Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 19 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sinaga, Bintatar
"Secara alami semua makhluk hidup harus mengalami kematian, karena manusia.termasuk makhluk hidup sudah pasti akan mengalaminya. Bagi manusia kelahiran dan kematian merupakan hal yang wajar. Kematian ini banyak ragamnya. Ada kematian yang wajar atau kematian secara alami, yakni kematian yang disebabkan oleh penyakit, tanpa adanya bantuan tindakan atau campur tangan dari pihak lain dalam proses kematian tersebut, seperti campur tangan dari dokter, perawat, atau juru kesehatan. Di samping kematian yang wajar, ada juga kematian yang tidak wajar. Dalam kematian ini terdapat campur tangan atau keteriibatan orang lain dalam proses kematiannya. Keterlibatan pihak ketiga dalam proses kematian ini, ada yang dikehendaki dan tidak dikehendaki oleh yang mati. Kematian dengan adanya campur tangan orang lain yang tidak dikehendaki oleh yang meninggal, termasuk pembunuhan, sedangkan yang dikehendaki oleh yang meninggal atau atas permintaan yang meninggal disebut euthanasia. Oleh karena itu dikenal tiga jenis kematian, yaitu:
1. kematian yang terjadi karena suatu proses alamiah disebut orthothanasia;
2. kematian yang terjadi secara tidak wajar disebut dysthanasia;
3. kematian yang terjadi dengan pertolongan atau tidak dengan pertolongan dokter, disebut euthanasia)
Mengenai tahap kematian tersebut, menurut Soeprono, sebagai berikut:
1. kematian Minis (clinical death ); jantung berhenti berdenyut dan pernafasan spontan berhenti;
2. kematian otak (brain death); disebabkan kurangnya aliran oksigen (02) ke otak;
3. kematian sel (cellular death); jaringan-jaringan badan mati secara berangsur-angs.ur dengan kecepatan yang berbeda-beda.
Sebelum seseorang mengalami kematian, pada umumnya terlebih dahulu ia menderita sakit, yang kadang-kadang dapat berbulan-bulan malahan bertahun-tahun. Penyakit itu akan menimbulkan penderitaan yang kadang-kadang tidak tertahankan sakitnya, yang dapat membuat penderita putus asa, tanpa harapan dan nekad untuk mengakhiri hidupnya. Selain karena penderitaan dapat juga mengakhiri hidup karena menderita cacad, baik yang tak dapat diperbaiki lagi atau cacad bawaan lahir. Indikasi untuk mengakhiri hidup ini, penyebabnya menurut Bachtiar Agus Salim, antara lain:
1. penderitaan yang tak tertahankan lagi;
2. penyakit yang diderita tak dapat disembuhkan lagi;
3. cacad yang tak dapat diperbaiki lagi yang membawa si penderita kepada invalid berat;
4. cacad bawaan lahir yang tak mungkin dinormalkan;
5. dan lain-lain.
Pengakhiran hidup tersebut, bagi orang yang berani dapat dilakukan sendiri, sedangkan bagi yang tidak berani dapat meminta bantuan orang lain. Tindakan mengakhiri hidup yang dilakukan sendiri oleh korban termasuk bentuk bunuh diri, sedangkan kalau dengan pertolongan orang lain termasuk euthanasia. Dilihat dari 'etika' agama ataupun moral, tindakan mengakhiri hidup bagaimanapun bentuknya, tidak dibenarkan. Tetapi karena adanya pergeseran nilai dalam diri manusia menimbulkan perubahan sebagai akibat adanya modernisasi, yang mengharuskan adanya efisiensi dan penyesuaian diri terhadap kecenderungan. Sehubungan dengan hal ini dapat diutarakan pendapat Muladi, sebagai berikut:
pengaruh perubahan sosial sebagai akibat perubahan proses modernisasi mengharuskan setiap orang untuk menganalisis segala sesuatu secara rasional dan mendasar, agar setiap masalah yang timbul di masyarakat dapat dipecahkan sebaik-baiknya.... harus memperhitungkan kenyataan-kenyataan kemanusiaan dan sosial, serta mencoba untuk menciptakan prasyaratprasyarat yang sedapat mungkin jelas dan efisien serta selalu menyesuaikan pada kecenderungan yang menjadi tanda ciri dari suatu masyarakat. Pengakhiran hidup tersebut dapat juga disebabkan kecenderungan manusia untuk mengutamakan kenikmatan daripada ketabahan untuk menghadapi penderitaan. Ukuran baik buruknya suatu tindakan mendatangkan kenikmatan/kebahagiaan atau tidak. Hal ini sesuai dengan pendapat Jeremy Bentham."
