Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yoswita Syakur
"Dalam evaluasi kinerja instalasi farmasi dan biaya obat di Rumah Sakit Semen Padang dari tahun 1995 sampai tahun 1999, terjadi peningkatan jumlah resep yang diambilkan ke apotik luar yaitu 8.862 resep tahun 1995, menjadi 10.287 resep (tahun 1996), lalu meningkat lagi menjadi 13.666 resep (tahun 1997), 13.963 resep (tahun 1998) dan 13.735 resep (tahun 1999). Kalau dilihat rata-rata biaya pengambilan obat ke apotik luar adalah 27 % dari total biaya obat Rumah Sakit Semen Padang. Pada tahun 2000 biaya obat apotik luar adalah Rp. 526.469.784.
Penulis berpendapat bahwa biaya tersebut cukup besar dan tidak effisien dan berdampak kepada kualitas pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Semen Padang. Karena itu dilakukan penelitian untuk mengetahui beberapa faktor yang menyebabkan tingginya resep keluar tersebut.
Penelitian ini dilakukan secara kualitatif, dengan wawancara mendalam kepada dokter intern. Selain itu dilakukan penelitian dokumen yang ada di instalasi farmasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penulisan resep keluar cenderung meningkat disebabkan karena jenis obat yang diperlukan tidak tersedia, dan proses perencanaan perbekalan farmasi tidak melibatkan dokter intern. Koordinasi antara manajemen dan dokter belum berjalan seperti yang diharapkan. Telaah dokumen menunjukan ineffisiensi biaya obat. Untuk mengurangi penulisan resep ke apotik luar tersebut, penulis menyarankan sebagai berikut:
- Meningkatkan fungsi perencanaan perbekalan farmasi melalui proses Bottom-Up dengan melibatkan dokter.
- Membentuk komite medik dan komite farmasi dan terapi agar terbentuknya standard terapi yang dapat dipedomani dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit Semen Padang.
- Membuat suatu sistem pengawasan atau aturan mengenai penggantian obat dengan persediaan yang sama di instalasi farmasi.
- Meningkatkan peranan dan tanggung jawab apoteker terutama dalam pengawasan penggunaan obat.

Prescription by Interns at Semen Padang HospitalDuring the performance evaluation of the pharmacy and medicine costs at Semen Padang Hospital, conducted in 1995 to 1999, an increase in the amount of prescriptions filled at other pharmacies from 8,862 in 1995, to 10,287 in 1996, then 13,666 in 1997, 13,963 in 1998, and 13,735 in 1999. The average costs for prescriptions filled at other pharmacies are 27% from the total medicine costs at Semen Padang Hospital. Which in the year 2000 is Rp526,469,784,-.
The sizes of those costs are considered quite large by the author, inefficient, and may affect the quality of the health services provided at Semen Padang Hospital. Therefore, a study is performed to discover the factors that caused the high percentage of prescription filled at other pharmacies.
This study is conducted qualitatively, through in depth interviews on the interns. A study on the documents at the pharmacy is also performed.
The study indicates that the cause of the increase in the amount of prescriptions filled in other pharmacies was the absence of the required medicine and the non-involvement of the interns during the pharmaceutical supplies planning process. Coordination between the management and the doctors have not functioned as expected. Documentary studies indicate inefficient medicine costs. To reduce the amount of prescriptions filled at other pharmacies, the author suggests:
- To increase the pharmaceutical planning function through a Bottom-Up by involving the doctors.
- Forming a medical committee, a pharmacy and therapy committee to establish a therapy standard as guidelines for health services that Semen Padang Hospital.
- Create a inspection system or regulations on the replacement of the medicine according to the available supplies at the pharmacy.
