Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Yusran
"Tujuan: Studi ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas fotokoagulasi laser 810 nm durasi 20 ms dan 100 ms dalam mencegah progresivitas PDR.
Metode: Penelitian ini adalah uji klinis acak tersamar ganda. Sebanyak 28 subyek yang memenuhi kriteria inklusi dibagi menjadi dua kelompok yang terdiri atas 14 subyek untuk menjalani fotokoagulasi laser 810 nm. Pada kelompok pertama mendapatkan laser dengan durasi 20 ms dan kelompok kedua dengan durasi 100 ms. Lesi derajat 3 dengan spot sized 200 μm diaplikasikan pada kedua kelompok. Penilaian progresivitas PDR dilakukan setelah 2 bulan pasca laser dengan menggunakan foto fundus 7 posisi. Fluence, power dan tajam penglihatan dibandingkan di antara kelompok.
Hasil: Sebanyak 25 pasien yang mengikuti follow up selama 2 bulan. Proporsi neovaskularisasi yang tidak progresif pada kelompok 20 ms dan 100 ms sebesar 76,9% dan 75,0% (p=1,000). Power yang dibutuhkan dua kali lebih tinggi pada kelompok 20 ms (1000 vs 500 mW; p=0,000). Rerata fluence pada kelompok durasi 20 ms lebih rendah dua kali dibandingkan kelompok durasi 100 ms (15,91 vs 6,36 J/cm2; p=0,000). Perbaikan visus pasca laser pada kelompok 20 ms dan 100 ms sebesar 23,1% dan 33,3 % (p=1,000).
Kesimpulan: Durasi 20 ms memiliki kemampuan mencegah progresivitas neovaskularisasi yang sama dibandingkan dengan durasi 100 ms. Fluence yang dibutuhkan lebih rendah pada durasi 20 ms.

Aim: The aim of this study was to compare the effectiveness of laser photocoagulation 810-nm with 20 ms and 100 ms duration to prevent the progression of proliferative diabetic retinopathy.
Method: This study was prospective double blind randomized clinical trial. Twenty-eight participants who met the inclusion criteria divided into two groups to undergo laser photocoagulation by using 810 nm lasers. One group consisted of fourteen subjects received 100 ms duration and the other received 20 ms duration. Grade 3 burns with a 200 μm spot sized were placed with both modalities. The progression of PDR was evaluated in two months follow up by using seven fields fundus photographs. Fluence, power and visual acuity were compared in this study.
Result: Twenty five subjects completed the two months follow up. Nonprogressive PDR in 100 ms group was 75.0% and in 20 ms was 76.9% (p=1.000). The median power in 20 ms group increased twice than 100 ms group (1000 vs. 500 mW; p=0.000). The median fluence in 20 ms group reduced to one-half of 100 ms group (6.36 vs. 15.91 J/cm2; p=0,000). Improvement of visual acuity in 20 ms and 100 ms was comparable (23,1% vs. 33,3%; p=1,000).
Conclusion: The 20 ms duration showed similar result in preventing the progression of PDR compared to 100 ms duration. The fluence was lower in 20 ms group.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Tujuan penulisan makalah ini untuk mengetahui pencegahan dan pengelolaan ektasia kornea pada lasik. Ektasi kornea pasca lasik adalah kelemahan kornea akibat ablasi stroma sentral atau pembuatan flap kornea sesudah operasi lasik. Kondisi ini merupakan komplikasi yang paling ditakuti ahli bedah refraktif. Kejadian ektasia kornea pasca lasik dapat dapat terjadi beberapa bulan sampai beberapa tahun pasca lasik. Indsidensinya tidak diketahui, diduga sekitar 1 per 100.000. Penegakan diagnosis dilakukan dengan menggunakan slitlamp tampak kornea menipis dan menonjol disertai gejala miop progresif, astigmat irreguler yang meningkat dan kelainan refraksi yang tidak dapat dikoreksi. Beberapa faktor risiko ektasia kornea antara lain riwayat keluarga, umur mda, miop tinggi ketebalan kornea kurang dari 500 mikron, asimetri kornea, abnormal topografi, keraktokonus dan rendahnya residual bed. Beberapa pilihan terapi yang dilakukan yaitu pemakaian lensa kontak RGP, pemakaian obat penurun tekanan intraokuler, pemberian C3-R. implantasi intacs dan tahap lanjut dengan lamelalr keratoplasti. Pemeriksaan per operatif yang lemgkap dan penemuan faktor risiko merupakan hal yang penting untuk menghindari terjadinya ektasi kornea pasca lasik. Prognosis pasien ektasi kornea pasca lasik adalah baik."
610 MUM 10:2(2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Santoso
"Latar belakang: Angka kejadian mual-muntah pascabedah sekitar 20-30 % dari seluruh pembedahan umum dan lebih kurang 70-80% pada kelompok risiko tinggi. Ketersediaan obat-obatan untuk mencegah mual-muntah pascabedah (PONV) sering sulit didapat, tidak hanya di daerah terpencil, tetapi juga di RSUPN Cipto Mangunkusumo. Terdapat bukti bahwa terapi nonfarmakologis seperti mengunyah permen karet efektif untuk menurunkan risiko PONV. Dalam penelitian ini, kami mengevaluasi efek mengunyah permen karet sebagai ajuvan metoklopramide dalam mengurangi PONV.
Metode: Penelitian ini merupakan uji klinis acak tersamar tunggal. Sejumlah 116 subjek yang akan menjalani pembedahan mata dibagi menjadi 2 kelompok (metoklopramid 10 mg iv dan metoklopramid 10 mg iv ditambah aktivitas mengunyah). Metoklopramide IV diberikan pada akhir pembedahan, sebelum pasien diekstubasi. Kelompok kedua diminta mengunyah permen karet selama 15 menit di ruang pemulihan. Efektivitas mual-muntah pascabedah dinilai dari kejaidan mual-muntah dan derajatnya sampai 24 jam pascabedah (jam ke-2, jam ke-6, jam ke-12, jam ke-18, dan jam ke-24).
Hasil: Terdapat perbedaan bermakna antara dua kelompok untuk kejadian PONV dengan nilai p= 0,016. Namun, penilaian derajat keparahan PONV tidak bermakna secara statistik.
Simpulan: Penambahan aktivitas mengunyah permen karet sebagai ajuvan metoklopramid efektif untuk pencegahan PONV.

