Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dzaky Ismail Al Abyan
"Diskriminasi dapat diartikan sebagai setiap perlakuan yang berbeda yang dilakukan terhadap satu pihak tertentu. Dalam dunia usaha, pelaku usaha melakukan praktek diskriminasi dapat disebabkan karena berbagai hal. Praktek diskriminasi sangat erat kaitannya dengan pemilikan market power dan kekuatan pasar yang signifikan di pasar bersangkutan, yang dimana dikhawatirkan akan timbul persaingan usaha yang tidak sehat. Dengan demikian berdasarkan rumusan Pasal 19 huruf d Undang – Undang No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan Peratruan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No 3 Tahun 2011, untuk mengindikasikan apakah suatu tindakan diskriminasi tersebut termasuk ke dalam bentuk pelanggaran praktek diskriminasi perlu dibuktikan terlebih dahulu adanya penguasan pasar bersangkut yang mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di dalam pasar bersangkut. Namun di dalam Putusan Komisi Persaingan Usaha Republik Indonesia No 07/KPPU-I/2020, Majelis Komisis menyatakan perjanjian antara PT Lion Mentari, PT Batik Air Indonesia, dan PT Lion Express terbukti melakukan pelanggaran praktek diskriminasi. Walaupun, bentuk penguasan pasar bersangkut yang mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di dalam pasar bersangkut, tidak dapat dibuktikan. Dengan menggunakan metode yuridis-normatif, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah sikap pendekatan Majelis Komisi telah sesuai dengan Hukum Persaingan Usaha dalam mempertimbangkan pembuktian dampak pada kasus nomor 07/KPPU-I/2020 dan untuk mengetahui serta memahami secara jelas apakah tindakan yang dilakukan para pihak dapat dikategorikan sebagai prakrek diskriminasi, walaupu tidak terciptanya penguasaan pasar yang berdampak pada persaingan usaha tidak sehat. Hasil penelitian yang diperoleh ialah, dalam melakukan pembuktian perkata tersebut Majelis Komisi tidak sesuai dengan apa yang di atur di dalam Hukum Persaingan Usaha di Indonesia karena tidak dapat membahas secara komprehensif adanya hubungan dan / atau sebab - akibatnya dampak negatifnya dugaan Pasal 19 huruf (d) Undang – Undang No 5 Tahun 1999, yang mana seharunya tindakan yang dilakukan para pihak tidak dapat diindikasikan kedalam bentuk pelanggaran praktek diskriminasi, tetapi tindakan tersebut tercakup kedalam tindakan diskriminasi.

Discrimination means every privilege which confers towards other parties. In the business sector, entrepreneurs are conducting discriminatory practices for so many reasons. Discriminatory practices are closely related to the obvious market power control on the relevant market, which causes unfair business competition. Thus, based on the formulation of Article 19 letter d Law of Republic Indonesia No. 5 of 1999 concerning The Ban on Monopolistic Practices and Unfair Business Competition and Regulation of Commission for the Supervision of Business Competition No. 3 of 2011, whether an act of discrimination, including discrimination in the form of practice violations. Controlling of the relevant market which results in monopolistic practices and unfair business competition must be evidenced first. Still, KPPU‟s verdict No. 07/KPPU-I/2020 the commission council stated that the agreement between PT Lion Mentari, PT Batik Air Indonesia, and PT Lion Express proved to unquestionably do the discriminatory practices, although the controlling of relevant markets results in monopolistic practices and unfair business competition could not be shown. Hereby juridical-normative method, this research aims to know about whether the commission board‟s expression has been corresponding towards Law of Business Competition in proving the impact regarding to verdict No. 07/KPPU-I/2020 and to genuinely comprehend whether acts of the parties could be considered as discriminatory practices, if the relevant market control had not formed and caused the monopolistic practices and unfair business competition. The research outcomes are, commission council did not comply with Law of Business Competition in Indonesia in doing the investigation to prove the impact of controlling of relevant markets which are formulated in Article 19 letter d Law of Republic Indonesia No. 5 of 1999 concerning The Ban on Monopolistic Practices and Unfair Business Competition and regarding to that analysis, acts of the parties should not be indicated and categorized as violation of discriminatory practices. However, the act is dubbed as a discrimination."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hafidz Fadilla Febrianto