- Increase the rote and responsibility of the pharmacist, particularly in supervising the use of the medicine."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T8322
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wulan Kinanthi Bekti
"Latar belakang penelitian ini adalah kenaikan tren kunjungan pasien JKN di rumah sakit Dewi Sri baik rawat jalan ataupun rawat inap. Kendali mutu dan kendali biaya sangat diperlukan untuk menjamin agar pelayanan kesehatan pada peserta JKN sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan dan diselenggarakan dengan efisien. Pilihan obat yang termasuk dalam pembayaran InaCBGs akan menjadi komponen penting, sehingga review terhadap penggunaan obat sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan efisiensi biaya obat. Penelitian ini menggunakan studi crosssectional dengan metode kuantitatif, untuk melihat gambaran rata-rata jumlah item obat per resep, persentase peresepan obat generik, peresepan antibiotik, peresepan obat fornas, dan jumlah biaya obat terhadap faktor jenis kelamin pasien, usia pasien, jenis kelamin dokter, umur dokter dan jaminan kesehatan sesuai dengan data sekunder yang didapat melalui data rekam medis dan resep di farmasi.
Berdasarkan hasil penelitian, terdapat perbedaan yang signifikan jumlah item obat per resep, persentase oobat generik, persentase obat antibiotik, persentase obat fornas, dan biaya obat diantara ketiga jenis jaminan kesehatan tersebut. Faktor yang paling berpengaruh terhadap persentase antibiotik di rawat jalan dan jumlah item obat per resep pada rawat jalan dan rawat inap adalah jenis kelamin dokter. Faktor yang paling berpengaruh pada persentase antibiotik di rawat inap, dan persentase generik, persentase fornas, dan biaya obat pada rawat jalan dan rawat inap adalah jaminan kesehatan. Sehingga perlu adanya kebijakan penggunaan obat generik, penggunaan obat fornas, dan jumlah item obat per resep ≤ 2 jenis obat di lingkungan rumah sakit.

The background of the present research was the increasing trend of JKN patients visits at Dewi Sri Hospital, for both outpatients and inpatients. Quality and cost controls are highly needed in securing that health services to JKN members be in conformity with the specified quality standard and implemented efficiently. The choice drugs included in InaCBGs payment would become a significant component, and thus a review of drug administration is greatly needed in attempt to enhance both health service quality and drug cost efficiency. The research used a cross-sectional study by a quantitative method, so as to find out the average number of drug items per prescription, percentage of generic drug prescription, antibiotic prescription, fornas drug prescription, and total cost of drugs on the factors of patient gender, patient age, physician gender age, physician age, and health assurance according to the secondary data obtained from both medical record data and prescription at pharmacy.
Based on the research findings, there were some significant differences in the number of drug items per prescription, percentage of generic drugs, percentage of antibiotic, percentage of fornas drugs, and drug costs between the three health assurances. The most influential factor on percentage of antibiotic and the number of drug items per prescription in both outpatient and inpatient was physician gender. The most influential factor on percentage of antibiotic in inpatient, and percentage of generic, percentage of fornas, and drug cost in both outpatient and inpatient was health assurance Thus, a policy on the use of generic drugs, the use of fornas drugs, and number of drug items per prescription by ≤ 2 types of drugs is needed at the hospital
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T46133
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Kenang Putra Risma
"Penggunaan obat dikatakan rasional bila pasien mendapatkan obat yang sesuai dengan kebutuhan klinis, sesuai dosis dan durasi pemberian, serta biaya yang dikeluarkan untuk obat tersebut terbilang rendah bagi pasien dan komunitasnya. Penggunaan obat rasional bertujuan untuk menghindari masalah yang dapat timbul terkait obat (Drug Related Problem). Penilaian rasionalitas penggunaan obat ditinjau dari tiga indikator utama yaitu peresepan, pelayanan pasien, dan fasilitas. Resep dapat menggambarkan masalah – masalah obat seperti polifarmasi, penggunaan obat yang tidak tepat biaya, penggunaan antibiotik dan sediaan injeksi yang berlebihan, serta penggunaan obat yang tidak tepat indikasi. Ketidaktepatan peresepan dapat mengakibatkan masalah seperti tidak tercapainya tujuan terapi, meningkatnya kejadian efek samping obat, meningkatnya resistensi antibiotik, penyebaran infeksi melalui injeksi yang tidak steril, dan pemborosan sumber daya kesehatan yang langka. Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negaranegara berkembang. Menurut WHO, diare mengakibatkan 2,5 juta kematian setiap tahun dengan 80% korban di antaranya adalah balita. Di Indonesia, penyakit ini sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) dengan kematian tinggi terutama di Indonesia Timur. Riskesdas tahun 2007 melaporkan bahwa diare masih merupakan penyebab kematian utama pada bayi usia 29 hari – 11 bulan (31,4%) dan anak balita usia 12 – 59 bulan (25,2%).