Background: Incidence of PONV is around 20-30% in patients who underwent surgery with general anesthesia, and up to 70-80% in high risk patients. Availability of PONV drugs is often limited, not only in rural area, but also in Cipto Mangunkusumo Hospital. Evidence showed that non-pharmacological therapy such as chewing gum is effective in reducing PONV. In this study, we evaluated the effect of chewing gum as adjuvant to metoclopramide for reducing PONV.
Method: This is a single-blind randomized controlled trial. One hundred and sixteen adult subjects scheduled for elective ophthalmologic surgery with general anesthesia were allocated into two groups (IV metoclopramide 10 mg and IV metoclopramide 10 mg plus chewing gum). IV metoclopramide was given at the end of surgery, before the patient were extubated. The second group was instructed to chew gum for 15 minutes in recovery room. Effectiveness to prevent PONV was measured by incidence of PONV and its degree of severity up to 24 hours post operatively (2-hour, 6-hour, 12-hour, 18-hour, and 24-hour).
Results: The difference in PONV incidence is statistically significant between two groups (p=0.016). However, degree of PONV severity is not significant.
Conclusion: Chewing gum as an adjuvant to metoclopramide is effective for PONV prevention."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Alfathiah Safanissa
"Latar Belakang
Refleks okulokardiak (OCR) dapat menyebabkan penurunan denyut jantung signifikan dan peningkatan risiko mual muntah pascabedah. Kejadian refleks okulokardiak dilaporkan berkisar antara 14% hingga 90% yang dipengaruhi oleh agen anestesi, premedikasi, dan proses saat operasi.2 Terdapat banyak faktor yang memengaruhi kejadian refleks okulokardiak. Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor yang memengaruhi refleks okulokardiak pada pembedahan mata di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo yang merupakan rumah sakit rujukan dengan karakteristik pasien yang bervariasi
Metode
Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan desain potong lintang, menggunakan data pasien pembedahan mata dengan anestesi umum di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo periode Mei 2023 - Februari 2024. Analisis perbedaan kelompok dengan OCR dan tanpa OCR dilakukan dengan uji Mann Whitney dan chi-square. Analisis multivariat dengan regresi logistik metode backward dilakukan pada variabel yang dianggap memiliki pengaruh yang signifikan dengan refleks okulokardiak.
Hasil
Dari 178 data pasien yang terkumpul dilakukan eksklusi sehingga terdapat 165 pasien yang dianalisis. Faktor usia anak (0-18 tahun) memiliki OR=0,143 (p=0,015), strabismus memiliki OR 14,843 (p=0,000), konsentrasi agen anestesi inhalasi (sevoflurane dan desflurane) < 1 MAC memiliki OR 5,070 (p=0,004) berpengaruh secara signifikan dengan kejadian OCR. Namun, dosis opioid tidak terbukti signifikan berpengaruh dengan kejadian OCR (p=0,840)
Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara usia, jenis bedah, dan konsentrasi agen anestesi inhalasi terhadap kejadian refleks okulokardiak pada anestesi pembedahan mata di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.

Introduction
The oculocardiac reflex (OCR) can cause a significant decrease in heart rate and increase the risk of postoperative nausea and vomiting. Many factors influence the occurrence of OCR. The incidence of OCR ranges from 14% to 90%, depending on the anesthetic agents, premedication, and surgical procedure. This study aims to identify the factors influencing OCR during eye surgery anesthesia at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, a referral hospital with a diverse patient population.
Method
This was an analytical study with a cross-sectional design, using data from patients undergoing eye surgery under general anesthesia at Dr. Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital from May 2023 to February 2024. The association was analyzed using the Mann-Whitney test and chi-square test. Multivariate analysis with the backward logistic regression method was performed on variables considered to have a significant relationship with the oculocardiac reflex.
Results
178 patient records collected and 165 patients of it were analyzed after exclusions. Younger age (0-18 years) was significantly associated with OCR (OR=0.143, p=0.015), as well as strabismus surgery (OR=14.843, p=0.000) and concentration of inhalation anesthetic (sevoflurane and desflurane) ≤ 1 MAC (OR=5.070, p=0.004). However, opioid dosage did not show a significant association with OCR (p=0.840). Conclusion This study shows a significant influence between age, type of surgery, and concentration of inhalation anesthetic with the incidence of OCR in eye surgeries anesthesia at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Content:
Ch. 1 Basic LASIK --
Ch. 2 Equipment --
Ch. 3 Role of mitomycin-c in keratorefractive surgery --
Ch. 4 Retreatment of patients after primary refractive surgery --
Ch. 5 LASIK complications and management --
Ch. 6 Alternatives to LASIK refractive surgery --
Ch. 7 Case selection -- Ch. 8 Self-assessment test"
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2007
R 617.71 LAS
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library