Depok: Universitas Indonesia, 1993
T6722
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Rehnalemken
"ABSTRAK
Perubahan sosial budaya pada kehidupan masyarakat sekarang ini, sedikit banyak telah didominasi oleh perkembangan yang pesat dari ilmu pengetahuan dan penemuan-penemuan teknologi modern. Salah satu bidang dalam kehidupan masyarakat yang telah dijamah oleh ilmu dan teknologi adalah bidang kedokteran. Melalui perkembangan teknologi medis yang canggih tersebut, maka diagnosa penyakit dapat dilakukan secara lebih sempurna dan pengobatan pun bisa dijalankan dengan metode yang lebih efektif.
Meskipun kemajuan dibidang kesehatan itu telah dapat memperingan rasa sakit, menghilangkan rasa sakit, menyembuhkan penyakit, bahkan memperpanjang umur pasien untuk jangka waktu tertentu dengan memasang "respirator" pada tubuh penderita, akan tetapi adakalanya pasien tidak dapat disembuhkan lagi. Dalam upaya mempertahankan hidup pasien yang demikian itu, konflik pun timbul karena biaya perawatan yang mahal. Untuk menekan biaya perawatan di rumah sakit, biasanya pasien dibawa pulang ke rumah oleh keluarganya dengan terlebih dahulu dimintakan persetujuan dokter yang merawatnya. Dengan perawatan dirumah oleh keluarga, penderita akhirnya meninggal dunia secara alamiah. Sebenarnya dalam hal ini telah terjadi euthanasia pasif, karena pihak keluarga pasien telah mengurangi kualitas perawatan dari perawatan dokter atau rumah sakit ke perawatan keluarga. Euthanasia semacam ini sering terjadi di tanah air kita. Nampaknya secara moral, euthanasia pasif sudah dapat diterima oleh masyarakat Indonesia.
Perkembangan selanjutnya menjadi menarik perhatian karena munculnya suatu ide atau gagasan untuk melakukan euthanasia aktif yang diusulkan oleh pasien ataupun pihak keluarga penderita. Tidakkah ide semacam ini berarti pembunuhan? Meskipun ada alasan yang cukup logis, yaitu untuk mengakhiri penderitaan pasien yang sudah tidak dapat disembuhkan lagi serta menekan biaya perawatan yang menjadi semakin mahal. Dalam pada itu tugas dokter untuk tidak bertindak sebagai pembunuh akan tetap berlaku sampai kapanpun juga. Oleh karena itu permintaan untuk melakukan euthanasia aktif akan selalu menimbulkan konflik batin bagi para dokter. Apakah euthanasia aktif akan dapat diterima, terserah pada sikap masyarakat pada umumnya.
Masalah euthanasia ini menyangkut nyawa manusia. Bila dilihat dari kacamata hukum, khususnya hukum pidana, maka euthanasia dapat dikategorikan ke dalam kejahatan terhadap nyawa orang, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 334 KUHP. Secara historis, pasal ini belum pernah menjaring pelaku euthanasia, sehingga dianggap tidak efektif. Oleh karena itu dalam rangka pembangunan hukum, terutama pembaharuan hukum pidana, maka Pasal 344 KUHP tersebut perlu ditinjau kembali, agar dapat berdayaguna, berhasilguna dan sesuai dengan perkembangan sosial. "
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yanne Marciana
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Mardiarini Ismail
Jakarta: Pusat bahasa dan Budaya UIN, 2003
297 DIA t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmatsjah Said
"Perkembangan ilmu dan teknik kedokteran ternyata selain menyelesaikan masalah yang ada, juga sekaligus menimbulkan masalah-masalah baru, antara lain dalam bidang etika kedokteran. Seperti, bagaimana sikap seorang dokter dalam menghadapi akhir hayat seorang pasien yang menderita. Berdasarkan studi kepustakaan, dikemukakan beberapa pengertian tentang mati juga beberapa definisi euthanasia. Selanjutnya dalam tiga bab disampaikan pendapat-pendapat yang kontroversial, yaitu tentang euthanasia pasif, aktif yang tidak-langsung dan yang langsung. Kemudian dalam bab terakhir dikemukakan catatan kritis tentang tingkah laku dokter dalam masalah tersebut. Dalam keputusan dokter terhadap pasiennya, seharusnya ia mengadakan relasi yang fungsional dalam imanensi ilmu dan teknik kedokteran. Ia harus mentransendensikan relasinya untuk dapat mengambil keputusan moral. Disini buah pikiran yang bermacam-macam dari belakang meja dapat dimanfaatkan sebagai referensi, sesuai dengan situasi dan keadaan pasien. Setiap sikap dokter yang merupakan keputusan moral harus dapat dikembalikan ke norma dasar, yaitu memaksimalisasikan -akibat-baik dan keadilan. Dan dokter harus mengkondisikan dirinya untuk kecondongan dasar untuk berbuat baik tersebut."
