonesia (MFI), serta sutradara sekaligus aktor film. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi disharmoni antara para pemangku kepentingan perfilman akibat perbedaan nilai dan norma yang pada akhirnya memicu terjadinya pertarungan wacana sensor film.

The practice of film censorship has been in Indonesia since the Dutch East Indies era, and since then has always been the battleground for film stakeholders. The different values and norms among the film stakeholders generate multiple views on film censorship. This research tried to look on the discursive contestation of the film censorship in Indonesia through the perspective of the sociology of communication. This research used the constructivist paradigm and the case study method. Data collection was done through collecting media reports on four films that stumbled upon the censorship issue after the enactment of the 2009 Film Law, which are The Act of Killing, The Look of Silence, Naura & Genk Juara and Kucumbu Tubuh Indahku, as well as interviewing four different film stakeholders, which are a manager of an alternative cinema, a representative of the Indonesian Film Board (BPI) who used to be involved in the Indonesian Film Society (MFI), and a film director-actor. The research results indicated that disharmony among the film stakeholders happened as they value different values and norms, which resulted in the emergence of the discursive contestation of film censorship."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rudy David Badil
"Dalam skripsi ini akan ditunjukkan bahwa pola ting_kah laku yang muncul dalam interaksi-interaksi sosial seseorang atau pun suatu kolektif itu tidak hanya di-pengaruhi oleh kebudayaan dari masing-masing pelaku yang terlibat di dalam interaksi tersebut, melainkan juga oleh lingkungan kebudayaan yang mewujudkan situasi sosial tempat interaksi berlangsung sebagai perwujudan adaptasi oe'ang-orang yang terlibat.Dunia perfilman adalah contoh dari suatu lingkung_an kebudayaan dengan segala tantangan dan mewujudkan berbagai situasi sosial. Salah satu diantaranya terwu_jud dalam kelompok pembuat film. Tingkah laku anggota kelompok dalam berbagai kegiatan sosial yang dilakukan dalam lingkungan pembuatan film, merupakan sasaran ana lisa dari skripsi yang bertujuan untuk mewujudkan ke_benaran pendapat tersebut di atas.Di dalam membahas tingkah laku orang-orang yang terlibat dalam suatu kegiatan kelompok pembuatan film, berbagai faktor akan diperhatikan. Faktor-faktor itu dianggap merupakan suatu kerangka sandaran (referensi) yang dapat digunakan oleh para pelakunya, baik sebagai pemegang di dalam memahami situasi dan tingkah laku"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1983
S12896
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moh. Sarief Arief
"Kebijakan pemerintah kolonial terhadap perfilman di Hindia Belanda tergantung kepada satu hal. Yaitu, semakin menguatnya penonton pribumi memasuki pasaran perfilman, dalam arti pengkonsumsi bentuk film. Bila film-film itu secara _nuansa_ dapat memberikan hasil relatif positif terhadap pemerintah kolonial tentulah kebijakan pemerintah kolonial tidak akan mengutak-katik keberadaan bentuk perfilman ini. Yang terjadi adalah, penonton pribumi yang ketika itu menjadi penonton aktif di bioskop banyak mengkonsumsi film-film keluaran Hollywood yang jelas-jelas memperlihatkan kebrutalan orang barat, ketidak efektifan hukum yang dipergunakan. Kesemuanya ini jelas-jelas akan mengaburkan pandangan orang pribumi terhadap orang barat. Citra yang kemudian ditakutkan oleh pemerintah kolonial adalah orang pribumi melihat orang baratbukan sebagaimana yang telah diracik oleh pemerintah kolonial dengan ujudnya menjadikan orang barat orang nomor satu di Hindia Belanda yang secara tak tertulis menyiratkan bahwa orang baratlah yang harus dicontoh dalam hidup sehari-hari orang pribumi. Ketidak sinkronan ini menyebabkan pemerintah kolonial mengambil kebijakan. Kebijakan menghentikan masuknya film import amat mustahil, karena