"Ras merupakan aspek identitas yang tidak dapat dilepaskan dalam pembentukan kepentingan maupun kebijakan berbagai aktor secara lintas batas. Dalam perkembangannya, ras muncul sebagai aspek yang integral dalam dinamika sistem internasional. Meskipun demikian, studi Hubungan Internasional arus utama cenderung mengesampingkan pembahasan mengenai ras. Melalui hal tersebut, tinjauan literatur ini berusaha untuk memetakan konseptualisasi dan implementasi aspek identitas rasial dalam kerangka studi dan praktik Hubungan Internasional. Pemetaan ini dilakukan dengan meninjau kehadiran ras dalam kerangka internasional secara lintas periode dan lintas dimensi atau ruang Hubungan Internasional. Peninjauan dilakukan terhadap 42 literatur dengan metode taksonomi. Dua tema utama teridentifikasi, yaitu: perkembangan konseptualisasi ras dan operasionalisasi ras dalam kerangka relasi dimensional aktor. Penulis menemukan bahwa ras merupakan aspek fundamental dalam konseptualisasi teori Hubungan Internasional dan memiliki peran yang signifikan dalam memengaruhi kepentingan serta kebijakan aktor-aktor Internasional dalam relasi keamanan, politik, ekonomi, dan transnasionalisme. Selain itu, marjinalisasi pembahasan mengenai ras masih merupakan fitur dominan dalam perkembangan studi Hubungan internasional kontemporer. Hal ini pada akhirnya berkontribusi pada langgengnya struktur global yang menguntungkan kelompok kulit putih dalam semua lini dimensi dan ruang Hubungan Internasional.

Race is an aspect of identity that cannot be separated from the formation of interests and policies by various actors across borders. In its development, race appears as an integral aspect of the dynamics of the international system. Nonetheless, mainstream International Relations studies tend to sideline discussions of race. Therefore, this literature review seeks to map the conceptualization and implementation of aspects of racial identity within the framework of the study and practice of International Relations. This mapping is carried out by reviewing the presence of race aspect in the international framework across different periods and dimensions or spaces of International Relations. The review involved 42 literature pieces using taxonomic method. Two main themes emerged: the development of the conceptualization of race and the operationalization of race within the framework of actor dimensional relations. The author finds that race is a fundamental aspect in the conceptualization of International Relations theory and plays a significant role in influencing the interests and policies of international actors in security, political, economic, and transnationalism relations. Additionally, the marginalization of discussions regarding race remains a dominant feature in the development of contemporary international relations studies. This ultimately contributes to the perpetuation of a global structure that benefits white groups in all dimensions and spaces of International Relations."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fredman, Sandra
Oxford : Oxford University Press, 2011
344 FRE d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hesti Armiwulan S.
"Negara Republik Indonesia sejak awal kemerdekaan sesungguhnya telah memiliki komitmen untuk menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Hal ini dapat dipahami dari UUD Tahun 1945 yang menegaskan bahwa Indonesia adalah negara yang berdasar pada paham kedaulatan rakyat, negara yang berdasar pada hukum serta sistem Konstitusi. Artinya berdasarkan ketiga pilar tersebut maka adanya jaminan pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia adalah salah satu prinsip dari Demokrasi, Negara Hukum dan Sistem Konstitusi yang harus diwujudkan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Konsekuensinya Negara mempunyai kewajiban untuk menjamin kebebasan, kesetaraan dan prinsip non diskriminasi bagi semua orang yang harus tercermin dalam penyelenggaraan pemerintahan. Mengenai hal ini telah ditentukan dalam Pasal 28 I Ayat (4) dan Ayat (5) UUD Negara RI Tahun 1945. Namun sepanjang perjalanan kehidupan ketatanegaraan Indonesia ternyata masih ada praktik-praktik penyelenggaraan negara yang tidak mencerminkan adanya jaminan terhadap kebebasan, kesetaraan dan prinsip non diskriminasi yang merupakan esensi dari perlindungan hak asasi manusia. Salah satu contoh adalah praktik diskriminasi rasial yang tetap menjadi current issue di semua rezim pemerintahan di Indonesia, bahkan di era Reformasi yang menyatakan sebagai pemerintahan yang lebih demokratis dan menjunjung tinggi hak asasi manusia justru praktik diskriminasi rasial yang berujung pada konflik horisontal terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Persoalan diskriminasi rasial sangat potensial terjadi di Indonesia, mengingat jumlah penduduknya yang sangat banyak dengan berbagai suku bangsa, ras dan etnis (multi etnis) serta tingkat pendidikan yang relatif masih rendah. Sementara harus diakui bahwa sampai saat ini upaya yang dilakukan belum dapat menghentikan praktik-praktik diskriminasi rasial. Semboyan Bhineka Tunggal Ika dan berbagai peraturan perundang-undangan tidak cukup menjawab persoalan mengenai diskriminasi ras dan etnis. Studi tentang etnis Tionghoa yang dilakukan secara komprehensif diharapkan