Depok: Universitas Indonesia, 1987
S16159
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
F.A. Eka Yuantoro
Jakarta: Obor, 2005
241.697 EKA e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Armania Putri
"ABSTRAK
Perdebatan euthanasia belakangan menjadi pembahasan yang sukar karena banyak berbenturan dengan konsep
sosial yang ada di lingkungan masyarakat saat ini. Objek dari penelitian ini adalah euthanasia pasif dengan
berlandaskan konsep kematian dimana kematian bukanlah suatu hal yang ditakutkan melainkan kematian
merupakan gambaran dari kebebasan. Penelitian ini juga membahas mengenai euthanasia pasif melalu pendekatan
filosofis etika terapan yang menjadi titik berangkat peneliti, dimana euthanasia dapat dibenarkan berdasarkan alasan
kehendak kebebasannya diri. Penelitian ini menjadi relevan karena merepresentasikan bagaimana seharusnya
manusia bertindak dan bagaimana euthanasia dapat dijustifikasi etis sebegai tindakan yang bermoral. Tujuan
penelitian ini adalah menjelaskan kebebasan diri seseorang yang sudah tidak memiliki kehendak untuk melakukan
sesuatu dalam fenomena euthanasia pasif. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa dalam kasus euthanasia
pasif, keluarga memiliki kehendak atas diri seorang pasien euthanasia pasif karena memiliki beban moral atasnya.
Keputusan moral keluarga dapat memengaruhi bagaimana pasien bisa bebas dari penderitaan, sedangkan euthanasia
berhadapan dengan prinsip dasar manusia yaitu mengenai sesuatu yang dianggap benar dan bermoral. Karena
bahwasanya seorang manusia memiliki tanggung jawab moral atas segala hal yang dilakukan dan memiliki
pertimbangan etis. Maka tindakan euthanasia bisa dibenarkan berdasarkan justifikasi etis.

ABSTRACT
The debate over euthanasia has recently become a difficult discussion because there are many conflicts with the
social concepts that exist in todays society. The object of this study is passive euthanasia based on the concept of
death where death is not something to be feared but death is a picture of freedom. This study also discusses passive euthanasia through a philosophical approach to applied ethics which is the starting point of researchers, where
euthanasia can be justified based on the reasons for their own freedom. This research becomes relevant because it
represents how humans should act and how euthanasia can be justified ethically as moral action. The purpose of this
study is to explain the freedom of a person who does not have the will to do something in the phenomenon of
passive euthanasia. Based on the results of the study concluded that in the case of passive euthanasia, the family has
a will for a passive euthanasia patient because of his moral burden. Family moral decisions can influence how
patients can be free from suffering, while euthanasia is dealing with basic human principles, namely something that
is considered right and moral. Because that a human being has moral responsibility for everything that is done and
has ethical considerations. So the act of euthanasia can be justified based on ethical justification."
2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ifa Maulia Shabira
"

Skripsi ini membahas tentang bagaimana pengaturanhukum positif terhadap eutanasia di Indonesia. Indonesia sampai saat ini belum memiliki pengaturan khusus dan instrumen hukum mengenai eutanasia, tetapi karena eutanasia berhubungan dengan nyawa maka dianggap perlu dicari pasal yang cocok dan Pasal 344 KUHP dinilai memiliki unsur-unsur yang sesuai. Dalam kenyataannya, dari awal KUHP dibuat sampai saat ini belum ada kasus terkait Pasal 344 KUHP di muka pengadilan, tetapi saat ini justru terdapat beberapa permohonan ke pengadilan atas eutanasia dan supaya Pasal 344 KUHP diperbolehkan terhadap dirinya. Dalam perumusan Pasal 344 KUHP dinilai terdapat kekurangan, yaitu unsur ‘atas permintaan sendiri dengan sungguh-sungguh’ karena sulit untuk dibuktikan mengingat korban yang meminta sudah meninggal dunia. dengan demikian, dalam rangka ius constituendumhukum pidana, rumusan Pasal 344 KUHP tersebut perlu dirumuskan kembali.