The use of drugs is said to be rational if the patient gets drugs that suit clinical needs, according to the dose and duration of administration, and the costs incurred for the drug are relatively low for the patient and the community. Rational use of drugs aims to avoid problems that can arise related to drugs (Drug Related Problems). The assessment of the rationality of drug use is reviewed from three main indicators, namely prescribing, patient service and facilities. Prescriptions can describe drug problems such as polypharmacy, inappropriate use of drugs, excessive use of antibiotics and injection preparations, as well as use of drugs for inappropriate indications. Inaccurate prescribing can result in problems such as not achieving therapeutic goals, increasing the incidence of drug side effects, increasing antibiotic resistance, spreading infections through non-sterile injections, and wasting scarce health resources. Diarrhea is still a public health problem in developing countries. According to WHO, diarrhea causes 2.5 million deaths every year with 80% of the victims being children under five. In Indonesia, this disease often causes Extraordinary Events (KLB) with high mortality, especially in Eastern Indonesia. Riskesdas in 2007 reported that diarrhea was still the main cause of death in babies aged 29 days – 11 months (31.4%) and toddlers aged 12 – 59 months (25.2%)"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Kenang Putra Risma
"Penggunaan obat dikatakan rasional bila pasien mendapatkan obat yang sesuai dengan kebutuhan klinis, sesuai dosis dan durasi pemberian, serta biaya yang dikeluarkan untuk obat tersebut terbilang rendah bagi pasien dan komunitasnya. Penggunaan obat rasional bertujuan untuk menghindari masalah yang dapat timbul terkait obat (Drug Related Problem). Penilaian rasionalitas penggunaan obat ditinjau dari tiga indikator utama yaitu peresepan, pelayanan pasien, dan fasilitas. Resep dapat menggambarkan masalah – masalah obat seperti polifarmasi, penggunaan obat yang tidak tepat biaya, penggunaan antibiotik dan sediaan injeksi yang berlebihan, serta penggunaan obat yang tidak tepat indikasi. Ketidaktepatan peresepan dapat mengakibatkan masalah seperti tidak tercapainya tujuan terapi, meningkatnya kejadian efek samping obat, meningkatnya resistensi antibiotik, penyebaran infeksi melalui injeksi yang tidak steril, dan pemborosan sumber daya kesehatan yang langka. Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negaranegara berkembang. Menurut WHO, diare mengakibatkan 2,5 juta kematian setiap tahun dengan 80% korban di antaranya adalah balita. Di Indonesia, penyakit ini sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) dengan kematian tinggi terutama di Indonesia Timur. Riskesdas tahun 2007 melaporkan bahwa diare masih merupakan penyebab kematian utama pada bayi usia 29 hari – 11 bulan (31,4%) dan anak balita usia 12 – 59 bulan (25,2%).

The use of drugs is said to be rational if the patient gets drugs that suit clinical needs, according to the dose and duration of administration, and the costs incurred for the drug are relatively low for the patient and the community. Rational use of drugs aims to avoid problems that can arise related to drugs (Drug Related Problems). The assessment of the rationality of drug use is reviewed from three main indicators, namely prescribing, patient service and facilities. Prescriptions can describe drug problems such as polypharmacy, inappropriate use of drugs, excessive use of antibiotics and injection preparations, as well as use of drugs for inappropriate indications. Inaccurate prescribing can result in problems such as not achieving therapeutic goals, increasing the incidence of drug side effects, increasing antibiotic resistance, spreading infections through non-sterile injections, and wasting scarce health resources. Diarrhea is still a public health problem in developing countries. According to WHO, diarrhea causes 2.5 million deaths every year with 80% of the victims being children under five. In Indonesia, this disease often causes Extraordinary Events (KLB) with high mortality, especially in Eastern Indonesia. Riskesdas in 2007 reported that diarrhea was still the main cause of death in babies aged 29 days – 11 months (31.4%) and toddlers aged 12 – 59 months (25.2%)"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library