mampu untuk memetakan problematika diskriminasi ras dan etnis di Indonesia sekaligus membangun kesadaran bagaimanakah wujud perlindungan hukum yang tepat untuk menghentikan praktik diskriminasi rasial di Indonesia. Etnis Tionghoa adalah salah satu etnis yang secara terus menerus menyuarakan perlawanan terhadap praktik diskriminasi rasial yang dialami oleh etnis Tionghoa, namun di sisi yang lain dominasi ekonomi oleh etnis Tionghoa juga disebut sebagai sebab praktik diskriminasi rasial yang dilakukan oleh etnis Tionghoa terhadap etnis yang lain. Model pendekatan hukum hak asasi manusia dapat digunakan sebagai pisau analisis untuk menghentikan praktik diskriminasi rasial di Indonesia. Hukum hak asasi manusia menjamin kebebasan setiap orang namun disisi yang lain juga diperlukan adanya pembatasan kebebasan dengan tujuan untuk menghormati kebebasan tersebut. Hukum hak asasi manusia memuat larangan diskriminasi atas dasar apapun termasuk larangan diskriminasi rasial, namun untuk mewujudkan prinsip kesetaraan diperlukan juga langkah-langkah khusus (tindakan affirmatif) yang ditujukan untuk kelompok masyarakat tertentu. Tindakan affirmatif adalah pembedaan yang tidak boleh dinilai sebagai perbuatan diskriminatif. Selain itu untuk sampai pada penyelesaian akar masalah diskriminasi rasial maka memaknai keadilan yang diwujudkan dalam sistem hukum yang intergratif dan tersedianya mekanisme penegakan yang komprehensif adalah sebuah keharusan dalam paham konstitusionalisme.

Since the beginning the Republic of Indonesia in fact, already had commitment to respect and uphold human rights. This could be understood from Constitution of Republic Indonesia 1945 which stated that Indonesia is a country based on the understanding of sovereignty, which is based on Rule of Law and Constitution system. That is based on three pillars guarantees the recognition and protection of human rights is one of the principles of Democracy, Rule of Law and Constitution System should be realized in Constitutional law system. This brought a consequence for the State, which has obligation to guarantee freedom, equality and the principle of non-discrimination for all people that should be reflected in governance. This matter has been specified in Paragraph I of Article 28 (4) and (5) the Constitution of Republic Indonesia 1945. However, throughout as long as the experiences of Indonesia, the lack of state enforcement practices that do not reflect a guarantee of liberty, equality and non-discrimination principles which is the essence of the protection of human rights. One example is the practice of racial discrimination that remains as current issue in all regimes of governance in Indonesia, even in reformation era that states as a more democratic government and respect for human rights is precisely the practice of racial discrimination that leads to horizontal conflicts occur in various areas Indonesia. The issue of potential racial discrimination occurred in Indonesia, considered the vast amount of people from different ethnic, racial and ethnic groups (multi-ethnic) and educational level is still relatively low. While it must be admitted that so far, the efforts have not been able to end the practice of racial discrimination. The motto Unity in Diversity and the various laws and regulations do not adequately addressed the question of racial and ethnic discrimination. The study of ethnic Chinese that has been done, hopefully will be able to comprehensively map the problem of racial and ethnic discrimination in Indonesia as well as build awareness on how to form the legal protection to end the practice of racial discrimination in Indonesia. Ethnic Chinese is one of the ethnic that continually active engaged in opposition to practice of racial discrimination faced by ethnic Chinese, but on the other hand by the Chinese economic dominance also mentioned as the reason for the practice of racial discrimination committed by the Chinese against other ethnic groups. Model approach to human rights law can be used as an analytical knife to stop the practice of racial discrimination in Indonesia. Human rights law guarantees freedom of every person, but on the other also required the restriction of freedom in order to respect these freedoms. Human rights law includes the prohibition of discrimination on any ground, including the prohibition of racial discrimination, but to embody the principle of equality is also required special measures (affirmative action) aimed at specific communities. Affirmative action is a distinction that should not be considered as discriminatory acts. In addition to the completion of the root of the problem of racial discrimination, therefore to make sense of justice embodied in the legal system integrative and the availability of a comprehensive enforcement mechanism is a necessity in understanding of constitutionalism.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ginsburg, Ruth Bader