This thesis discusses about the regulation of euthanasia under Indonesia’s criminal law. Indonesia does not have any specific regulation about euthanasia, but since euthanasia is related to someone’s life, therefore, a suitable article is need to be sought and Article 344 of the Criminal Code is the closest one to the definition of euthanasia. Until now, Article 344 of the Criminal Code has never been used in court, but is currently being petitioned by some cases in civil court to legalize the action of euthanasia. The element ‘at the earnest request of the victim's heart’ within Article 344 of the Criminal code assessed to be difficult to prove because the victim who have initiated the murder have passed away. Thus, within the framework of ius constituendum, article 344 of the Criminal Code needs to be reformulated.

"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Napitupulu, Tarlitha Gracia
"ABSTRACT
Pada masa modern ini, penderitaan berat yang dirasakan pasien sebagai akibat dari penyakit yang sulit atau bahkan sudah tidak dapat disembuhkan masih menjadi suatu permasalahan dalam dunia kedokteran. Penderitaan yang berat tersebut mungkin akan lepas apabila kematian datang. Hal ini berkaitan dengan euthanasia yang bertentangan dengan Sumpah Dokter, Etika, maupun Hukum. Walaupun pada praktiknya, euthanasia sudah kerap dilakukan di Indonesia dengan melakukan penghentian terapi bantuan hidup terhadap pasien terminal yang merupakan bentuk euthanasia pasif. Untuk menghadapi permasalahan tersebut, muncul sebuah studi untuk menangani kontroversi etik yang disebut bioetika kedokteran dan diatur di dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI). Hukum di Indonesia menyatakan bahwa euthanasia merupakan suatu yang dilarang dan dapat dipidanakan, namun terjadi ketidaksesuaian regulasi antara satu dengan lainnya karena pada nyatanya penghentian terapi bantuan hidup terhadap pasien terminal diatur di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 37 tahun 2014 tentang Penghentian Kematian dan Pemanfaatan Organ Donor. Dalam menganalisis permasalahan tersebut, skripsi ini diteliti dengan metode yuridis-normatif serta menggunakan tipologi penelitian deskriptif. Adapun hasil analisa yang disimpulkan oleh penulis yakni penghentian terapi bantuan hidup terhadap pasien terminal diperbolehkan berdasarkan bioetika kedokteran dan hukum di Indonesia. Selanjutnya, saran yang penulis berikan, yakni: kepada Ikatan Dokter Indonesia agar menjelaskan bentuk euthanasia apakah yang sebenarnya dilarang, kepada Pemerintah khususnya tim revisi KUHP agar mengubah definisi euthanasia karena sudah tidak relevan dengan keadaan sekarang, dan kepada Media Massa agar lebih bijak dalam memberikan informasi dengan melakukan riset terlebih dahulu mengenai topik artikel yang akan diberitakan supaya tidak terjadi kesalahan dalam memberikan informasi.

ABSTRACT
In modern era, the severe suffering felt by patients as a result of difficult or even incurable diseases is still a problem in the medical world. Severe suffering may be released when death comes. This is related to euthanasia which is contrary to the Doctors Oath, Ethics, and Law. Although in practice, euthanasia has often been carried out in Indonesia by stopping life assistance therapy for terminal patients which is a form of passive euthanasia. To deal with these problems, a study emerged to address the ethical controversy called medical bioethics and regulated in the Indonesian Medical Ethics Code (KODEKI). Indonesian Law states that euthanasia is prohibited and can be criminalized, but there is a discrepancy between one another regulations because in reality the termination of life assistance therapy for terminal patients is regulated in the Minister of Health Regulation No. 37 of 2014 concerning the Cessation of Death and Use of Donor Organs. In analyzing these problems, this thesis was examined by juridical-normative method and used descriptive research typology. The results of the analysis concluded by the authors is the termination of life assistance therapy for terminal patients is permissible based on medical bioethics and law in Indonesia. Furthermore, the suggestion that the author gives are: to the Indonesian Doctors Association to explain the form of euthanasia is actually prohibited, to the Government especially the Criminal Code revision team to change the definition of euthanasia because it is not relevant to the present situation, and to Mass Media to be more informed by doing research first on the topic of the article that will be reported so that there is no error in providing information."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Prakoso
Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984
344.041 97 DJO e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>