bentuk hiburan film ketika itu bisa dikatakan menjadi mata pencaharian cukup baik bagi beberapa orang Belanda dan Indo Belanda. Untuk itulah pemerintah kolonial mengambil dua kebijakan. Pertama, kebijakan memperketat jaringan perluasan pemutaran film import. Ini ditempuh dengan pembentukan komisi sensor serta hak dan wewenang anggota komisi sensor. Sayangnya, komisi sensor ini tidaklah terikat dengan lembaga apapun dalam birokrasi kolonial. Sehingga anggota komisi sensorpun tidak bertanggung jawab secara formal terhadap kekuasaan pemerintah. Hal ini tercermin dengan direvisinya beberapa kali kebijakan pemerintah kolonial akan komisi sensor film ini. Kebijakan kedua adalah membantu dasar hukum peredarannya serta menyokong fasilitas pembuatannya. Namun konsekuensi yang harus dibuat adalah film-film produksi di Hindia Belanda haruslah dapat menyiratkan pula bagaimana rendahnya moral dan tidak taatnya orang pribumi dengan hukum yang ada. Hal ini dikaitkan dengan keinginan pemerintah kolonial untuk menyemakan citra buruk orang barat dalam fil Genre Hollywood dengan film produksi dalam negeri. Kondisi inilah yang tidak disadari oleh pemerintah Indonesia setelah tampuk kedaulatan diakui oleh seluruh bangsa di muka ini. Jadilah kemudian persinggungan yang ada adalah monopoli film dalam kerangka mengindonesiakan film Indonesia. Bukan berupaya memberikan alternatif citra lain terhadap film-film buatan dalam negeri."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1992
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ilma Fathnurfirda
"Industri film Indonesia mengalami penurunan perolehan jumlah penonton yang cukup signifikan pada tahun 2011. Akibatnya film Indonesia mengalami kesulitan untuk bersaing dengan film impor. Untuk mengatasinya diperlukan suatu strategi industri yang tepat. Analisis SWOT merupakan metoda untuk mendapatkan strategi bedasarkan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang ada pada suatu industri. Kemudian dilakukan pembobotan terhadap strategi yang dihasilkan dengan analisis SWOT menggunakan Proses Analisis Hirarki (AHP). Hasilnya, strategi diprioritaskan untuk dapat mengatasi permasalahan industri film Indonesia adalah alternatif strategi Strength-Opportunities.

Indonesian film industry has decreased the acquisition of a significant number of moviegoers in 2011. As a result, the film Indonesia has struggled to compete against imported films. The purpose this study is to solve the problem by a proper industrial strategy. SWOT analysis is a method to get the strategy based on the strengths, weaknesses, opportunities and threats that exist in the industry. Then, we do the weighting of the strategy produced by the SWOT analysis using the Analysis Hierarchy Process (AHP). The results, strategies that is prioritized to address the problems of the Indonesian film industry is an alternative strategy of Strength-Opportunities."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
T30864
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ramadhan Karta Hadimadja, 1927-2006
Jakarta: Grasindo, 1994
384.1 RAM d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Pahotan Franto
"Skripsi ini mencoba memaparka nsecara umum unsur seks sebagai bagian dalam film Indonesia dari tahun 1970 sampai tahun 1996. Pemaparan dikhususkan kepada penjelasan mengapa unsur seks bisa dapat muncul dalam film-film Indonesia selama kurun waktu tersebut. Dengan pemaparan tersebut maka akan dapat dilihat pengaruh yang diakibatkan dan reaksi yang timbul dari berbagai pihak. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara garis besar seks dalam film Indonesia adalaha aspek komersialisme. Saran yang dapat diberikan adalah perlunya pelaksanaan UU Perfilman mengenai Sensor Film secara ketat, sikap tegas dari pemerintah dalam membina perfilman nasional, dan sebaiknya pemerintah membuat pengkategorian jenis film."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2009
S12660
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library