St. Paul: West Publishing, 1978
323.4 GIN s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Davidson, Kenneth M.
St.Paul,Minn.: West Publishing Company, 1974
323.4 DAV s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Gender discrimination issues in Indonesian family laws; collection of articles."
Malang: UIN-Maliki Press, 2010
346.015 ISU
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Denny J.A.
Jakarta: Inspirasi, 2014
305.8 DEN m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Laras Thyrza Amandari
"

Ancaman proteksionisme hijau di Uni Eropa tertera dalam Renewable Energy Directive 2018/2001 (RED II). Tesis ini mengkaji (i) hukum WTO tentang diskriminasi dan perlindungan lingkungan beserta pula (ii) alasan untuk Indonesia untuk mengajukan klaim bahwa RED II diskriminatif. Melalui penelitian hukum normatif yuridis dan pendekatan kualitatif, dapat disimpulkan bahwa pertama, hukum WTO terdiri dari beberapa artikel dalam Perjanjian Teknis Hambatan Perdagangan (TBT) dan Perjanjian Umum tentang Perdagangan dan Tarif (GATT), yang tertera dalam Pasal 2.1, 2.2, dan 5.1 Perjanjian TBT serta Pasal III: 4, XX (b), dan XX (g) dari GATT bersama dengan yurisprudensi yang relevan dari putusan WTO. Kedua, RED II bersifat diskriminatif karena konsep perubahan penggunaan lahan tidak langsung (ILUC), yang menargetkan pengurangan minyak sawit mentah (CPO) menjadi 0% pada tahun 2030, sedangkan produk domestik sejenisnya, yaitu minyak lobak, minyak kedelai, dan minyak biji bunga matahari tidak mendapatkan perlakuan yang sama. Sarannya adalah untuk menerapkan pasal-pasal yang telah diuraikan serta yurisprudensi yang relevan dalam hal Indonesia memutuskan untuk melanjutkan mekanisme penyelesaian sengketa di WTO. Selanjutnya, disarankan bahwa klaim Indonesia didukung oleh data ilmiah dan teknis untuk mendukung klaim hukum.


The threat of green protectionism in the European Union is prevalent within the enactment of Renewable Energy Directive 2018/2001 (RED II). This thesis examines (i) the WTO law on discrimination and environmental protection as well as (ii) the grounds for Indonesia to claim that RED II is discriminative. Through conducting a juridical normative legal research whilst applying a qualitative approach, it can be concluded that firstly, the WTO law comprised of several articles in the Technical Barriers to Trade (TBT) Agreement and General Agreement on Trade and Tariff (GATT), which includes but not limited to Article 2.1, 2.2, and 5.1 TBT Agreement as well as Article III:4, XX (b), and XX (g) of GATT alongside with the relevant jurisprudence of WTO case laws. Secondly, RED II is discriminatory due to the concept of indirect land use change (ILUC), which targets the reduction of crude palm oil (CPO) to 0% in the year 2030, whereas like products, namely rapeseed oil, soybean oil, and sunflower seed oil, are exempted from such reduction. The suggestion would be to apply the aforementioned Articles, as well as the relevant jurisprudence, in the event that Indonesia decides to continue the dispute settlement mechanism within the WTO. Next, it is suggested that the claims are supported by further research on scientific and technical data in addition to the legal claims.

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Niken Savitri
Jakarta: Kerjasama Convention Watch, Universitas Indonesia dengan NZAID, 2006
345.3 NIK p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>